array(1) {
  [0]=>
  object(stdClass)#49 (6) {
    ["_index"]=>
    string(7) "article"
    ["_type"]=>
    string(4) "data"
    ["_id"]=>
    string(7) "3123154"
    ["_score"]=>
    NULL
    ["_source"]=>
    object(stdClass)#50 (9) {
      ["thumb_url"]=>
      string(111) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2022/02/01/thumbnail-intisariplus-05-batu-20220201083329.jpg"
      ["author"]=>
      array(1) {
        [0]=>
        object(stdClass)#51 (7) {
          ["twitter"]=>
          string(0) ""
          ["profile"]=>
          string(0) ""
          ["facebook"]=>
          string(0) ""
          ["name"]=>
          string(14) "Aileen Wheeler"
          ["photo"]=>
          string(0) ""
          ["id"]=>
          int(9381)
          ["email"]=>
          string(20) "intiplus-24@mail.com"
        }
      }
      ["description"]=>
      string(64) "Sebuah rencana pembunuhan malah berbalik jadi senjata makan tuan"
      ["section"]=>
      object(stdClass)#52 (7) {
        ["parent"]=>
        NULL
        ["name"]=>
        string(8) "Kriminal"
        ["description"]=>
        string(0) ""
        ["alias"]=>
        string(5) "crime"
        ["id"]=>
        int(1369)
        ["keyword"]=>
        string(0) ""
        ["title"]=>
        string(24) "Intisari Plus - Kriminal"
      }
      ["photo_url"]=>
      string(111) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2022/02/01/thumbnail-intisariplus-05-batu-20220201083329.jpg"
      ["title"]=>
      string(14) "Batu Sandungan"
      ["published_date"]=>
      string(19) "2022-02-01 20:52:42"
      ["content"]=>
      string(14066) "

Intisari Plus - Ellison Liddel seorang self-made man yang sangat bangga dengan prestasi yang berhasil dicapainya.

Ia berasal dari keluarga besar yang miskin dan sederhana. Namun, karena gigih, terampil, dalam bidang elektronik, kreatif, mampu bekerja keras dan tegar. Ia bias mengatasi pelbagai alangan dalam hidupnya.

Ketika umurnya menjelang akhir 40-an. Ia sudah memilii bisnis yang sehat, sebuah rumah megah, beberapa mbil mahal dan bahkan sejulah harta kekayaan tak bergerak di luar negeri.

Orang Iain yang berhasil mencapai  posisi seperti dia umumnya merasa puas. Namun, Ellison tidak.

 

Pengalang harus dilenyapkan 

Ia sudah berhasil menumpuk harta, kini ia ingin mendapatkan dua hal lain: diterima di kalangan atas dan mempunyai keturunan. Batu sandungan untuk kedua ambisi itu adalah istrinya, Dulcie. 

Akhir-akhir ini Ellison sudah berusaha sekuat tenaga mendekati orang-orang terpandang supaya diterima dalam lingkungan pergaulan mereka. Walaupun sangat berhati-hati mengeluarkan uang, kini ia sering memberi sumbangan. 

Ia pura-pura kaget kalau namanya disebut-sebut sebagai sosiawan, sebab katanya sumbangannya harus dirahasiakan. Padahal sebenarnya dengan cerdik sekali berita pemberian sumbangan ini dibocorkan. 

Sayangnya, Dulcie tidak memiliki keinginan menempel orang-orang yang berstatus sosial lebih tinggi. Dulcie bahkan merasa kikuk di kalangan itu. Jadi Ellison yang tegas dan efisien itu memutuskan untuk menyingkirkan Dulcie secara tuntas dan cepat. 

Lagi pula Dulcie sudah terlalu tua untuk menyumbangkan putra yang didambakan Ellison. Di samping itu Ellison juga sudah mempunyai wanita intim lain. 

Ellison merasa Violette wanita yang cocok baginya. Janda almarhum pesaingnya  itu baru berumur 30 tahun. Yang juga penting ialah: Violette janda kaya! 

Wanita itu sangat cocok di hati Ellison: cantik, luwes, menguasai tata krama kalangan atas, karena keluarganya orang kaya lama dan juga memiliki ketajaman bisnis. Mau apa lagi? Pokoknya, Violette itu nyonya rumah yang mengesankan kalau Ellison mengundang tamu-tamunya dan pantas menjadi ibu anak-anak Ellison.

 

Lari ke makanan

Ketika Ellison menikah dengan Dulcie hampir 25 tahun lalu, Ellison belum memiliki apa- apa selain ambisi. Namanya pun masih Leslie Sydney Norman, L.S.N. Liddel. 

Waktu itu ia insaf bahwa ambisi saja tidak cukup untuk bisa menanjak cepat. Ambisi perlu didukung uang. Dulcie yang tidak cantik, tidak menarik dan lugu, jatuh cinta setengah mati kepadanya. 

Mula-mula Ellison tidak menyambut cinta gadis yang sebaya dengannya itu. Namun, ketika ibu Dulcie yang sudah janda itu meninggal, Ellison berubah sikap. Soalnya, Dulcie yang anak tunggal itu mendapat warisan berupa rumah yang cukup menyenangkan untuk ditinggali dan sejumlah uang yang lumayan, selain uang asuransi. 

L.S.N. Liddel lantas merasa perlu menjadi pelindung anak yatim piatu yang malang, tetapi kaya itu. Cepat-cepat dibawanya Dulcie ke pelaminan. Ia memperdayakan istrinya agar harta benda si istri di atasnamakan mereka berdua. 

Selain itu bisalah ia mendirikan bisnis. Namanya diganti menjadi Ellison Liddel supaya memberi kesan keren, tidak berbau udik. Ternyata bintangnya melesat naik. 

Mula-mula Dulcie bahagia sekali. Namun setelah standar hidup mereka meroket, Dulcie mendapatkan dirinya tidak bisa mengikuti derap suaminya. Ambisi Dulcie cuma terbatas pada memiliki pakaian baru yang terdiri atas rok, blus, dan jas, serta tirai beludru yang memberi rasa nyaman di musim dingin. 

Ketika Ellison memutuskan pindah dari rumah mereka yang sederhana dan kecil ke rumah yang mengesankan, Dulcie merasa sangat sedih. 

Makin lama Dulcie makin ketinggalan dari pergaulan sosial suaminya. Ia tidak mampu menyesuaikan diri dengan gaya hidup orang kaya. Suaminya makin menjauhinya. Dulcie haus kasih sayang dan ingin sekali Ellison bisa memahaminya, tetapi suaminya mengabaikan dia. 

Seperti kebanyakan orang yang kebutuhan emosionalnya tidak terpenuhi, ia mencari hiburan dari makanan dan minuman. Akibatnya, tubuhnya melembung dan dalam waktu singkat saja ia sudah tampak jauh lebih tua daripada suaminya yang selalu memelihara penampilannya dengan sungguh-sungguh. Dulcie bertambah gundah dan makan lebih banyal: lagi dalam usaha memperoleh kepuasan emosional. 

 

Dianggap sinting 

Ketika mereka baru menikah, Dulcie ingin sekali mempunyai anak. Ellison malah menentang keras. Soalnya, ia tidak mau urusan anak mengganggu konsentrasinya mencapai cita-cita. Namun kini, hampir 25 tahun kemudian, ia merasa sudah saatnya membangun dinasti. Kalau Ellison sudah mempunyai niat, maka niat itu mesti dilaksanakan supaya terwujud.

Sebetulnya lebih mudah kalau Dulcie diceraikan. Namun, hal itu tampaknya tidak bisa dijalankan tanpa kehilangan banyak harta. Soalnya, pada awal pernikahan mereka, Ellison perlu menyertakan nama istrinya dalam pelbagai harta milik mereka untuk menghindari pajak. 

Begitu rumitnya nama Dulcie terjalin dalam bisnis Ellison, sehingga kalau mereka bercerai, Ellison akan kehilangan banyak harta.

Alasan lain, Violette berasal dari keluarga ningrat Prancis yang saleh. Dalam keluarga itu, perceraian di pengadilan dianggap tidak berlaku. Cuma maut yang bisa memisahkan suami istri. Jadi satu-satunya jalan ialah menjadi duda yang ditinggal mati istri.

Seumur hidupnya, setidak-tidaknya dalam bisnis, Ellison selalu melangkah dengan tepat. Sebagai orang yang cermat, belum pernah ia salah langkah. Kini rencananya untuk menyingkirkan Dulcie dirancang dengan sama telitinya.

Pertama: Ia mesti menanamkan di benak Dulcie bahwa di rumah mereka ada pipa gas yang bocor. Seperti layaknya orang yang mudah percaya, Dulcie akan menyuruh petugas pabrik gas memeriksa pipapipa gas di rumahnya. Ini perlu bagi Ellison, supaya ada orang tahu bahwa mereka pernah curiga ada pipa gas bocor.

Lalu Ellison akan memilih hari di mana Dulcie biasa meninggalkan rumah untuk memasang alat peledak yang kecil, tetapi kuat, di meteran gas. Alat itu dihubungkan dengan jam listrik pengatur waktu di alat pemanas sentral rumah mereka. 

Ellison akan menyetel agar alat peledak bekerja tepat. Pukul 23.00 rumah mereka berikut isinya akan meledak sampai hancur lebur. Saat itu Ellison akan berada beberapa kilometer dari sana, di antara orang-orang yang akan memberi alibi kepadanya.

Tentu saja pihak asuransi akan bertindak sangat teliti. Mereka akan memeriksa apakah ledakan itu disebabkan oleh kesengajaan ataukah karena kelalaian. Ellison tidak gentar. Ia ahli elektronik terampil, bukan amatir. Ia berusaha agar tidak meninggalkan petunjuk yang bisa menuding kepadanya.

Ellison manusia yang selalu beruntung. Dalam hal ini ada dua unsur menguntungkan di pihaknya. Gara-gara mengidap sinusitis, penciuman Dulcie terganggu. Kalau suaminya berkata bahwa ia mencium bau gas keras, Dulcie akan percaya. Kenyataannya, Dulcie memang cepat-cepat memanggil petugas perusahaan gas.

Petugas pemeriksa gas datang. Ia mengecek dengan saksama, tapi tidak menemukan apa-apa. Pada minggu-minggu berikutnya, Ellison masih tetap berhasil meyakinkan Dulcie berulang-ulang bahwa ada pipa gas bocor di rumah mereka. Akibatnya, Dulcie tiga kali lagi memanggil petugas gas. Sampai-sampai petugas itu menarik kesimpulan bahwa nyonya ini sinting

 

Tepat sesuai rencana

Walaupun demikian, Dulcie lebih percaya kepada suaminya daripada kepada petugas gas. Bahkan Dulcie pun merasa mencium gas. Berulang-ulang hal itu dikatakannya kepada Ny. Halliday, wanita yang setiap hari datang untuk membersihkan rumah.

Unsur kedua yang menguntungkan Ellison adalah: Dulcie memiliki ketepatan seperti lonceng. Setiap hari Kamis, ia selalu bertamu ke rumah sepupunya, Doris, yang tinggal kira-kira 10 km dari rumah mereka. 

Begitu pukul 10.00 tepat, Dulcie akan berangkat dengan mobilnya dan begitu pukul 22.00 teng, ia tiba kembali di rumah. Lalu ia akan naik ke kamarnya, membawa secangkir coklat panas, puding, pil obat tidur, dan buku cengeng.

Kesempatan untuk melaksanakan rencananya tiba ketika Ellison mendapat undangan untuk menghadiri suatu perjamuan makan yang penting pada hari Kamis. Tempatnya di sebuah hotel di luar kota.

Beberapa kali, kalau Ny. Halliday sedang berada tidak jauh dari mereka, Ellison sengaja membujuk istrinya untuk menemani dia ke perjamuan itu. Ia bahkan menjanjikan akan membelikan pakaian mahal untuk dipakai ke pesta itu.

Ellison berani berbuat begitu, karena ia yakin Dulcie tidak akan mau ikut. Soalnya, Dulcie betul-betul tersiksa menghadiri perjamuan seperti itu. Lagi pula ia akan mengecewakan Doris kalau tidak datang pada hari Kamis seperti biasanya. Ny. Halliday sampai gregetan sekali pada Dulcie. Kok, kesempatan bagus seperti itu disia-siakan, pikir pembantu rumah tangga itu.

Hari Kamis pun tiba. Udara sangat dingin sebab waktu itu sudah akhir November. Sore hari, ketika Ellison pulang dari kantor, didapatinya rumahnya kosong. 

Dulcie sudah berangkat pukul 10.00 dan Ny. Halliday sudah pulang. Leluasalah dia memasang alat peledaknya. Karena ia seorang perfeksionis, ia memeriksa lagi dan memeriksa lagi semuanya.

Setelah itu ia berganti pakaian. Sebelum berangkat, ia masih mengecek sekali lagi. Ia bukan orang yang sentimental. Ia tidak sayang rumahnya hancur lebur. Ia sudah bertekad untuk hidup baru mulai hari ini.

Perjamuan makan malam yang dihadirinya sungguh mewah. Biasanya ia sangat menikmati kesempatan semacam itu, tetapi hari ini pikirannya selalu teringat pada rumahnya. Pukul 23.00 tiba. 

Saking tegangnya, Ellison sampai seperti mendengar ledakan. Namun, karena ia bermental baja, sikapnya tidak tampak berbeda dari sehari-hari di mata orang lain.

Kira-kira pukul 00.50 Ellison meluncur di jalan lebar dan eksklusif tempat rumahnya berada. Ia bersiap-siap menyaksikan kerumunan orang, kesibukan pemadam kebakaran, ambulans, dan polisi.

Jalan lebar itu anehnya sepi sekali. Rumah-rumah di kedua sisinya seperti terlelap dipayungi langit dingin yang berbintang. Rumahnya tegak dalam kegelapan. Mulus.

Apa yang salah? Di dalam, keadaan masih sama seperti ketika ia tinggalkan. Buru-buru ia berlari ke atas, ke kamar Dulcie. Kosong. Ranjang Dulcie masih rapi, belum ditiduri. Untuk pertama kalinya selama hidupnya, ia merasa bingung, tidak tahu apa yang terjadi.

Ketika kembali ke lantai bawah, telepon berdering. Ternyata dari Dulcie. Istrinya meminta maaf karena tidak bisa pulang. Dulcie menjelaskan: Ketika ia akan pulang, aliran listrik padam. Doris menganjurkan agar ia menginap saja, sebab berbahaya menyetir dalam keadaan gelap gulita. 

"Oh, engkau tidak tahu, tadi aliran listrik padam dalam area bergaris tengah 30 km?" tanya Dulcie. "Pemadam itu berlangsung tepat dua jam." 

Dulcie minta maaf lagi dan berjanji besok pagi-pagi sudah akan berada di rumah untuk menyiapkan sarapan bagi Ellison. Setelah itu ia mengucapkan selamat malam dan pembicaraan diputuskan.

Perlahan-lahan Ellison meletakkan gagang telepon. Aliran listrik mati! Tiba-tiba saja akibat pemadaman aliran listrik itu berkelebat dalam otaknya. Jantungnya serasa mau copot ketika ia memandang lonceng listrik di dinding. 

Selangkah lagi jarum panjang menunjukkan pukul 23.00. Ia berlari ke arah pintu. Namun, Ellison Liddel terlambat. Persis seperti yang sudah ia rencanakan, pada saat jarum lonceng listrik menunjukkan pukul 23.00 tepat, rumahnya meledak menjadi serpihan. Ellison salah perhitungan, untuk pertama dan terakhir kali dalam hidupnya. 

(Aileen Wheeler)

" ["url"]=> string(59) "https://plus.intisari.grid.id/read/553123154/batu-sandungan" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1643748762000) } } }