array(1) {
  [0]=>
  object(stdClass)#49 (6) {
    ["_index"]=>
    string(7) "article"
    ["_type"]=>
    string(4) "data"
    ["_id"]=>
    string(7) "3133699"
    ["_score"]=>
    NULL
    ["_source"]=>
    object(stdClass)#50 (9) {
      ["thumb_url"]=>
      string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2022/02/08/cinta-segi-tiga-di-gerbong-keret-20220208043416.jpg"
      ["author"]=>
      array(1) {
        [0]=>
        object(stdClass)#51 (7) {
          ["twitter"]=>
          string(0) ""
          ["profile"]=>
          string(0) ""
          ["facebook"]=>
          string(0) ""
          ["name"]=>
          string(20) "Freeman Wills Crofts"
          ["photo"]=>
          string(0) ""
          ["id"]=>
          int(9384)
          ["email"]=>
          string(20) "intiplus-27@mail.com"
        }
      }
      ["description"]=>
      string(137) "Pembunuhan tragis dalam kereta api ekspres yang sempat tak terselesaikan, akhirnya terungkap atas pengakuan dari pelakunya di ujung maut."
      ["section"]=>
      object(stdClass)#52 (7) {
        ["parent"]=>
        NULL
        ["name"]=>
        string(8) "Kriminal"
        ["description"]=>
        string(0) ""
        ["alias"]=>
        string(5) "crime"
        ["id"]=>
        int(1369)
        ["keyword"]=>
        string(0) ""
        ["title"]=>
        string(24) "Intisari Plus - Kriminal"
      }
      ["photo_url"]=>
      string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2022/02/08/cinta-segi-tiga-di-gerbong-keret-20220208043416.jpg"
      ["title"]=>
      string(33) "Cinta Segi Tiga di Gerbong Kereta"
      ["published_date"]=>
      string(19) "2022-02-08 19:28:07"
      ["content"]=>
      string(42481) "

Intisari Plus - Kamis di awal November, pukul 22.30, sebuah kereta api berangkat dari Euston ke Edinburgh, Glasgow, ke daerah utara. Lokomotifnya menarik delapan buah gerbong tidur (gerbong yang menyediakan tempat tidur). dua gerbong kelas satu, dua gerbong kelas tiga, dan dua gerbong barang. Separuh dari gerbong-gerbong ini menuju Glasgow, sedangkan sisanya ke Edinburgh. 

Gerbong barang bertujuan ke Glasgow terletak paling belakang. Di situlah pengawal Jones bertugas. Di depannya gerbong kelas tiga, lalu disusul sebuah gerbong kelas satu; keduanya bertujuan Glasgow. 

Letak gerbong kelas satu diapit oleh gerbong tidur di mukanya dan gerbong kelas tiga di belakang. Ada WC di kedua ujungnya. Di dalam gerbong ini ada enam kompartemen. 

Dua kompartemen paling belakang untuk penumpang yang merokok. Tiga berikutnya untuk penumpang tidak merokok, sedangkan kompartemen terdepan khusus untuk penum pang wanita.   

Waktu KA ini berangkat dari Euston, malam begitu gelap. Pukul  06.00 keesokan harinya, hujan turun amat lebat. 

KA berjalan sesuai jadwal dengan berhenti di Rugby, Crewe, dan Preston. Pada saat meninggalkan Preston, pengawal Jones berjalan ke KA bagian depan karena ada yang ingin dibicarakannya dengan kondektur bagian Edinburgh. 

la masuk melewati lorong gerbong kelas tiga. Di ujung lorong ini, di sebelah ruang penghubung dengan gerbong kelas satu di depannya, ia melihat sepasang suami-istri dengan bayi sedang menangis. Si istri sibuk menenangkan bayinya. Ketika disapa, mereka berkata bahwa anak mereka sakit. Supaya tidak mengganggu penumpang lain, mereka keluar dari kompartemen. 

Setelah menyatakan sedikit simpati, Jones membuka kunci kedua pintu ruang penghubung untuk masuk ke gerbong kelas satu. Lorong di kelas satu kosong. 

Waktu melewatinya, Jones melihat semua tirai kompartemen telah diturunkan, kecuali di kompartemen khusus wanita. Di dalam kompartemen ini dilihatnya ada tiga wanita, dua di antaranya sedang membaca. Lampu mereka masih sepenuhnya dinyalakan. 

Kedua pintu di ruang penghubung berikutnya juga terkunci. Ia membukanya, lewat, dan menutupnya kembali. Di ruang pelayan, dalam gerbong tidur, dua pelayan sedang bercakap-cakap. 

Setelah urusan dengan kondektur selesai, Jones berjalan kembali ke gerbongnya. Dilihatnya semua masih seperti pada waktu ia lewat tadi. Pintu-pintu di kedua ujung gerbong kelas satu pun masih tetap terkunci. 

Sejam sebelum sampai di Carlisle, saat melewati padang ilalang Dataran Tinggi Westmorland, jalan KA tiba-tiba menjadi lambat dan akhirnya berhenti. Jones yang sedang meneliti nota-nota pengiriman paket di ujung gerbong barang, mengira itu cuma pemeriksaan sinyal. 

Tapi mengapa dilakukan di daerah padang semacam itu? pikir Jones. Karena curiga, ia meninggalkan pekerjaannya, menyingkap penutup jendela di sebelah kiri untuk melihat ke luar. 

 

Lubang peluru di kepala

Ternyata KA sedang berada di sebuah terowongan bukit. Sampai jarak tertentu tepian rel tampak samar-samar diterangi lampu di lorong gerbong kelas satu dan tiga. Saat itulah tampak ada yang ganjil di gerbong kelas satu. 

Di jendela paling belakang tampak orangorang panik. Jones segera berlari melewati gerbong kelas tiga menuju gerbong itu. Di sana ia dihadapkan pada fakta-fakta aneh dan membingungkan.

Lorong masih tetap kosong, tetapi tirai tengah dari kompartemen paling belakang telah diangkat. Lewat kaca, Jones melihat di dalamnya ada empat orang pria. Dua di antaranya sedang membungkuk ke luar jendela, sedangkan yang lainnya sedang berusaha membuka pintu yang menuju lorong. 

Jones memegang handelnya untuk menolong membukakan pintu, tetapi kedua orang itu malah menunjuk-nunjuk ke kompartemen berikutnya.

Tirai tengah kompartemen ini pun telah diangkat, tetapi pintunya terkunci. Waktu ia mengintip ke dalam, tampak sebuah tragedi di depan matanya. Seorang wanita dengan wajah ketakutan berusaha membuka pintu. 

Sementara itu ia terus-menerus menengok ke belakang, seolah-olah ada penampakan yang mengerikan di sana. Jones melompat untuk membuka pintu sambil mengikuti pandangan wanita itu. Ia terkesiap.

Di sudut kanan yang menghadap ke lokomotif, teronggok tubuh seorang wanita, sekitar 30 tahun, terbaring lemas tak bertenaga. Kepalanya terkulai ke belakang, ke atas bantal, dan tangannya tergantung tak berdaya di pinggiran tempat duduknya. 

Detail-detail ini tak begitu diperhatikannya, karena mata Jones segera tertuju pada keningnya. Ada sebuah lubang kecil di atas alis kirinya. Dari situ mengalir darah, membasahi mantelnya dan menggenangi tempat duduk. Jelaslah, ia sudah mati. Di hadapannya, seorang pria juga sudah tak bernyawa.

Tampaknya semula laki-laki ini duduk di sudut, kemudian terjerembap ke depan, sehingga dadanya tersandar di lutut si wanita dan kepalanya terjuntai ke bawah. Penampilannya tidak karuan, mantel jasnya abuabu, rambutnya hitam. Dari bawah kepalanya menetes darah ke lantai.

Jones menarik pintu sekuat tenaga, tetapi pintu itu tidak bergeming sedikit pun dari posisinya yang sedikit terbuka sekitar 2,5 cm. Sambil terus berusaha menenangkan wanita yang sudah mendekati histeris itu, Jones berbalik ke kompartemen terbelakang, dengan maksud berusaha masuk lewat situ. Ternyata pintunya juga tak mau dibuka.  

Pada saat itu tampak kedua pria lain telah berhasil membuka pintu satunya dan keluar dari gerbong, kemudian turun ke rel. Khawatir akan keselamatan mereka, kalau-kalau ada KA lain dari arah berlawanan, ia berlari menuju gerbong tidur, karena ia yakin di sana pasti ada pintu yang dapat dibuka. 

Dari sana ia meloncat turun pula untuk memperingatkan mereka. Sambil turun disuruhnya seorang pelayan mengikutinya, sedangkan pelayan lain harus tetap tinggal di tempatnya untuk mencegah orangorang menuju ke tempat kejadian. Berempat dengan kedua pria tadi, ia dan pelayan membuka pintu luar kompartemen nahas itu.  

Mula-mula mereka berusaha mengeluarkan wanita yang masih selamat. Setelah menyuruh pelayan untuk mencari dokter, Jones memanjat ke atas. Si wanita dilarangnya untuk memperhatikan apa yang sedang dikerjakannya. Tubuh si pria kembali didudukkannya di tempat duduk di sudut.

Wajah pria mati itu tercukur bersih, tetapi bentuk mukanya agak kasar. Hidungnya besar, demikian pula rahangnya. Di lehernya, tepat di bawah telinga kanan, terdapat sebuah lubang peluru. 

Diangkatnya pula kaki pria itu, juga kaki wanitanya, ke tempat duduk. Wajah si wanita ditutupinya dengan saputangan, kemudian karpet digulungnya, sehingga genangan darah tidak nampak. 

Saat itu seorang dokter dari gerbong kelas tiga sudah tiba. Hanya dengan pemeriksaan singkat dokter menyatakan kedua orang itu telah meninggal. Kemudian pintu luar kompartemen itu dikunci, tirai-tirainya diturunkan. Para penumpang yang sudah turun dari KA dipersilakan kembali ke tempat duduknya masingmasing.

Sementara itu petugas pemadam kebakaran sudah datang untuk melihat apa yang terjadi. Selain itu ia juga melaporkan bahwa masinis tak dapat melepaskan remnya kembali. Setelah diselidiki, ternyata disk di ujung gerbong kelas satu telah berputar. Artinya, ada orang yang telah menarik rem darurat di kompartemen, sehingga KA berhenti. 

Rem di kompartemen paling belakang nampaknya juga ditarik orang. Itu berarti salah seorang dari keempat pria itulah yang menariknya. Disk dikembalikan ke posisi normalnya, penumpang duduk, KA melaju lagi, setelah terhenti kira-kira 15 menit.  

Sebelum sampai di Carlisle, Jones mencatat nama dan alamat semua penumpang di gerbong kelas satu dan tiga berikut nomor karcisnya. Semua gerbong tak terkecuali gerbong barang diperiksa dengan teliti untuk melihat apakah ada yang bersembunyi di bawah tempat duduk, WC, di balik bagasi, atau di sekitar tempat-tempat itu. 

Begitu sampai di Carlisle, perkara pembunuhan ini segera dilimpahkan kepada polisi. Gerbong kelas satu segera disegel dan para penumpangnya ditanyai. Teori sementara, si pembunuh telah turun pada saat KA itu berhenti, lalu melarikan diri ke pedesaan, mencapai jalan raya, dan menghilang.

Keesokan harinya, sekelompok detektif memeriksa kawasan tempat KA berhenti. Tetapi tak ada jejak ditemukan. Begitu pun tanda-tanda lain. Stasiun-stasiun di sekitarnya pun tak luput dari penyelidikan. Sejauh yang dapat dicapai dengan berjalan kaki, hanya ada dua buah stasiun. 

Di kedua stasiun tersebut tak pernah terlihat orang asing. Apalagi sesudah lewatnya KA ekspres ini, tak ada satu pun kereta api melewati kedua stasiun itu. Seandainya si pembunuh turun dari KA, tak mungkin ia berhasil melarikan diri lewat jalur KA.

 

Kesaksian Penumpang

Korban naas itu ternyata pasangan Tuan dan Ny. Horation Llewelyn dari Gordon Villa, Broad Road, Halifax. Llewelyn adalah pegawai sebuah pabrik besar pemurnian besi. Usianya 35 tahun, lingkungan sosialnya baik dan ia kaya. Ia dianggap cukup baik hati, meskipun kadang-kadang terlalu bernafsu. 

Ia tidak mempunyai musuh. Perusahaannya dapat membuktikan bahwa ia mempunyai perjanjian bisnis di London pada hari Kamis dan di Carlisle hari Jumat, sehingga perjalanannya itu amat cocok dengan rencananya. 

Istrinya adalah wanita cantik berusia sekitar 27 tahun, anak seorang pedagang di daerah dekat perusahaan Llewelyn, Yorkshire. Pernikahan mereka baru berumur sebulan lebih sedikit, bahkan seminggu sebelumnya mereka baru saja pulang dari berbulan madu. Tak dapat dipastikan apakah Ny. Llewelyn mempunyai alasan khusus, sehingga harus menemani suaminya. 

Peluru yang digunakan membunuh suami-istri ini berasal dari senjata yang sama, revolver berlaras kecil dengan desain modern. Tetapi karena revolver semacam itu ada ribuan, penemuan itu tak banyak berarti. 

Blair-Booth, gadis yang duduk dalam satu kompartemen, menyatakan naik dari Euston dan duduk di dekat lorong. Beberapa menit sebelum KA berangkat suami-istri tersebut datang, lalu duduk saling berhadapan di sudut sebelah luar. 

Selama perjalanan tak ada penumpang lain masuk. Satu-satunya kunjungan adalah datangnya kondektur begitu KA meninggalkan Euston. Pintu ke lorong pun tidak dibuka. 

Llewelyn sangat memperhatikan istrinya. Mereka berdua masih bercakap-cakap ketika KA berangkat. Setelah berbasa-basi sebentar dengan Blair-Booth, Llewelyn menarik tirai, menutupi lampu dengan pelindungnya, sehingga tidak menyilaukan. 

Beberapa kali Booth terjaga dari tidurnya, tetapi setiap kali ia tidak melihat sesuatu yang aneh di dalam kompartemen sampai ia terjaga oleh suara ledakan keras dan dekat. 

Ia terlompat berdiri, sementara itu dari dekat lututnya ia melihat kilatan api, lalu terdengar ledakan kedua. Dengan gemetar ditariknya pelindung lampu dan terlihat ada asap mengepul dari arah pintu lorong yang telah terbuka kira-kira 2,5 cm. 

Bau mesin tercium. Begitu berbalik, dilihatnya Llewelyn tersungkur ke lutut istrinya. Kemudian terlihat olehnya lubang di kening Ny. Llewelyn. Karena ketakutan ia segera mengangkat tirai pintu lorong yang menutupi pegangan pintu. Ia berusaha ke luar untuk mencari bantuan, tetapi pintu tak dapat digerakkan. Ia semakin panik, sadar bahwa ia terkunci dalam ruangan yang berisi dua mayat. 

Dalam kengeriannya, ditariknya rem darurat, tetapi KA tampaknya tidak menunjukkan gejala berhenti, sehingga ia meneruskan usaha membuka pintu. Baru setelah berjam-jam berlalu, Jones muncul dan membebaskan dia. Waktu ditanya, Blair mengatakan tidak melihat seorang pun di lorong pada saat ia mengangkat tirai. 

Sementara keempat penumpang pria di kompartemen terakhir, ternyata satu rombongan yang menuju Glasgow dari London. Setelah berangkat, mereka main kartu. Kirakira tengah malam tirai mereka turunkan, menurunkan pelindung lampu dan berusaha tidur. 

Seorang dari mereka ingin mencuci tangan di WC setelah makan buah-buahan. Orang ini tidak melihat apa pun di lorong. 

Tidak lama setelah itu mereka mendengar suara tembakan dua kali. Mula-mula mereka mengira itu sinyal lokomotif, tetapi begitu sadar kompartemen mereka terlalu jauh dari lokomotif untuk bisa mendengar suara semacam itu, mereka segera mengangkat pelindung lampu, mengangkat tirai pintu lorong, dan berusaha ke luar, tetapi tidak dapat. 

Di lorong tak tampak seorang pun. Karena yakin ada sesuatu yang serius telah terjadi, mereka menarik rem darurat sambil menurunkan jendela luar, lalu melambai-lambaikan tangan untuk menarik perhatian orang yang kebetulan melihat. 

Remnya tertarik dengan mudah, sepertinya kendur. Jadi tarikan pertama dilakukan oleh Blair, rem telah terpasang, sehingga tarikan kedua hanyalah mentransfer penyetopan. 

Ketika KA berhenti, kedua kompartemen di depan kompartemen Blair kosong, tetapi di kompartemen kedua ada dua laki-laki, di kompartemen pertama tiga wanita. Mereka semua juga mendengar suara tembakan, tetapi hanya sayup-sayup, karena tertelan suara KA. Tapi karena tirai di kompartemen kedua tidak dibuka sama sekali, kedua lelaki itu tak dapat memberikan keterangan apa pun. 

Ketiga wanita di kompartemen pertama, seorang ibu dengan kedua putrinya. Mereka naik dari Preston. Karena akan turun di Carlisle, mereka tidak ingin tidur. Jadi tirai tetap dibiarkan terbuka dan lampu tidak ditutupi pelindung. 

Dua di antara mereka membaca, sedangkan yang satu duduk di sebelah lorong. Wanita kedua ini sangat yakin tak seorang pun melewati lorong selama mereka di KA, kecuali Jones yang tampak terburu-buru membuat mereka ingin tahu, sehingga mereka ke luar ke lorong dan tetap tinggal di lorong sampai KA berangkat lagi. Selama itu mereka bertiga tidak melihat orang lain melewati lorong. 

Ketika pintu-pintu lorong yang macet diteliti, ternyata pintu-pintu itu diganjal sepotong kayu kecil, yang tampak sekali telah dipersiapkan khusus untuk itu. Waktu tiket-tiket yang telah terjual dengan yang dipegang oleh penumpang dibandingkan ternyata ada ketidakcocokan. 

Ada satu tiket, yang dibeli di Euston dengan tujuan Glasgow, belum terkumpulkan kembali oleh kondektur. Kemungkinannya, penumpang bersangkutan sama sekali tidak jadi pergi, atau ia turun di stasiun lain di perjalanan. 

Kondektur yang telah mengecek tiket begitu KA meninggalkan London mengatakan, ada dua orang pria yang tadinya menempati kompar temen di depan kompartemen nahas itu. 

Salah seorang memegang tiket ke Glasgow, sedangkan yang lain untuk sebuah stasiun kecil, tetapi ia tak ingat stasiun apa dan ia pun takdapat menggambarkan kedua orang itu, seandainya memang ada. 

Ternyata ia tak salah. Polisi berhasil melacak salah seorang, yaitu Dr. Hill, yang turun di Crewe. Ia bercerita, waktu naik KA ternyata sudah ada seorang pria di kompartemennya. Usianya kira-kira 35 tahun, berambut pirang, bermata biru, berkumis lebat, dan pakaiannya gelap serta berpotongan baik. Orang itu tidak membawa bagasi, hanya mantel jas hujan dan buku novel. 

Mereka bercakap-cakap dan ketika orang itu tahu. Dr. Hill tinggal di Crewe, ia berkata akan turun juga di situ dan bertanya hotel mana yang baik. Kemudian orang itu menjelaskan bahwa sebenarnya ia berniat ke Glasgow dan sudah membeli tiket yang bertujuan ke sana, tetapi ia ingin menengok seorang teman di Chester keesokan harinya. 

Ia bertanya kepada dokter itu apakah tiket itu masih berlaku keesokan harinya, ataukah ia akan memperoleh uang kembalian bila ternyata tiket itu sudah tidak berlaku lagi. 

Ketika sampai di Crewe kedua orang ini turun. Si dokter menawarkan diri untuk mengantarkan orang itu ke "Crewe Arms", tetapi ia me nolak sambil mengucapkan terima kasih, karena ia masih harus mengurus bagasinya dahulu. Dr. Hill melihatnya berjalan menuju gerbong barang. 

Petugas di Crewe tidak ada yang ingat telah melihat orang semacam itu di gerbong barang atau yang menanyakan bagasi. Karena ini semua baru ditanyakan setelah beberapa hari lewat, orang tak dapat yakin. Hotel-hotel di Crewe maupun Chester pun menyatakan tidak pernah menerima tamu dengan tampang seperti orang asing itu.

 

Misteri tak terungkap

Begitulah fakta-fakta yang dapat digali. Mula-mula  orang yakin misteri pembunuhan di KA ini akan segera terungkap, tetapi hari demi hari berlalu tanpa adanya informasi baru sampai perhatian publik pun memudar. 

Sempat pula terjadi kontroversi. Ada yang berpendapat bahwa ini pastilah kasus bunuh diri. Tuan Llewelyn menembak istrinya, lalu dirinya atau istrinya yang melakukan penembakan. Tetapi selain revolvernya tak ada, di kedua tubuh tak ditemukan tanda hangus oleh mesin. 

Ada lagi yang berpendapat Blair-lah pembunuhnya. Namun tak adanya motif, wataknya, pernyataan-pernyataannya yang benar, dan tidak ditemukannya revolver menggugurkan dugaan itu. Dapat saja ia membuangnya lewat jendela, tetapi posisi kedua tubuh tidak memungkinkannya melakukan hal itu. Apalagi pakaiannya sama sekali tak bernoda darah. 

Yang jelas fakta utama yang menolak dugaan ini adalah kenyataan bahwa pintu ke lorong diganjal dari luar. Tentunya tak mungkin Nn. Blair mengganjal pintunya, lalu masuk ke kompartemennya lagi. 

Kenyataan bahwa pintu itu terbuka 2,5 cm, lebih menguatkan lagi bahwa sela itu dimaksudkan untuk menyisipkan laras revolver. Selain itu, seandainya tembakan dilakukan dari posisi duduk Blair, lubang yang terjadi di tubuh-tubuh korban akan berbeda letaknya. 

Setiap orang yang diketahui berada di sekitar tempat kejadian telah dipanggil dan dimintai keterangan, tetapi satu per satu harus dibebaskan dari kecurigaan. Akhirnya, seolah-olah hampir terbukti bahwa mustahil telah terjadi pembunuhan. 

Misteri yang begitu terselubung rapat itu tercermin dari pembicaraan antara kepala Scotland Yard dan inspektur yang menangani kasus ini. 

"Benar-benar soal yang sulit," ujar kepala dinas kepolisian Scotland Yard, "Tetapi mari kita ulangi lagi. Pasti ada kekeliruan." 

"Pak! Saya sudah mengulangi perhitungan sampai saya bingung sendiri dan selalu tiba pada kesimpulan yang sama." 

"Kita coba sekali lagi. Pembunuhan itu pastilah dilakukan oleh orang yang masih berada di KA pada saat penyelidikan dilakukan, atau sudah meninggalkan KA sebelumnya. Kedua kemungkinan ini akan kita tinjau kembali satu per satu. Sekarang tentang penyelidikannya. Apakah cukup efisien?" 

"Sangat efisien, Pak. Saya sendiri yang melaksanakannya dibantu Jones dan para pelayan di KA. Tak ada seorang pun terlewatkan." 

"Bagus. Sekarang kemungkinan pertama. Di gerbong ada enam kompartemen. Bagaimana dengan keempat pria dan Nn. Blair, apakah Anda benar-benar yakin bahwa mereka tidak bersalah?" 

"Ya, Pak. Alasannya, ada pengganjalan pintu." 

"Dua kompartemen berikutnya kosong, kemudian ada dua pria di kompartemen beri kutnya. Bagaimana dengan mereka?" 

"Anda sendiri tahu, siapa mereka. Sir Gordon M'Clean, insinyur terkenal, dan Tuan Silas Hemphill, profesor di Universitas Aberdeen. Keduanya tak mungkin." 

"Namun Anda 'kan tahu, tak ada yang tidak mungkin dalam kasus-kasus seperti ini." 

"Memang, Pak, karena itu saya sudah menyelidiki mereka dengan teliti dan hasilnya hanyalah memperkuat pendapat saya tadi." "Sekarang bagaimana dengan ketiga wanita itu?" 

"Sama saja. Watak ketiganya tidak memungkinkan tumbuhnya kecurigaan. Ketiganya bukan tipe pembohong. Tak ada dasar sedikit pun untuk tumbuhnya kecurigaan." 

"Jadi semua orang yang ada di KA waktu berhenti tidak dapat dicurigai?" 

"Ya. Penyelidikan kami betul-betul positif, tak mungkin ada kekeliruan." 

"Jadi pembunuhnya sudah meninggalkan gerbong?" 

"Mestinya. Tapi justru di sinilah masalahnya." 

Pak kepala berhenti sebentar untuk mengambil cerutu dan menyalakannya. Lalu ia meneruskan,"Yang jelas si pembunuh pasti tidak keluar dengan menembus atap, lantai, atau bagian KA lain. 

Jadi mestinya ia keluar lewat jalan biasa, yaitu pintu. Nah, ada dua pintu di ujung-ujung gerbong dan enam buah di tiap sisi gerbong. Maka ia pasti keluar dari salah satu dari empat belas pintu ini. Setuju, Inspektur?"

 "Tentu, Pak." "Baik. Misalkan lewat pintupintu di ujung. Apakah pintu-pintu di ruang penghubung terkunci?" 

"Ya, di kedua ujung gerbong. Tetapi kunci gerbong biasa dapat dipakai untuk membukanya dan si pembunuh mungkin memilikinya." 

"Baik. Sekarang apa saja alasan kita sehingga tiba pada kesimpulan ia tak mungkin lari ke gerbong tidur?" 

"Sebelum KA berhenti, Bintley, salah seorang dari ketiga wanita itu sedang melihat ke lorong dan kedua pelayan gerbong tidur ada di dekat ujung gerbong mereka. 

Setelah KA berhenti, ketiga wanita keluar di lorong dan salah seorang pelayan di ruang penghubung gerbong tidur. Semua orang ini bersumpah tak melihat siapa pun kecuali Jones, di saat antara Preston dan penyelidikan." 

"Bagaimana dengan para pelayan ini? Apakah dapat dipercaya?" 

"Wilcox sudah bekerja selama 17 tahun dan Jeffries 6 tahun. Keduanya berwatak sangat baik. Tentu saja keduanya juga termasuk dicurigai, tetapi ketika saya melakukan penyelidikan seperti biasanya, tak ada satu bukti pun memberatkan mereka." 

"Jadi agaknya si pembunuh tidak melarikan diri lewat gerbong tidur." 

"Saya yakin. Tak mungkin kedua kelompok ini, ketiga wanita dan kedua pelayan, bersama-sama menipu polisi. Mereka ditanyai secara terpisah." 

"Bagaimana dengan gerbong kelas tiga?" 

"Di ujung gerbong kelas tiga, ada Tuan dan Ny. Smith dengan anak mereka yang sakit. Mereka berada di lorong dekat ruang penghubung. Tak seorang pun bisa lewat tanpa sepengetahuan mereka. Anak mereka sudah saya suruh periksa dan ternyata memang sungguh sakit. 

Waktu mereka mengatakan bahwa tak ada seorang pun kecuali Jones yang lewat, saya mengeceknya dengan menanyai semua penumpang di kelas tiga. Yang saya peroleh ada dua hal. Pertama, tak seorang pun yang hadir saat diselidiki itu tidak naik dari Preston. 

Kedua, kecuali keluarga Smith tak ada seorang pun keluar dari kompartemennya selama perjalanan dari Preston sampai perhentian darurat itu. Maka terbukti tak ada orang yang meninggalkan kelas satu ke kelas tiga setelah tragedi berlangsung."

"Jadi jelas, pembunuhnya keluar lewat salah satu dari kedua belas pintu yang ada di sisi-sisi gerbong. Mari kita lihat pintu di kompartemen dulu. Kompartemen pertama, kedua, kelima dan keenam berpenghuni. Jadi tak mungkin ia lewat salah satu dari kompartemen ketiga atau keempat?" 

Inspektur menggelengkan kepala. "Tidak, Pak," jawabnya. "Tidak mungkin. Ingatkah Anda bahwa dua orang dari keempat pria itu sedang melihat ke luar sejak beberapa detik setelah pembunuhan terjadi sampai KA berhenti?” 

“Tak mungkin si pembunuh dapat keluar dari pintu, lalu menuruni tangganya tanpa terlihat oleh mereka. Jones pun melihat ke sisi ini dan tidak melihat apa-apa. Setelah KA berhenti, kedua orang ini, bersama yang lain, turun dari KA dan semua setuju bahwa tak ada pintu yang terbuka waktu itu." 

"Sekarang tinggal pintu-pintu di samping lorong. Karena Jones datang sangat cepat, tentunya si pembunuh telah keluar pada saat KA sedang dalam kecepatan cukup tinggi. la mestinya sedang bergantung di luar, sementara Jones sedang sibuk membuka pintu-pintu sorong kompartemen.” 

“Waktu KA berhenti, semua perhatian tertuju pada sisi kompartemen, sehingga dengan mudah ia turun dan melarikan diri. Bagaimana pendapat Anda tentang teori itu, Inspektur?" 

"Kami juga telah menelusuri kemungkinan itu. Mulamula teori itu disanggah dengan anggapan bahwa tirai-tirai di kompartemen Blair dan keempat pria itu terlalu cepat dibuka, sehingga tak ada waktu untuk menyembunyikan diri di sisi gerbong sebelah sana.” 

“Namun, ini tidak betul. Kira-kira tersedia waktu 15 detik bagi si pembunuh untuk menurunkan jendela, membuka pintu, keluar, menaikkan jendela lagi, menutup pintu kembali dan mendekam di anak tangga, sehingga tidak terlihat. Juga saya memperkirakan ada waktu sekitar 30 detik sebelum Jones melihat ke arah itu dari gerbong barang.” 

“Tetapi ada hal lain yang membuktikan bahwa itu tak mungkin terjadi. Waktu KA berhenti dan Jones berlari melewati gerbong kelas tiga, Tuan Smith ingin tahu apa yang terjadi. Namun, pintu ruang penghubung diempaskan begitu saja oleh Jones, sehingga langsung terkunci kembali.” 

“Maka ia menurunkan jendela lorong yang paling ujung, melihat ke depan dan ia menyatakan dengan yakin, tidak melihat seorang pun mendekam di salah satu anak tangga di kelas satu." 

"Mungkinkah si pembunuh keluar pada saat Jones berlari melewati kelas tiga?" 

"Tak mungkin, karena tiraitirai ke lorong sudah lebih dahulu diangkat sebelum Jones melihat ke luar." 

Inspektur kepala mengerutkan dahi."Benar-benar membingungkan," gumamnya. Beberapa saat mereka terdiam, kemudian ia berkata lagi. 

"Mungkin segera setelah melakukan penembakan, si pembunuh bersembunyi di WC. Kemudian pada saat terjadi keributan, ia diam-diam turun ke bawah lewat salah satu pintu lorong?" 

"Tidak, Pak. Kami juga sudah memperhitungkan kemungkinan itu. Jika ia bersembunyi di WC, ia tak dapat keluar lagi. Jika ia menuju kelas tiga, keluarga Smith melihatnya dan lorong kelas satu terus sedang diperhatikan sejak Jones tiba sampai penyelidikan dimulai.” 

“Kami juga telah menyelidiki bahwa ketiga wanita itu segera keluar ke lorong setelah Jones melewati kompartemen mereka dan dua dari keempat pria pun sedang memperhatikan ke lorong lewat pintu sampai ketiga wanita itu keluar." 

Lagi-lagi keduanya terdiam. Pak kepala mengisap cerutunya sambil terus berpikir. "Anda bilang, pemeriksa mayat mempunyai teori pula?" 

"Ya, Pak. Katanya, mungkin segera setelah menembak, si pembunuh keluar melalui salah satu pintu lorong - mungkin yang terakhir - dari sana memanjat ke bagian luar gerbong yang tak terlihat dari jendela, shockbreaker di antara gerbong, atau tangga sebelah bawah, lalu menjatuhkan diri ke tanah pada saat KA berhenti.” 

“Setelah dicoba ternyata teori ini tidak mungkin. Atap KA terlalu curam dan tidak ada pegangan di atas pintu-pintu. Shock-bieakei tak dapat diraih begitu saja, sebab jaraknya 2 m lebih dari pintu, padahal tak ada sesuatu yang bisa dijadikan pegangan.” 

“Sedangkan tangga sebelah bawah, karena konstruksinya, tidak mungkin dijadikan tempat persembunyian sementara. Terlalu berbahaya." 

"Jadi kesimpulan yang Anda peroleh selama ini nihil?" 

"Saya tahu, Pak. Saya sangat menyesalinya, tetapi itulah masalah yang sudah saya hadapi sejak awal." 

"Pikirkan kembali, saya juga akan memikirkannya. Temui saya lagi besok."

 

Pengakuan di ujung ajal

Ternyata percakapan Antara inspektur dan kepalanya itu memang menjadi kesimpulan akhirnya. Sementara terus berjalan tanpa ditemukannya fakta baru. Beberapa tahun kemudian orang semakin tidak memperhatikan persoalan ini, sampai akhirnya kasus ini pun dimasukkan dalam deretan kasus kriminal yang tak terpecahkan di New Scotland Yard. 

Begitulah, hanya karena kebetulan, saya, seorang dokter tak dikenal, tiba-tiba dihadapkan pada pengalaman unik yang akhirnya menjadi kunci pembuka selubung misteri pembunuhan di kereta ekspres di atas. 

Saya sendiri tidak mempunyai hubungan langsung dengan peristiwa tersebut. Semua detail yang baru saya ceritakan, saya peroleh dari laporan resmi waktu itu. Saya boleh melihatnya karena informasi yang saya bawakan kepada polisi. Kejadiannya adalah sbb: 

Suatu sore, ketika saya sedang beristirahat sambil merokok, datang panggilan darurat dari losmen di desa kecil tempat praktik saya. Seorang pengendara sepeda motor baru saja bertabrakan dengan sebuah mobil di persimpangan jalan. 

Orang yang luka parah ini tak dapat ditolong lagi. Hidupnya hanya tinggal beberapa jam saja. Sesuai dengan kebiasaan saya jika menghadapi kasus semacam itu, saya berterus terang sambil menanyakan apa permintaan terakhir sebelum meninggal. la menatap langsung ke mata saya dan menjawab. 

"Dokter, saya ingin membuat pernyataan. Jika sudah saya katakan maukah Anda diam sampai saya meninggal, lalu baru mengatakannya kepada yang berwenang dan kepada umum?" 

"Tentu," jawab saya. 

"Saya takkan bertele-tele, karena saya merasa waktu tinggal sedikit. Anda ingat beberapa tahun lalu Tuan Horation Llewellyn dan istrinya dibunuh di sebuah KA North Western kira-kira 50 mil dari Carlisle?" 

Samar-samar saya ingat peristiwa itu. 

"Oh, yang oleh koran-koran disebut Misteri Kereta Api Ekspres?" tanya saya. 

"Betul. Polisi tak berhasil memecahkan misteri itu, maupun menangkap pembunuhnya. Sayalah pembunuh itu." 

Saya ngeri mendengar suaranya yang begitu dingin dan cara bicaranya yang begitu tenang. Namun, saya sadar bahwa orang ini sedang berjuang melawan maut untuk mengucapkan pengakuannya, sehingga menjadi tugas sayalah untuk berusaha mendengarkan dan mencatatnya selagi masih ada waktu. 

"Apa pun yang Anda katakan, akan saya catat dengan teliti dan jika tiba saatnya, akan saya beritahukan kepada polisi." 

"Terima kasih. Nama saya Hubert Black, sepuluh tahun terakhir saya tinggal di Bradford. Di sanalah saya berkenalan dengan seorang gadis yang menurut saya paling cantik dan hebat di dunia, Gladys Wentworth. 

Waktu itu saya miskin, tetapi ia kaya. Sebetulnya saya agak malu untuk mendekatinya, tetapi ia memberi hati kepada saya, sampai akhirnya saya berhasil melamarnya." 

"Suatu hari Gladys saya kenalkan dengan Llewelyn, sahabat lama saya. Ternyata kemudian saya tahu bahwa Llewelyn telah melanjutkan perkenalan itu." 

"Seminggu setelah lamaran saya diterima, ada pesta dansa besar di Halifax. Saya berjanji akan datang dengan Gladys di sana, tapi pada saat-saat terakhir datang telegram yang mengabarkan bahwa ibu saya sakit berat dan saya harus pergi menengoknya. Setelah kejadian itu ... Dokter, beri saya sedikit minum. Saya makin lemas." 

Saya mengambil brendi dan memberinya beberapa teguk. "Ternyata," katanya meneruskan sambil banyak menarik napas dan berhenti, "baru saya tahu bahwa sebenarnya Llewelyn telah lama terpikat oleh Gladys. 

Selama beberapa waktu, setiap saya masuk kantor, diam-diam mereka pacaran. Gladys ternyata menangkap apa yang diinginkannya dan saya pun dicampakkan. Bagus sekali, bukan?" 

Saya tidak menjawab dan orang itu meneruskan. 

"Saya marah bukan main. Ingin rasanya saya memenggal kepala Llewelyn. Tak dapat saya lukiskan bagaimana galaunya perasaan saya waktu itu. Setiap saat saya mengikuti ke mana pun mereka pergi sampai ada kesempatam membunuh.” 

“Di atas KA,mereka saya tembak. Mula-mula Gladys, kemudian ketika Llewelyn terbangun dan melompat berdiri saya tembak pula dia." la berhenti. 

"Ceritakan detailnya," kata saya. 

Dengan suara lebih lemah ia meneruskan. 

"Rencana pembunuhan di KA telah saya persiapkan sebelumnya. Saya mengikuti mereka terus sejak mereka berbulan madu. Waktu itu semua kondisi mendukung. Di Euston saya berdiri di belakang Llewelyn waktu mendengar ia memesan tempat untuk ke Carlisle. Maka saya memesan tempat untuk ke Glasgow.” 

“Saya naik ke kompartemen di sebelah mereka. Ada seorang laki-laki cerewet di sana dan saya berusaha menyusun alibi dengan berpura-pura akan turun di Crewe. Memang saya turun, tetapi naik lagi dan menempati kompartemen yang sama, tetapi dengan tirai selalu tertutup. Saya menunggu sampai kami tiba di daerah yang penduduknya sedikit, sehingga saya akan mudah menyelamatkan diri.” 

“Ketika waktunya tiba, saya mengganjal pintu-pintu itu, lalu menembak kedua orang tersebut. Saya tinggalkan KA, menjauhi rel, melewati pedesaan sampai tiba di jalan raya. Siang hari saya bersembunyi, malam hari saya berjalan sampai malam berikutnya tiba di Carlisle." 

Ia berhenti kecapekan, sementara maut semakin menghampirinya. "Hanya satu kata, bagaimana Anda keluar dari KA?" tanya saya. Ia pun tersenyum hampa. "Minum lagi," bisiknya; dan ketika sudah saya berikan lagi sedikit brendi, ia meneruskan dengan lemah dan terhenti-henti. 

"Itu sudah saya persiapkan. Jika saya dapat keluar dan berdiam di shockbreaker pada saat KA masih berjalan dan sebelum kegegeran terjadi, saya pasti selamat. Dari jendela orang tak dapat melihat saya. Pada saat KA berhenti, saya turun dan melarikan diri.” 

“Saya membawa tali sutera berwarna coklat halus sepanjang kira-kira 5 m dan tambang tipis dari sutera dengan panjang sama. Ketika turun di Crewe, saya bergeser ke sudut gerbong dan berdiri dekat-dekat seolah-olah sedang akan menyalakan rokok.” 

“Dengan sembunyi-sembunyi saya selipkan ujung tali ke lubang handel di atas shockbreaker. Lalu saya berjalan ke pintu terdekat sambil mengulur tali dengan menggenggam kedua ujungnya. Lalu saya berpura-pura membuka pintu padahal saya sedang menyelipkan tali ke handel pengaman dan menyimpulkan kedua ujung tali itu.” 

“Jadi berhasillah saya membuat ikatan tali yang menghubungkan sudut tempat shockbreaker dengan pintu. Warna tali itu sama dengan warna gerbong, sehingga hampir tak kentara. Kemudian saya kembali ke tempat duduk lagi."

"Ketika saat untuk melakukannya tiba, saya mengganjal pintu-pintu. Kemudian saya buka jendela keluar, menarik ujung ikatan tadi ke dalam, lalu mengikatkan ujung tambang padanya.” 

“Kemudian salah satu sisi ikatan itu saya tarik, sehingga tambang pun tertarik ke handel shockbreaker, melewatinya dan kembali lagi ke jendela. Karena terbuat dari sutera, tambang ini licin dan tidak membekas waktu menggeser handel shockbreaker. Kemudian satu ujung tambang saya selipkan ke handel pengaman di pintu.” 

“Setelah menariknya sampai kencang, saya menyimpulkan semuanya. Maka saya telah membuat sebuah ikatan tambang yang terbentang kencang dari pintu menuju sudut tempat shockbreaker." 

"Pintu saya buka, lalu saya naikkan jendelanya. Kemudian pintu saya tutup, tetapi terlebih dulu saya ganjal dengan kayu. Karena angin dan kayu itu, pintu tidak menutup rapat." 

"Lalu saya menembak mereka. Begitu melihat keduanya roboh, saya keluar. Kayu saya tendang, pintu saya tutup rapat. Kemudian berpegangan pada ikatan tambang tadi saya berjalan menelusuri bidang injakan kaki ke tempat shockbreaker. Kemudian tali dan tambang saya potong, saya tarik dan masukkan ke kantung. Maka tak ada jejak yang tertinggal." 

"Ketika KA berhenti, saya turun diam-diam ke tanah. Semua orang sedang turun ke sebelah sana, maka dengan mudah saya dapat menghilang di kegelapan malam, lalu memanjat tepian rel dan melarikan diri." 

Nyatalah orang itu telah mengerahkan segenap tenaganya untuk menyelesaikan kisahnya, karena begitu selesai berbicara, matanya menutup. Dalam beberapa menit kemudian ia pun jatuh ke kondisi koma, lalu meninggal. (Freeman Wills Crofls)

" ["url"]=> string(78) "https://plus.intisari.grid.id/read/553133699/cinta-segi-tiga-di-gerbong-kereta" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1644348487000) } } }