array(1) {
  [0]=>
  object(stdClass)#49 (6) {
    ["_index"]=>
    string(7) "article"
    ["_type"]=>
    string(4) "data"
    ["_id"]=>
    string(7) "3355907"
    ["_score"]=>
    NULL
    ["_source"]=>
    object(stdClass)#50 (9) {
      ["thumb_url"]=>
      string(111) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2022/07/01/sepuluh-pintu-yang-terkuncijpg-20220701063727.jpg"
      ["author"]=>
      array(1) {
        [0]=>
        object(stdClass)#51 (7) {
          ["twitter"]=>
          string(0) ""
          ["profile"]=>
          string(0) ""
          ["facebook"]=>
          string(0) ""
          ["name"]=>
          string(13) "Intisari Plus"
          ["photo"]=>
          string(0) ""
          ["id"]=>
          int(9347)
          ["email"]=>
          string(22) "plusintisari@gmail.com"
        }
      }
      ["description"]=>
      string(148) "Sepuluh pintu yang terkunci berdiri di antara Tim Jenkin dan dunia luar. Namun, aktivis anti-apartheid ini bak ditakdirkan untuk lolos dari penjara."
      ["section"]=>
      object(stdClass)#52 (7) {
        ["parent"]=>
        NULL
        ["name"]=>
        string(7) "Histori"
        ["description"]=>
        string(0) ""
        ["alias"]=>
        string(7) "history"
        ["id"]=>
        int(1367)
        ["keyword"]=>
        string(0) ""
        ["title"]=>
        string(23) "Intisari Plus - Histori"
      }
      ["photo_url"]=>
      string(111) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2022/07/01/sepuluh-pintu-yang-terkuncijpg-20220701063727.jpg"
      ["title"]=>
      string(27) "Sepuluh Pintu yang Terkunci"
      ["published_date"]=>
      string(19) "2022-07-01 18:37:41"
      ["content"]=>
      string(24436) "

Intisari Plus - Sepuluh pintu yang terkunci berdiri di antara Tim Jenkin dan dunia luar. Namun, aktivis anti-apartheid ini memang ditakdirkan untuk lolos dari penjara Pretoria.

-------------------

Jika ingin mengunjungi sel Tim Jenkin di penjara Pretoria di Afrika Selatan, seseorang harus melewati tidak kurang dari sepuluh pintu terlebih dahulu. Dari halaman luar, ia akan melewati dua pintu pertama di lantai dasar untuk masuk ke dalam penjara. Lalu, satu pintu lagi di dalam lorong. 

Dari sana, sebuah koridor panjang akan mengantarnya pada tiga pintu lainnya sebelum mereka tiba di pos sipir penjara. Lalu, koridor lainnya akan menuntunnya pada sebuah pintu di anak tangga menuju lantai satu. Di sana ia akan melewati pintu lain menuju koridor panjang lainnya. 

Di situlah sel Jenkin berada, bersama dengan sel tahanan politik lainnya. Bahkan selnya mempunyai pintu dalam dan pintu luar. Dan setiap pintu-pintu tadi terkunci di malam hari.

Siapa saja yang mendukung rezim apartheid rasis Afrika Selatan bisa tidur dengan tenang malam itu, karena mereka tahu Jenkin terkunci dalam penjara. "Kejahatan" Jenkin adalah menjadi anggota partai terlarang, yaitu Partai Kongres Nasional Afrika (PKNA) yang memperjuangkan hak Afrika Selatan agar bebas berdemokrasi.

Jenkin telah menjalani jalan yang sama dalam penjara itu sejak Juni 1978. Saat itu, ia telah menjalani satu setengah tahun dari dua belas tahun masa hukumannya. Hidup di penjara begitu membosankan hingga tak dapat dilukiskan dengan kata-kata, tetapi ada kompensasinya. 

Di sel koridor yang sama ada Steven Lee yang juga anggota PKNA, teman Jenkin sejak di bangku kuliah. Keduanya sudah menyusun rencana kabur sejak mereka tiba di sana. Mereka melihat bahwa tahanan lainnya sudah menerima nasib mereka dan membuang pikiran untuk kabur. 

Namun, tidak demikian dengan Alex Moumbaris. la berada di sana sejak tahun 1973. Ketika Jenkin memberitahunya bahwa mereka sedang memikirkan cara untuk melarikan diri, Moumbaris langsung meminta mereka untuk memberitahu dirinya jika rencana kabur sudah tercetus. Dia rela menjadi kelinci percobaan.

*

Menyusun rencana kabur mengurangi kebosanan Jenkin hidup di penjara. Sedangkan Moumbaris merupakan berkat tersendiri. Sementara tahanan lain mencoba bersikap sopan dan bisa bekerja sama dengan para penjaga, sebaliknya ia justru bersikap kasar dan menolak merapikan selnya. Bagi Moumbaris, penjaga mewakili rezim politik yang dibencinya, dan ia tidak ingin mereka lupa akan hal tersebut.

Tahanan yang bersikap demikian akan diawasi lebih ketat dan lebih mudah dicurigai. Jenkin dan Lee menganjurkan Moumbaris untuk mengubah kelakuannya dan berusaha menjadi tahanan yang baik. Ternyata benar, para penjaga mulai tidak terlalu mengawasinya lagi, sehingga ketiganya bisa mulai menyusun rencana pelarian mereka.

Kini mereka terpaksa terbiasa dengan rutinitas di penjara dari hari ke hari. Ini merupakan keuntungan tersendiri. Ketiganya bisa memperkirakan dengan hampir tepat apa yang akan dikerjakan oleh penjaga pada jam-jam tertentu. 

Mereka juga tahu kapan mereka akan tidak terlalu diganggu. Misalnya, jam makan para penjaga adalah waktu mereka tidak akan diawasi. Mereka juga mengetahui, jam setengah lima saat para tahanan dikunci dalam sel sampai malam, hanya ada satu penjaga yang tetap tinggal dalam penjara, di pos penjagaan di lantai dasar. 

Lalu, ada seorang penjaga di jembatan kaca di halaman depan luar penjara. Ditambah satu orang lagi yang menjaga pintu keluar utama, tapi ia tidak akan ada sebelum jam enam sore.

Tampaknya, hanya ada dua pilihan. Pilihan pertama cukup sederhana. Mereka tinggal memecahkan jendela sel masing masing, lalu lari sekencang-kencangnya melewati halaman penjara, dan memanjat pagar setinggi enam meter yang mengelilingi penjara. 

Sederhana memang, tapi risiko terluka atau mati sangat besar. Begitu dimulai pasti sudah diadang anjing pelacak di halaman, yang terlatih membenamkan giginya ke tubuh siapa saja yang mencoba lari.

Para tahanan diizinkan berada di halaman pada jam-jam tertentu sepanjang hari. Jenkin dan Moumbaris mencoba membuat variasi pada rencana mereka. Beberapa ekor anjing digunakan pada rotasi mingguan, dan sekalipun sebagian dari anjing-anjing itu diberi makan, yang lainnya masih menggeram bila melihat makanan baru.

Tetapi, ada masalah lain dengan rencana tadi, yaitu para penjaga bersenjata di jembatan kaca di atas halaman yang dilengkapi dengan senter pada saat jaga malam. Mungkin mereka bisa menciptakan pengecoh, tapi semakin dipikir mereka semakin merasa bahwa rencana itu tidak akan berhasil.

Jadi, ketiganya beralih pada rencana yang lebih rumit. Artinya, keluar lewat jalan masuk. Hati Jenkin ciut membayangkan hal rumit yang membentang di hadapan mereka. Akan memakan waktu berabad-abad untuk menemukan cara lolos dari sepuluh pintu tersebut.

Apapun yang akan dikerjakan harus dilakukan dengan cerdik, karena mereka hanya punya satu kesempatan. Bila tertangkap, jika tidak dibunuh di tempat, sejumlah tahun tahun akan ditambahkan pada masa hukuman mereka, dan mereka akan diawasi lebih ketat lagi. Bahkan mungkin saja mereka akan dipindahkan ke penjara lain yang lebih mengerikan.

Maka, tiga sekawan itu mulai memikirkan cara meloloskan diri dari setiap pintu yang ada di penjara, dan dari mana lagi mereka harus mulai kalau bukan dari pintu sel masing-masing? Jenkin mencatat ukuran lubang kunci dan mengukur dengan teliti bentuk "pasak" yang ada di dalamnya yang menggerakan mekanisme penguncian.

Jenkin mendapat ukuran dan bentuk pasak dengan membuat cetakan yang terbuat dari kertas kosong yang ia masukkan ke dalam lubang kunci dengan hati-hati.

Di penjara ada bengkel, tempat para tahanan menghabiskan waktu membuat perabotan rumah tangga. Ini merupakan kesempatan emas bagi tiga sekawan tersebut. Mereka mempunyai materi dan peralatan lengkap untuk membuat kunci. Bahkan petugas yang berjaga di sana terlalu mengantuk untuk mengawasi yang dibuat Jenkin.

Secara bertahap, lewat kegagalan dan kesalahan, Jenkin berhasil membuat kunci pertamanya. Pertama-tama ia membuat bentuk dasarnya di bengkel penjara, lalu mengukir potongan-potongan penting lainnya di dalam selnya dengan alat yang dicurinya dari bengkel. Ketika kunci pertamanya selesai, ia menemukan satu hal penting, yaitu kunci yang sama bisa membuka pintu sel di koridor yang sama.

Kunci yang mereka butuhkan untuk membuka pintu lainnya ada di sekitar mereka. Kunci-kunci tersebut bergelantungan di pinggang atau di tangan para penjaga. Jenkin merasa bahwa mereka sengaja menciptakan suara gemerincing kunci-kunci tersebut untuk menyiksa batin para tahanan. Ketika ia menyaksikan penjaga mengunci atau membuka pintu selnya, ia berusaha keras melihat bentuk kuncinya serinci mungkin.

Semakin mereka menyusun rencana kabur dari yang sepertinya tak terkalahkan ini, mereka semakin sadar akan adanya beberapa perubahan luar biasa di bidang keamanan. Di siang hari, para tahanan diizinkan berada di beberapa bagian penjara lainnya, melewati sepuluh pintu tersebut. 

Ajaibnya, kuncinya pun sering tertinggal di masing-masing pintu, dan hanya dicopot bila pintu dikunci di malam hari. Mencuri kunci pasti akan ketahuan, tapi tiga sekawan itu bisa membuat cetakannya dengan sabun dan membuat duplikatnya nanti. 

Ada beberapa kunci yang tidak tertinggal di pintunya, tetapi bertambahnya pengetahuan mereka tentang mekanisme penguncian, Jenkin, Lee, dan Moumbaris membuka kunci pintu, atau membukanya di tempat lalu mengukur pasaknya dan memasangnya kembali. Ajaibnya, mereka tidak pernah tertangkap basah.

Satu pintu yang merupakan masalah besar bagi mereka adalah pintu luar sel mereka yang hanya bisa dikunci dari luar. Namun, itu bukan pekerjaan yang mustahil. Setiap sel memiliki jendela dengan pemandangan koridor. Mereka membuat engkol dengan gagang dan materi lainnya yang mereka curi dari bengkel. 

Diperlukan waktu empat bulan untuk menyelesaikan pembuatan kunci bergagang itu. Moumbaris menyembunyikannya dalam bentuk beberapa potongan di dalam selnya.

Seiring bertambahnya jumlah kunci mereka, mereka sadar ada beberapa kunci mempunyai bentuk yang sama. Mereka menemukan bahwa satu kunci pintu cocok dengan pintu lainnya, atau hanya perlu diberi tambahan kecil untuk membuka pintu lain. 

Selain itu, semakin banyak kunci yang mereka buat, semakin besar pula kesulitan untuk menyembunyikan semuanya. Sama seperti penjara lainnya, sel digeledah secara rutin. 

Untungnya, karena sipir penjara beranggapan bahwa Jenkin, Lee, dan Moumbaris termasuk tahanan teladan, sel mereka tidak digeledah dengan ketat. Meski demikian, mereka tetap harus berhati-hati. 

Mereka menyembunyikan kunci-kunci itu di dalam toples sabun atau gula, beberapa di antaranya dibungkus dengan rapi, dan dikubur di taman, di bawah tanaman tertentu supaya mereka bisa mengingatnya.

*

Elemen lainnya yang cukup vital dalam rencana ini adalah baju yang akan mereka pakai. Tahanan penjara Pretoria wajib memakai seragam, tapi mereka diperbolehkan memesan "baju olahraga" yang memang dilakukan oleh mereka. Mereka juga mendapatkan celana jin dan t-shirt yang disediakan penjara untuk dipakai tahanan yang sedang membersihkan lantai.

Menyembunyikan pakaian-pakaian tersebut jauh lebih sulit daripada menyembunyikan kunci. Keberuntungan menghampiri mereka lagi. Para pekerja datang untuk membetulkan pancuran mandi dan alat pemanas di koridor sel mereka, tak sengaja meninggalkan pintu lemari yang biasanya terkunci dalam keadaan terbuka. 

Mereka segera melepaskan grendel kunci dan membuat kunci duplikatnya, kemudian memasang kembali semua pada tempatnya sebelum ada yang memperhatikan. Kini mereka mempunyai tempat yang aman untuk menyimpan semua pakaian dan segala perlengkapan yang diperlukan untuk kabur. 

Semuanya sangat praktis, karena jika penjaga menemukan barang-barang tersebut, mereka tidak akan tahu milik siapa semua itu.

Pada saat kabur nanti, mereka pikir mereka tidak akan punya banyak waktu untuk melakukan semua itu, tetapi lambat laun bukan itu masalahnya. Ketika Jenkin pertama kali tiba di penjara, ia menyembunyikan uangnya tanpa diketahui sipir. Mereka pasti akan memerlukannya saat melarikan diri nanti. Masalahnya, mata uang Afrika Selatan akan diganti, dan uang itu tidak akan berlaku lagi.

Masih ada masalah lain yang harus diatasi. Dekat pintu masuk utama penjara terdapat pintu elektronik yang dioperasikan sebuah tombol di pos jaga malam. Membuka pintu tersebut tentunya merupakan bahaya besar. 

Selain itu, ada dua pintu lainnya yang sama sekali belum sempat mereka lihat sebelumnya. Satu di koridor menuju jalan keluar penjara, dan yang satu lagi adalah pintu keluar penjara. Semua itu harus dikerjakan di malam mereka melarikan diri. 

Mungkin salah dari kunci mereka akan cocok, atau mereka harus membawa perkakas yang mereka curi dari bengkel.

Tanggal 11 Desember 1979 adalah hari yang mereka pilih untuk melarikan diri. Petugas jaga malam itu Sersan Vermeulen, adalah petugas paling lesu dan sering mengantuk yang mereka tahu. 

Tetapi mereka harus cepat. Jam enam sore nanti seorang penjaga akan berdiri di depan pintu masuk penjara. Artinya, mereka cuma punya waktu sekitar satu setengah jam untuk kabur.

*

Akhirnya, hari yang dinanti-nantikan pun tiba. Untungnya banyak hal yang harus dikerjakan untuk mengalihkan pikiran mereka dari bahaya yang akan dihadapi nanti. Minggu lalu terasa berjalan dengan lambat, dan masing-masing mengkhayalkan teman-teman yang dapat mereka temui lagi, serta makanan lezat yang bisa mereka makan. 

Setelah bertahun-tahun makan makanan hambar tanpa gizi di dalam penjara, mereka benar-benar tak sabar untuk bisa makan sesuatu yang benar-benar lezat.

Sore itu, ketiganya mengatur sel masing-masing sedemikian rupa agar tidak meninggalkan jejak apa pun. Mereka tahu, anjing pelacak akan dikerahkan untuk mencari mereka, jadi mereka mencuci pakaian yang mereka kenakan hari itu menyemprot wewangian di atas tempat tidur mereka, dan membubuhkan lada di sepatu yang mereka tinggal. 

Semua catatan rahasia tentang rencana ini dibuang ke saluran pembuangan air. Jenkin merasa sulit melakukannya. Selama ini, di kegelapan malam ia telah menyatu dengan semua kenangan tersebut.

Selanjutnya, sebagai sentuhan akhir, mereka membuat tubuh palsu di tempat tidur. Mereka mengisi celana overall dengan handuk, baju, dan buku-buku, kemudian meletakkan sepatu di ujung tempat tidur agar terlihat seperti kaki.

Semua tahanan lainnya di koridor yang mengetahui rencana pelarian ini memberi ucapan semoga berhasil pada mereka. Beberapa bertanya-tanya apakah para penjaga sudah mengetahui rencana tersebut dan telah bersiap-siap menyergap mereka, tapi semua itu tak beralasan.

Pada waktu jam mandi sore itu, mereka membuka lemari dan mengatur urutan pakaian mereka agar mereka bisa berpakaian dengan cepat. Di jam makan malam, mereka makan sup sebanyak-banyaknya, lalu kembali ke dalam sel dan menunggu. Rutinitas terakhir (ditutupnya semua pintu dan para penjaga pergi) dimulai. 

Semua adalah ritual di malam hari yang mereka harap tidak akan pernah mereka dengar lagi. Begitu para tahanan lain beristirahat, saatnya bagi mereka untuk menguji segala kerja keras mereka selama berbulan bulan.

*

Jadi, pukul 04.40 sore itu, saat penduduk Pretoria bersiap pulang kerja, atau saat buruh keluar dari pabrik, sebuah pelarian mulai dilaksanakan. Ketiganya membuka pintu dalam sel masing-masing dengan kunci palsu, kemudian Moumbaris membuka pintu luar selnya dengan kunci bergagang, lalu lari secepatnya menuju sel Jenkin dan Lee untuk membebaskan mereka.

Selanjutnya, tiga sekawan itu menyelinap ke kamar mandi untuk melepaskan seragam dan berganti pakaian biasa. Mereka memakai sarung tangan agar tidak meninggalkan sidik jari, dan topeng untuk berjaga-jaga bila penjaga melihat mereka dari jauh, mereka bisa langsung lari kembali ke sel tanpa dikenali. Kemudian mereka lari ke ujung koridor dan membuka pintunya dengan kunci palsu ketiga.

Di balik koridor tersebut terdapat anak tangga. Di sana ada kotak sekring. Dengan hati-hati, Jenkin membukanya dan melepaskan satu sekring. Dalam sekejap listrik di lantai satu padam. Setelah mengunci pintu di belakang mereka, ketiganya segera menuruni anak tangga menuju lantai dasar dan bersembunyi di lemari penyimpanan di belakang tangga.

Setelah beberapa saat, seperti yang telah diinstruksikan sebelumnya, para tahanan di lantai satu mulai berteriak, mengeluhkan padamnya listrik. Petugas malam, Sersan Vermeulen, tersentak di kursinya. Ia tengah asyik membaca stensilan dan tidak ingin diganggu. Ia berjalan lambat di aula, melewati lemari penyimpanan dan naik ke lantai satu.

"Tenang, tenang," teriaknya."Ada apa?"

la segera sadar masalah yang terjadi di lantai satu. 

"Diam, diam. Paling-paling sekringnya terbakar. Sekarang, tenang semua. Akan segera kuperbaiki."

Namun, teriakan berlanjut. Vermeulen heran mengapa para tahanan begitu gelisah malam itu. Cukup cepat ia memperbaiki sekring itu, dan listrik pun segera menyala. Lalu, ia menghabiskan waktu lima menit untuk mondar-mandir di koridor, mencoba menenangkan tahanan yang masih berteriak.

Rencana berjalan sempurna. Sementara Vermeulen berteriak-teriak di lantai satu, Jenkin, Lee, dan Moumbaris menyelinap keluar dari persembunyian mereka dan bergegas melewati pintu dekat tangga yang dibiarkan terbuka oleh Vermeulen. 

Perhentian selanjutnya adalah pos penjagaan Vermeulen. Mereka masuk ke dalam, mata mereka segera mencari tombol pembuka pintu elektronik yang ada di lorong Mereka menemukannya dan langsung menekannya. Dari kejauhan mereka bisa mendengar bunyi 'klik'.

Tiga pintu lainnya berdiri di antara mereka dan pintu elektronik yang baru saja mereka buka. Dua pintu pertama dapat mereka buka dengan kunci palsu. Pintu nomor tujuh merupakan masalah. Mereka belum pernah mencoba pintu ini sebelumnya, jadi mereka membawa tiga kunci sebelumnya yang mereka pikir mungkin bisa cocok. Tiga sekawan ini berkumpul, Jenkin lebih dulu mencoba.

Ini adalah rintangan yang bisa saja menggagalkan pelarian mereka, ketiganya mencoba membuka kunci dengan rasa cemas yang luar biasa.

Jenkin mengumpat pelan saat kunci pertama tidak bisa membuka pintu.

"Satu gugur, masih ada dua lagi." 

Kunci kedua dimasukkan dan diputar. Terdengar suara grendel kunci membuka. Mereka ingin bersorak kegirangan. Tetapi kini Vermeulen pasti sudah kembali ke pos jaganya, jadi mereka hanya mengepalkan tinju ke udara sambil tersenyum lebar.

Pintu ke delapan (dioperasikan secara elektronik) seperti mengundang mereka di ujung koridor. Ketiganya bergegas melewatinya dan sampai di aula luar penjara.

Sisa dua pintu ...

Pintu ke sembilan, yang menuntun mereka ke pintu keluar terakhir, tidak menjadi masalah. Pintu itu dibuka dengan kunci yang telah membuka pintu sebelumnya. Kini hanya ada satu pintu mengadang di depan, merintangi mereka dengan kebebasan.

*

Pintu terakhir belum pernah mereka coba sebelumnya, dan di situlah mereka kehilangan keberuntungan yang menyertai mereka selama ini. Mereka tiba di puncak ketakutan karena tak satu pun kunci yang cocok dengan pintu tersebut. 

Fakta pintu datar ini terbuat dari kayu biasa dengan gerendel kunci biasa, sangat mengesalkan mereka. Semua pintu yang mereka lewati sebelumnya adalah pintu besi penjara yang sangat besar dan kuat.

Waktu juga jadi masalah bagi mereka. Sejam sudah berlalu, terhitung saat mereka mulai kabur, dan sebentar lagi jam 06.00. Dengan adanya seorang penjaga di depan pintu, tentu akan semakin menyulitkan pelarian.

Setelah gagal membuka pintu dengan semua kunci ada, kini saatnya untuk bertindak kasar. Moumbaris meminta sebuah pahat dan mulai memahat pintu di bagian grendel kunci. Jenkin melihatnya dengan rasa kecewa. Kalau semua berjalan lancar sesuai rencana, maka nampaknya tiga sekawan ini seolah-olah menghilang bersama udara. 

Mereka telah mengunci semua pintu di belakang mereka, jadi tidak akan ada indikasi bagaimana cara mereka melarikan diri dari penjara. Sekarang, jika mereka memang berhasil lolos, pihak berwenang akan mendapat petunjuk dari bekas pahatan di pintu kayu. Petunjuk yang bagus untuk mengumumkan bagaimana cara mereka kabur. 

Setelah memahat, Moumbaris mencoba untuk mengakali mekanisme kunci, tapi selalu gagal, bahkan obeng yang digunakan mengeluarkan suara cukup keras. Setiap kali ini terjadi, mereka yakin Vermeulen mendengar suara tersebut. Namun, Vermeulen benar-benar asyik dengan bukunya. Jadi, mereka bisa melanjutkan tanpa ketahuan.

Akhirnya, mekanisme kunci terbuka, ketiganya bersiap-siap menghadapi dunia luar. Mereka melepaskan sarung tangan dan topeng mereka, lalu mengenakan sepatu lari, berusaha terlihat sewajar mungkin. Lalu, Moumbaris menyentak pintu dengan kencang, pintu pun terbuka dengan suara decitan keras.

Mereka mengintip ke luar, dan mengira akan melihat seorang penjaga di jembatan, atau ditodong senapan. Ternyata, penjaga telah berjalan ke sisi lain halaman dan tidak terlihat. Dengan situasi aman seperti itu, tak ada hal lain yang harus segera dilakukan selain berjalan keluar ditemani matahari yang tenggelam di ujung barat, berjalan terus sampai ke jalan besar dan menyetop taksi.

 

Setelah Pelarian

Beberapa hari kemudian, Jenkin, Lee, dan Moumbaris telah berhasil menyelundup keluar dari Afrika Selatan ke Maputo di dekat Mozambik. Dari sana mereka pergi ke Eropa. Pelarian mereka membuat pemerintah Afrika Selatan sangat malu, sehingga mereka memaksa salah satu dari penjaga untuk mengaku telah berkomplot dengan tiga buronan tersebut.

Rezim apartheid Afrika Selatan yang menyangkal hak suara orang kulit hitam untuk memilih, serta menyangkal hak asasi lainnya, menjadi masa lalu. Pemilihan umum multiras yang pertama diselenggarakan pada 1994.

Setelah terbang ke London, Tim Jenkin kembali ke tanah kelahirannya, Afrika Selatan, pada 1991. Ia bekerja sebagai petugas humas untuk PKNA di Johannesburg. Steven Lee hidup mapan di London, bekerja sebagai tukang listrik di surat kabar nasional. Alex Moumbaris pergi ke Paris dan bekerja di bidang komputer. (Nukilan dari buku:

TRUE ESCAPE STORIES Oleh Paul Dowswell)

 

 

" ["url"]=> string(72) "https://plus.intisari.grid.id/read/553355907/sepuluh-pintu-yang-terkunci" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1656700661000) } } }