array(1) {
  [0]=>
  object(stdClass)#49 (6) {
    ["_index"]=>
    string(7) "article"
    ["_type"]=>
    string(4) "data"
    ["_id"]=>
    string(7) "3726761"
    ["_score"]=>
    NULL
    ["_source"]=>
    object(stdClass)#50 (9) {
      ["thumb_url"]=>
      string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2023/03/14/intisari-plus-200-1980-40-cerita-20230314082110.jpg"
      ["author"]=>
      array(1) {
        [0]=>
        object(stdClass)#51 (7) {
          ["twitter"]=>
          string(0) ""
          ["profile"]=>
          string(0) ""
          ["facebook"]=>
          string(0) ""
          ["name"]=>
          string(5) "Ade S"
          ["photo"]=>
          string(54) "http://asset-a.grid.id/photo/2019/01/16/2423765631.png"
          ["id"]=>
          int(8011)
          ["email"]=>
          string(22) "ade.intisari@gmail.com"
        }
      }
      ["description"]=>
      string(140) "Athos dikenal sebagai bintang panggung yang terkenal. Namun, ada kisah mengerikan tentang bagaimana ia membunuh istrinya demi uang santunan."
      ["section"]=>
      object(stdClass)#52 (8) {
        ["parent"]=>
        NULL
        ["name"]=>
        string(8) "Kriminal"
        ["show"]=>
        int(1)
        ["alias"]=>
        string(5) "crime"
        ["description"]=>
        string(0) ""
        ["id"]=>
        int(1369)
        ["keyword"]=>
        string(0) ""
        ["title"]=>
        string(24) "Intisari Plus - Kriminal"
      }
      ["photo_url"]=>
      string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2023/03/14/intisari-plus-200-1980-40-cerita-20230314082110.jpg"
      ["title"]=>
      string(43) "Cerita di Belakang Seorang Bintang Panggung"
      ["published_date"]=>
      string(19) "2023-03-14 08:21:23"
      ["content"]=>
      string(50493) "

Intisari Plus - Athos dikenal sebagai bintang panggung yang terkenal. Namun di balik itu, ada kisah mengerikan tentang bagaimana ia membunuh istrinya demi uang santunan.

----------

Pada pergantian abad ini, nama Athos dikenal di dunia pertunjukan internasional. la merupakan daya tarik panggung dan atraksi hebat. Jika tirai dinaikkan, Athos berdiri di pentas dengan dada terbuka dan ototnya keras. la dikelilingi oleh sederetan pedang dan pisau yang berkilauan oleh sinar lampu. Dengan suatu gerak saja ia membelah seekor kambing yang sudah disembelih dan yang digantungkan. Jika musik pengantar mulai berubah menjadi pukulan genderang yang samar-samar, maka tibalah puncak acara. Asistennya yang lemah gemulai membungkuk ke belakang, makin lama makin jauh, hingga lehernya merupakan garis lurus. Payudaranya yang dibedaki putih menggairahkan, tampak nyata dalam potongan dekollete yang dalam.

Waktu Athos mendekat, wanita itu tersenyum kaku dan Athos meletakkan sebuah apel di lekukan lehernya.

Pukulan genderang mengeras kemudian berhenti. Tiada seorang pun penonton yang berani bernapas. Dengan gerakan mendesis Athos membelah apel, tanpa mencederai wanita itu segores pun.

Athos ini nama aslinya Karl Ludwig Emanuel Hopf.

Tanggal 12 Januari 1914 salju turun terus sejak pagi di Frankfurt am Main. Termometer menunjukkan -3°C.

Di depan gedung pengadilan di Frankfurt, keadaan tenang. Sudah diketahui hanya beberapa undangan istimewa boleh hadir di sidang pengadilan. Akan tetapi di gang di depan ruang sidang menunggu lebih dari 50 orang saksi dan ahli.

Ketua sidang ialah dr. Heldmann. Petugas polisi Schuettrumpf membawa tertuduh ke dalam ruangan. Namanya Hopf. Ya, si bintang pertunjukkan itu. Ketika itu ia sudah berusia 51 tahun. Mereka yang pernah mengenalnya ataupun melihatnya di pentas, terkejut melihat betapa Hopf tampak menjadi tua. Mukanya gembung dan abu-abu, jalannya membungkuk. Suaranya pun tidak lagi seperti yang digambarkan di majalah-majalah ketika ia masih kuat cemerlang. Ia hanya berbisik hanya pertanyaan pertama yang diajukan ketua yang dijawabnya dengan suara tegas: 

“Apakah Anda mengaku salah?” 

“Saya tidak bersalah!” 

Tuduhan sangat berat. Ia dituduh membunuh 4 orang, antara lain:

* membunuh ayahnya Paul Hopf, 1895, 

* membunuh anaknya yang tidak sah, Karl Richter di Woersdorf, 1896, 

* membunuh istrinya yang pertama Josepha terlahir Henel di Niederhoechstadt 1902, dan 

* membunuh anaknya Elsa Hopf pada tahun 1906. 

Selain itu masih ada tiga pembunuhan dengan racun yang dituduhkan kepadanya: pembunuhan terhadap ibunya Auguste Hopf, istrinya Christine terlahir Schneider dan pada istrinya yang lain, Wally terlahir Siewiec.

 

Mau kawin lagi

Tanggal 22 Februari seorang pedagang dan guru anggar bernama Karl Hopf mengirimkan surat yang ditulis di kertas mahal pada kantor jawatan kepolisian di Frankfurt. Surat itu dibubuhi nama dan alamatnya, Frankfurt am Main, Bulowstrasse 13 dan juga nomor rekening di Pfalzischen Bank serta jam kerjanya (setiap hari dari pukul 10-11 dan pukul 3-4 serta hari Minggu pukul 10-11). 

Bunyi surat: “Karena saya ingin menikah dengan seorang warga negara Austria, maka saya membutuhkan surat keterangan kewarganegaraan untuk keperluan konsulat Austria. Saya memohon dengan hormat agar diberi keterangan tersebut. Saya sertakan pas militer, keterangan kelakuan baik dan surat kelahiran.” 

Dengan hormat, 

ttd: Karl Hopf

Wanita Austria yang mau dijadikan istrinya itu tinggal di Dresden. Namanya Wally Siewiec. Mereka berkenalan lewat iklan perjodohan. Mengapa Hopf harus mencari calon istri melalui iklan, tidak diketahui orang.

Wally seorang wanita muda, cantik dan sehat. Hopf sudah mendekati umur 50, akan tetapi masih tampak gagah. Bintang pertunjukan ini mendapat honor baik dan telah menceritakan riwayat hidupnya dengan “jujur”, yaitu ia sudah sekali menikah dan bahwa ia mendapat warisan dari ibunya.

Pada tanggal 9 April 1912, Wally menjadi istri Athos di London tempat ia sedang mengadakan pertunjukan.

Hopf lalu menutup asuransi jiwa timbal balik. Jumlahnya tinggi, 80.000 mark. Preminya juga sepadan tingginya 5000 mark. Akan tetapi honornya yang tinggi memungkinkan pembayaran premi ini. Permohonan asuransi jiwa ditandatangani Wally tanpa ragu-ragu, sebab suaminya mengatakan bahwa memang harus demikian. Akan tetapi waktu suaminya memintanya menyetujui untuk dikremasi jika meninggal, ia tidak mau dengan alasan bahwa hal itu tidak biasa dilakukan keluarganya.

Sesudah kembali ke Frankfurt, wanita muda itu mendapatkan suaminya sering diam-diam mengerjakan sesuatu di meja tulis. Akan tetapi bukan hanya itu saja yang aneh untuknya. Hopf meminta istrinya agar menjual barang-barang rumah tangga yang ia bawa, karena Hopf sendiri sudah punya semuanya. Yang diperlukan untuk rumah tangga mereka, Hopf sendirilah yang membelinya. Istrinya hanya boleh membeli bahan-bahan untuk makan siang dan malam saja.

Suatu kali Wally pergi beberapa hari ke kakaknya yang berdiam di Glashuetten di Taunus. Waktu kembali, Hopf menanyakan apakah ia ingin minum sesuatu. Wally meminta segelas anggur. Kemudian terlihat oleh Wally bahwa di lemari ada dua gelas yang seperti baru dipakai. Waktu memberesi kursi panjang hari berikutnya, ia menemukan pita merah dari sutra yang bukan miliknya. 

Hal itu membuatnya curiga. Ia bermaksud untuk meneliti meja tulis. la menemukan kuncinya di dalam laci rahasia dan membuka laci-laci meja tulis. Seperti diduganya, ia menemukan surat-surat cinta. Ia juga menemukan sampul berisi beberapa dokumen yang menyatakan bahwa Hopf sudah dua kali menikah. Selain itu ada gambar-gambar porno serta surat seorang lelaki kepada siapa Hopf ingin meminjam uang. Untuk sementara saja karena ibunya toh akan segera meninggal. Wally juga melihat bahwa asuransi jiwa yang ia sangka untuk Hopf saja juga berlaku untuk dia sendiri.

Waktu Hopf pulang jauh tengah malam, ia diam dahulu. Akan tetapi pagi berikutnya ia menanyakan hal-hal yang tidak begitu menyenangkan ini. Mereka bertengkar. Wally menangis, pergi keluar ruangan untuk mengambil saputangan. Waktu ia kembali dan minum seteguk teh, tiba-tiba ia mual. Mulutnya kaku, tangannya pun demikian. Wally menuduh suaminya menaruh racun di dalam teh. Ia meminta cognac. Minuman keras itu tidak bisa ia bawa ke mulut. Athos membaringkan istrinya di kursi panjang, mengusap-usap tangannya dan meminta maaf. Itu terjadi pada tanggal 9 Juli 1913.

Tepat sebulan kemudian, Wally jatuh sakit. Ia pusing dan merasa begitu sakit sehingga tidak bisa berdiri. Di tempat tidur ia menggigil kedinginan, kemudian badannya panas sekali dan kamar seperti berputar. Hopf setiap jam mengukur panas istrinya. Waktu ia sejenak sendirian, Wally melihat catatan di kalender saku dan dengan terkejut melihat bahwa suhu tubuhnya 40,5, padahal suaminya mengatakan bahwa ia sudah bebas demam.

Nyonya Hopf tetap sakit. Ia ingin masuk rumah sakit akan tetapi suaminya tidak mengizinkan. Karena perawatnya juga tidak setuju maka Wally tinggal di rumah. Ia melihat suaminya dengan cermat mencatat keadaan sakitnya. Makin lama ia makin sakit. Tangan dan tungkainya membengkak. Sekali-sekali keadaannya membaik. Suatu kali tiba-tiba semuanya kambuh kembali. Muntah-muntah, pusing, dan mencret. Ia menuduh suaminya bermaksud membunuhnya.

Seorang dokter yang dipanggil Wally, dengan hati-hati diberitahu oleh Hopf bahwa Wally sedikit histeris. Maka dokter memberikan diagnosa berdasarkan gejalanya itu.

Akhirnya si sakit dapat juga melaksanakan kemauannya untuk dipanggilkan seorang dokter lain, dr. Kramer. Waktu si sakit menceritakan pada dokter ini bahwa ia makin sakit setelah diberi sup dan kue oleh suaminya. Dokter Kramer tidak lagi menganggap nyonya Hopf histeris dan menentukan bahwa pasien harus dibawa ke rumah sakit.

 

Suami “tercinta”

Wally Hopf dibawa ke rumah sakit Diakones, di Eschenheimer Landstrasse. Hopf mengunjunginya dua kali sehari. Ia penuh perhatian dan selalu membawa hadiah, coklat, serta bunga. Ia bertanya kapan si istri boleh kembali ke rumah. la dapat mendatangkan seorang perawat seperti dulu lagi. 

Akan tetapi Wally masih curiga. Sudah beberapa bulan sakit, ia yakin Hopf ingin membunuhnya dan mulai menyatakan kecurigaannya kepada beberapa orang. Desas-desus ini juga didengar oleh seorang pengacara. Bagaimana sampainya ke telinga pengacara, tidak dapat diketahui dengan tepat. Pengacara itu dulu sudah pernah menjadi pembela orang-orang yang dituduh Hopf melakukan sesuatu. Kini pengacara itu melihat kesempatan untuk “memegang” Hopf. Ia memberi tahu jaksa. Pemeriksaan dimulai.

Pada hari Senin tanggal 16 Maret Inspektur Erich von Salomon, Komisaris Holzen dan petugas-petugas kriminal Fischer dan Schüttrumof menunggu di dekat rumah sakit Diakones. Mereka mengetahui bahwa Hopf mengunjungi istrinya. Waktu ia keluar rumah sakit dan menuju ke Eschenheimer Landstrasse, mereka menghampirinya, memegang tangannya dan memborgolnya. Di saku rompinya ditemukan sebotol kecil sianida. Kemudian Hopf mengaku bahwa ia sebetulnya akan mengosongkan botol itu jika ada kesempatan. Mereka membawanya ke kantor polisi di Klingerstrasse. Di sana ia ditahan.

Para petugas bersama dengan ahli kimia dr. Popp pergi ke rumah Buelowstrasse 13.

Rumah Hopf di tingkat tiga ditata dengan anggun. Di tingkat bawah ia masih mempunyai sebuah kamar lain yang tidak diketahui oleh istrinya pada bulan-bulan pertama perkawinan mereka. Itu laboratoriumnya. Para petugas tidak hanya di laboratorium saja menemukan beberapa jenis racun akan tetapi di seluruh rumah. Racun sianida dan arsenikum begitu banyak sehingga cukup untuk membunuh penduduk beberapa daerah di kota. Para petugas makin heran waktu mereka menemukan bibit-bibit kuman kolera dan tifus.

Pemeriksaan rumah masih mengungkapkan berbagai hal: ada cambuk, pakaian dalam wanita dari sutra, pokoknya segalanya yang menunjukkan kebiasaan seorang yang memiliki kelainan seksual. Mereka juga menemukan topeng hitam. Topeng ini dipakai Hopf jika ia di foto dalam adegan-adegan porno.

Diketemukan juga dari mana datangnya kuman-kuman kolera yaitu dari sebuah lembaga di Wina. Hopf memesannya di sana dengan alamat: Karl Hopf, Frankfurt am Main, “Laboratorium Kuman”. Perusahaan di Wina tentu menyangka bahwa mereka berhubungan dengan seorang yang berwewenang menangani kuman. Kuman-kuman itu sangat mahal.

Akhirnya Hopf dibawa kembali ke rumah, diborgol dan kakinya dirantai. Pandangannya selalu mengikuti para petugas waktu mereka memeriksa rumah dengan teliti. Ia tertawa waktu mereka memperlihatkan sebuah botol besar yang baunya menusuk. 

“Seperti darah yang sudah lama,” kata seorang petugas. Hopf tertawa dan menyatakan bahwa itu liquor kacang yang sudah rusak. Dan memang terbukti demikian setelah diperiksa.

Laporan yang dibuat para petugas panjangnya sampai sebelas halaman ketik. Antara lain ditulis: sebuah peti dengan 76 preparat mikroskopis, 2 jarum suntik, buku pelajaran mengenai toksologi untuk para dokter, mahasiswa dan apoteker. Index Mercks: “Die Beobachtungen Ueber den Verkehr Mit Giften, Geheimmitteln, und Arzneimitteln” (Pengamatan Tentang Hubungan dengan Racun, Alat Rahasia dan Obat-obatan). Sebuah buku berjudul: “Jamur-Jamur Kita yang Terkenal beracun.” “Atlas dan Dasar Bakteriologi” serta buku pelajaran: “Lehrbuch der Speziellen Bakteriologischen Diagnostik” karangan profesor B.K. Lehmann dan Prof. Dr. K.O. Neumann. 

Di samping itu buku-buku dan brosur tentang kedokteran hewan, tentang jiujitsu, tinju, sepatu roda, anggar, dan berkuda. Buku-buku cerita hanya sedikit saja: beberapa roman detektif, riwayat hidup David Copperfield, dongeng Seribu Satu Malam dan beberapa buku dalam bahasa Inggris. Roman “Die Drei Musketiere”, tempat nama samaran “Athos” diambil, anehnya tidak ada. 

Di kamar tidurnya, di meja dekat tempat tidur ada sebuah botol sirup kola dengan strychnin dan botol obat dengan 30 cc strychnin. Di laboratorium selain racun dan kuman-kuman masih ada karbol, kreosol, lysol dan kloroform. Di samping itu ada beberapa jenis bahan kimiawi yang tidak beracun.

 

Pandai silat lidah

Pemeriksaan dimulai jam 3 dan berlangsung 6 jam lamanya. Jalan pemeriksaan sangat melelahkan karena tertuduh sama sigapnya berkata-kata seperti kalau mempergunakan floret dan pedang.

Hopf seorang olahragawan. Pipinya kemerah-merahan seperti pipi orang yang banyak berada di udara segar. Kumisnya agak keabu-abuan dan dipotong gaya Inggris, begitu pula rambutnya yang sudah beruban.

Karl Hopf memiliki sejumlah medali yang ia menangkan pada beberapa pertandingan. Waktu berdiri sebagai “Athos” di pentas, ia seorang artis yang dibayar tinggi. Nanti akan diketahui ke mana uang sebanyak itu mengalir. 

Sesudah interogasi yang lama itu, Hopf diberi roti. Ia meminta pisau. Permintaannya tidak dikabulkan. Hasil interogasi ini menentukan bagi perkara Hopf. Akhirnya ia mengaku ia telah meracuni istrinya yang ketiga.

Tidak sengaja katanya mula-mula. Tetapi akhirnya ia mengaku hanya menikahinya untuk memiliki uang asuransi. Ia tidak mengaku sudah mulai memberi racun pada tahun sebelumnya. Baru pada tanggal 16 Januari tahun tersebut ia memberikan segelas champagne beracun yang pertama. Istrinya lalu muntah-muntah dan mencret. Kemudian baru pada tanggal 15 Maret ia membubuhkan racun di dalam champagne. Waktu dokter memberikan obat yang mengandung candu untuk istrinya dan ia menggantikan dengan digitalis.

Kira-kira jam 9 malam, Hopf menandatangani pengakuannya yang pertama. Lalu ia dibawa kembali ke penjara polisi. Komisaris von Solomon membuat catatan sebagai berikut: “Pedagang dan guru anggar Karl Ludwig Emanuel Hopf telah ditangkap karena dituduh mencoba melakukan pembunuhan dengan racun. Ia telah menikah tiga kali. Istrinya yang pertama dan kedua meninggal dalam keadaan yang mencurigakan. Istrinya yang ketiga dimasukkan ke rumah sakit Diakones karena menderita penyakit yang mencurigakan. Di rumah sakit itu diketahui bahwa ia diracuni. Hanya suaminyalah yang dapat memberikan racun itu kepadanya. Hopf mengaku bahwa ia hanya menikahi istrinya yang sekarang agar dapat memiliki uang asuransi 80.000 mark.

Sudah pemeriksaan, koran-koran mengeluarkan berita yang boleh dikatakan lengkap mengenai perkara ini. Diketahui, bahwa 7 tahun yang lampau, pada tanggal 8 September 1906, telah diajukan tuduhan terhadap Hopf. Di Niederhochstadt, di mana Hopf tinggal dengan istrinya yang pertama, sudah ada kecurigaan bahwa Hopf membunuh istrinya. Orang juga sudah membicarakan adanya peternakan kuman-kuman. Tuduhan diajukan pada jaksa tinggi dr. Reeden di Frankfurt akan tetapi pemeriksaan kemudian dibatalkan. Malah tidak ada pemeriksaan rumah. Mungkin untuk para petugas, kemungkinan pembunuhan dengan bakteri itu terlampau fantastis. Arsenikum, strychnin, antimon, racun ini masih masuk akal, akan tetapi dengan bakteri, belum pernah ada orang yang membunuh. Di Frankfurt, orang menganggap tuduhan itu terlalu mengada-ada.

 

Masa lalu terungkap 

Tahun 1914 keadaan lebih jelas. Koran-koran memberitakan banyak hal tentang masa lalu Hopf. la bukanlah orang bersih. 

Di tahun 1909, waktu ia masih tinggal di Frankenallee 67, Frankfurt, ia dituduh melakukan pemerasan. Katanya ia akan mengungkapkan sesuatu yang bersifat rahasia dari seorang yang terkenal. 

1911, perkumpulan artis “Sicher wie Gold” menuduhnya menggelapkan uang kas perkumpulan. Menurut tuduhan lain, Hopf itu menjadi germo Amalie Leeb. 

Pada tahun 1912, Hopf didenda 200 mark karena melakukan penipuan. Akta-akta itu diam jika disimpan. Akan tetapi jika sudah terbuka di meja petugas maka mereka dapat mengungkapkan banyak.

Juga para pembaca koran banyak ingat hal-hal yang lalu. Pada tanggal 16 April seorang ahli nujum bernama Freya Schmitz menelepon kantor polisi waktu mendengar tentang penahanan Hopf. Ia mengatakan, bahwa istri Hopf pernah datang kepadanya sambil membawa teh beracun dan juga gambar-gambar porno dari suaminya. Nyonya Hopf bertanya apa yang harus ia lakukan. 

Dua orang petugas polisi mendatangi ahli nujum, mengambil kembali gambar-gambar porno dan memberi nasihat kepada nyonya Hopf agar memeriksakan teh di sebuah apotik. Pernah Hopf datang dan meminta pengembalian dokumen yang telah dicuri oleh istrinya. Yang dimaksudnya tentu gambar-gambar yang tidak senonoh itu.

Polisi menerima banyak surat kaleng. Kebanyakan tidak berguna. Akan tetapi sekretaris jawatan kereta api, Otto Pajunk, yang bertempat tinggal di Braubachstr Frankfurt yang pernah berdiam di Niederhochstadt, di depan keluarga Hopf, menyatakan beberapa hal yang penting.

Dialah yang menyuruh nyonya Hopf yang kedua untuk kembali ke orang tuanya. Dengan demikian ia telah menolong nyawa wanita itu. Polisi diberi keterangan bahwa Hopf sebelum pernikahannya yang pertama telah memerkosa seorang gadis yang bekerja sebagai pengelola rumahnya. Hopf mempunyai anak dengan gadis itu tetapi tidak lama kemudian anak itu meninggal. “Tentunya juga dibunuh Hopf. Anak itu dikubur di Worstadt,” tulis Otto Pajunk.

Di dalam surat itu Pajunk masih memberitahu Hopf pernah menangis tersedu-sedu di hadapan istri Pajunk dan mengaku ia manusia jahat.

Seorang wanita Frankfurt lain menyatakan bahwa ia tetangga sebelah rumah Hopf. “Kakak-kakak saya dan saya selalu mengintip ke dalam kamar Tuan Hopf di waktu musim panas. Ia selalu didatangi tamu wanita yang aneh-aneh. Ia memang selalu menutup jendela akan tetapi ada lubang besar sehingga kami dapat mengintip dari kamar kami di tingkat dua ke kamarnya yang terletak di tingkat satu.”

“Selain itu, Tuan Hopf disenangi di daerah kami. Dengan sebuah surat permohonan ia pergi dari rumah ke rumah dan berhasil mengumpulkan tanda tangan agar jalur trem ditambah sedikit dari rencana semula. Dengan demikian, maka Hopf dan tetangga-tetangga dapat turun dari trem hampir di depan rumah.”

“Hopf seorang lelaki yang ganteng. Ia selalu berbusana rapi. Ia hampir selalu memilih setelan biru tua memakai peci gaya Inggris dan menenteng sebuah koper kecil seperti tas kantor masa kini.”

Hopf diinterogasi terus-menerus. Di mana-mana ada orang-orang yang meninggal di dalam sejarah hidupnya. Orang tuanya, istri-istri, dan anak-anak tidak sah. Orang mulai curiga, jangan-jangan Hopf membunuh semuanya atau mungkin juga mempercepat akhir hayat mereka. Jenazah-jenazah digali kembali. Mereka menemukan arsenikum di badan nyonya Hopf pertama. Juga ada arsenikum di badan nyonya Hopf yang kedua, banyak bekas-bekas arsenikum di badan anak lelaki yang tidak sah, lebih banyak lagi di badan anak perempuannya, dan ada arsenikum dalam jenazah bapak Hopf. Pada ibu Hopf pembuktian agak sukar karena ibu Hopf dibakar. Di dalam mayat-mayat tidak dapat dibuktikan adanya kuman-kuman karena sudah terlampau lama.

Keterangan dr. Popp dan dr. Sieber antara lain hanya mencakup pertanyaan dari mana Karl Hopf mempunyai pengetahuannya tentang racun maut itu?

Tampaknya bekas murid sekolah menengah ini mempunyai pengetahuan dasar tentang ilmu alam fisika. Ia memperdalam kemampuan itu waktu bekerja pada firma Buedingen dan mendampingi seorang apoteker. Ia lama bekerja di bidang ini sebelum naik pentas.

Akhir tahun 90-an ia mengelola peternakan anjing di Niederhochstad. Maka ia juga mempelajari penyakit-penyakit anjing, memperdalam buku tentang bakterioIogi dan ilmu racun. Terlihat bahwa ia belajar dengan tekun karena ada catatan-catatan tangan pada bukunya. Ia menghadiahkan tengkorak anjing pada perkumpulan Schneckenberg.

Ia juga sudah menulis buku: “Anjing St. Bernard”. Sewaktu Hopf masih bersekolah, bakteriologi merupakan ilmu yang sedang berkembang. Yang tampak nyata adalah bahwa Hopf makin lama makin tertarik pada racun. Buku-buku tentang racun makin bertambah. Isinya tentang bagaimana dapat dibuktikan adanya arsenikum dalam mayat, bagaimana akibat strychnin dan atropin. Semuanya sudah ia pelajari. Roman-roman dengan tema ini dibacanya dengan saksama. Misalnya ia membaca roman kriminal: “Pembunuhan dengan Racun di Fellin” mungkin karena ada lukisan tentang bagaimana para pembunuh itu bekerja dan bagaimana mayat itu digali kembali dan diperiksa. Bekas jari dan komentar pada halaman-halaman buku mengungkapkan bahwa karya-karya ilmiah dari Lehmann, Neumann, Heim dan Jess telah ditelitinya. Di dalam surat-menyurat yang ia lakukan pada waktu itu dengan Museum Krai, ia memakai kata ilmiah.

 

Berbelit-belit

Di pengadilan Frankfurt di bangku tertuduh Hopf tampak senewen. Ia terus mengusap-usap kening seperti harus menghilangkan sesuatu. Jari-jemarinya gemetar. Tampak jelas jika ia harus menjawab pertanyaan yang sulit. Seakan-akan ia harus berpikir dan hal itu agak sukar. Akan tetapi ia mungkin risau karena dalam pemeriksaan pertama yang dilakukan oleh Komisaris Erich von Salomon, ia membuat kesalahan (menurut dia sendiri) yang penting yakni ia mengaku bermaksud membunuh istrinya yang ketiga karena ingin mendapat premi asuransi jiwa yang telah dijanjikan.

Pada hari pertama, sidang seperti sebuah seminar ilmiah karena banyak dibicarakan tentang kuman, racun dan bahan-bahan kimia. Hakim ketua dr. Heldmann seorang pemimpin yang pandai. Ia tidak tergesa-gesa tidak mengabaikan hal yang kurang terang dan memberi para ilmuwan cukup waktu untuk meneliti. Ia menghendaki juri mengetahui semuanya dengan cermat.

Jalan hidup tertuduh diuraikan: ayahnya seorang swasta. Karl tadinya bersekolah sampai kelas 1 sekolah menengah lalu kemudian di sebuah sekolah khusus karena ia tidak maju-maju. Di sekolah itu ia belajar sampai lulus. la masuk tentara lalu setahun kemudian bekerja di apotek. Ia pergi ke Casablanca dua tahun untuk bekerja pada sebuah perusahaan yang berdagang hasil bumi besar-besaran dan bahan-bahan kimiawi. Ia terkena malaria dan kembali ke Frankfurt.

Sesudah itu beberapa kali ia tinggal tidak terlalu lama di Brussel dan London. Tahun 1894 ia kembali ke Jerman membuka toko makanan ternak di Woersdorf di daerah Taunus. Di samping itu ia masih juga berdagang bahan-bahan kimia. Hobinya adalah beternak anjing.

Ia meminjam uang 14.000 mark dari ayahnya tetapi tidak ada yang ditabung. Katanya, ayahnya telah meminta bunga 4%. Ia tinggal di Woersdorf kurang dari 4 tahun. Menurut keterangannya toko itu memberi keuntungan.

Ketua: “Mengapa toko itu Anda tutup jika memberi keuntungan?” 

Hopf: “Waktu itu saya ingin pindah ke Frankfurt.” 

Ketua: “Masih berapakah utang pada ayah Anda waktu pergi dari Woersdorf?” 

Hopf: “Saya tidak ingat dengan tepat. Ayah saya sudah meninggal tahun 1895.” 

Ketua: “Siapa ahli warisnya?” 

Hopf: “Saya tidak menerimanya.”

Ketua: “Apakah Anda membayar bunga dengan teratur waktu meminjam?” 

Hopf: “Saya sudah tidak ingat lagi sekarang.”

Hopf waktu itu tidak pindah ke Frankfurt tetapi pergi ke Niederhoechstadt. Di sana ia membeli rumah yang luas seharga 12.000 mark dan kemudian khusus mencurahkan perhatiannya pada peternakan anjing dan menjual obat untuk anjing, serum untuk ulat dan serangga, obat-obat penemuannya yang diramu sendiri.

Ketua diberi tahu, bahwa rumah di pedesaan itu dibebani hipotik sebanyak 7.500 mark dan bahwa Hopf masih menambah hipotik sebanyak 3.500, 4.000 dan 5.000 mark.

Lagi-lagi Hopf mengusap-usap keningnya waktu ia mendengar tentang jumlah itu. 

Bagaimana ia sampai bisa membebani rumah pedesaan itu dengan hipotik jauh melebihi nilai rumah itu?

Apa jadinya utangnya pada ayahnya? 

Ketua meminta penjelasan. 

Hopf menerangkan bahwa di tahun 1911, ia mewarisi 27.000 mark dari ibunya. 

“Dan kakak Anda?” 

“Juga sebanyak itu.”

Ketua meneliti akta-akta. Surat warisan menyatakan bahwa jumlah warisan 40.000 mark.

Jadi Karl Hopf sendiri tidak bisa mewarisi 27.000 mark

Tertuduh menggumam tentang surat-surat berharga yang nilainya tidak bisa ditentukan dengan tepat. Waktu ditanyakan apakah yang masih menjadi miliknya, ia mengatakan: “Waktu saya ditahan, saya masih memiliki uang tunai sebanyak 7.000 mark. Uang itu diambil, begitu pula perabot-perabot rumah tangga. Pada waktu ini saya tidak memiliki apa-apa.”

 

“Sehat” berkat arsenikum

Ketua: “Sesudah Anda ditahan, ditemukan racun di rumah Anda. Digitalis, morphium, opium, dan arsenikum. Apa gunanya racun itu?”

Hopf mengaku mempergunakan racun itu sebagian bagi anjing-anjingnya dan sebagian bagi eksperimen-eksperimennya. Juga kuman-kuman hanya untuk keperluan studi dan percobaan.

Waktu dr. Heldmann memberi komentar bahwa untuk keperluan percobaan-percobaan semacam itu ada bahan-bahan yang kurang membahayakan, Hopf berdiam diri.

Ketua berterus-terang: “Anda memberikan racun kepada istri Anda?” 

Hopf: “Ya.”

Ketua: “Apa yang Anda berikan kepada istri Anda waktu termometer Anda menunjukkan 40 derajat?”

Hopf dengan perlahan: “Kuman tifus.”

Ternyata ketika nyonya Hopf sudah agak baik, Hopf menulis pada institut di Wina, mengeluh bahwa kuman-kuman tifus yang diberikan kepadanya tidak cukup segar.

Ketua: “Di dalam mayat ayah Anda ditemukan arsenikum. Coba Anda terangkan kehadiran racun yang keras itu.”

Ia tidak tahu, katanya. Lagi pula waktu itu ia tidak berada di Frankfurt. 

Ketua: “Di Woersdorf, Anda hidup dengan pengelola rumah tangga Anda. Anda mempunyai anak darinya? Benarkah itu?”

Hopf mengaku. Anak itu hanya hidup setahun saja. Pada tanggal 1 April 1896, anak itu meninggal karena menderita bengkak gigi yang gawat.

Akan tetapi orang menemukan arsenikum dalam badan anak itu! Yah, ia telah menyuntikan arsenikum ke dalam mayat anak itu agar tidak cepat busuk.

Akan tetapi mengapa juga di dalam tulang belulang ada arsenikum? Jawab Hopf dengan gaya seorang ilmuwan: “Arsenikum masuk ke dalam tulang-tulang. Sebenarnya hanya karena ibu saya, saya tidak menikahi anak gadis itu yang telah memberikan anak bagi saya. Saya sangat mencintai keduanya.”

Ketua: “Kemudian, Anda masih menikahi seorang lain, istri Anda Josepha. Dengan wanita ini Anda pergi ke Niederhoechstadt tahun 1898. Apakah Anda mengetahui bahwa di badan wanita ini juga ditemukan arsenikum?”

Hopf: “Josepha sendiri banyak meminum arsenikum. la ingin menjadi lebih berisi.” Bukan Hopf yang menyarankan berbuat demikian, katanya meskipun ia mengetahui bahwa anjing-anjing dengan diberi arsenikum dapat tampak lebih sehat.

Ketua: “Akan tetapi istri Anda ‘kan bukan anjing!” 

Waktu didesak kembali Hopf menjawab: “Tidak, saya tidak memberikan arsenikum pada istri saya yang pertama.”

Karena apa ia meninggal? Yah, setahu Hopf istrinya itu meninggal karena menderita tukak lambung yang hebat. 

Ketua: “Untuk istri Anda, Anda telah menutup asuransi jiwa lebih dari 20.000 mark. Suatu asuransi yang disebut ‘untuk hidup semati’. Nah, hendaknya para juri mau memperhatikan ini. Apakah sebelum dibuat asuransi istri Anda diperiksa? Apakah ia sehat?”

Josepha hanya hidup dua bulan sesudah asuransi dibuat. Timbullah desas-desus karena sebelumnya ia tidak pernah sakit-sakitan. Di lingkungan kenalan diketahui bahwa Hopf mempunyai peternakan kuman katanya untuk mendapatkan serum. Tadinya orang hanya membicarakannya, kemudian diajukan kepada jaksa tetapi kemudian dianggap gunjingan orang belaka dan dikesampingkan.

“Apakah Anda membunuh istri Anda yang pertama dengan racun?” tanya ketua. 

“Saya memberinya tetesan arsenikum karena ia menderita tukak lambung,” jawab tertuduh.

Di ruang sidang orang terdiam waktu ibu tiri istri pertama memberikan keterangan. Ia dan keluarga tidak mengetahui bahwa Josepha diasuransikan jiwanya. Waktu anak tirinya sakit, ia sendiri yang merawatnya. Ia selalu pergi ke Niederhoechstadt. Istri Hopf yang masih muda itu terus muntah-muntah akan tetapi hingga akhir hayatnya warna mukanya seperti orang sehat dan matanya bersinar terang seperti seorang yang demam tinggi. Hopf penuh perhatian terhadap istrinya namun ia menolak untuk membawanya ke rumah sakit.

Seorang wanita bernama nyonya Geill menyaksikan bahwa nyonya Josepha yang tadinya penuh gairah hidup tiba-tiba sakit-sakitan. Dulu tidak demikian. Di seluruh desa mereka membicarakan hal itu.

Seorang saksi yang agak bodoh, adalah dokter P, yang tidak segera mengetahui apa yang diderita nyonya Hopf yang pertama. Ia menyangka itu tukak lambung. Ia juga tidak curiga waktu Hopf memperlihatkan kuman-kuman tuberkulosis dan peternakan mikroorganisme lain di dalam laboratoriumnya. Hopf dapat memakai kuman-kuman itu dengan baik, begitu sangkanya. Ia sendiri menyangka Hopf jujur. Ia pernah menggunakan laboratorium Hopf sebagai apotek dan memakai obat-obatan yang juga dipakai Hopf untuk mengobati istrinya.

Saksi Sprengler menyatakan bahwa ia melihat nyonya Hopf yang pertama selalu seperti menggigil. Lalu ia ingat akan pemyataan Hopf: “Jika Anda membutuhkan racun yang tidak tampak di badan manusia, datanglah pada saya.”

Selama pemeriksaan pendahuluan, mayat nyonya Josepha dan anaknya dari perkawinan pertama diperiksa.

Hakim dr. Ruhl, yang menyaksikan penggalian kembali, menyatakan bahwa Hopf yang berdiri di sebelahnya waktu peti-peti itu digali keluar, menggigil sekujur badan. Atas pertanyaan apakah ia kini mau mengaku, Hopf menerangkan: “Ya, tulislah saja.” Akan tetapi ia menambahkan, bahwa semuanya itu harus ada aturannya. Di kuburan tidak bisa dilakukan. Pada hari berikutnya, Hopf menemukan sikap tenang kembali dan tidak mau mengaku apapun.

 

Juga orang tuanya tak luput

Karena istri pertama mendatangkan 20.000 mark, Hopf lebih berani dalam menamatkan istrinya yang selanjutnya, Christina. Ia pergi ke sebuah perusahaan asuransi lain. Kali ini ia meninggikan jumlah uang asuransi menjadi 30.000 mark. Di dalam surat-surat asuransi, ia tidak mengaku bahwa ia sudah pernah menutup asuransi. Pemeriksaan atas kesehatan sang istri memberi hasil baik. 

Akan tetapi sewaktu sudah menikah, Christina sakit-sakitan. Waktu anaknya meninggal maka desas desus tentang matinya istri pertama di Niederhoechstadt timbul kembali. Petugas polisi Baumann Schoemberg ingin mengeluarkan perintah penahanan di Wiesbaden akan tetapi di situ ia ditolak. Juga sekretaris jawatan kereta api yang sudah pensiun, Otto Pajunk, seorang tetangga Hopf yang tadinya agak mengagumi lelaki yang cerdik ini, sesudah Josepha meninggal mulai menaruh curiga. Waktu Christina mulai sakit-sakitan ia tidak diam. Lalu Hopf melapor ke polisi. Memutar-balikkan keadaan memang ciri khas Hopf. 

Akan tetapi Pajunk, petugas polisi dan seorang yang menulis surat kaleng, tinggal diam. Bertahun-tahun kemudian sangkaan mereka terbukti benar: di mayat Christina dan anaknya ditemukan arsenikum. Kemudian diperiksa orang tua istri kedua bernama Schneider. Mereka menerangkan bahwa pada waktu itu mereka menerima surat-surat dengan rasa curiga. Maka mereka mengambil Christina kembali ke Frankfurt. 

Dengan terus terang mereka katakan kepada menantu mereka bahwa si menantu rupanya ingin membunuh. Juga dokter yang merawat, dr. P, menyarankan kepada kedua orang tua itu agar mengambil anaknya dan tidak dikembalikan lagi ke Hopf. Ny. Schneider menceritakan akhir hayat Christina yang menyedihkan. Anaknya ini, yang kemudian menikah kembali, mati karena TBC. Saksi yakin, bahwa Hopf tidak saja memberikan arsenikum pada anaknya akan tetapi juga kuman-kuman TBC. Sebab Hopf waktu itu berkata padanya: “Anda berhasil membawa pulang anak Anda, akan tetapi Anda masih akan mengingat saya!” 

Premi yang dibayarkan Hopf untuk asuransi jiwa Christina tidak berguna baginya, karena sewaktu meninggal, Christina sudah menikah dengan lelaki lain. Hopf tidak mendapat 30.000 mark.

Pasal lain yang juga menyibukkan pengadilan adalah matinya orang tua Hopf. 

Sesudah meminum air soda, ayahnya muntah-muntah hebat dan kemudian meninggal.

Hopf tidak mengaku campur tangan. Tetapi dalam hal kematian ibunya ia mengaku terang-terangan memberikan cairan arsenikum tapi buat anjingnya. Mungkin kemudian ibunya sendirilah yang meminum arsenikum itu.

Kata ketua dengan sarkastis: “Ayah Anda minum air soda yang ada arsenikumnya. Anak Anda yang tidak sah, Anda berikan suntikan arsenikum sesudah meninggal. Kedua istri Anda menjalani perawatan dengan arsenikum. Anak Anda yang sah kembali Anda beri arsenikum sesudah meninggal dan ibu Anda katanya meminum arsenikum yang sebenarnya untuk anjingnya. Bagaimana bisa bahwa seluruh keluarga menyenangi arsenikum?”

Lalu dipanggil saksi yang paling menarik, yakni Wally Hopf, istri ketiga yang diasuransikan sampai 80.000 mark oleh Hopf. Wanita yang masih bisa tertolong itu menceritakan riwayat hidupnya. Waktu ditanyakan apakah ia tidak pernah memikirkan dengan cara apa suaminya itu mencari nafkah, ia menggelengkan kepala. Ia tidak tahu. Suaminya tidak lagi berdiri atas panggung sandiwara. Pada pagi hari pernah datang dua lelaki untuk belajar anggar. Itu saja. Persoalan dengan asuransi membuatnya berpikir. Karena itu ia meminta suaminya untuk membatalkan asuransi itu. Akan tetapi Hopf tidak setuju.

Hal itu dibicarakan sewaktu ia meminum champagne, yang ada sesuatu di dalamnya. Rasanya seperti diberi parfum lavender.

Ketua: “Tertuduh, apakah tanggapan Anda atas keterangan istri Anda?” 

Hopf: “Ya mungkin benar.” 

Ketua: “Apakah yang Anda masukkan ke dalam champagne?” 

Hopf: “Arsenikum.”

Ketua: “Hopf, apakah Anda menikahi wanita ini untuk dibunuh?”

Hopf: “Bahwa saya mau membunuhnya itu tidak saya sangkal.” 

Ruangan bawah di rumahnya tidak pernah boleh dimasuki saksi. Tadinya saksi tidak curiga. Ia menyangka suaminya memerlukan racun dan obat-obatan untuk melakukan percobaan dengan anjing. Andaikata karena cemburu ia tidak memeriksa laci meja kerja suaminya, maka ia tidak akan mengetahui bahwa suaminya sudah menikah dua kali.

Direktur Baessgen,dari sebuah perusahaan asuransi Swiss, mengatakan bahwa Hopf mengaku dirinya grosir obat-obatan dan mempunyai pendapatan 20.000 mark setahun. Itu belum dihitung modal dan honor sebagai guru anggar. Karena ia hanya mempunyai murid dari kalangan atas.

Pada kesempatan itu pengadilan menemukan bahwa Hopf tidak cukup mempunyai uang lagi untuk membayar premi asuransi jiwa. Waktu mendesak. Nyonya Wally harus meninggal.

Dr. Popp, yang penelitiannya memerlukan 6 bulan, menerangkan bahwa arsenikum, racun yang tidak dapat dicium dan tidak ada rasanya sangat berbahaya. Tapi arsenikum masih lama kemudian bisa dibuktikan. Di dalam mayat nyonya Josepha Hopf dan di dalam mayat anak yang tidak sah, persentase arsenikum sangat tinggi.

Akan tetapi juga di dalam badan Christina Hopf dan anaknya dapat dibuktikan adanya arsenikum.

Apakah penyakit tuberkulosis Christine Hopf juga dibuat oleh kuman-kuman TBC yang diternakkan, itu hanya dugaan belaka meskipun Hopf pada waktu itu memiliki kuman-kuman tuberkulosis.

Dengan pengakuan tertuduh, bahwa ia memberikan kuman-kuman TBC pada istrinya yang ketiga, maka ia menjadi seorang yang unik di dalam sejarah kriminal: untuk pertama kalinya seorang penjahat mencoba membunuh dengan cara ini.

Hopf duduk lemas di bangku tertuduh. Waktu ketua bertanya apakah sesudah keterangan ahli ini ia masih mungkir membunuh istrinya yang pertama, maka ia bergumam: “Tidak.”

Seorang ahli lain, dr. Sichel, dipanggil. Ia sampai pada kesimpulan bahwa Hopf merupakan suatu teka-teki psikologi namun jiwanya sehat. Juga perbuatan seksualnya tidak bisa dihubungkan dengan kejahatannya.

Kini juga ditunjukkan gambar-gambar porno. Di situ Hopf selalu ada karena ia menggunakan kamera dengan jepretan otomatis. Mukanya ditutup dengan topeng hitam. Kadang-kadang dengan seorang wanita, terkadang dengan dua sekaligus. Mereka wanita panggilan murahan, yang ia ambil di Altstadt.

 

Keputusan terakhir

Jaksa Tinggi dr. Blume, sebagai penuntut umum, melukiskan jalan hidup tertuduh yang luar biasa dan mengucapkan terima kasih pada dr. Kramer yang telah mulai mengungkapkan perkara.

“Hal itu terjadi sewaktu nyonya Wally Hopf berada dalam bahaya besar. Premi berikutnya untuk asuransi jiwa yang tinggi harus dibayar padahal tidak ada cukup uang untuk membayarnya. Hopf berpura-pura kasihan sambil membunuh. Ia tampak pergi ke rumah sakit seperti seorang suami yang penuh kasih sayang. Tetapi ia hanya berpikir bagaimana wanita itu dapat dibunuhnya.”

Jaksa Keller merinci tuduhan. Yang tampak seperti hal-hal yang kurang penting juga ditelitinya. Karena Hopf meminjam banyak uang pada ayahnya, sejumlah 14.000 mark, dan arsenikum telah ditemukan di dalam mayat si ayah, maka dianggap telah dilakukan percobaan pembunuhan. Dalam hal ibunya dapat dikatakan ia melakukan pembunuhan sempurna.

Tidak ada hukuman lain kecuali hukuman mati. Hopf memilih korban antara orang-orang yang paling dekat dengannya. Hopf hanya membiarkan mereka menderita karena ia ingin untung belaka.

Berbalik kepada juri jaksa mengatakan: 

“Saya berharap, Anda memberikan hukuman setimpal pada penjahat berat ini!”

Pengacara dr. Sinzheimer, pembela tertuduh, memberi komentar: tidak ada tertuduh — begitulah menurut hukum — dapat dihukum sebelum pembela berbicara. Ia mengerti perasaan hadirin di ruang sidang. Tetapi ia tidak mengubah fakta, bahwa juri hanya boleh menghukum, jika kesalahan sudah benar-benar terbukti.

Dr. Sinzheimer memulai pleidoinya: 

Peracunan dengan arsenikum menimbulkan problema. 30% dari umat manusia itu menghasilkan arsenikum. Apakah lalu dikatakan bahwa semua diracuni dengan arsenikum? Baik di dalam hal ayah maupun ibu Hopf, hanya samar-samar dapat dibuktikan bahwa ada keracunan. Mereka itu meninggal sebagai orang-orang lanjut usia. Begitu pula kedua anak, mungkin meninggal karena sebab-sebab alamiah. Bahwa Hopf menyuntikkan arsenikum ke dalam mayat kedua anak tadi, memang terdengar aneh. Siapa yang hendak mengingkari hal ini?

Hopf banyak berkelana. Ia pernah tinggal di Maroko dan mengenal adat istiadat asing. Ia membaca di buku lama bahwa arsenikum disuntikkan pada mayat agar lebih lama utuh. Jika toh masih ada alasan untuk mencurigainya, maka sebenarnya hanya boleh dituduhkan percobaan untuk membunuh, tetapi bukan pembunuhan.

Juri hanya berunding 1 jam 20 menit. Pemimpin menyatakan keputusan:

Dalam hal ayah Hopf dan juga pada ibunya, ia dinyatakan tak bersalah. Pada istrinya yang pertama, Josepha, juri memutuskan bahwa tertuduh bersalah melakukan pembunuhan. Pada istri yang kedua, percobaan membunuh, begitu pula pada kedua anak. Dan percobaan membunuh ini juga terbukti pada istri yang ketiga.

Pengadilan menjatuhkan hukuman berikut: 

Karl Ludwig Emanuel Hopf dihukum mati karena membunuh, karena percobaan membunuh dijatuhkan 15 tahun penjara dan hilangnya kehormatan sebagai seorang warga negara. 

Juri dan juga beberapa ahli tidak mau menerima honor harian. Mereka ingin agar uang itu diberikan kepada nyonya Wally Hopf.

Ada surat pamit dari Hopf: terhukum dalam surat itu masih menyatakan ia tidak bersalah. Istrinya yang menyebabkan ia celaka.

Pada tanggal 21 Maret, jaksa kepala pada pengadilan di Frankfurt memberitahukan secara sangat rahasia pada kepala polisi bahwa:

“Pelaksanaan hukuman atas Karl Hopf sudah ditentukan pada tanggal 23 Maret 1914, jam 7 pagi di halaman dalam penjara Preungesheim.

“Selanjutnya saya meminta, agar dari pemberitahuan yang terlampir dibuat 100 buah atas kertas merah mengilat. Pencetak dan para pembantunya agar diwajibkan merahasiakan itu. Segera sesudah pelaksanaan hukuman, selebaran pemberitahuan saya harap ditaruh di tempat-tempat yang pantas di kota ini. Begitu pula di Niederhoechstadt.”

Harian Frankfurt Nachrichten, pada tanggal 23 Maret memberitakan:

“Raja tidak memakai hak untuk memberi ampun. Keputusan dapat dijalankan.”

Hopf dilepaskan dari borgol. Beberapa petugas penjara tetap tinggal di selnya. Pembunuh hingga saat terakhir menunjukkan sikap tenang. Ia tidak mau menerima rohaniwan. la diberi roti dan sosis yang dimakannya. Kemudian hingga jauh malam ia merokok. Pada jam 4 pagi ia terbangun dari tidur sejenak. Ia meminum kopi dan kembali merokok. Algojo Goebel dari Magdeburg menjalankan hukuman sesudah jaksa sekali lagi membacakan keputusan dan memperlihatkan tanda tangan raja kepada Hopf.

(Richard Kirn)

Baca Juga: Ekor Pembunuhan Nona Kwitang

 

" ["url"]=> string(88) "https://plus.intisari.grid.id/read/553726761/cerita-di-belakang-seorang-bintang-panggung" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1678782083000) } } }