array(4) {
  [0]=>
  object(stdClass)#61 (6) {
    ["_index"]=>
    string(7) "article"
    ["_type"]=>
    string(4) "data"
    ["_id"]=>
    string(7) "3834086"
    ["_score"]=>
    NULL
    ["_source"]=>
    object(stdClass)#62 (9) {
      ["thumb_url"]=>
      string(112) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2023/08/29/130-sepotong-jari-dalam-lipatan-20230829120715.jpg"
      ["author"]=>
      array(1) {
        [0]=>
        object(stdClass)#63 (7) {
          ["twitter"]=>
          string(0) ""
          ["profile"]=>
          string(0) ""
          ["facebook"]=>
          string(0) ""
          ["name"]=>
          string(5) "Ade S"
          ["photo"]=>
          string(54) "http://asset-a.grid.id/photo/2019/01/16/2423765631.png"
          ["id"]=>
          int(8011)
          ["email"]=>
          string(22) "ade.intisari@gmail.com"
        }
      }
      ["description"]=>
      string(135) "Sekelompok patung orang kudus dicuri dari sebuah kapel kecil di Austria. Penyelidikan menuntun polisi pada penemuan potongan jari kayu."
      ["section"]=>
      object(stdClass)#64 (8) {
        ["parent"]=>
        NULL
        ["name"]=>
        string(8) "Kriminal"
        ["show"]=>
        int(1)
        ["alias"]=>
        string(5) "crime"
        ["description"]=>
        string(0) ""
        ["id"]=>
        int(1369)
        ["keyword"]=>
        string(0) ""
        ["title"]=>
        string(24) "Intisari Plus - Kriminal"
      }
      ["photo_url"]=>
      string(112) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2023/08/29/130-sepotong-jari-dalam-lipatan-20230829120715.jpg"
      ["title"]=>
      string(39) "Sepotong Jari Dalam Lipatan Kaki Celana"
      ["published_date"]=>
      string(19) "2023-08-29 12:07:28"
      ["content"]=>
      string(21884) "

Intisari Plus - Sekelompok patung orang kudus dicuri dari sebuah kapel kecil di Austria. Penyelidikan menuntun polisi pada penemuan potongan jari kayu dalam lipatan celana seseorang. Ia adalah pekerja yang pernah memperbaiki patung-patung kapel sebelumnya.

----------

Pada malam antara 3 dan 4 April 1961 Kapel Rosalie kemasukan pencuri. Itu adalah sebuah gereja kecil yang banyak diziarahi di tapal batas Austria bawah dan Burgenland. Hal ini awalnya diketahui oleh koster yang pagi-pagi sekali selesai membuka pintu-pintu kapel. Yang tidak ada di tempatnya masing-masing ialah patung Bunda Maria besar di altar, empat patung bergaya barok dari orang kudus yang mengelilingi patung Bunda Maria, dan beberapa patung malaikat kecil-kecil.

Tanpa pikir panjang, koster lari keluar dari kapel untuk melaporkan hilangnya sekelompok patung itu pada pastor. Tanpa memeriksa ulang laporan koster di tempat kejadian, pastor langsung melaporkan pencurian itu pada polisi. Tetapi baru beberapa lamanya kemudian polisi sempat mendatangi kapel yang letaknya tinggi di atas pegunungan. 

Sementara itu pastor dan koster mengadakan penyelidikan sendiri. Tak terbayangkan oleh mereka bagaimana pencuri bisa masuk ke dalam kapel. Tak sebuah pintu atau jendela pun terlihat rusak.

“Gila benar!” guman petugas kapel yang baru saja tiba dari rumahnya di desa sebelah. “Jangan-jangan mereka menggunakan kunci palsu.”

Petugas kapel tahu benar apa yang harus dilakukan dalam situasi demikian. Usulnya, “Jangan seorang pun boleh masuk ke dalam gereja sampai polisi datang. Salah-salah kita kehilangan sisik melik yang penting.”

Ketika akhirnya polisi muncul, pastor hampir tidak sabar lagi menceritakan masalahnya. “Kami kecurian. Satu kelompok patung di altar hilang seluruhnya.”

“Anda sudah menemukan sesuatu, seperti jendela rusak misalnya?” tanya polisi. Pastor, petugas kapel S, dan koster serentak membantah dengan menggeleng-gelengkan kepala.

Semuanya lalu berjalan menuju pintu belakang kapel. Polisi mengenakan sarung tangan lalu membuka pintu. Kuncinya juga tidak rusak.

“Siapa yang masih memasuki kapel kecuali koster dan pastor?” tanya polisi. 

“Petugas kapel saya mengusulkan agar jangan seorang pun masuk lagi ke dalam gereja,” kata pastor. 

“Bagus sekali, bagus sekali”, kata polisi. “Masalahnya bisa menjadi makin sulit, kalau ..., tetapi saya sudah memberitahukan dinas reserse di Wiener Neustadt. Kita keliling-keliling saja sekarang.”

Mata ahli dari petugas polisi itu pun tidak menemukan sesuatu yang mencurigakan.

“Sudah hampir dapat dipastikan bahwa pencuri masuk lewat salah satu pintu dengan kunci yang cocok,” kata polisi.

“Saya pun berpendapat demikian,” kata petugas kapel. “Menurut koster, dia yakin semua pintu sudah dia kunci dengan baik. Saya kira pencurinya lewat pintu belakang sebab antara altar dan ruang jemaat ada pagar besi yang tinggi dan kuat. Pencurinya harus mendobrak pagar besi itu dulu. Tapi pagar besi itu tampaknya baik-baik saja.”

“Jadi, Tuan petugas kapel,” kata polisi, “Anda mengira pintu belakang itu satu-satunya jalan bagi pencuri untuk masuk ke gereja? Kalau demikian pekerjaan kita menjadi terbatas sekali. Tapi, siapa sebenarnya yang membawa kunci-kunci gereja?”

“Dua set kunci lengkap ada di pastoran dan satu set lengkap dibawa koster.”

Pembicaraan terhenti ketika beberapa orang tampak memasuki ruang di sekitar altar. “Pejabat-pejabat reserse,” kata polisi.

“Saya komisaris polisi dr. K.,” kata seorang sambil menyalami tangan pastor. “Sebenarnya dari hopbiro di Wina, tapi kebetulan dinas di Wiener Neuatadt. Maka saya lalu ikut ke sini.”

Petugas-petugas reserse itu segera memulai kerja mereka. Kunci-kunci pintu dan keling-keling disemprot dengan larutan grafit. Sidik jari pastor, petugas kapel, dan koster juga diambil. Tetapi di tempat di sekitar pintu belakang hanya ada bekas sidik jari pastor, petugas kapel, dan koster. Tidak ditemukan sidik jari orang lain.

“Pandai juga anak-anak bengal ini,” kata kompol, “Mereka rupanya mengenakan sarung tangan, lalu dengan saksama menghilangkan semua jejak.”

Resersir-resersir itu lalu menempeli seluruh permukaan dan sisi altar dengan potongan-potongan pita perekat seluloid. Pita perekat itu kemudian dipilih dan ditempelkan pada lembaran-lembaran plastik yang tembus pandang. Altar juga diambil fotonya dari jarak dekat.

Pada foto, nantinya dibuat garis-garis membujur dan mendatar sehingga membentuk bujur sangkar. Bujur sangkar itu kemudian akan diberi nomor urut. Pita perekat yang menempel pada lembaran plastik juga diberi nomor, sesuai dengan nomor-nomor pada foto altar dari jarak dekat. 

“Anda harus membayangkan,” kata kompol pada petugas kapel yang terus-menerus mengikuti jalannya penyelidikan, “pelaku pencurian ketika mereka mengambil patung dari altar, pakaian mereka bergesekan dengan bagian-bagian altar yang kasar atau menonjol. Karena pergesekan itu, kemungkinan besar bagian-bagian kecil dari pakaian mereka tertinggal. Ini nanti bisa kita cocokkan dengan pakaian tersangka — pelaku pencurian. Kalau cocok, pelakunya pasti tidak dapat menyangkal, bahwa dia atau mereka pernah berada di tempat kejadian.”

Petugas kapel mendengarkan dengan penuh perhatian.

Kompol melanjutkan kata-katanya. “Tetapi sekarang ada hal lain. Menurut Anda, ada tiga set kunci lengkap. Andai kata pintu gereja itu dibuka dengan kuncinya, pasti salah satu pemegang kunci itu pencurinya. Atau ada kunci yang dicuri dari set itu. Dapatkah Anda membawakan kunci-kunci itu dari pastoran? Saya sendiri akan mengamati kunci milik koster. “

Set kunci dari koster ternyata masih lengkap. Terdiri dari delapan buah anak kunci. Ketika kunci-kunci koster diperiksa dengan saksama, tidak sebuah pun memberi kesan pernah dibuatkan cetakannya dari malam atau lilin. Kesimpulannya, tidak sebuah pun kunci koster dibuatkan tiruannya.

Petugas kapel datang dengan dua set kunci dari pastoran. “Satu ikat”, katanya, “selalu tergantung di serambi pastoran. Lainnya selalu disimpan pastor di laci meja tulisnya yang selalu terkunci.”

Ternyata kunci dari serambi pastoran juga lengkap, yaitu delapan buah anak kunci. Tapi set kunci dari laci meja tulis pastor hanya berisi tujuh buah anak kunci. Ketika dicocokkan, anak kunci yang hilang ternyata anak kunci pintu belakang.

Pastor yang juga datang menyertai ikat kuncinya tampak terkejut sekali.

“Pernahkah Anda meminjamkan kunci-kunci itu pada seseorang?” tanya kompol, “atau orang lain bisa mengusik laci meja Anda?”

Pastor mencoba mengingat-ingat. Lalu, tiba-tiba katanya, “Ya, saya ingat sekarang. Tahun lalu kunci-kunci itu saya pinjamkan pada pembantu rumah tangga pastoran. Ada yang perlu diperbaiki di kapel saat itu. Berkali-kali pintu belakang itu harus dibuka agar pekerja-pekerja bisa keluar masuk dengan leluasa. Tetapi Anda toh tidak sampai menuduh ibu tua itu. Dia sudah belasan tahun bekerja pada saya.”

“Tidak, tidak,” jawab kompol sambil tertawa. “Saya tidak percaya ibu tua itu pencurinya. Tapi, seperti Anda katakan tentang pekerja-pekerja perbaikan. Mungkin salah satu dari mereka dengan sengaja menyimpan kunci pintu belakang itu untuk digunakan pada kesempatan lain.”

“Tapi, barangkali Anda masih mempunyai daftar perusahaan atau pemborong apa saja yang turut serta dalam perbaikan kapel itu. Barangkali juga ibu tua itu masih ingat, pada siapa dia pernah menyerahkan kunci-kunci itu untuk membuka pintu gereja.”

Komisaris polisi lalu memandangi bagian depan kapel. Selanjutnya dia melakukan suatu hal yang membuatnya dijuluki “Winnetou” oleh anak buahnya. Kompol itu berjalan berkeliling di sekitar altar yang kehilangan patung-patungnya itu. Ia berkeliling membentuk lingkaran yang makin lama makin besar, seperti Winnetou dalam buku-buku Karl May. Dengan berbuat demikian, penyelidik tidak melewatkan sejengkal pun area di sekeliling tempat kejadian. Cara itu juga sekaligus untuk membayangkan, bagaimana kira-kira si pencuri bekerja.

Bisa jadi tidak ada mobil yang digunakan dalam pencurian karena tidak ditemukan bekas ban mobil di seputar kapel. Atau andai kata dengan mobil, mengapa mereka tidak sekaligus saja mengambil dua patung lainnya yang juga mahal harganya? Kemungkinan besar mereka berjalan kaki.

Kalau pencurinya berjalan kaki, mereka bisa lewat jalan yang cukup lebar di depan kapel, lalu belok ke kanan menuruni tataran-tataran kecil di halaman untuk mencapai pintu belakang kapel. Kompol yang juga menuruni tataran-tataran kecil di belakang kapel tidak menemukan apa-apa. Tetapi ketika penyelidikan dengan mengitari kapel itu diteruskan dengan memperbesar lingkarannya, pandangannya tertumbuk pada secarik kertas kekuning-kuningan. Tempatnya di titik di mana jalan menuju kapel meninggalkan hutan.

Ternyata kertas pembungkus permen cokelat berisi kacang. Tertera Nuts Chocoladefabriek N.V. Holland di pembungkusnya. Secuil masih melekat pada kertas bekas pembungkus itu, dengan bekas-bekas gigitan. Karena kertas itu kering, dapat dipastikan bahwa kertas itu belum terlalu lama berada di sana. Kertas bekas itu diambil juga oleh kompol karena bisa digunakan untuk mencari penjual cokelatnya. Selain itu, setidaknya bekas-bekas gigitan pada cokelatnya dapat dibuat menjadi cetakan untuk merekonstruksi bentuk gigi pemakan cokelatnya. Dari bentuk gigi dan menempelnya pada rahang, orang bisa melukiskan bagaimana kira-kira bentuk wajah si empunya gigi, misalnya persegi atau lonjong.

Dari catatan pastor, sedikitnya 20 orang terlibat dalam kerja borongan memperbaiki kapel, salah satunya adalah seorang ahli cat emas Arthur dari Wina. Ketika dicari, Arthur ternyata sedang mengerjakan sesuatu di Tirol. Saat pembantu rumah tangga pastor diperlihatkan foto Arthur, ia mengatakan tidak lagi ingat, apakah dia orang yang pernah dipinjami kunci olehnya.

Arthur yang tinggal bersama ibunya digeledah kamarnya. Pakaiannya yang dikenakan di Tirol juga diperiksa. Ternyata benang pada pakaiannya dengan benang-benang yang ada di pita perekat dari kapel tidak ada yang sama. Tetapi di dalam lipatan kaki celana Arthur yang belum dicuci di rumah ditemukan beberapa miligram serbuk cat emas dan sepotong ujung jari yang mungkin berasal dari patung kayu. 

Ditanya mengenai serbuk emas dan potongan jari kayu itu Arthur menjawab dengan tenang. Ia mengatakan bahwa pekerjaannya memang memperbaiki patung dari kayu maupun gips. Biasanya patung-patung itu ada di gereja-gereja atau rumah-rumah orang Katolik. Pokoknya dia memang ahli reparasi patung. Jadi bukan hal aneh kalau benda seperti serbuk emas dan potongan kayu menyangkut pada pakaiannya.

Kompol yang mendengarkan keterangan ahli reparasi patung itu berpendapat bahwa keterangannya masuk akal. Arthur diperbolehkan kembali ke Tirol setelah hasil pemeriksaan gigi tidak sesuai. Wajah Arthur ciut, sedangkan pemakan cokelat diperkirakan berwajah agak lebar. Mengenai permen cokelat juga tidak berhasil ditemukan siapa penjualnya.

Penyelidikan tentang siapa yang dipinjami kunci pastor oleh pembantu rumah tangga juga tidak menghasilkan apa-apa. Polisi dikerahkan untuk menanyai pencuri-pencuri di penjara maupun bekas-bekas pencuri. Namun tidak seorang pun memberikan sisik melik tentang siapa kiranya yang sampai hati mencuri benda keramat dari suatu tempat peziarahan. 

Kompol pun berpikir lebih keras. Jangan-jangan memang jalan penyelidikannya tidak tepat.

Potongan jari kayu yang ditemukan dalam lipatan kaki celana Arthur ditimang-timang. Pernyataan tertulis Arthur dibaca sekali lagi. “Saya (Arthur S) melakukan perbaikan-perbaikan di Kapel Rosalie atas perintah Prof. F dari Salzburg. Saya hanya mengerjakan cat emas. Sedangkan yang lainnya, seperti menempelkan lak dan mengganti serta memperbaiki bagian-bagian yang rusak dikerjakan oleh Prof. F sendiri.”

Dengan demikian jelas Arthur tidak turut campur dalam reparasi atau pekerjaan perbaikan yang kecil dan rumit di kapel Rosalie. Potongan jari patung merupakan bagian yang kecil yang sudah barang tentu tidak terlalu kuat menempelnya pada anggota badan patung.

Kalau potongan jari kayu itu sampai masuk ke dalam lipatan kaki celana Arthur, pastilah pada kesempatan lain ia turut serta dalam pekerjaan perbaikan Kapel Rosalie. Namun harus dicari tahu apakah potongan jari kayu itu berasal dari patung yang hilang dari Kapel Rosalie. Tetapi tampaknya harus menemui Prof. F dulu, pikir kompol.

“Ya, benar,” kata Prof. F yang ditemui oleh kompol. “Itu memang ujung jari patung yang saya perbaiki sendiri di Kapel Rosalie.”

“Bagaimana Anda dapat memastikan bahwa itu berasal dari patung di Kapel Rosalie?” tanya Kompol.

“Lihat catatan perhitungan ongkos-ongkos ini,” kata Prof. F sambil memperlihatkan seberkas kuitansi. “Apa saja yang saya lakukan untuk reparasi itu, saya catat. Itu untuk menentukan biaya-biayanya. Ini catatan biaya untuk perbaikan jari patung kayu.”

“Anda memang memperbaiki jari patung kayu itu. Tetapi bukankah potongan jari ini dapat juga berasal dari patung lain, bukan dari Kapel Rosalie?” tanya kompol lagi.

“Itu bisa dibuktikan ketika patung sudah ditemukan nanti. Tapi, setidaknya sekarang saya sudah dapat memastikan bahwa potongan jari kayu ini berasal dari patung yang saya perbaiki. Lihat… di sini ada sisa kawat perak. Teknik saya untuk menempelkan potongan ujung jari sekecil ini ialah dengan mencoblosnya dengan kawat perak. Ujung kawat yang lain saya cobloskan pada bagian jari berikutnya. Kawat perak selembut itu masih ada sisanya pada saya sekarang.”

Ketika sisa kawat perak pada potongan jari patung kayu dibawa oleh kompol dan diperiksa, ternyata sama kandungan peraknya dengan sisa kawat perak yang masih ada pada Prof. F. Perhatian penyelidikan kembali ke Arthur.

“Mungkinkah bahwa potongan kayu itu jatuh ke dalam lipatan kaki celana Arthur ketika pekerjaan reparasi itu selesai?” tanya kompol?

“Saya rasa memang demikian,” kata Prof. F., “Tetapi pasti itu tidak terjadi ketika pekerjaan reparasi itu baru selesai. Setelah semuanya beres, saya masih memeriksanya sekali lagi dengan teliti, tentu saja untuk memeriksa daftar perbaikan dan biayanya. Setelah itu pun saya pernah ke sana lagi dan ternyata ujung jari patung kayu itu masih menempel kuat ditempatnya.”

“Barangkali ketika patung itu diangkat orang dari tempatnya?” tanya kompol lagi.

“Saya rasa ketika patung dicuri,” sahut Prof. F.

Segera dikirim berita ke Tirol untuk menangkap Arthur. Tetapi ternyata Arthur sudah kabur dari Tirol, entah ke mana lagi.

Bulan April hampir berakhir ketika diketahui bahwa Arthur ada di Stuttgart. Kompol itu bergegas pula ke Stuttgart.

Pada hari pertama pertemuannya dengan Arthur ditahan polisi di Stuttgart, kompol tidak langsung menuduh Arthur sebagai pelaku pencurian di Kapel Rosalie. Kompol meletakkan sebuah bungkusan di meja di depan Arthur. Bungkusan itu ternyata berisi celana Arthur yang diperoleh kompol dari ibu Arthur.

Setelah beberapa lama berpandang-pandangan, Kompol bertanya, “Bagaimana Anda bisa sampai berbuat demikian. Sebagai seniman tentunya Anda mengetahui, bahwa patung itu tidak akan terjual. Untuk memilikinya, Anda tidak perlu mencuri dari kapel itu. Tetapi mungkin ada orang lain yang menyarankan pekerjaan gila itu pada Anda. Bukan begitu?

Arthur diam. Kompol diam pula, tetapi jelas memberi kesan “kalau Anda membantu, saya pun akan menolong Anda”.

Arthur mengembuskan kepulan asap rokok. Lalu katanya, “Memang benar. Saya tidak melakukannya sendiri. Juga bukan saya yang mula-mula mempunyai gagasan itu.”

Arthur diam kembali. Mungkin dalam pikirannya terbayang “membantu atau tidak membantu polisi, saya toh pasti dihukum juga. Jadi mengapa mesti buka mulut, yang akhirnya menyulut perselisihan dengan kawan.”

Kompol berdiri sambil berkata, “Saya tunggu sampai besok. Siapa pun kawan-kawan Anda, pasti dapat kami ketahui.”

Hari berikutnya Arthur memang menyatakan kesediaannya membantu polisi. Bukan mengatakan siapa kawan-kawannya, melainkan menunjukkan tempat di mana patung-patung curian itu dikubur.

“Kami menyimpan barang-barang itu di dekat Deutsch-Wagraun, di utara Wina,” kata Arthur. “Tempatnya saya tidak ingat, karena saya pun asing di sana. Seingat saya, di sana ada parit atau selokan, di jalan dari Wina ke Deutsch-Wagram, belok ke kanan. Kalau tidak salah di sana ada papan penunjuk jalan ke Porbersdorf atau Perbasdorf. Nama tempatnya saya tidak tahu, tetapi saya dapat menunjukkannya.”

“Menurut Anda,” tanya kompol, “berapa jauhnya dari Porbersdorf?” 

“Mungkin 1 kilometer, mungkin juga kurang dari itu,” kata Arthur.

“Masih ingat keadaan di sekitarnya?” 

“Ya, patung-patung itu kami kubur di tanggul di antara jalan dan parit. Ada semak-semaknya di sana, belukarnya melingkar membentuk setengah lingkaran, kalau tidak salah, membuka ke arah jalan.”

Tempat yang ditunjukkan oleh Arthur dicari. Nama desanya bukan Porbersdorf, bukan Penbasdorf, Parbasdorf. Tetapi tanggul yang disebut-sebut oleh Arthur tidak menunjukkan sebuah gundukan pun di tanah. Tampaknya rata, bahkan kompol memeriksanya dengan berbaring sendiri di tanah.

“Jangan-jangan air parit itu pernah naik sampai atas tanggul dan menyapu segala yang menonjol di atas tanggul,” pikir kompol. Belukar yang membentuk setengah lingkaran yang membuka ke arah jalan juga tidak ada.

Beberapa tempat di atas tanggul diperiksa. Akhirnya kompol menemukan bagian permukaan tanggul yang tanahnya gembur.

Benar. Patung-patung dari Kapel Rosalie itu dikubur di situ, dalam sebuah peti yang dikubur tegak. Masih utuh patung Bunda Maria dengan Bayi Yesus, empat patung orang kudus, dan dua patung malaikat gaya barok. Lengkap, kecuali ujung jari sebuah patung orang kudus.


Baca Juga: Petunjuknya Uang Lembaran Baru

 

" ["url"]=> string(84) "https://plus.intisari.grid.id/read/553834086/sepotong-jari-dalam-lipatan-kaki-celana" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1693310848000) } } [1]=> object(stdClass)#65 (6) { ["_index"]=> string(7) "article" ["_type"]=> string(4) "data" ["_id"]=> string(7) "3304148" ["_score"]=> NULL ["_source"]=> object(stdClass)#66 (9) { ["thumb_url"]=> string(111) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2022/06/03/ia-benci-wanita-1999_gabriel-v-20220603015418.jpg" ["author"]=> array(1) { [0]=> object(stdClass)#67 (7) { ["twitter"]=> string(0) "" ["profile"]=> string(0) "" ["facebook"]=> string(0) "" ["name"]=> string(13) "Intisari Plus" ["photo"]=> string(0) "" ["id"]=> int(9347) ["email"]=> string(22) "plusintisari@gmail.com" } } ["description"]=> string(141) "Di Gedung opera, ditemukan gadis cilik bermandikan darah. Selama pertunjukan terus berlangsung, pihak kepolisian sibuk mengungkap pembunuhan." ["section"]=> object(stdClass)#68 (7) { ["parent"]=> NULL ["name"]=> string(8) "Kriminal" ["description"]=> string(0) "" ["alias"]=> string(5) "crime" ["id"]=> int(1369) ["keyword"]=> string(0) "" ["title"]=> string(24) "Intisari Plus - Kriminal" } ["photo_url"]=> string(111) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2022/06/03/ia-benci-wanita-1999_gabriel-v-20220603015418.jpg" ["title"]=> string(15) "Ia Benci Wanita" ["published_date"]=> string(19) "2022-06-03 13:58:28" ["content"]=> string(29192) "

Intisari Plus - Di Gedung opera, letaknya di muka kamar mandi, ditemukan gadis cilik bermandikan darah. Selama pertunjukan terus berlangsung, pihak kepolisian tetap sibuk di belakang layer untuk mengungkap pembunuhan misterius yang terjadi di Gedung opera.

-------------------------

Saya hampir tiba di Wina. Ketika itu tanggal 12 Maret 1963. Di Gedung Opera Negara yang termasyhur, orang sudah mulai sibuk sejak pukul 16.00. Malam itu akan dipentaskan drama musikal ciptaan Wagner, Die Walkure. 

Pukul 17.05, seorang wanita penata rambut yang bekerja di gedung opera itu naik ke loteng. la bermaksud ke kamar mandi yang terletak dekat kamar ganti pakaian para penari balet dan tempat latihan paduan suara. 

Karena opera Die Walkure tidak memerlukan paduan suara atau penari, maka saat itu tempat tersebut kosong. Suasananya juga sepi. Beda benar dengan ingar bingar di panggung yang letaknya di tingkat bawah. 

Nona Gertrude Galli yang berumur 22 tahun itu tiba-tiba tertegun. Di lantai ruangan yang letaknya di muka kamar mandi tergeletak seorang gadis cilik bermandikan darah. Bagian bawah badannya telanjang.

 

Tak ada satu sidik jari pun 

Nona Galli segera berlari ke bawah memberi tahu rekan-rekannya dan satpam yang segera memanggil dokter. Menurut dokter, gadis itu tewas akibat luka-lukanya yang banyak. 

Korban dikenali sebagai Dagmar Furich, murid sekolah balet opera. Umurnya 10 tahun dan sudah dua tahun belajar menari. Gadis manis berambut pirang panjang itu dan kakaknya yang berumur 16 tahun, tinggal bersama ibu mereka, Isolde Furich yang bekerja sebagai karyawan administrasi di kantor kotapraja. Ayahnya, Franz Furich, yang bekerja di Kementerian Perdagangan dan Rekonstruksi Pemerintah Federal Austria, tidak tinggal serumah dengan keluarganya. 

Dagmar, murid Realgymnasium untuk anak-anak perempuan, hari itu berangkat dari rumahnya di Boltzmanngasse 22/9 untuk latihan balet di gedung opera pukul 17.00. la tidak sempat muncul dalam latihan itu. 

Walaupun ada pembunuhan the show must go on, pertunjukan harus berlangsung terus. Pukul 17.30, gedung opera sudah terbuka untuk menerima penonton Die Walkure, yang menceritakan dewa-dewa pembunuh. Pertunjukan dimulai pukul 18.00. 

Di dalam ruangan pertunjukan yang megah itu, penonton tidak tahu bahwa pembunuhan yang sungguh-sungguh baru saja terjadi di belakang panggung. Bahkan mayat masih belum diangkat untuk kepentingan pemeriksaan. 

Ketika pertunjukan berlangsung, polisi sibuk di belakang layar. Di antara para penyidik itu terdapat seorang pria jangkung berambut kelabu keperak-perakan, yang penampilannya mirip diplomat. la tidak lain dari Dr. Friederich Kuso, kepala Kantor Keamanan Negara di Wina. la merupakan detektif Austria yang paling terkenal masa itu. Umurnya 45 tahun. 

Melihat gadis kecil yang mandi darah itu, Kuso merasa sangat geram kepada si pembunuh. Gadis itu memakai arloji yang masih berjalan. Dada kirinya ditikam 17 belas kali, 13 di antaranya mengenai jantung. Paru-paru kirinya keluar dari dada. Tujuh tusukan menembus lantai di bawah gadis itu. 

Menurut autopsi, diketahui 17 tusukan itu dilakukan pada saat sang gadis masih hidup. Pelipis kiri gadis itu ditikam lima kali, tiga tikaman menembus tengkorak, wajah, dan otak. Diperkirakan lima tikaman ini dilakukan setelah sang gadis meninggal akibat tikaman di dada. 

Di daerah alat kelamin ditemui sebelas tusukan. Tetapi pemeriksaan mengungkapkan gadis itu tidak diperkosa. Alat penusuk diduga pisau berburu atau semacamnya, yang kokoh, cukup panjang, dan ramping. 

Pada mantel gadis itu, yang tergantung di kapstok, didapati karcis bus kota no. 6 tanggal 12 Maret 1963 dan sebuah kunci. Sebuah plastik berisi permen dan sepasang sarung tangan wol terletak di bangku kayu. 

Jalan masuk ke ruang itu menunjukkan cipratan-cipratan darah. Dinding dan radiator juga bernoda darah. Bekas darah yang dihapus didapati di bawah tombol pintu ruangan tempat mayat ditemukan, di steker, dan dekat steker. 

Menurut dokter ahli bedah mayat, korban meninggal akibat darah keluar terlalu banyak dan luka-luka di dada. Didapati pula tanda cekikan pada leher dan pukulan dengan benda tumpul pada kepala serta wajah. Jelas pembunuhnya seorang psikopat. 

Kuso sadar bahwa seorang psikopat yang membunuh biasanya sulit dibedakan di antara penduduk "normal". Pada banyak kasus, psikopat merasa tidak berdosa kalau membunuh dan tidak mempunyai motif yang beralasan. 

Pembantai ini ternyata tidak meninggalkan satu sidik jari pun. Yang ditinggalkan hanyalah sidik sebuah sepatu karet di lantai kamar mandi. Ceceran darah dijumpai di pintu ganda lantai utama gedung opera dan di kaca bagian dalam pintu belakang gedung opera yang menuju Karntnerstrasse. 

Tim keamanan memakai anjing polisi untuk memeriksa seluruh gedung selama sehari, tetapi tidak ada hasilnya. Semua kantor keamanan di seluruh Austria diberi tahu perihal pembunuhan ini.

 

Seperti karyawan kantor 

Tanggal 12 Maret malam, murid-murid sekolah balet ditanyai oleh polisi. Salah seorang di antaranya Susanne Fichtenbaum, yang berumur 11 tahun memberi keterangan sebagai berikut. la menaiki tangga gedung opera pukul 16.15. Di muka pintu kaca di tingkat dua, ia melihat seorang pria yang disapanya: Grass Gott (sapaan cara Austria). 

Pria itu berbalik dan menuruni tangga ke arahnya seraya menjawab dengan sapaan yang sama. Mereka berpapasan. Ketika Susanne tiba di tingkat tiga, ia melihat ke bawah, ke arah pria itu, sebab tampaknya laki-laki itu seperti senewen dan ketakutan. Ia melihat orang itu naik lagi ke tingkat dua. 

Pria tersebut digambarkannya berumur kira-kira 42 tahun, tingginya sekitar 172 cm, rambutnya yang pirang kecoklatan itu berombak dan disisir ke belakang. Wajahnya bujur telur dengan tanda bekas jerawat. Ia mengenakan setelan kelabu dan mengapit tas kantor hitam. Menurut Susanne, rupanya seperti pegawai kantor. 

Beberapa orang melapor pada polisi bahwa sekitar waktu pembunuhan itu, mereka melihat seorang laki-laki meninggalkan gedung opera dari pintu belakang di Karntnerstrasse. Seorang penjual bernama Ludwig Kovacs menyatakan sekitar pukul 17.15 hari itu (ia tidak bisa menyebutkan waktu yang tepat), ia mengendarai sepeda motornya di belakang gedung opera. 

Seorang pria muda menyeberangi jalan dari belakang gedung opera "seperti gila". Orangnya kecil, kurus, tanpa mantel, rasanya ia mengenakan setelan dan "matanya menonjol". Ia tidak menaruh perhatian pada lalu lintas dan hampir saja ditabrak taksi. 

Kuso dan anak buahnya mencoba merekonstruksikan gerak-gerik Dagmar Furich beberapa saat sebelum tertimpa naas. Dari karcis bus diketahui ia naik pukul 16.15. Diperkirakan ia turun di Kartnerstrasse pukul 16.31. 

Mestinya ia memasuki gedung opera pukul 16.33. Dengan mempergunakan seorang gadis seumur Dagmar, polisi merekonstruksi perjalanan Dagmar dari perhentian bus ke kamar mandi. Disimpulkan ia bertemu dengan pembunuhnya pukul 16.38. 

Kondisi pakaian korban dan kenyataan bahwa mantelnya tergantung di kapstok, ritsleting rok lipitnya tidak robek dan tas plastiknya ditempatkan di bangku, memberi kesan gadis itu ikut dengan pembantainya secara sukarela ke dalam ruangan tempat ia dibunuh. 

Kuso memperkirakan si pembunuh tidak merasa asing di tempat itu. Mungkin ia anggota opera atau orang luar yang tahu keadaan gedung opera itu. Memang orang bisa keluar-masuk tempat itu dengan leluasa. Atau mungkin dia anggota salah satu grup wisatawan yang pernah berkunjung ke gedung opera itu.

 Jadi Kuso berpendapat, pemeriksaan tidak bisa dibatasi pada orang-orang yang bekerja di gedung opera itu saja. Berarti pekerjaan polisi bertambah berat, karena karyawan Opera Negara itu saja jumlahnya tidak kurang dari 1.900 orang. 

Seorang demi seorang, mulai dari penyanyi, penari, pemain musik, penata rambut, penata rias sampai petugas penjual karcis dan centeng diperiksa. Mereka memeriksa pula karyawan-karyawan perusahaan bangunan yang merekonstruksi gedung itu, serta orang-orang yang bekerja membetulkan jalan di muka gedung. 

Mereka memeriksa pelbagai rumah sakit jiwa, untuk mengetahui barangkali ada yang baru dilepaskan setelah menunjukkan kelakuan baik. Mereka mengecek pemerkosa, orang sadis, dan orang-orang yang mempunyai penyimpangan seksual. Penjara tidak luput dari penelitian mereka. Binatu-binatu juga ditanyai, kalau-kalau ada yang menerima cucian penuh darah. 

Bahkan Interpol dan masyarakat luas yang gempar karena peristiwa ini juga dimintai bantuannya. 

Begitu kerasnya Kuso dan rekan-rekannya bekerja sehingga Inspektur Kepala Rudolf Rothmayer mendapat serangan jantung dan meninggal. Meskipun demikian, pembunuh Dagmar Furich tetap berkeliaran dengan bebas. 

Keamanan meminta bantuan ahli-ahli psikologi dan kriminologi. Mungkin mereka bisa memberi keterangan yang bisa mengungkapkan kepribadian si pembunuh. Mereka juga mempelajari identitas para pasien klinik psikiatris dan neurologis Universitas Wina serta rumah sakit jiwa milik pemerintah daerah Wina, untuk mengetahui kalau-kalau ada pasien yang dicurigai.

 

Penikam berkeliaran 

Ternyata hasilnya tetap nihil. Tanggal 17 Juni 1963, kira-kira pukul 18.00, seorang mahasiswi berumur 26 tahun, Waltraul Brunner, masuk ke sebuah bioskop bersama temannya, Liselotte Fremuth. Di dalam bioskop sudah gelap. Dalam perjalanan ke kursi, mereka berpapasan dengan seorang pria. Tiba-tiba saja Nona Brunner merasa pahanya dipukul orang dan pemukulnya berlari ke luar pintu. 

Pengantar tamu, Herta Wendler, mengira pria itu seenaknya saja mendorong gadis itu. Jadi, ia mencoba mengejar tetapi tidak berhasil. Ketika sudah duduk Nona Brunner melihat roknya basah oleh darah. Cepat-cepat pihak bioskop memanggil ambulans. Ternyata paha gadis itu luka sedalam 1,5 cm. 

Menurut keterangan, penyerangnya ini seorang pria yang tingginya kira-kira 175 cm, tetapi ia tidak bisa menambahkan keterangan lain. 

Wanita pengantar tamu di bioskop menyatakan pria itu tingginya kira-kira 1,65 m, kekar, berambut hitam berombak. Ia mengenakan jaket ski berwarna gelap dan celana berwarna gelap pula. 

Tanggal 10 Juli 1963, pukul 15.40, Virginia Chieffo masuk ke Gereja St. Augustine di Augustinestrasse. Mahasiswi Amerika ini sedang berlibur di Wina. 

Ketika duduk di bangku gereja, ia didatangi seorang pria yang turun dari altar. Pria itu menyergap sebelah payudara Nona Chieffo dan meninju mata kanannya sehingga kacamata mahasiswi Amerika itu jatuh. 

Penyerang tersebut memungut benda itu dan melemparkannya kepada pemiliknya. Setelah itu ia berlari ke arah pintu keluar, sementara Nona Chieffo yang ketakutan itu berlari ke arah altar. Tahu-tahu penyerangnya tidak jadi keluar, ia mengejar Nona Chieffo dan menikamnya beberapa kali. Kemudian ia kabur. 

Mendengar teriakan Nona Chieffo, seorang pemandu wisata dan seorang wisatawan wanita berlari ke sumber suara. Wanita itu menolong Nona Chieffo, sedangkan sang pemandu wisata berlari ke luar memanggil polisi. Polisi tidak berhasil menemukan si penyerang. 

Nona Chieffo dibawa dengan ambulans dan Kuso diberi tahu. Ternyata luka-luka Nona Chieffo serius. Salah satu tusukan hampir saja mengenai jantung. 

Ia menggambarkan penyerangnya sebagai pria berumur antara 28 - 30 tahun, tampan, tingginya kira-kira 175 cm, langsing, rambutnya yang pendek dan pirang disisir ke belakang, sedangkan wajahnya kecoklatan kena sinar matahari. 

Walaupun polisi bertambah giat mencari penyerang wanita-wanita ini, tetapi masih saja ada wanita yang menjadi korban. Tanggal 2 Agustus 1963, seorang wanita berumur 41 tahun, Ny. Maria Brunner, menutup kios tembakaunya di Praterstrasse sesaat setelah pukul 19.00. 

Dalam perjalanan pulang ia beristirahat di Stadpark, yaitu taman yang indah di tengah Kota Wina. Ketika sudah duduk kira-kira tiga perempat jam, ia merasa sesuatu menimpa lehernya. Ia mengira tertimpa bola. Ketika itu memang sudah gelap. 

Tidak lama kemudian ia bangun dan menuju pintu keluar taman yang menghadap ke Weihburggasse. Seorang wanita yang sedang duduk di bangku memberi tahu bahwa Ny. Brunner berdarah. Wanita itu juga menunjuk ke arah seorang pria yang sedang berjalan menuju ke arah Weihburggasse. 

Ketika itu barulah Ny. Brunner sadar bahwa ia ditikam. Ia diangkut ke RSU dan dokter menemukan luka sepanjang 16 cm di bagian kanan leher. Luka itu juga menembus paru-paru. 

Pria yang meninggalkan taman itu digambarkan sekitar 25 tahun, tingginya sekitar 172 cm, langsing, berambut pirang kecoklatan, memakai setelan berwarna gelap, kemeja hijau dan dasi berwarna muda. Ny. Tourkoff, wanita tua yang melihat pria itu, menambahkan bahwa laki-laki itu tampan dan seperti mahasiswa. 

Kuso memerintahkan bawahannya menyisiri daerah sekitar tempat-tempat penikaman, tapi tanpa hasil. Wanita-wanita Kota Waltz ini kini lebih berhati-hati kalau ke luar rumah dan selalu curiga pada pria tidak dikenal.

 

Pakai garpu 

Tanggal 6 Agustus 1963, kira-kira pukul 16.50, seorang pensiunan berumur 64 tahun, Ny. Emma Laasch, tiba di rumahnya. Ketika akan masuk ke rumah no. 3 di Tuchlauben itu, ia membuka tasnya untuk mengeluarkan kunci. Tahu-tahu dari belakang mulutnya dibekap dan bagian kanan lehernya ditikam. Namun, ia berhasil berontak melepaskan diri. Dilihatnya seorang pria sedang memegang garpu makan. 

"Uang!" bentak pemuda itu. Ny. Laasch berteriak meminta tolong. Penyerangnya kabur. Pria itu masuk ke rumah sebelah, Tuchlauben 5. Ny. Laasch memberi tahu orang-orang yang kebetulan lewat mengenai peristiwa yang dialaminya. 

Salah seorang dari mereka memberi tahu polisi lalu lintas bernama Johann Kowarik. Polisi masuk ke rumah itu. Ia bertemu seorang pria yang berkeringat dan wajahnya kemerah-merahan. Ketika ditanya sedang apa, pria itu memberi jawaban yang mencurigakan. 

Ia ditahan. Namanya John Weinwurm, warga negara Austria, kelahiran Haugsdorf tanggal 16 Desember 1930. Jadi umurnya 33 tahun. Ia mengaku sebagai penjual. 

Apakah pria yang menikam nenek-nenek dengan garpu ini pembunuh Dagmar Furich? Ada persamaan-persamaan dalam caranya melakukan kejahatan, tetapi Kuso tidak sembarangan menarik kesimpulan. Lagi pula sebagian orang tidak percaya bahwa Weinwurm yang mencoba mengambil uang nenek-nenek itu, juga merupakan orang yang menikam untuk kesenangan. 

Ternyata Weinwurm tidak punya pekerjaan, tidak punya rumah, tidak menikah, dan pernah berurusan dengan pengadilan. Sehabis perang, ketika makanan sukar diperoleh, ia mencuri makanan dari toko orang tuanya di Wina. 

Ia bergerak di pasaran gelap. Kemudian ia mendapat pistol dari seorang temannya dan dengan membawa pistol ia pernah masuk ke asrama sekolah gadis. Di sana ia mengancam seorang gadis agar telanjang di toilet, tetapi gadis itu berteriak dan Weinwurm tertangkap. Di pengadilan ia dinyatakan bersalah, tetapi tidak dihukum, karena alasan psikologis. 

Weinwurm cekcok terus dengan orang tuanya, karena ia bolos terus dari sekolah dagang. Ia kabur dari rumah dan berkeliaran di pusat kota. 

Tanggal 22 Januari 1949 ia mencoba merampok seorang wanita di Wildbretmarkt dengan cara menodong payudara wanita itu. Senjatanya gunting. Wanita itu berteriak dan Weinwurm tertangkap di tingkat atas sebuah rumah di Kurrentgasse. 

Ia diadili, tetapi menurut pemeriksaan psikolog, sekali lagi ia dinyatakan tidak bisa bertanggung jawab atas perbuatannya. Ia dirawat di sebuah klinik dan dilepaskan tanggal 29 April 1950. Ia pulang ke rumah orang tuanya. 

Bagi Kuso, jelas dua peristiwa itu memperlihatkan motif seksual. Tetapi dalam arsip polisi, Weinwurm cuma dinyatakan sebagai maling, karena ia pernah dijatuhi hukuman penjara empat tahun sebagai pelaku 82 kali pencurian. Hukuman dijatuhkan 22 Januari 1953, tetapi 5 Oktober 1955 ia sudah dibebaskan dengan syarat. 

Belum sampai dua bulan, ia sudah mencuri lagi, sehingga dihukum empat tahun lagi dengan kerja keras. Ia dibebaskan sekitar bulan Maret 1961, tetapi beberapa minggu kemudian dipenjara lagi karena mencuri. Tanggal 5 Maret 1963, jadi tujuh hari sebelum Dagmar terbunuh, ia dibebaskan dari Penjara Goellersdorf. 

Ketika itu ayahnya sudah meninggal, sedangkan sebelah tungkai ibunya diamputasi, sehingga tidak bisa mengurus toko lagi. Toko itu dijual. Josef Weinwurm pernah menjenguk ibunya sekali, yaitu tidak lama setelah ia dibebaskan. Setelah itu ibunya tidak pernah menerima kabar apa-apa dari putranya. 

Saudara perempuan Josef, Getrud, pernah berkali-kali membantu adiknya, tetapi ia dilarang oleh suaminya untuk berhubungan dengan Josef, sehingga tidak bisa sering bertemu.

 

Tempat operasinya kamar pakaian 

Sesaat setelah Dagmar dibunuh, polisi sebetulnya menerima beberapa "tip" tentang Weinwurm, tetapi luput dari perhatian. Dua di antara "tip" itu didapat dari Maria Zehetmayer (janda penjaga Penjara Goellersdorf) dan dari kepala penjara, Johann Hubeny. Keterangan keduanya kira-kira sama. 

Ketika dibebaskan, dua bilah pisau milik Weinwurm dikembalikan. Menurut Hubeny, salah sebuah di antara pisau itu sebuah pisau lipat yang mirip dengan senjata yang dipakai membunuh Dagmar Furich. Duplikat pisau itu dipasang gambarnya di koran Wina, Kurier. 

Sesuai dengan hukum Austria, bekas tahanan harus melapor pada polisi. Tetapi Weinwurm tidak pernah melapor lagi sejak pindah dari apartemen ibunya, tempat ia tinggal dua atau tiga hari setelah keluar dari penjara. 

Keterangan-keterangan inilah yang luput dari pemeriksaan lebih lanjut. Kini Kuso merasa tertarik sekali untuk mencari tahu lebih banyak mengenai latar belakang Weinwurm. 

Diketahui bahwa Weinwurm kebanyakan mencuri di kamar-kamar pakaian dan kamar tempat penitipan barang. 

Kecurigaan Kuso bertambah besar. Tetapi dalam pemeriksaan pendahuluan polisi sengaja menjauhi pertanyaan dari peristiwa pembunuhan di Gedung Opera. Sebaliknya, mereka mengarahkan pertanyaan pada peristiwa penyerangan beberapa wanita berturut-turut. 

Weinwurm menyangkal menyerang Ny. Emma Laasch dengan garpu, tetapi dalam sebuah line-up, wanita itu mengenali Weinwurm sebagai penyerangnya. Mahasiswi AS Virginia Chieffo yang diminta mengenali penyerangnya dari sejumlah foto tidak berhasil menemukan pria yang dimaksudkannya. Tetapi dalam line-up (tidak berbareng dengan Ny. Laasch) ia mengenali Weinwurm dengan positif sebagai orang yang menikamnya di gereja. 

Ada saksi lain yang mengenali Weinwurm sebagai pria yang meninggalkan taman kota setelah peristiwa penikaman pada Ny. Brunner. Pengantar tamu di bioskop, Herta Wendler, menyatakan "barangkali" Weinwurm ini pria yang menusuk Nn. Waltraut Brunner di bioskop. 

Weinwurm tetap menyangkal. Ia juga menolak memberi keterangan mengenai gerak-geriknya setelah keluar dari Penjara Goellersdorf. Katanya, ia tinggal dengan seorang teman wanita yang namanya tidak bisa ia sebutkan.

 

Homoseksual 

Melalui pers, radio, dan TV, Kuso meminta tolong agar orang yang mengetahui tentang kehidupan Josef Weinwurm memberi laporan kepada polisi. Dua orang pelayan restoran memberi tahu polisi bahwa Weinwurm sering tampak bersama seorang pelayan berumur 54 tahun, Ernst Gschellhammer, yang menurut catatan polisi ternyata pernah berkali-kali melakukan pelanggaran homoseksual.

Gschellhammer mengaku mengenai Weinwurm di penjara tahun 1960 dan sejak Paskah tahun 1963 tinggal bersamanya, karena mereka terlibat hubungan homoseksual. 

Si pelayan restoran tinggal dalam sebuah kamar sewaan dan induk semangnya tidak tahu ia menyelundupkan teman. Weinwurm baru keluar kalau si induk semang sudah berangkat ke tempat kerjanya dan baru masuk kembali ke kamar kalau si induk semang sudah tidur. 

Gschellhammer tidak berani melapor kepada polisi ketika Weinwurm ditangkap. Untuk itu ia dijatuhi hukuman penjara 16 hari. 

Weinwurm dalam pemeriksaan polisi mengemukakan alibi, katanya tanggal 12 Maret 1963, yaitu pada hari Dagmar Furich terbunuh, ia pergi ke Jerman Barat dengan kereta api siang. Menurut pengecekan, ternyata ia tidak naik kereta yang berangkat pukul 14.00 atau 15.00, melainkan yang pukul 20.00. Ketika bukti ini diajukan, Weinwurm tampak terkejut dan minta waktu untuk berpikir. 

Tanggal 27 Agustus 1963, ia minta bertemu dengan seorang detektif yang selama ini menunjukkan simpati kepadanya, Inspektur Blasko. Kepada detektif itu ia mengaku bahwa ia menyerang wanita-wanita yang disebutkan di atas dan membunuh Dagmar Furich, dengan detail-detail yang hanya bisa diketahui oleh si pembunuh sendiri.

 

Benci wanita 

Di hadapan Kuso, sekali lagi Weinwurm mengakui perbuatannya. Empat hari sebelum pembunuhan terhadap Dagmar Furich, Weinwurm menyelinap ke Gedung Opera dan mencuri dompet berisi 40 schilling dari ruangan tempat pemimpin paduan suara. 

Tanggal 11 Maret ia menginap di apartemen ibunya. Paginya mereka bertengkar karena wanita itu "merengek" agar ia bekerja baik-baik. Menurut Weinwurm, pertengkaran ini membangkitkan kebenciannya yang terpendam terhadap wanita. Ia memutuskan untuk melampiaskannya dengan membunuh seorang wanita. 

Dengan maksud mencuri, ia pergi lagi ke Gedung Opera. Di dalam gedung, ia merasa bahwa ini tempat ideal untuk melakukan pembunuhan karena sepi. Ia pergi meninggalkan gedung itu untuk kembali agak sore. Sekali ini dengan niat membunuh. Tetapi pisau lipatnya yang besar tertinggal di apartemen ibunya. Jadi ia pulang dulu untuk mengambilnya. Untuk ketiga kalinya ia masuk ke Gedung Opera. 

Menurut Weinwurm, ia menunggu wanita yang masuk ke dalam toilet. Tetapi yang masuk malah pria bermantel kelabu. Walaupun ia berdiri dengan pisau terhunus, pria itu tidak melihatnya. Ia meninggalkan tempat itu dan ketika menuruni tangga berpapasan dengan seorang gadis cilik. 

Ia memutuskan akan menjadikan gadis ini korbannya. Gadis itu tidak lain dari Susanne Fichtenbaum. Tetapi rupanya nasib Susanne sedang baik. Ia luput dari bahaya karena ketika itu beberapa gadis lain menaiki tangga. 

Beberapa menit kemudian Dagmar Furich menaiki tangga seorang diri. Weinwurm menegurnya. la pura-pura menjadi dokter dan memberi tahu bahwa kamar ganti pakaian untuk gadis-gadis penari balet dipindahkan ke tempat lain. 

la berhasil membawa gadis itu ke tempat yang lebih terpencil. Di toilet, Weinwurm bertanya apakah Dagmar sudah diperiksa. Lalu ia meminta gadis itu membuka pakaiannya. 

Ketika itulah Dagmar diserang dan dibunuhnya. Sesuai dengan dugaan polisi, pembunuh ini kabur menuruni tangga dan melalui lorong yang panjang di lantai bawah, ia keluar di Karntnerstrasse. 

Keterangan seorang pengendara sepeda motor bahwa ia melihat seorang pria "seperti gila" menyeberangi jalan dan hampir tergilas taksi serta keterangan sopir taksi bahwa ia hampir menggilas seorang pria sekitar waktu Dagmar dibunuh, rupanya cocok dengan kenyataan. Ketika itu ia berlari sambil memegang mantelnya yang penuh darah.

 

Disembunyikan di istana 

Weinwurm pergi ke Furichstrasse dan minum kopi di sebuah bar, lalu berjalan perlahan-lahan ke Holburg, yaitu bekas istana kaisar di Wina. Ia masuk menaiki tangga dan di tingkat dua ia menyembunyikan mantelnya yang berdarah serta sarung tangannya di belakang sebuah peti. Polisi menemukan benda itu di sana. Ini bukti yang kuat bagi polisi. 

Weinwurm meneruskan perjalanan ke Stasiun Barat. Ia pergi ke Salzburg dengan kereta pukul 20.00 dan keesokan harinya melanjutkan perjalanan ke Muenchen. Di sini ia membuang pisau dan dokumen-dokumen tentang dirinya. Ia pulang ke Wina pada saat ratusan polisi mencari pembunuh Dagmar Furich. 

Weinwurm menunjukkan tempat ia membuang pisau yang dipakainya menusuk Virginia Chieffo di gereja dan Ny. Brunner di taman umum. Pisau itu sudah ada di tangan polisi karena ditemukan oleh seorang wanita. Tempat pisau itu ditemukan sama seperti yang disebutkan oleh Weinwurm. 

Jadi, pengakuan Weinwurm disokong oleh bukti-bukti. "Saya anti kekerasan," kata Kuso. "Pekerjaan kami tidak berhenti pada pengakuan. Pengakuan harus disokong dengan bukti." 

Tidak disebutkan ganjaran apa yang diperoleh Weinwurm. 

Motif Weinwurm untuk membunuh ialah karena, "Saya membenci semua wanita." Pernyataan serupa dibuatnya pada seorang psikiater, setelah ia melakukan pelanggaran seksual pertama pada masa remaja. "Saya benci kepada wanita sejak saya berumur 15 tahun. Mengapa? Saya tidak tahu," katanya.

(Bruce Henderson & Sam Summerlin)

 

" ["url"]=> string(60) "https://plus.intisari.grid.id/read/553304148/ia-benci-wanita" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1654264708000) } } [2]=> object(stdClass)#69 (6) { ["_index"]=> string(7) "article" ["_type"]=> string(4) "data" ["_id"]=> string(7) "3257704" ["_score"]=> NULL ["_source"]=> object(stdClass)#70 (9) { ["thumb_url"]=> string(106) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2022/04/28/kisah-16_mmichael-blumjpg-20220428070811.jpg" ["author"]=> array(1) { [0]=> object(stdClass)#71 (7) { ["twitter"]=> string(0) "" ["profile"]=> string(0) "" ["facebook"]=> string(0) "" ["name"]=> string(13) "Intisari Plus" ["photo"]=> string(0) "" ["id"]=> int(9347) ["email"]=> string(22) "plusintisari@gmail.com" } } ["description"]=> string(129) "Sebuah kutukan dari bangsawan Hongaria membuat kacau Austria. Selamat dari kecelakaan di laut, tapi menemui maut di sebuah parit." ["section"]=> object(stdClass)#72 (7) { ["parent"]=> NULL ["name"]=> string(7) "Misteri" ["description"]=> string(0) "" ["alias"]=> string(7) "mystery" ["id"]=> int(1368) ["keyword"]=> string(0) "" ["title"]=> string(23) "Intisari Plus - Misteri" } ["photo_url"]=> string(106) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2022/04/28/kisah-16_mmichael-blumjpg-20220428070811.jpg" ["title"]=> string(54) "Kaisar Franz dari Austria dan Papirus Bertemu Jodohnya" ["published_date"]=> string(19) "2022-04-29 10:13:21" ["content"]=> string(12645) "

Intisari Plus - Sebuah kutukan dari bangsawan Hongaria membuat kacau Austria. Selamat dari kecelakaan di laut, tapi menemui maut di sebuah parit. Tiga Paus punya kesamaan dengan sebuah tanggal.

---------------------------------------

Kaisar Franz dari Austria

TAHUN 1849, Kaisar Franz Josef dari Austria yang waktu itu baru berumur 19 tahun, dikunjungi oleh seorang wanita bangsawan Hongaria yang tidak terkenal. Wanita itu menuduh Franz Josef membunuh putranya. Michael Karoli yang masih muda itu dihukum mati atas perintah Baron Julius von Haynau, jenderal balatentara Franz Josef, saat sang jenderal mencoba memadamkan pemberontakan Hongaria terhadap Kekaisaran Austria. 

Setelah menyatakan tuduhannya, Countess (Bendara Raden Ayu) Karoli melontarkan kutukan yang terdiri atas 5 bagian: "Semoga surga dan bumi menghancurkan kebahagiaanmu. Semoga keluargamu dimusnahkan. Semoga engkau dikhianati oleh orang-orang yang kamu cintai. Semoga hidupmu hancur. Semoga anak-anakmu dihancurkan hidupnya." 

Kutukan itu rupanya menjadi kenyataan. Lebih dari belasan keluarga dekatnya tewas akibat kekerasan. Sebagian lagi dimakzulkan, terlihat dalam skandal atau mengalami pernikahan yang berantakan. 

Franz Josef menikah dengan Elizabeth yang berumur 16 tahun, yang sangat dicintainya. Namun mereka cuma setia beberapa minggu, sebelum Elizabeth menemukan kekasih dan kaisar mencari hiburan di luar pernikahan. 

la segera menghadapi masalah-masalah lain. Austria berperang dengan Prancis, Sardinia, dan Prusia dan kalah dalam semua peperangan itu. Kekaisarannya menciut dan Austria tersingkir dari Konfederasi Jerman. Tahun 1867, ipar istrinya, Maximilian, dicampakkan dari kedudukan sebagai Kaisar Meksiko dan ditembak oleh regu penembak. 

Sejak 1886 malapetaka datang bertubi-tubi: Sepupu istrinya, Raja Ludwig dari Bavaria yang gila itu bunuh diri dengan menenggelamkan dirinya. Keponakan Kaisar, Sophie, dibakar hidup-hidup dan putra kaisar Putra Mahkota Rudolph bunuh diri. Keponakan laki-lakinya, John dari Saxony turun takhta dan kemudian tenggelam di laut. Kemenakan lain, Pangeran Aria William tewas gara-gara terjatuh dari kuda. Seorang kemenakan perempuan lagi, terbakar sampai tewas dan tiga kemenakan pria lagi bunuh diri. Tahun 1897, Permaisuri Elizabeth dibunuh seorang Italia di Jenewa.

Tahun 1941, calon penggantinya, Pangeran Aria Ferdinand dibunuh di Sarjevo sehingga memicu pecahnya PD I. Franz Josef meninggal sebagai orang kesepian dan kehilangan semangat, ketika Sekutu menghancurkan balatentaranya tahun 1916.

 

Musibah Kapal

BERBICARA tentang badai ... kecelakaan kapal paling buruk yang dialami Australia, terjadi 4 Agustus 1845, ketika badai hurricane mendorong Catarqui ke gosong karang kira-kira 500 m dari Pulau King di Selat Basa. 

Kapal berukuran 802 ton itu berisi pendatang. Kapal itu berlayar dari Liverpool empat setengah bulan sebelumnya, membawa 415 pria, wanita, dan anak-anak. Cuma sembilan orang yang berhasil selamat ke pantai, termasuk orang kedua setelah kapten, yaitu Thomas Guthrie. Satu-satunya pendatang yang selamat adalah Sol Brown. Istri dan empat anaknya termasuk mereka yang tenggelam. 

Guthrie kemudian bekerja sebagai nakhoda kapal yang berlayar di pesisir dan tewas tenggelam setahun kemudian ketika kapalnya karam di Australia Selatan. Tiga tahun setelah tragedi Catarqui, Brown terjatuh ke sungai kecil pada suatu malam saat ia mabuk. la pun akhirnya mati terbenam walaupun air sungai itu cuma beberapa sentimeter dalamnya.

 

Kebetulan di Laut

SALAH satu kebetulan di laut yang paling mencengangkan dimulai biasa-biasa saja, dengan keberangkatan sekunar Mermaid dari Pelabuhan Sydney tanggal 16 Oktober 1829 menuju Collier Bay yang jauhnya ribuan kilometer di barat laut pantai Asutralia Barat. Di dalam sekunar itu terdapat 18 awak dan tiga penumpang biasa. Kaptennya Samuel Nolbrow. 

Perjalanan sepanjang pantai timur negeri itu berlangsung lancar selama empat hari. Lalu tiba-tiba bertiup badai saat Mermaid akan memasuki Selat Torres, antara ujung utara Australia dan Papua Nugini. Angin kencang dan amukan laut melempar-lemparkan sekunar yang tidak berdaya itu ke segala arah. Akhirnya, suatu ombak besar melemparkannya ke gosong karang dan sekunar ini mulai berantakan. Satu-satunya harapan bagi penumpangnya adalah untuk berenang ke sebuah puncak batu karang yang menonjol dari laut yang seperti mendidih, kira-kira 100 m dari tempat kapal tenggelam. 

Ketika fajar menyingsing, perhitungan menunjukkan bahwa semua penumpang kapal berhasil mengarungi laut yang menggila. Mereka terdampar di sana dalam keadaan kedinginan dan basah selama tiga hari, sebelum kapal lain muncul, yaitu Swiftsure. 

Swiftsure mengangkut penumpang yang hidup ke kapal mereka dan meneruskan perjalanannya menuju ke barat selama lima hari sepanjang pantai selatan Papua Nugini. Tidak diduga-duga, mereka terjebak arus kuat. Awak kapal tidak mampu menanggulanginya. Kapal terdampar ke batu karang dan berantakan. Untuk kedua kalinya penumpang Mermaid harus meninggalkan kapal yang mereka tumpangi.

Sekali ini, kesulitan cuma berlangsung delapan jam. Sekunar Governor Ready menangkap sinyal mereka dari pantai. Governor Ready sudah membawa 32 orang dan muatannya penuh berupa kayu. Namun mereka bisa meluangkan tempat untuk penumpang dari Mermaid dan Swiftsure, sebelum meneruskan perjalanan. 

Cuma tiga jam kemudian, Governor entah kenapa kebakaran. Api cepat merambat lewat kayu. Perintah meninggalkan kapal kembali terdengar. Semua orang berdesakan dalam sekoci-sekoci. Sekeliling mereka tidak ada apa-apa kecuali hamparan laut terbuka yang luas. Harapan untuk mendapat pertolongan kembali kelihatannya kecil. Namun, terjadi mukjizat. Kapal layar pemerintah, Comet, di luar dugaan muncul dan sekali lagi mereka diselamatkan. 

Ketika kisah mereka menyebar di antara awak Comet, mula-mula ada yang mengerutu, menuduh awak Mermaid membawa sial. Namun ada yang berhasil menjelaskan bahwa sebaliknya dari bernasib sial, mereka malah sangat beruntung karena selamat dari tiga kali karam di perairan yang berbahaya

Selama seminggu, argumen nasib baik itu menang, sampai tiba-tiba muncul lagi badai. Tidak lama kemudian tiang layar Comet lenyap, layar-layarnya compang-camping, kemudinya hilang. Sekali ini yang meninggalkan kapal cuma awak Comet. Keyakinan mereka akan teori pembawa sial saat itu menang. Mereka naik ke perahu-perahu penyelamat mereka, meninggalkan sesama penumpang lain untuk memperjuangkan nasib sendiri. 

Selama 18 jam, penumpang yang ditinggalkan di Comet berpegang erat-erat pada sedikit sisi kapal karam itu. Mereka harus berjuang mengusir ikan hiu dan juga kelelahan selama cobaan ini. Namun, mereka diselamatkan lagi ketika kapal Jupiter muncul dan menaikkan mereka semua ke kapal. 

Ketika akhirnya mereka menuju ke pelabuhan, kapten mengabsen dan menyadari bahwa meskipun sudah terjadi empat kali kapal karam, tidak ada seorang pun yang hilang. 

Kisah yang sungguh sulit dipercaya! Namun ada peristiwa kebetulan terakhir. Di dalam kapal terakhir, Jupiter, ada seorang penumpang bernama Sarah Richey, asal Yorkshire yang sudah berumur. la berada di Australia untuk mencari putranya, Peter, yang tidak ada kabar beritanya selama 15 tahun. Ternyata Peter adalah salah seorang awak kapal yang pertama, Mermaid.

 

Plum Pudding

PLUM Pudding adalah makanan andalan Inggris, bukan Prancis. Penyair Prancis, Emile Deschamps yang semasa kecil tinggal di asrama sekolah di Orleans sekitar tahun 1800-an, dianjurkan untuk mencobanya sepotong oleh Monsieur (Tuan) de Fortgibu (yang baru pulang dari Inggris) dan Deschamps ingat dengan baik makanan pencuci mulut itu. 

Sepuluh tahun kemudian, ketika Deschamps melewati sebuah restoran di Paris, dilihatnya di dalam ada plum pudding yang penampilannya menggiurkan. la masuk untuk memesan sepotong, tetapi diberi tahu bahwa pudding itu sudah dipesan oleh seorang pelanggan. "Monsieur de Fortgibu," kata wanita di belakang gerai kepada seorang pelanggan yang mendekati. 

"Anda bersedia berbagi plum pudding dengan Bapak ini?" Pria yang dulu memberi plum pudding kepada Deschamps kini sudah lanjut usia dengan rambut yang sudah memutih dan berseragam kolonel. 

Dengan senang hati ia mau berbagi pudding lagi dengan Deschamps. Setelah saling menyapa, mereka mengenang lagi plum pudding sebelumnya. 

Bertahun-tahun lewat, lalu Deschamps mendapat undangan makan malam. Dalam perjamuan itu, ia diberi tahu, akan dihidangkan plum pudding. "Nah, saya tahu, Monsieur de Fortgibu pasti hadir," kata Deschamps kepada nyonya yang mengundangnya, yang senang mendengar cerita Deschamps perihal plum pudding itu. 

Malam perjamuan pun tiba dan pada akhir perjamuan, sebuah plum pudding yang bagus sekali dihidangkan kepada sepuluh tamu. Pada saat itu pintu terbuka dan masuklah Monsieur de Fortgibu. Sekarang ia sudah sangat tua dan agak pikun. Karena salah alamat, ia tiba ke perjamuan itu.

 

Papirus Bertemu Jodohnya

MALAIKAT Perpustakaan, yang bertugas membantu para pengarang dan ilmuwan yang layak ditolong, rupanya pencinta ahli Mesir kuno, karena salah satu pemberiannya yang terbesar adalah suatu kebetulan yang dihadiahkan kepada Dr. Thomas Young, seorang ahli fisika Inggris. Bersama Jean-Francoiis Champollion, ia sangat berjasa memecahkan sandi Batu Rosetta, yaitu kunci pertama dan yang terutama dalam memahami huruf hieroglif. 

Suatu malam tahun 1822 (yaitu tahun di mana Champollion - yang berpedoman pada penelitian Young - menerbitkan penelitiannya sendiri tentang Batu Rosetta), Dr. Young asyik mengamati suatu naskah yang ditulis dalam huruf hieroglif. Kecuali tiga nama yang ditulis dalam bahasa: Appollonius, Antigonus, dan Antiochus yang dibacanya Antimachus, ia tidak paham sedikit pun arti tulisan itu. Ia menyimpan saja papirus itu. 

Dalam suatu kiriman lain ia menemukan papirus lain. Yang satu ini seluruhnya ditulisi bahasa Yunani. Ketika Young membacanya sepintas sebelum disimpan, matanya menangkap nama-nama yang sama seperti dibacanya di naskah Mesir, walaupun dalam bentuk agak berbeda: Poris Apollonii dan Antimachus Antigenis. 

Dengan terkejut ia sadar bahwa ia memiliki terjemahan naskah yang ditulis dengan huruf hieroglif. Entah bagaimana, dokumen itu selamat selama 2.000 tahun dan berasal dari bagian dunia yang sama sekali lain. Kini naskah itu tiba padanya saat sangat dibutuhkan. 

Peristiwa-peristiwa kebetulan itu, tulisnya kemudian, di zaman dahulu kala sudah cukup untuk meyakinkan orang-orang bahwa ia bukan cuma mempelajari hieroglif, tetapi juga rahasia sihir Mesir.

 

Kebetulan Antara Tiga Paus

TANGGAL 18 Oktober 1405, Paus Pius II dilahirkan. Pada tanggal yang sama tahun 1417, Paus Gregorius XII wafat, begitu pula Paus Pius III di tahun 1503.



 

" ["url"]=> string(99) "https://plus.intisari.grid.id/read/553257704/kaisar-franz-dari-austria-dan-papirus-bertemu-jodohnya" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1651227201000) } } [3]=> object(stdClass)#73 (6) { ["_index"]=> string(7) "article" ["_type"]=> string(4) "data" ["_id"]=> string(7) "3256240" ["_score"]=> NULL ["_source"]=> object(stdClass)#74 (9) { ["thumb_url"]=> string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2022/04/26/02-01-pak-pos-hilang-tak-berbeka-20220426051932.jpg" ["author"]=> array(1) { [0]=> object(stdClass)#75 (7) { ["twitter"]=> string(0) "" ["profile"]=> string(0) "" ["facebook"]=> string(0) "" ["name"]=> string(13) "Intisari Plus" ["photo"]=> string(0) "" ["id"]=> int(9347) ["email"]=> string(22) "plusintisari@gmail.com" } } ["description"]=> string(123) "Seorang pengantar pos dinyatakan hilang, begitu juga saat kepala pos menggantinya dengan pegawai baru, ia pun turut hilang." ["section"]=> object(stdClass)#76 (7) { ["parent"]=> NULL ["name"]=> string(8) "Kriminal" ["description"]=> string(0) "" ["alias"]=> string(5) "crime" ["id"]=> int(1369) ["keyword"]=> string(0) "" ["title"]=> string(24) "Intisari Plus - Kriminal" } ["photo_url"]=> string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2022/04/26/02-01-pak-pos-hilang-tak-berbeka-20220426051932.jpg" ["title"]=> string(27) "Pak Pos Hilang Tak Berbekas" ["published_date"]=> string(19) "2022-04-26 17:20:25" ["content"]=> string(20400) "

Intisari Plus - Seorang pengantar pos dinyatakan hilang, begitu juga saat kepala pos menggantinya dengan pegawai baru, ia pun turut hilang, sebelum akhirnya ditemukan dalam karton besar di tempat sampah berupa potongan-potongan mutilasi.

-----------------------

Hari Jumat, bulan Januari 1974, Roman Rauch yang berumur 54 tahun lenyap seperti ditelan bumi. la karyawan pos di Kota Gras, Austria. Kerjanya mengantar-antarkan uang.

Di Austria memang ada dua macam tukang pos. Ada yang cuma mengantarkan surat, ada pula yang cuma mengantarkan uang: uang pensiun, uang hasil menang lotre, uang kiriman dari saudara, dan macam-macam lagi. Jadi, petugas kantor pos seperti Rauch membawa banyak uang di tasnya. la mendatangi daerah paling miskin sampai yang paling kaya. Roman Rauch sudah lama sekali menjadi pengantar uang. Selama itu ia tidak pernah dirampok.

Ia senang dengan pekerjaannya. "Aku selalu diterima dengan wajah berseri-seri," katanya kepada istri dan teman-temannya. "Semua orang senang kalau pengantar uang datang."

Pukul 11.30 mestinya Rauch sudah kembali ke kantor pos. Ketika ia belum muncul juga lewat tengah hari, atasannya was-was dan melapor kepada polisi. Soalnya, atasannya takut karyawannya itu dirampok atau siapa tahu khilaf dan melarikan diri karena tergoda uang yang dibawanya.

 

Seperti disihir

Inspektur Arnold Kirschner dan asistennya, Sersan Detektif Joachim Bukovsky, sedang makan siang di warung dekat kantor polisi. Begitu seorang bawahannya menyampaikan laporan, kedua orang itu segera bangkit meninggalkan makanannya tanpa membayar. Pemilik restoran sudah biasa mengalami hal seperti itu. la tahu mereka buru-buru. Besok pasti mereka membayar utang mereka.

Kepala kantor pos sudah menunggu. la menyiapkan rute yang harus ditempuh oleh Rauch pagi itu. Orang-orang harus menerima kiriman uang hari itu pun sudah ia teleponi. Cuma ada enam orang yang tidak bisa dihubungi, sebab mereka tidak memiliki pesawat telepon. Keenam-enamnya pensiunan.

"Rauch terakhir diketahui muncul mengantarkan uang ke rumah Johann Fiedler kira-kira pukul 10.00," kata kepala kantor pos. Mestinya ia sudah tiba ke rumah Ny. Catherine Grobius sekitar pukul 10.45. Namun menurut Ny. Grobius yang saya tanyai lewat telepon, Rauch tidak muncul. Di antara rumah Fiedler dan Grobius terdapat rumah enam pensiunan yang tidak memiliki telepon.

"Berapa banyak Rauch membawa uang," tanya Inspektur.

"Setelah meninggalkan Fiedler, uangnya mestinya tersisa senilai 1.642 dolar 12 sen," jawab kepala kantor pos itu. "Entah berapa yang sempat ia antarkan kemudian."

Inspektur meminta bawahannya memanggil enam anak buah dari kantor polisi untuk mengecek tempat terakhir yang dikunjungi Rauch dan tempat pertama agar daerah sekitar dua tempat itu diperiksa dengan cermat.

Sersan detektif yang kurus, berwajah serius, dan berambut pirang itu segera keluar menelepon ke markas besar dan mobil polisi. Sejam kemudian ia melapor kepada Inspektur.

"Daerah itu penuh toko," katanya. "Rauch membayar 102 dolar kepada Simon Landauer di Jl. Buelow kira-kira pukul 10.12. Mestinya ia tiba di rumah Leon Preis kira-kira pukul 10.20 untuk mengantar uang 106 dolar 34 sen, tetapi ia tidak muncul. Jadi, ia hilang di antara dua tempat itu. Kalau ia mengambil jalan terdekat, mestinya ia melewati Jl. Schoenau yang berupa deretan toko. Tidak ada sebuah gang pun untuk melenyapkan diri."

"Mungkinkah Landauer atau Preis agak ... serakah?" tanya Inspektur.

"Serakah sih bisa saja, Pak. Tetapi rasanya mereka tidak bakal mampu meringkus Rauch. Landauer umurnya 84 dan Preis 76 serta hampir buta. Mencapai pintu rumah saja mereka harus bersusah payah."

"Aneh. Bagaimana mungkin seorang pengantar pos berseragam bisa tiba-tiba menghilang di tengah jalan ramai yang dipagari toko seperti Jl. Schoenau? Apakah ada orang yang melihatnya lewat di jalan itu?"

Bawahannya menggelengkan kepala.

"Kita juga tidak bakal memperhatikannya, Pak. Soalnya, seorang tukang pos sudah dianggap sebagai bagian dari jalan, seperti halnya tiang listrik atau tempat sampah. Paling-paling yang menyadari kehadirannya cuma orang yang kenal secara pribadi dengannya."

"Ia sering mengantarkan uang ke jalan itu?"

"Jarang. Tempat bisnis itu biasanya melakukan transaksi lewat bank. Menurut kepala kantor pos, pengantaran uang terakhir oleh petugas pos ke jalan itu terjadi enam bulan yang lalu."

"Kalau begitu cari terus. Mana mungkin tukang pos segemuk itu bisa lenyap begitu saja. Ia mesti berada di sekitar tempat itu, hidup ataupun mati."

Polisi ternyata tidak sanggup menemukan Rauch, walaupun tempat itu seperti disisiri. Setiap rumah didatangi, diperiksa sampai ke para-paranya.

 

Pak Inspektur tercengang

Terpaksalah kepala kantor pos mempekerjakan karyawan baru untuk melayani rute tersebut. Mereka memilih seorang pemuda berumur 20 tahun yang belum lama bekerja di sana. Namanya Gerhart Rosenberg.

Sementara itu Sersan Detektif Bukovsky tetap penasaran.

"Mustahil ia masih ada di sana. Kami memeriksa setiap rumah, bahkan lemari-lemari pun kami buka. Mungkin saja ia kabur membawa sisa uang yang mesti ia antarkan. Lumayan kan uang 1.500 dolar. Pada saat kita susah-susah mencarinya, siapa tahu ia sedang enak-enakan ditemani gadis-gadis cantik Pantai Riviera."

"Mana mungkin dengan uang hanya 1.500 dolar. Di bank tabungan ia memiliki 5.000 dolar dan uang itu tetap utuh. Kalau ia mau berbuat yang bukan-bukan ‘kan uang itu enaknya ia bawa sekalian," jawabnya.

Inspektur Detektif Kirschner yakin Rauch masih tetap berada di sekitar tempat ia menghilang. Ia menduga Rauch sudah tewas, dibunuh orang yang menginginkan uang yang dibawanya.

"Namun, Pak, kita memeriksa tempat itu dengan cermat tiga jam setelah ia mendatangi Landauer. Mana mungkin pembunuhnya keburu menyingkirkan mayatnya begitu cepat? Atau mungkin pembunuhnya sopir truk atau pengantar barang yang membawa pikup tertutup. Si pembunuh mengajaknya menumpang, lalu membunuhnya dan membawa mayatnya ke tempat lain."

"Ini berarti Rauch kenal baik dengannya dan percaya kepadanya. Soalnya, ia 'kan tukang pos yang berpengalaman. Mustahil ia mau diajak menumpang oleh orang asing pada saat membawa uang dinas."

Polisi pun meneliti sanak keluarga Rauch, teman-teman dekatnya, juga rekan-rekan sekerjanya. Rauch meninggalkan seorang istri dan dua anak yang sudah dewasa. Anak-anak itu tidak tinggal bersamanya.

Bulan Januari berlalu, disusul Februari dan kemudian Maret. Polisi masih juga tidak berputus asa. Tahu-tahu tanggal 1 April Gerhart Rosenberg, pemuda yang menggantikan Rauch, lenyap pula! Saat itu ia membawa 7.600 dolar.

Inspektur Detektif Kirschner benar-benar tercengang, sebab cara Rosenberg menghilang sama betul dengan pendahulunya. Ia terakhir mengantarkan uang ke rumah Landauer, tetapi tidak pernah muncul di rumah Preis.

 

Para pensiunan protes

Polisi tahu mereka harus bertindak dengan cepat dan tepat. Pasti ada orang yang merampok dan membunuh pengantar uang. Kalau dua kali pengantar uang hilang tak berbekas, berarti mereka akan mengundang lebih banyak orang melakukan kejahatan serupa. Padahal berapa juta orang yang tergantung hidupnya dari uang antaran si tukang pos di negara itu?

Sersan Detektif Bukovsky diperintahkan oleh atasannya untuk meneliti para pengendara truk dan kendaraan yang memakai bak tertutup dan sebagainya. Diperkirakan pelaku kejahatan adalah orang yang kenal baik pada Rauch maupun Rosenberg.

Ternyata Rauch dan Rosenberg tidak saling mengenal dan lingkungan pergaulan mereka berbeda. Rekan-rekan sekerja yang mengenal kedua orang itu semua sedang bertugas pada saat Rauch maupun Rosenberg lenyap.

"Kalau begitu teori kita tidak benar. Mungkin yang mesti kita selidiki bukan pengendara truk dan sebagainya ataupun orang-orang yang mengenal mereka berdua. Coba kita pusatkan perhatian pada orang-orang yang tinggal di Jl. Schoenau dan sekitarnya."

"Yang kenal pada Rauch dan Rosenberg, ya orang-orang yang biasa menerima kiriman uang lewat kantor pos," kata Bukovsky. "Mereka itu pensiunan dan beberapa pedagang di jalan itu Rauch dan Rosenberg lenyap setelah mengantarkan uang Landauer dan belum sampai ke rumah Preis. Hampir dipastikan ia lewat Jl. Schoenau. Berarti ia juga lewat di depan Jl. Chlodwitz 144. Kami sudah melewati jalan itu ratusan kali, memeriksa setiap bangunan di sana, baik pada hari mereka menghilang maupun sesudahnya. Kenyataannya, bayangan mereka pun tidak kami temukan."

"Siapa pun orang yang menyembunyikan Rauch dan Rosenberg, jelas ia orang yang cermat, sampai kita tidak bisa menemukan jejak keduanya. Betapapun kita harus tetap melakukan penyelidikan. Kantor pos menolak mengantarkan uang ke rute tersebut, tetapi para pensiunan protes. Mereka menolak datang mengambil sendiri ke kantor pos, sebab kata mereka, mencapai pintu rumah saja kadang-kadang mereka harus merangkak, mana bisa mereka pergi jauh-jauh. Akibatnya, kantor pos minta bantuan polisi mendampingi pengantar uang di rute itu. Namun bagaimana kalau si penjahat ganti memilih rute lain? Nanti semua pengantar pos di negara ini harus didampingi polisi."

 

Dipincuk wanita

Akhirnya, Inspektur Detektif memerintahkan bawahannya memeriksa orang-orang yang lewat antara rumah Simon Landauer dan rumah Leon Preis pada hari Rauch dan Rosenberg lenyap, antara pukul 10.00 - 11.00.

"Sudah dilakukan, Pak. Sampai lima kali. Tidak ada bukti-bukti mereka melakukannya."

"Sekarang catat siapa saja penghuni rumah-rumah antara kedua orang itu. Minta orang-orang menyelidiki apakah di antara mereka ada yang membeli barang-barang mahal atau tiba-tiba membayar utang yang mendesak. Catat secara terpisah rumah-rumah yang pada saat itu tidak ada penghuni prianya. Aku yakin Rauch dan Rosenberg dibunuh dan mereka bukan dibunuh di jalan, melainkan di dalam rumah. Siapa tahu ada wanita yang berhasil memancing mereka untuk singgah."

Terpaksa Sersan Detektif mengikuti permintaan atasannya. la biasa bekerja dengan baik, walaupun sebetulnya ia tidak merasa penyelidikan itu ada gunanya.

Ia menyerahkan daftar beberapa wanita yang pada tanggal 4 Januari dan tanggal 1 April itu sendirian saja di rumah.

"Pak, tapi mereka bukan jenis wanita yang bisa memancing pria,” katanya. "Walaupun dua di antaranya pasti mampu mencekik dua orang pengantar pos, tidak seorang pun di antara mereka tiba-tiba tampak lebih longgar keuangannya dibandingkan dengan sebelum Rauch lenyap."

"Kau sudah menyelidiki para pedagang?"

"Ada sembilan toko. Toko penjual bahan pangan Schmitt, toko daging Hold, Kafe Sinar Matahari, toko buku bekas Ziegler, toko penjual alat-alat tulis, koran, dan majalah Beisel, kantor realestat Hahn, toko roti Foerster, toko cita Huber, dan Kafe Huber. Semuanya toko kecil-kecil milik pribadi, kecuali Kafe Sinar Matahari yang merupakan salah satu dari rangkaian kafe di negara itu.

Tahun itu tidak ada yang bisnisnya lebih maju dari biasa. Bahkan Hold, Ziegler, dan Huber mengalami kesulitan uang. Ziegler dan Huber dikejar utang.

"Si Hold bagaimana? Mana mungkin ia kesulitan uang, kalau kita lihat harga daging sedang baik sekarang?"

"Tampaknya ia besar pasak daripada tiang. Ia baru mewarisi toko ayahnya dua tahun yang lalu dan kini tinggal di apartemen bagus di Jl. Schiller dengan pacarnya, Christa Pfeifer (20). Gadis itu suka barang mewah. Utangnya ada juga. Ia masih menunggak pajak dan mempunyai tunggakan di pejagalan."

"Apartemennya dia beli sebelum atau sesudah Rauch dan Rosenberg hilang?" tanya Inspektur.

"Sebelumnya, kira-kira 1,5 tahun yang lalu, tidak lama setelah mendapat warisan."

"Sudah kau selidiki tokonya?"

"Sudah. Tidak ada pintu keluar dari belakang tokonya. Para saksi mata menyatakan ia tidak pernah keluar dari tokonya tanggal 4 Januari dan 1 April pagi. Ia 'kan sendirian di toko. Kalau tokonya ditinggal, mesti ditutup. Kenyataannya hari-hari itu buka sepanjang hari."

"Kau periksa tokonya pada saat Rauch dan Rosenberg lenyap?"

Periksa dong, Pak. Masa tidak. Tokonya kecil saja. Di belakang toko cuma ada ruangan kecil untuk duduk-duduk. Ia tak mempunyai pintu belakang ataupun jendela. Ruang bawah tanah pun tidak ada. Ada roti isi sosis yang ia jual kepada anak-anak sekolah. Rasanya lumayan juga, saya mencobanya satu."

"Kalau ia tidak meninggalkan toko, tidak memiliki tempat untuk menyembunyikan mayat, berarti ia tidak bisa membunuh tukang pos. Kecuali kalau korbannya cepat-cepat ia potong-potong untuk dijual sebagai steak atau daging panggang," kata Inspektur. "Lagi pula untuk apa seorang tukang pos masuk ke toko daging? Masuk ke kafe sih bisa saja."

"Jadi bagaimana sekarang, Pak?"

"Ya, teruskan penyelidikan kita."

 

Kotak karton di tempat sampah

Tiga hari berlalu, Sersan Detektif tidak mendapat hasil apa-apa. Pada hari ketiga, secara tidak sengaja ada orang menemukan sebuah kotak karton besar di tempat sampah yang biasanya dikumpulkan oleh dinas kebersihan. Isinya potongan tubuh manusia! Polisi cepat dipanggil. Menurut ahli forensik, potongan-potongan mayat itu adalah Roman Rauch.

Karena mayat Rauch ditemukan di tempat pembuangan sampah, lantas polisi memeriksa tempat penumpukan sampah yang lain, yaitu di tempat yang dulunya tempat penggalian batu. Di sana ditemukan sebuah kotak karton lain, yang isinya mayat Rosenberg.

Dokter ahli forensik merasa bersyukur karena udara dingin membantu mengawetkan mayat. Keadaannya tidak terlalu busuk. Dari hasil autopsi diketahui kedua tukang pos itu tewas dikapak bagian belakang kepalanya. Diketahui sesaat sebelum meninggal keduanya melahap roti sosis. Inspektur Detektif Kirschner menyeringai.

"Mayat ini bukan dipotong-potong oleh amatir," kata dokter.

"Uh, apakah yang memotong-motong seorang dokter?" tanya Inspektur dengan harap-harap cemas.

"Bukan," jawab dokter itu. Potongannya bukan potongan seorang dokter, tetapi seperti potongan seorang tukang daging.

"Hold!" seru Inspektur dan bawahannya berbarengan.

Mengapa Sersan Detektif Bukovsky tidak berhasil menemukan Rauch maupun Rosenberg, ketika ia memeriksa toko daging Hold tidak lama setelah kedua tukang pos itu lenyap?

"Ah, saya memang kurang teliti!" kata Bukovsky. Ia ingat pada saat ia datang ke tempat si tukang daging, Hold yang berumur 26 tahun itu berdiri di belakang meja tempat melayani pembeli, karena ketika itu ada orang membeli steak dan sebagainya. Daging itu ia ambil dari lemari pendingin di kolong meja tempat ia melayani pembeli. Rupanya mayat korbannya ia tutupi dengan tumpukan daging.

Namun, bagaimana membuktikan bahwa Karl Hold yang membunuh kedua tukang pos itu?

 

Gara-gara tampan

Nasib baik mereka alami ketika seorang karyawati perusahaan realestat yang letaknya di seberang toko Hold mau menyatakan di bawah sumpah bahwa ia melihat Gerhart Rosenberg memasuki toko Hold tanggal 1 April pagi itu, tetapi tidak pernah keluar lagi. Mengapa Gertrud Falschegger ingat? Gadis itu terkesan pada ketampanan Rosenberg dan setiap kali menunggu pemuda itu lewat.

Sersan Detektif Bukovsky mendatangi pula binatu-binatu. Di sebuah binatu ia mendapat keterangan bahwa pada tanggal 5 Januari dan tanggal 2 April, Hold mengirimkan karpet ruang duduknya yang kecil di belakang toko untuk dibersihkan dengan dry-cleaning. Petugas di toko binatu tidak ingat lagi apa yang dibersihkan dari karpet pada tanggal 5 Januari, tetapi mereka ingat bahwa karpet yang dikirimkan kepada mereka tanggal 2 April dinodai oleh darah. Namun, karena Hold itu tukang daging, mereka menganggapnya lumrah saja karpetnya kena noda darah.

Keterangan lain diperoleh dari seorang pelanggan Hold. Tanggal 2 April toko daging Hold tutup sebentar lewat tengah hari. Mungkinkah detik itu ia sibuk memotong-motong tubuh korbannya untuk dimasukkan ke kotak karton? Ia tidak perlu sengaja tutup toko sehari setelah Rauch dibunuh, sebab hari itu hari Minggu dan semua toko tutup.

Akhirnya, mereka menahan Karl Hold. Sesudah diinterogasi beberapa jam, ia mengaku. "Saya perlu uang," katanya.

Ternyata Rauch mempunyai kebiasaan membeli roti sosis setiap hari. Tanggal 4 Januari itu ia disuguhi kopi oleh Hold di kamar duduknya yang kecil di belakang toko. Saat ia sedang makan roti sosis kepalanya dipukul dengan kapak. Rauch tewas seketika. Jenazahnya ditaruh dalam lemari pendingin, ditutupi dengan potongan-potongan daging.

Sayangnya, Rauch tidak membawa banyak uang. Jadi, ia mengulangi perbuatan nekatnya sekali lagi terhadap Rosenberg.

Karl Hold dinyatakan bersalah melakukan dua pembunuhan yang direncanakan lebih dahulu, namun ia luput dari hukuman mati. Tanggal 23 Agustus 1974 ia dijatuhi hukuman seumur hidup. Kalau sudah menjalani dua belas tahun penjara, ia berhak untuk menikmati kehidupan di luar penjara.

(John Dunning)

 

" ["url"]=> string(72) "https://plus.intisari.grid.id/read/553256240/pak-pos-hilang-tak-berbekas" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1650993625000) } } }