array(1) {
  [0]=>
  object(stdClass)#49 (6) {
    ["_index"]=>
    string(7) "article"
    ["_type"]=>
    string(4) "data"
    ["_id"]=>
    string(7) "3304034"
    ["_score"]=>
    NULL
    ["_source"]=>
    object(stdClass)#50 (9) {
      ["thumb_url"]=>
      string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2022/06/03/sascha-wronsky-ingin-biola-strad-20220603014313.jpg"
      ["author"]=>
      array(1) {
        [0]=>
        object(stdClass)#51 (7) {
          ["twitter"]=>
          string(0) ""
          ["profile"]=>
          string(0) ""
          ["facebook"]=>
          string(0) ""
          ["name"]=>
          string(13) "Intisari Plus"
          ["photo"]=>
          string(0) ""
          ["id"]=>
          int(9347)
          ["email"]=>
          string(22) "plusintisari@gmail.com"
        }
      }
      ["description"]=>
      string(145) "Seorang pemain biola tidak sengaja melihat biola Stradivarius-nya itu di apotek. Ia menawarkan harga fantastis untuk biola pengamen tua tersebut."
      ["section"]=>
      object(stdClass)#52 (7) {
        ["parent"]=>
        NULL
        ["name"]=>
        string(8) "Kriminal"
        ["description"]=>
        string(0) ""
        ["alias"]=>
        string(5) "crime"
        ["id"]=>
        int(1369)
        ["keyword"]=>
        string(0) ""
        ["title"]=>
        string(24) "Intisari Plus - Kriminal"
      }
      ["photo_url"]=>
      string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2022/06/03/sascha-wronsky-ingin-biola-strad-20220603014313.jpg"
      ["title"]=>
      string(39) "Sascha Wronsky Ingin Biola Stradivarius"
      ["published_date"]=>
      string(19) "2022-06-03 19:06:30"
      ["content"]=>
      string(12798) "

Intisari Plus - Seorang pengamen tua mempertunjukkan kemampuannya setiap hari di depan sebuah apotek. Hingga suatu hari, seorang pemain biola tidak sengaja melihat biola Stradivarius-nya itu di apotek. Ia menawarkan harga fantastis untuk biola pengamen tua tersebut.

-------------------------

Di depan Apotek Saint George, London, yang terletak di sebuah jalan kecil di pusat kota itu, ada seorang pengamen. Pada waktu itu boleh hampir dikatakan belum ada musik di radio-radio, sehingga orang akan senang sekali bila ia lewat di jalan itu, karena sambil berjalan mereka dapat menikmati musik.

Demikianlah setiap siang para karyawan kantor, pedagang kelontong, dan wanita singgah di tempat di mana si tua memainkan biolanya. Mereka meletakkan uang sen ke dalam topinya di atas kursi lipat yang ada di sampingnya. Si tua itu dengan ramah menganggukkan kepalanya yang sudah dipenuhi uban dengan rasa terima kasih.

la mengenakan sebuah mantel panjang berwarna hitam dengan dasi yang terikat rapi pada kerah bajunya. Wajahnya yang jenaka selalu tercukur rapi dengan sedikit bedak di sekitar dagunya.

Sedikit pun tidak tampak bahwa ia seorang pengamen miskin, yang mengharapkan sedekah. Seakan-akan ia hanyalah seorang pemain biola yang ingin mempertunjukkan kemampuannya dan ingin sekadar menyemarakkan kota suram yang penuh pabrik itu.

Pemilik Apotek Saint George menikmati lagu-lagu yang dibawakan si tua dengan samar-samar melalui jendela toko. Dalam waktu singkat ia mulai menyukai lagu-lagu itu, bahkan mulai merasa kesepian bila si pengamen kebetulan tidak muncul.

Si pengamen ini merasa gembira dan menyambut dengan tangan terbuka ketika pemilik apotek menyatakan keinginannya untuk berkenalan.

Pada suatu saat si tua ini menerima hadiah dari Bala Keselamatan, yaitu selama seminggu ia boleh ikut makan siang di dapur umum. Karena itulah ia minta kepada pemilik apotek agar boleh menitipkan biola, topi, serta kursi lipatnya di apotek sampai ia kembali.

Si apoteker merasa gembira bila ia dapat berbuat sesuatu untuk sahabatnya ini, sehingga dengan senang hati ia mau menyimpankan peralatan sahabatnya ini selama ia sedang makan siang.

 

Sebuah Stradivarius 

Pada suatu hari datanglah seorang pria bersama wanita ke apotek itu. Sang laki-laki rapi dan bersikap sebagai orang baik-baik, tapi tampaknya sangat gugup. Ia minta obat penenang dan segelas air. Kawan wanitanya cantik, tampaknya khawatir akan keadaan laki-laki itu.

Waktu ia minum obat, terlihat olehnya biola yang terletak di belakang meja. Dengan aksen bahasa asing ia bertanya, "Mengapa alat ini berada di sini?" Si pemilik apotek itu pun tanpa berpikir apa-apa segera menceritakan tentang pengamen di apoteknya. 

Biola itu dipegangnya. Tentu saja tak ada alasan bagi si pemilik apotek untuk mencegahnya. Dengan sekali gesekan dapat diketahui bahwa orang asing itu pandai memainkannya. Pemilik apotek itu menyaksikan bagaimana wanita dan laki-laki itu saling berpandangan dengan terkejut setelah mendengar suara biola itu. 

Cepat-cepat ia membuka rompi serta topinya dan membenarkan letak biola di dagunya dan mulai memainkannya. Ia bermain double string dengan penuh gaya seni. Wajahnya memperlihatkan keseriusan. Pemilik apotek berdiri terpukau, sedangkan wanita itu memandang laki-laki kawannya dengan kagum. 

Para karyawan apotek itu terpukau dengan alunan musiknya. Setelah si pemusik mengakhiri permainannya ia melemparkan pandangannya ke arah sang wanita. Keduanya melihat ke dalam badan biola. Sambil mendekap biola tersebut di dadanya laki-laki itu bertanya,

"Di mana pemilik biola ini?" 

"Di Bala Keselamatan, ia boleh makan siang gratis di sana." 

"Saya harus memiliki biola ini! Orang itu harus mau menjualnya kepada saya. Ia tidak tahu betapa berharganya biola ini. Ia pasti tidak mengetahui hal ini, kalau tidak mana mau ia mengamen. Bagaimana mungkin? Sebuah Stradivarius Cremonensis tua! Suaranya lebih bagus dan lebih bersih daripada biola saya. Saya ingin membelinya. Bagaimana pendapat Anda? Apakah mungkin ia mau menjual biolanya kepada saya?!"

Si pemilik apotek mengangkat bahunya tinggi-tinggi.

"Saya akan membayar berapa saja sebanyak yang dimintanya." 

Tiba-tiba si wanita nyeletuk, "Hati-hati Sascha. Kalau dia tahu siapa kamu sebenarnya maka boleh jadi tuntutannya takkan kira-kira." 

Wanita itu pun menjelaskan pada orang-orang di sana siapa sebenarnya yang sudah mempersembahkan konser gratis itu. Sascha Wronsky. Esok malam ia akan bermain dalam konser di hadapan Duke of Wellington. Sebelum ia meneruskan ceritanya, laki-laki itu menyuruhnya diam. 

Dia tampaknya sudah menemukan ide bagaimana agar penjualan itu dapat berhasil. Si pemilik apoteklah yang harus membeli terlebih dahulu biola itu dari si pengamen. Itu usul yang dipandangnya sebagai satu-satunya jalan yang terbaik.

“Jangan sebut-sebut nama saya. Katakanlah saja saya ini seorang penggemar musik yang ingin membeli biolanya. Pemiliknya tak akan ditipu ataupun dipermainkan. Tentu saja saya akan membayarnya dengan harga yang fantastis. Atau boleh dikatakan harga yang hebat. Saya 'kan tidak ingin merugikan kawan yang miskin. Saya harap Anda percaya kepada saya atau…”

"Tidak! Tidak!" potong si pemilik apotek. “Tetapi sampai batas berapa penawaran Anda?" 

Si ahli musik berpikir sejenak. Diambilnya lagi biola itu dan ditimang-timangnya seakan ingin menyesuaikan berat dengan harga biola itu. "Sampai £ 250."

"Sebanyak itu?!" seru si pemilik apotek dengan terkejut. Direktur apotek itu juga terkejut. "Sampai £ 260 juga boleh! Yang penting jangan sampai penjualan ini gagal. Saudara akan memperoleh 10% dari penjualan ini."

Pemilik apotek menolak. "Tentu saja tak bisa. Saudara pikir saya ini apa? Saya seorang apoteker dan bukan pedagang barang antik!" 

"Saya rasa ini bukan hal yang dapat menyinggung harga diri," kata wanita itu. "Anda hanya menjadi perantara dalam pembelian biola ini, berilah harapan pada suami saya, si anak beruntung yang sudah biasa memperoleh apa saja yang diinginkannya." 

Wanita itu pun tertawa. "Selain itu Saudara akan menolong seorang kawan yang miskin, yang sangat membutuhkan uang. Ayo, terima saja."

 

"Kembalikan biola saya!"

Pemilik apotek ternyata setuju. la berjanji akan melakukan sedapat mungkin apa yang dapat dikerjakannya demi memperoleh biola tersebut dari orang tua itu. Kemudian mereka pun pergi. Sampai di pintu si ahli musik masih melemparkan pandangannya pada biola yang berharga itu.

Pemilik apotek menunggu kembalinya pengamen itu dan ia mengisyaratkan pegawainya agar membiarkan ia sendiri menyelesaikan persoalan itu. Betapa terkejutnya ia ketika ternyata pengemis itu menolak uang kertas yang akan diberikan kepadanya. 

Tidak, tidak, biola ini adalah segalanya, kawannya yang paling baik, yang menolong mencari sesuap nasi setiap hari dan juga merupakan anggota keluarganya. Tidak, tidak, uang bukan segalanya. Dengan jengkel pemilik apotek memaksa. "Dengan uang ini Saudara dapat membeli biola sebanyak yang Saudara kehendaki, ayolah mau apalagi?"

"Kembalikan biola saya, saya mau pergi!" Dengan agak keras pengamen ini meminta biolanya kembali. Biola itu pun dikempitnya, seakan ingin melindunginya dan bergegas ingin meninggalkan apotek itu.

"Dua ratus enam puluh," kata pemilik apotek itu. Sambil berjalan menuju pintu orang tua itu mengeluh, "Mengapa tidak Saudara biarkan saya membawa biola ini? Mengapa saya harus menukarkannya dengan uang? Apakah Saudara memiliki uang sebanyak itu? Apa yang Saudara kehendaki dari saya? Dengan biola inilah dulu kakek saya bermain di Zarskoje Selo di depan kaisar. Ayah saya di Petersburg, dan saya sendiri pertama kalinya menjadi dirigen delapan tahun yang lalu di Beograd." Ia terdiam dan mengangguk-anggukkan kepalanya.

"£ 270," kata pemilik apotek itu dan yakin bahwa dengan jumlah ini penolakan makin mengendur. Orang tua itu duduk di atas kursi lipatnya. "£ 270, Saudara tak perlu lagi ngamen di jalan. Setiap hari dan di mana saja Saudara dapat makan kenyang seperti 'di dapur umum'. Baju baru, alat pemanas, kurang senangkah hidup demikian? Apakah Saudara tak gembira dapat bermain pada suatu orkes, memiliki kedudukan yang lebih terjamin?"

Si pengamen tua ini memandangnya. "Apakah Saudara yakin mereka mau menerima saya? Dengan umur saya yang sudah setua ini?"

"Jika Saudara mau, sekarang pun bisa. Saudara akan tampak sejajar dengan para pemain Pilharmoni. Ayolah, tandatangani kuitansi ini sebagai tanda bahwa telah menerima uang kontan £ 270 untuk biola ini. Bergembiralah dengan peristiwa tak terduga yang menggembirakan ini."

Pengamen itu menandatanganinya dengan nama Angelino Sky. Dengan hati-hati ia membeberkan uang kertas itu di mukanya dan menghitungnya.

 

Diusap-usap dulu 

Pemilik apotek menasihatinya agar sebaiknya ia masukkan saja uangnya itu ke bank, karena berbahaya membawa-bawa uang sebanyak itu. "Rekening koran di bank? Apakah Saudara yakin mereka mau memberikannya kepada saya?"

"Dengan uang orang dapat memperoleh semuanya, kawan." Pemilik apotek tertawa dan mengantar kepergian orang tua itu, yang sekali lagi mengambil biolanya, mengusap-usapnya seperti akan berpisah dengan seorang kawan lama tercinta dan tak akan bertemu lagi selamanya. Setelah itu ia meletakkannya kembali dengan sedih dan meninggalkan apotek itu.

Pemilik apotek menyimpan biola berharga itu dalam lemari besi dan meletakkan juga kuitansinya. Sambil menunggu diambil si ahli musik yang demikian keras keinginannya untuk memiliki biola itu.

Pemilik apotek itu menunggu berhari-hari, bahkan sampai beberapa lama lagi ia menunggu si ahli pemain biola Sascha Wronsky. Pencarian oleh polisi ternyata sia-sia saja. Biola itu hanya sebuah biola murahan belaka. Tidak ada konser untuk Duke of Wellington.

Tidak ada bank yang memberikan rekening koran atas nama Angelino Sky yang miskin dan Bala Keselamatan tak pernah mengundang seorang pengamen bernama begitu.

Penipuan semacam ini selanjutnya menjalar di seluruh Inggris. Mereka muncul di Selatan, mereka juga muncul di pantai utara dan kemudian ke Prancis. Mereka selalu lepas dari incaran dan tak pernah meninggalkan jejak, sehingga pencarian terlambat. 

Beberapa lama kemudian orang menduga bahwa para penipu ini dibekingi oleh badut musik "Romeo-Plump dan Julia". 

Tetapi grup ini sudah lama tidak mengadakan pertunjukan lagi dan kini sudah dilupakan orang. 

 

(Robert A. Stemmle)

" ["url"]=> string(84) "https://plus.intisari.grid.id/read/553304034/sascha-wronsky-ingin-biola-stradivarius" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1654283190000) } } }