array(1) {
  [0]=>
  object(stdClass)#49 (6) {
    ["_index"]=>
    string(7) "article"
    ["_type"]=>
    string(4) "data"
    ["_id"]=>
    string(7) "3304523"
    ["_score"]=>
    NULL
    ["_source"]=>
    object(stdClass)#50 (9) {
      ["thumb_url"]=>
      string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2022/06/03/baunya-bukan-main_christopher-jo-20220603021306.jpg"
      ["author"]=>
      array(1) {
        [0]=>
        object(stdClass)#51 (7) {
          ["twitter"]=>
          string(0) ""
          ["profile"]=>
          string(0) ""
          ["facebook"]=>
          string(0) ""
          ["name"]=>
          string(13) "Intisari Plus"
          ["photo"]=>
          string(0) ""
          ["id"]=>
          int(9347)
          ["email"]=>
          string(22) "plusintisari@gmail.com"
        }
      }
      ["description"]=>
      string(126) "Sudah sebulan Ny. Elsie Beier mencium bau tidak sedap di dapurnya. Bersamaan dengan itu, beberapa pelacur tua mendadak hilang."
      ["section"]=>
      object(stdClass)#52 (7) {
        ["parent"]=>
        NULL
        ["name"]=>
        string(8) "Kriminal"
        ["description"]=>
        string(0) ""
        ["alias"]=>
        string(5) "crime"
        ["id"]=>
        int(1369)
        ["keyword"]=>
        string(0) ""
        ["title"]=>
        string(24) "Intisari Plus - Kriminal"
      }
      ["photo_url"]=>
      string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2022/06/03/baunya-bukan-main_christopher-jo-20220603021306.jpg"
      ["title"]=>
      string(17) "Baunya Bukan Main"
      ["published_date"]=>
      string(19) "2022-06-03 14:13:30"
      ["content"]=>
      string(31425) "

Intisari Plus - Sudah sebulan Ny. Elsie Beier mencium bau tidak sedap di dapurnya. Bersamaan dengan itu, beberapa pelacur tua mendadak hilang. Uniknya, pelacur yang hilang ini memiliki kesamaan yaitu ompong.

-------------------------

Di dapurnya yang kecil dan gelap, Ny. Elsie Beier mengendus-endus. Heran, sudah sebulan ini dapurnya bau. Cepat-cepat dijerangnya air, lalu ia menyingkir ke kamar duduk. Di sini pun agak bau, tetapi cuma samar-samar, sehingga bisa tertahankan. 

"Wah, si Heinz mesti ditegur lagi nih," pikirnya. "Kalau ia tidak berbuat apa-apa untuk menghilangkan sumber bau ini, aku akan pindah dari sini.” 

Heinz adalah pengurus rumah tua di Jl. Zeiss 74 itu. Rumah tua bertingkat di bagian Kota Hamburg yang disebut Ottensen itu dijadikan beberapa flat kecil. Heinz bertugas sebagai pengurusnya dengan imbalan sebuah kamar sempit di bagian belakang gedung.

Rumah tua memang sering berbau, tetapi uang sewanya biasanya rendah, sehingga janda berpensiunan kecil seperti Ny. Beier bisa tinggal di situ. Namun, baunya tidak seperti ini. Entah bau apa.

 

Tempat WTS tua beroperasi

Ny. Beier sudah tinggal di rumah itu sejak bulan Januari 1962 dan kini akhir bulan Agustus 1974. Sebetulnya ia berniat melewatkan sisa hidupnya di situ. Namun, kalau terus ada bau seperti ini ia tidak tahan. Bisa-bisa umurnya jadi pendek.

Sebenarnya sudah sejak awal Agustus Ny. Beier mengadu kepada Heinz. Heinz lantas meminta Fritz Honka, si peronda malam yang tinggal di flat atas, dan Klaus Kienzle, si tukang sapu yang tinggal di flat bawah, untuk memeriksa WC mereka. Tindakannya cuma sampai di situ.

 Permintaannya entah dilaksanakan entah tidak dan Ny. Beier juga tidak tahu, apakah kedua orang yang tinggal di bagian atas dan bawah flatnya itu melakukan sesuatu untuk memperbaiki WC mereka. Yang diketahuinya hanya Honka pernah pulang membawa tablet-tablet penghilang bau. 

Rupanya tablet itu, tidak mempan dan malah memperburuk keadaan, karena sekarang tercium dua macam bau yang kontras, bau aneh busuk yang memuakkan dan bau tablet.

Setelah setiap hari mengeluh tanpa digubris seorang pun, akhirnya tanggal 1 November 1974 Ny. Elsie Beier pindah dari Jl. Zeiss 74.

Di tempat baru ia harus membayar sewa lebih mahal, tetapi ia bersedia mengeluarkan jumlah itu dengan senang hati, sebab di tempat yang lama baunya sudah keterlaluan.

Tidak lama setelah ia pindah, flatnya disewa oleh seorang pelaut Norwegia bernama John Fordal. Ia tidak pernah mengeluh perihal bau dan bahkan mungkin tidak tahu kalau flatnya berbau. Soalnya, pria berumur 46 tahun itu biasanya dalam keadaan mabuk kalau sedang berada di darat. 

Jangankan mencium, mendengar atau melihat pun mungkin ia serba kacau. Bagi Fordal, tempat itu cocok, karena Ottensen letaknya tidak jauh dari tempat hiburan St. Pauli yang terkenal itu, dengan Reperbahn sebagai jalan utamanya. 

Di ‘pusat asmara’ itu bukan cuma banyak bar dan panti pijat dengan wanita-wanita muda dan pelaut pelbagai bangsa, tetapi juga para pelacur tua, para pelayan bar yang mabuk dan manusia-manusia lain yang membuang-buang sisa hidupnya di sana.

Dekat tempat itu juga ada Monumen Bismarck, yang ironisnya dipenuhi gelandangan mabuk pada malam hari. Para pelacur tua juga banyak di sini. Kadang-kadang mereka tidak bisa mengharapkan imbalan yang lebih dari sebungkus rokok atau segelas bir.

Kejahatan tidak jarang terjadi di daerah-daerah itu. Saling cekik atau saling gebuk sampai minta pertolongan polisi dianggap sudah lumrah. Sering kali polisi Hamburg tampak menjemput mayat dengan alat pengangkut mayat dari metal. Kadang-kadang juga dengan karung.

Tiga tahun sebelum Ny. Beier pindah, umpamanya, dua anak keluarga Ernst Schmidt yang tinggal di lantai dasar Jl. Zeiss 74 menemukan kepala manusia di sebuah halaman pabrik coklat yang sudah berhenti berproduksi. Tempat itu letaknya tiga blok dari rumah mereka.

Diperkirakan kepala itu sudah menggeletak cukup lama, namun anehnya keadaannya cukup baik dan juga tidak dimangsa tikus yang banyak di Ottensen. Polisi memeriksa halaman pabrik itu dan menemukan dua lengan, dua tungkai, dan dua payudara. Keadaannya cukup baik. 

Dr. Ludwig Strauss dari Bagian Pengusutan Kejahatan di Kepolisian Hamburg merendam bagian-bagian mayat itu di pelbagai cairan kimia atau setidak-tidaknya dalam usaha mengembalikan mayat ke bentuk semula, ke bentuk yang bisa dikenali.

 

Digebuki dengan kaki kursi

Beberapa bulan kemudian kepala itu dipotret dan sidik jari tangan mayat bisa diambil. Walaupun wajah kepala mayat tidak bisa kembali ke bentuk semasa masih hidup, namun sidik jari mayat memungkinkan polisi mengenali korban sebagai Gertraude ‘Susi’ Braeuer yang lahir dekat Dresden pada tahun 1929. 

la mengungsi dari Jerman Timur tahun 1956 dan sejak itu, kecuali selama beberapa tenggang waktu, ia menjadi pelacur berizin. Polisi memiliki sidik jarinya, karena ia pernah berurusan dengan yang berwajib akibat mabuk pada tanggal 6 Juli 1969. Ia juga sedang dicari-cari, karena melakukan kejahatan.

Pada akhir tahun 1969 diketahui ia meninggalkan profesinya untuk hidup bersama penggali sumur bernama Burkhard Stern. Mereka tinggal di Groot Osterfeld, serumah dengan ayah Burkhard Stern, yang umurnya sudah 80 tahun. Stern berniat menikahi bekas wanita penghibur itu.

Di sebelah rumah tempat mereka tinggal, hiduplah seorang penjaga pintu bernama Winfried Schuldig. Namanya aneh juga, sebab schuldig dalam bahasa Jerman artinya berdosa atau bersalah. 

Tanggal 20 Januari 1970, penjaga pintu yang beratnya hampir 100 kg itu mengundang Burkhard Stern dan Gertraude Braeuer untuk minum-minum di rumahnya. Tahu-tahu Schuldig dan Gertraude bermesraan secara di luar batas di depart mata Stern. 

Tentu saja Stern marah. Mereka berkelahi. Keesokan paginya Stern dijumpai remuk kepalanya di depan pintu rumahnya. Schuldig mengaku ia membela diri, sedangkan Gertraude yang sudah sadar dari mabuk mengaku menggebuki kepala Stern dengan kaki kursi yang copot. 

Ketika sedang menunggu perkara disidangkan di pengadilan, Gertraude mencuri uang pensiun ayah Burkhard Stern dan menghilang. Schuldig dibebaskan dari hukuman, karena tidak ada orang yang bisa menyangkal bahwa ia membela diri.

"Akhirnya, kini kita tahu juga apa yang terjadi pada Gertraude Braeuer," kata Inspektur Frank Luders dari Bagian Penyidikan Kejahatan. "Coba periksa Schuldig, dia mempunyai alasan untuk membunuh Gertraude Braeuer." Ternyata Schuldig juga tidak tahu perihal nasib Gertraude dan tidak ada indikasi bahwa ia tahu.

Dr. Strauss tidak bisa memastikan kapan Gertraude tewas. Ia memperkirakan wanita itu dibunuh pada akhir tahun 1970, tetapi tidak dapat memastikan bulannya. "Kalau tubuhnya ditemukan, saya bisa tahu lebih banyak. Kalau seperti sekarang, saya tidak tahu sebab kematiannya," katanya.

Kemudian seorang polisi yang ditugaskan melacak menemukan seorang saksi yang bertemu Gertraude setelah tanggal 7 September 1970. Jadi, setelah Schuldig dibebaskan. Berarti tidak ada motif bagi Schuldig untuk membunuh wanita bekas tetangganya itu.

Mulai bulan Agustus 1974 polisi Hamburg mulai menerima laporan perihal wanita-wanita yang lenyap. Berbarengan dengan itu Ny. Elsie Beier tidak henti-hentinya mengeluh rumahnya bau.

Sebenarnya di masa itu wanita lenyap bukanlah masalah langka di dunia Barat. Banyak gadis remaja ketika itu meninggalkan keluarga mereka untuk hidup di komune atau untuk mencari kebebasan. Banyak di antara mereka jatuh ke dalam jaringan pelacuran. 

Sebagian masuk ke bordil atau harem di Afrika Utara dan Timur Tengah. Ribuan gadis yang lenyap dan tidak pernah ditemukan lagi itu mempunyai persamaan mereka muda, cantik, dan bodoh. Namun, para wanita yang dilaporkan lenyap pada polisi Hamburg menjelang akhir 1974 itu bukanlah wanita muda atau cantik, tetapi memang bukan wanita yang cerdas.

Anna Hahn dilaporkan lenyap pada tanggal 3 Agustus 1974. Ia lahir di Thuringen tahun 1920. Ketika tentara Amerika memasuki Jerman pada akhir PD II umurnya 25 tahun. Tidak lama kemudian ia mendapat ‘pelindung’ bangsa Amerika dan sembilan bulan kemudian melahirkan putra kembar.

Ketika pria AS itu akan kembali ke negerinya, ia setuju kedua putranya itu dibawa dengan pertimbangan mereka akan lebih sejahtera hidup di sana daripada hidup bersamanya di Jerman. Maklum saat itu ia dijuluki pelacur oleh orang-orang senegaranya.

Tidak lama kemudian Anna Hahn muncul di St. Pauli sebagai pelacur berizin. Seiring dengan menanjaknya umur, kariernya merosot. Hal itu terlihat dari tarifnya. Mula-mula bayarannya senilai AS $ 25, lalu $ 10, $ 5, dan akhirnya berapa saja. 

Tempat tinggalnya juga ikut berubah, dari apartemen di studio, lalu ke kamar sewaan, dan akhirnya ia terdampar di Monumen Bismarck. Karier yang menyedihkan, tetapi merupakan ciri khas dari pelacur St. Pauli itu tercatat rapi di berkas polisi bagian pemberi izin dan penginspeksi pelacur. 

Menurut berkas itu pada akhir tahun 1968, Anna Hahn yang hampir berumur 49 tahun menderita pelbagai penyakit dan kecanduan alkohol. Jelas tidak lama lagi penyakit atau alkohol akan merenggut hidupnya yang menyedihkan itu.

Sebetulnya jaminan sosial di Jerman baik sekali. Kalau saja ia mengajukan permohonan untuk ditolong, ia akan diberi tempat berteduh, dirawat, diobati, diberi makanan yang baik, dan diajarkan keterampilan. Syaratnya cuma satu: berpisah dari alkohol.

Justru itulah yang dirasakan sangat berat olehnya dan oleh rekan-rekannya. Hidup rasanya terlalu berat tanpa minuman keras. Jadi, mereka lebih suka mati di bar daripada hidup di tempat yang layak.

 

Jadi penjaga WC

Anehnya, di bar pula terjadi mukjizat pada Anna. Beberapa saat sebelum hari Natal tahun 1970, ia bertemu dengan orang ‘sekampung’ di Bar Sarung Tangan Emas. Thomas Beuschel yang berasal dari Thüringen juga bekerja sebagai pelayan. 

Umurnya 34 tahun. Orangnya kekar dan tampan. Ia membawa Anna pulang dan di rumahnya Anna mendemonstrasikan keahliannya yang diperoleh berkat kariernya yang lama dan memasakkan bebek gaya Thüringen. 

Mungkin Beuschel doyan betul bebek, sebab bulan April 1971 mereka menikah. Ketika itu Anna berumur 51 tahun dan berpenyakitan. Beuschel berhasil menyelamatkannya. Namun tunggu dulu: betulkah pria tampan yang masih muda itu berhasil? 

Beuschel pelayan yang baik, karena ia lekas mendapat pekerjaan di sebuah restoran yang baik di Hamburg. Ia berusaha agar istrinya mendapat pekerjaan sebagai penjaga kebersihan WC wanita. Usahanya itu berhasil.

Rupanya Anna tidak tertarik pada WC. Persenan dari para pemakai kamar kecil dibelikannya minuman keras murahan. Dalam keadaan mabuk ia bertingkah laku kurang senonoh di depan restoran. Tidak ayal lagi ia dipecat dan celakanya, suaminya juga, padahal Beuschel tidak tahu-menahu.

Setelah itu Thomas Beuschel tidak berusaha mencarikan lagi pekerjaan bagi istrinya. Anna jadi kesepian. Kalau suaminya bekerja, ia pergi ke Bar Sarung Tangan Emas. Kadang-kadang kalau Beuschel tidak mendapati istrinya di rumah, ia pergi ke bar untuk menengok apakah istrinya ada di sana, apakah istrinya sedang mabuk atau sadar. 

Siang tanggal 3 Agustus ia singgah di bar itu. "Pergi sana," gumam istrinya yang sedang setengah sadar. "Tinggalkan aku sendiri." Itulah terakhir kalinya ia melihat istrinya.

Keesokan harinya istrinya tidak ada di sana. Ia mencari ke beberapa bar. Tidak ada juga. Akhirnya, ia melapor kepada polisi.

"Barangkali Anda mempunyai dugaan mengenai apa yang mungkin terjadi pada diri istri Anda?" tanya polisi yang bertugas di Bagian Orang Hilang. Thomas Beuschel kelihatan gelisah. "Sungai Elbe?" gumamnya.

Petugas merasa dugaan Beuschel itu mungkin benar, sebab sungai besar itu sering dijadikan tempat mengakhiri kebosanan hidup oleh para pelacur St. Pauli. Namun, sekali ini polisi tidak berhasil menemukan mayat Anna Beuschel di sungai maupun di darat.

Seperti kasus Gertraude Braeuer, kasus ini pun masuk ke dalam berkas Kasus Tidak Terpecahkan.

Malam Natal 1974 Frieda ‘Rita’ Roblick lenyap setelah terakhir kali tampak di Bar Sarung Tangan Emas pukul 16.00. Wanita itu berumur 57 tahun, pemabuk dan pemegang surat izin untuk bekerja sebagai pelacur. 

Catatan mengenai Frieda Roblick di kantor polisi sudah banyak, karena ia jarang bisa menahan diri untuk tidak merampok pelanggannya sebelum meninggalkan mereka. Pada saat lenyap itu sebetulnya ia sedang menjalani hukuman percobaan. Jadi, ia wajib lapor pada hari-hari tertentu. 

Petugas yang mencatat kewajibannya melapor itulah yang mengadu bahwa Frieda tidak muncul-muncul.

 

Minta bantuan ‘burung kenari’

Kasusnya pun masuk ke berkas Kasus TidakTerpecahkan, tetapi tidak lama kemudian ada yang menyodorkan berkas itu kepada Inspektur Luders dengan catatan kasus itu ada persamaannya dengan kasus Anna Beuschel, yang terjadi empat setengah bulan sebelumnya. 

Kedua wanita itu sudah agak lanjut usianya dan pelacur yang sudah sangat merosot kariernya. Kedua-duanya pemabuk. Mereka bertubuh kecil dan ... ompong. Gigi penting untuk identifikasi. Kedua-duanya tampak terakhir kali di Bar Sarung Tangan Emas.

"Persamaan itu menarik, siapa tahu ada artinya," kata Inspektur Luders. Polisi yang mempunyai gagasan memberi catatan itu kepada Luders, yang tidak mengatakan apa-apa. Ia pergi membongkar berkas Kasus Tidak Terpecahkan dan kembali membawa kasus Gertraude Braeuer

"Ini juga ada persamaannya. Cuma saja wanita itu lebih muda," katanya. "Namun, ia ditemukan terakhir kali bukan di Sarung Tangan Emas."

"Atau siapa tahu di situ juga," kata Luders. "Apakah sebaiknya kita menempatkan petugas untuk memasang mata dan telinga di sana?" tanya Inspektur Luders.

"Jangan, Pak. Mereka akhirnya jadi pemabuk juga. Lebih baik minta tolong pada salah satu ‘burung kenari’ yang sudah telanjur jadi pemabuk," jawab anak buahnya. Yang dimaksud dengan burung kenari ialah para pelacur yang sering dimintai bantuan oleh polisi untuk menjadi mata dan telinga mereka di tempat-tempat semacam itu. Para burung kenari itu mendapat upah untuk keterangan mereka yang membantu polisi.

Pada bulan Januari 1975 seorang pelayan restoran terkemuka merasa agak cemas, ketika tidak melihat Ruth Schult muncul. la bukan pacar wanita itu dan sama sekali tidak mempunyai sangkut paut dengan wanita bertubuh kecil yang umurnya 52 tahun itu. Cuma saja Ruth Schult setiap siang pasti duduk di bangku taman seberang restoran untuk memakan bekalnya berupa roti dengan sedikit sosis.

Selama bertahun-tahun wanita itu seperti bagian dari pemandangan di tempat itu pada siang hari, sehingga ketidakhadirannya terasa oleh si pelayan. "Jangan-jangan wanita itu sakit," pikirnya.

Pelayan itu tahu bahwa wanita itu bernama Ruth Schult. Jadi ketika sudah beberapa hari ia tidak muncul, pelayan itu melapor pada polisi. Polisi memberi perhatian yang lebih dari biasanya, karena Ruth Schult memiliki kualifikasi fisik maupun moral yang sama seperti korban-korban langganan Sarung Tangan Emas. 

Anehnya, orang-orang yang bekerja dan biasa mengunjungi Sarung Tangan Emas seperti Anna Beuschel dan Frieda Roblick, Ruth Schult pengunjung tetap bar itu.

Diketahui Ny. Schult itu tidak mempunyai gigi asli lagi. Ia sudah memulai profesinya sebagai pelacur pada umur muda tahun 1948. Kemudian ia bertemu dan menikah dengan seorang duda kaya bernama Schult. Cuma saja karena tidak bisa mengekang diri dalam menghadapi alkohol dan bersikap komersial pada seks, ia diceraikan tidak lama setelah menikah.

Ia pun menjadi pelacur di Koln, Dusseldorf, dan kemudian kembali lagi ke St.Pauli di Hamburg. Makin lama giginya makin sedikit, sementara kariernya makin suram. Tanggal 9 Maret 1974 yang dingin ia ditangkap, karena secara demonstratif berbuat tidak senonoh di muka umum di Monumen Bismarck. Setelah menjalani hukuman singkat, ia kembali melaksanakan pekerjaannya dan berkunjung lagi ke Sarung Tangan Emas.

Beberapa hari sebelum lenyap, ia bercerita di bar itu bahwa ia tidak lama lagi akan menikmati ‘padang rumput yang lebih hijau’. Teman-temannya menafsirkan ia akan hidup bersama seorang pria.

Setelah sebulan kasusnya diselidiki, polisi menghadapi jalan buntu. Walaupun demikian, polisi cerdas yang bekerja di bawah Inspektur Luders tetap penasaran. 

"Tidak mudah menyembunyikan mayat di Kota Hamburg," katanya. "Biasanya identitas jelas dari korban mengantar kita pada si pembunuh. Ini kita ketahui dengan jelas dari identitas semua korban, tetapi ...."

"Namun, kita 'kan tidak tahu apakah mereka masih hidup atau sudah mati, kecuali Braeuer," kata Luders.

"Yang jelas mereka tidak akan dikirim ke Afrika Utara atau Timur Tengah. Bisa-bisa penyalurnya disate orang sana," jawab bawahannya.

Lantas dikemanakan keempat wanita itu? Apakah kasus mereka saling berhubungan?

 

Banyak potongan mayat

Tanggal 17 Juni 1975 lonceng-lonceng pemadam kebakaran berbunyi di Stasiun Pemadam Kebakaran Altona dan St. Pauli. Di Jl. Zeiss 74 terjadi kebakaran. Api dilaporkan tampak di flat yang disewa pelaut John Fordal di tingkat dua, pukul 03.37. 

John rupanya tertidur, sementara lilin menyala terus sampai habis dan api itu menyambar ranjangnya. Pelaut itu sendiri enak saja tidur sampai sebagian ranjangnya dan peralatan lain terbakar. la terbangun karena kepanasan dan merangkak ke luar jendela sampai berhasil mencapai tangga darurat. 

Ketika tiba di jalan ia masih belum sadar betul dari mabuknya. Ia didapati duduk di tepi jalan, ketika barisan pemadam kebakaran datang.

Api di flatnya cepat bisa dipadamkan, namun sudah keburu merambat ke flat yang lebih atas, bahkan sampai membakar atap. Sebagian besar atap sempat terbakar sebelum api berhasil ditaklukkan kira-kira pukul 06.30.

Seisi rumah no. 74 itu tentu saja diungsikan. Penghuni flat paling atas, Fritz Honka, saat itu sedang bekerja, sebab ia penjaga malam, sehingga anggota barisan pemadam kebakaran mendobrak pintu flatnya. Mereka tak tahu di dalam tidak ada orang. 

Ketika Walter Aust yang berumur 31 tahun berada dalam kegelapan di ruang gudang di sebelah kamar Honka, ia hampir muntah, karena selain bau asap dan kain-kain terbakar, juga bau busuk. Tangannya yang bersarung memegang benda panjang hangus, yang semula dikiranya kayu. 

Namun, alangkah kagetnya ia ketika di ujung benda itu ada sepatu sandal berwarna keemasan. Ia baru sadar kalau benda itu tungkai wanita.

"Mein Gott, Erwin!" teriaknya kaget memanggil rekannya. "Ada orang terkurung sampai hangus di sini. Wanita." Pemimpin barisan pemadam kebakaran, Erwin Schuen, cepat-cepat muncul bersama anak buahnya, Wilfrid Harz. 

Harz menyorotkan lampu senternya. Tungkai itu cuma berupa kulit pembungkus tulang yang sudah kering, coklat, dan keriput. Rupanya seperti tungkai mumi dan baunya busuk. Sesaat ketiga petugas pemadam kebakaran itu berpandangan.

"Mestinya potongan mayat itu sudah lama ada di sini,"kata Schuen. Ia berjongkok dan menyingkapkan setumpuk kain-kainan dari sebuah sudut, sementara Harz mengarahkan lampu senternya ke sana. Di bawahnya tergolek mayat kering. 

Mayat itu cuma memakai pullover warna merah anggur. Wajahnya seram, sebab bagian matanya sudah bolong, sedangkan rahangnya tidak bergigi.

"Panggil polisi, Walter," perintah Schuen. "Ini bukan wewenang kita."

Polisi segera tiba, namun sebelum itu Schuen dan teman-temannya sudah menemukan sebuah kantung plastik biru menggembung di bawah tumpukan batu bara. Kantung plastik itu meletus waktu batu bara mereka gali. Gas berbau busuk segera membuat mereka berlarian ke tangga dan berhenti memeriksa sampai bau busuk banyak berkurang.

Karena polisi mendapatkan keterangan bahwa gudang itu boleh dimasuki oleh semua penghuni rumah no. 74 dan bahwa api berasal dari flat John Fordal, pelaut itu ditahan dengan dugaan ia menyebabkan kebakaran untuk menyembunyikan pembunuhan.

Inspektur Luders dan Sersan Detektif Max Peters ikut datang dan memerintahkan penyelidikan di seluruh tingkat.

Pukul 07.45 Fritz Honka pulang dari tempat kerjanya. Saat itu polisi sudah menemukan empat mayat. Mereka menarik kesimpulan bahwa hanya Honka seorang yang bisa menyembunyikan mayat itu di sana. Di kamar Honka, polisi menemukan kartu tanda pengenal dua orang wanita, yaitu Irmgard Albrecht dan Anni Wachtmeister. Diperkirakan kedua wanita itu termasuk dua mayat yang ada di sana.

 

Tukang cekik

Honka terbengong-bengong melihat bekas-bekas kebakaran. 

"Kami polisi kriminal. Apa yang Anda ketahui mengenai dua wanita ini?" tanya Inspektur Luders seraya memperlihatkan kartu tanda pengenal kedua wanita itu. Honka melirik kartu itu.

"Mereka pernah hidup bersama saya," katanya. "Tetapi mereka pergi dan tidak pernah kembali mengambil kartu mereka. Kalau ingin bertemu mereka, cari saja di Sarung Tangan Emas."

Luders kecewa lagi. Ia sudah yakin Honka pembunuh, tahu-tahu sikapnya sama sekali tidak memperlihatkan kesan yang menguatkan dugaan itu. 

Honka ditahan juga. Sementara dokter polisi memeriksa mayat, polisi pergi menyelidiki ke Sarung Tangan Emas.

Fritz Honka, yang biasa dipanggil Fiete, dilahirkan pada tahun 1940. Bulan Juli 1971 ia merayakan ulang tahunnya berbarengan dengan pelacur bernama Erika Kynast yang genap berusia setengah abad. Ketika itu mereka hidup bersama di di rumah no. 74 tersebut. 

Erika bertubuh kecil dan ompong. Karena Honka menyakiti dia, ia melawan. Honka menjeratnya dengan kaus kaki nilon sampai matanya melotot, tetapi ia berhasil menendang selangkangan bujangan itu dan kabur ke kantor polisi dengan kaus kaki nilon masih melilit lehernya. 

Honka ditahan, tetapi ia menyatakan penyesalannya. Katanya, ia mabuk ketika itu. Karena peristiwa semacam itu sering terjadi di Ottensen dan St. Pauli, ia dibebaskan.

Setelah itu wanita-wanita silih berganti tinggal di flatnya. Umumnya mereka ditemukannya di Sarung Tangan Emas atau di Elbschloss Keller. Karena ia tidak kikir mentraktir minum, termasuk pada polisi, ia cukup populer di kedua tempat itu dan selalu ada wanita yang berhasil diajaknya ikut. Kebanyakan cuma tinggal dua tiga hari di flatnya.

Teman yang menginap untuk jangka waktu lama baru diperolehnya bulan April 1972. Irmgard Albrecht yang berumur 47 tahun bertubuh kecil dan ompong, biasa bekerja sebagai pembantu rumah tangga. 

Ia bosan menyikat lantai, tetapi doyan betul minum. Ajakan Honka berarti liburan dari membersihkan rumah orang lain, selain mendapat makanan, alkohol, dan penginapan gratis. Ternyata Honka itu kejam dan pencemburu. 

Irmgard Albrecht dikuncikan di kamar, kalau ia sedang bekerja atau pergi dari rumah. Irmgard sebetulnya tidak terlalu terganggu, cuma saja kadang-kadang di situ tercium bau busuk. Ketika ia mengeluh, Honka ikut mengendus-endus. "Betul bau busuk," katanya.

 Jadi, ia membeli satu peti berisi beberapa kaleng obat semprot untuk menghilangkan bau. (Saat itu Ny. Elsie Beier yang tinggal di flat di bawah flat Honka belum mencium bau busuk, sebab flatnya juga lebih luas dan tidak sesumpek flat Honka).

Persis di hadapan tangga, bersebelahan dengan flat Honka, ada gudang yang bisa dimasuki siapa saja. Namun, tidak ada orang lain yang merasa perlu memakai gudang itu, kecuali Honka yang menaruh batu bara dan barang-barang yang tidak terpakai lagi di situ. 

Bulan Agustus, ketika suhu udara naik, Irmgard Albrecht mencium bau lebih busuk lagi, tetapi Honka sendiri tidak peduli.

Namun, suatu malam Honka bertengkar dengan wanita lain yang diundangnya ke flat itu. Wanita itu dicekiknya, tetapi berhasil kabur untuk melapor kepada polisi. Sekali lagi Honka ditahan, tetapi dibebaskan lagi setelah mendapat peringatan keras dari polisi. 

Bulan Mei 1973 hubungan Honka dengan Irmgard Albrecht putus dan wanita itu meninggalkan rumah no. 74 secara baik-baik. Katanya, ia tidak tahan bau busuk di situ. 

Hampir dua tahun kemudian baru ada wanita lain yang menetap di flat Honka, yaitu Annie Wachtmeister (52), ompong, bertubuh kecil, pelacur. Saat itu tanggal 16 Maret 1975. Pada bulan Agustus 1974 polisi sudah menghadapi teka-teki lenyapnya beberapa wanita yang sudah melewati umur setengah baya, bertubuh kecil, ompong, pelacur. 

Tanggal 12 Juni Annie Wachtmeister secara tiba-tiba meninggalkan flat tanpa membawa barang-barangnya. Katanya, nanti saja kapan-kapan ia ambil. Kepada setiap orang yang mau mendengarkan ocehannya di Sarung Tangan Emas, ia menyatakan bahwa ia tidak tahan karena dua hal: Honka itu kasar dan flat itu bau setengah mati. 

Ia pernah mengeluh perihal bau itu kepada Honka dan pria itu membelikan obat penghilang bau, yang ternyata tidak mempan.

Dari pemeriksaan polisi diketahui tubuh yang ditemukan petugas pemadam kebakaran di bawah kain-kainan cuma terdiri atas tubuh dan bagian bawah tungkai. Lengan, paha, dan payudara ditemukan di dalam kantung plastik dalam keadaan membusuk. 

Kemungkinan besar mayat itu tidak bisa dikenali. Dari empat mayat, hanya satu yang bisa langsung dikenali, yaitu tubuh tanpa lengan, tungkai, kepala, dan payudara yang dianggap sebagai tubuh Gertraude Braeuer. Seperti diketahui, kepala dan anggota badan wanita itu ditemukan di halaman pabrik coklat pada bulan November 1971. 

Di atas tubuh mayat itu ada mayat lain yang tidak rusak, yang mengering dan kemudian dinyatakan sebagai tubuh Frieda Roblick. Mayat lain yang terpotong-potong dan ditumpukkan di belakang pintu dinyatakan sebagai Anna Beuschel. Fritz Honka mengaku bahwa mayat yang satu lagi ialah Ruth Schult. Wanita-wanita yang hilang dari Sarung Tangan Emas sudah ditemukan.

Menurut Honka, wanita-wanita itu ia bunuh dengan dicekik, karena tidak mau menuruti keinginannya. Mereka ortodoks, katanya. Ia mengaku pada saat itu berada di bawah pengaruh alkohol. Pemotongan mayat ia lakukan agar mudah untuk menyembunyikannya.

Fritz Honka dijatuhi hukuman penjara seumur hidup.

(John Dunning)

" ["url"]=> string(62) "https://plus.intisari.grid.id/read/553304523/baunya-bukan-main" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1654265610000) } } }