array(1) {
  [0]=>
  object(stdClass)#49 (6) {
    ["_index"]=>
    string(7) "article"
    ["_type"]=>
    string(4) "data"
    ["_id"]=>
    string(7) "3355985"
    ["_score"]=>
    NULL
    ["_source"]=>
    object(stdClass)#50 (9) {
      ["thumb_url"]=>
      string(103) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2022/07/01/kabur-dari-alcatrazjpg-20220701063343.jpg"
      ["author"]=>
      array(1) {
        [0]=>
        object(stdClass)#51 (7) {
          ["twitter"]=>
          string(0) ""
          ["profile"]=>
          string(0) ""
          ["facebook"]=>
          string(0) ""
          ["name"]=>
          string(13) "Intisari Plus"
          ["photo"]=>
          string(0) ""
          ["id"]=>
          int(9347)
          ["email"]=>
          string(22) "plusintisari@gmail.com"
        }
      }
      ["description"]=>
      string(131) "Orang berpikir bahwa penjara Alcatraz di San Francisco tidak akan pernah bisa dijebol. Frank Morris membuktikan bahwa mereka salah."
      ["section"]=>
      object(stdClass)#52 (7) {
        ["parent"]=>
        NULL
        ["name"]=>
        string(7) "Histori"
        ["description"]=>
        string(0) ""
        ["alias"]=>
        string(7) "history"
        ["id"]=>
        int(1367)
        ["keyword"]=>
        string(0) ""
        ["title"]=>
        string(23) "Intisari Plus - Histori"
      }
      ["photo_url"]=>
      string(103) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2022/07/01/kabur-dari-alcatrazjpg-20220701063343.jpg"
      ["title"]=>
      string(19) "Kabur dari Alcatraz"
      ["published_date"]=>
      string(19) "2022-07-01 18:34:24"
      ["content"]=>
      string(29742) "

Intisari Plus - Orang berpikir bahwa penjara Alcatraz di San Francisco tidak akan pernah bisa dijebol. Frank Morris membuktikan bahwa mereka salah. Namun sampai hari ini nasib mereka tidak pernah diketahui. 

--------------------

Pada tahun 1930, Alcatraz, sebuah pulau berbatu di teluk San Francisco, merupakan sebuah penjara yang terkenal kejam. Dikenal sebagai "The Rock", karena tidak mungkin ada yang bisa lolos dari sana, dan rumah yang suram bagi bandit-bandit seperti "Creepy" Karpis dan "Machine Gun" Kelly. Bahkan, seorang mafia yang terkenal seperti Al Capone pun secara perlahan menjadi gila ketika menghabiskan sisa hidupnya di ruang penatu penjara ini.

Pada tahun 1950, Alcatraz menjadi bayangan yang meremukkan. Walaupun sering kali bertindak brutal, namun para penjahat yang berada di sana tidak lagi kejam. Pulau Alcatraz menjadi tanah lembab yang terus menerus menghantui para tahanan yang dipindah dari penjara lainnya di Amerika barat.

*

Frank Morris, seorang perampok bank dan pembobol rumah, memang hebat. Serangkaian hukuman, pelarian, dan penangkapan membawanya ke pulau ini. Ia tiba pada 1960, dan menolak anggapan bahwa tidak ada yang dapat lolos dari Alcatraz. Sejak pertama kali ia menginjakkan kakinya di pulau ini, ia telah merencanakan pelariannya.

Morris, seorang yang kurus, tampan, sama sekali tidak terlihat seperti Clint Eastwood yang memerankannya di film produksi Hollywood. Wajahnya yang simpatik serta perangainya yang kalem, menyamarkan sifat kasar dan pikiran tajamnya.

Seiring dengan berlalunya hari pertamanya di Alcatraz, Morris langsung terbiasa dengan rutinitas di penjara. Setiap harinya para tahanan bisa pergi ke bengkel untuk memperoleh penghasilan dengan membuat sikat atau sarung tangan. Ada rutinitas penggeledahan badan, absensi selama setengah jam, dua jam "rekreasi" berputar-putar di lapangan olahraga. Tiga kali makan di kantin penjara.

Kantin dianggap tempat yang paling berbahaya di penjara. Untuk menghindari terjadinya keributan, di dinding kantin sudah ada lubang tempat menembak, dan bom air mata telah terpasang di langit-langit kantin.

Setelah makan malam, para tahanan dikunci di sel masing masing. Mereka mempunyai waktu empat jam untuk melakukan hobi mereka, sampai lampu dimatikan pada jam sembilan malam. Waktu itu bisa mereka gunakan untuk melukis, membaca, memainkan alat musik, atau apa saja di dalam sel masing-masing. 

Ada beberapa di antara mereka yang bermain catur dengan tahanan di sel sebelahnya, ada juga yang mengancam tahanan lain yang akan mereka serang keesokan harinya pada saat jam olahraga.

Karena mudah bergaul, dengan cepat Morris mendapatkan teman. Di sel sebelahnya ada Allen West, seorang pencuri mobil dari New York. Mereka cukup akrab. Di kantin, tempat para tahanan bisa duduk di bangku panjang di mana saja mereka suka, Morris juga berkenalan dengan kakak beradik Anglin, John, dan Clarence. Mereka adalah pemuda desa yang meninggalkan pekerjaannya di peternakan Florida—dan menjadi perampok bank. Sel mereka berada di lantai yang sama dengan sel Morris, sekalipun letaknya agak jauh.

Setelah Morris berada di Alcatraz selama satu tahun, seorang tahanan memberitahunya bahwa sebuah kipas besar telah dipindah dari terowongan ventilasi atap tiga tahun sebelumnya, dan tidak pernah diganti. Pikiran tajam Morris langsung membayangkan sebuah pelarian yang nekad di malam hari melalui terowongan tersebut. Ada jalan keluar dari "The Rock", sembilan meter di atas kepalanya.

Pelarian tersebut akan sangat sulit, tetapi bukan tidak mungkin. Satu yang pasti, hal itu memerlukan waktu yang tidak sedikit dan rencana yang matang. Waktu adalah satu-satunya kemewahan yang dimiliki seseorang selama di penjara, dan Morris akan menggunakannya dengan baik.

Yang harus dilakukan Morris adalah mencari jalan untuk keluar dari sel yang terkunci menuju atap. Para tahanan diawasi dengan ketat saat mereka keluar dari sel, jadi hal itu tidak mungkin dilakukan pada saat itu.

Suatu hari, muncul sebuah inspirasi. Di bawah di setiap sel, tepat di bawah tempat cuci piring, terdapat sebuah ventilasi udara kecil. Di belakangnya terdapat sebuah koridor sempit tempat air mengalir, listrik, dan pipa saluran pembuangan. Seandainya Morris dapat memindahkan ventilasi itu, lalu membuat sebuah lubang yang cukup besar baginya, maka ia dapat memanjat ke terowongan dan keluar ke atap. Di malam hari, ia hanya sendirian di dalam sel selama sembilan jam. Ini adalah waktu yang tepat untuk mencobanya.

Seberapa mudahkah membuat lubang itu? Morris membungkuk dan menggores tembok baja itu dengan sebuah gunting kuku. Sebuah percikan api kecil muncul. Tembok tersebut bisa dilubangi, tapi memerlukan waktu berabad-abad untuk melakukannya. Membuat lubang bukanlah masalah. Bagaimana menyembunyikan lubang yang semakin membesar itulah yang harus dipertimbangkan. 

Morris memutuskan untuk membeli sebuah akordion, seperti milik West, dengan uang yang diperolehnya dari bengkel, untuk menutupi lubang galiannya. Seiring bertambah besarnya lubang galiannya sehingga tidak dapat ditutupi dengan akordion lagi, Morris mendapat ide untuk membuat tembok tiruan dengan papan yang dilukis lengkap dengan ventilasi udaranya.

Semakin dipikirkan, Morris semakin sadar bahwa rencana ini akan lebih baik dilakukan dengan bantuan orang lain. West dan kakak beradik Anglin pun direkrut. Keberadaan mereka di blok sel yang sama sangat membantu. Empat serangkai ini pun menjadi kompak. 

Langkah pertama yang diambil adalah menjadikan melukis sebagai hobi mereka. Hal ini tentu tidak akan memudahkan mereka untuk memesan kuas, kanvas, dan papan lukis yang akan mereka gunakan untuk membuat tembok palsu yang mereka perlukan.

Sementara West mengawasi patroli para sipir dari selnya, Morris mulai menggali tembok dengan gunting kukunya. Setelah satu jam, ia hanya bisa mendapat kepingan-kepingan kecil tembok, dan jarinya sangat kesakitan.

la berbisik pada West, "Aku rasa kita pasti masih akan menggali pada saat kita mendapatkan pembebasan bersyarat." "Kita harus bicara dengan Anglin pada saat sarapan nanti," kata West. Lalu keduanya pun tidur.

"Jadi ..." 

Clarence Anglin selalu membiarkan kalimatnya menggantung, tidak selesai. Namun kalimat selanjutnya merupakan kalimat yang pantas untuk disimak. West dan Morris menunggu kata-kata selanjutnya. 

"Lihat sendok ini? Aku rasa bisa kita jadikan alat penggali yang pantas. Lekatkan gunting kukumu di pegangannya, maka kau akan menggali lebih mudah."

Morris memasukkan sendoknya ke dalam sakunya. 

"Ide bagus, Clarence," katanya. "Dan aku tahu bagaimana caranya melekatkan sendok dan pisau! Sampai ketemu lagi ..."

Malam itu, saat tahanan lain melukis, atau memainkan ala musik mereka, Morris mempersiapkan aktivitas sesuai rencana Pertama, ia mematahkan pegangan sendok yang diselundupkannya, lalu memindahkan salah satu mata pisau dari gunting kukunya.

"Hei, Westy," bisiknya, "Kau punya koin?"

"Ya, siapa yang bertanya?" 

"Berikan padaku, akan kuganti saat kita lolos dari tempat ini! Sekarang, berjagalah untukku."

Morris mulai mengerat koin sampai ia mendapatkan gundukan kecil serpihan logam di atas mejanya. Kemudian ia mengikat sekitar lima puluhan batang korek api menjadi satu Lalu ia mengambil beberapa buku dan disusun seperti dua menara yang berdekatan dan memosisikan pegangan sendok dan gunting kuku hingga saling menyentuh.

Selanjutnya ia membubuhkan serpihan logam tadi di atas sendok dan mata pisau tersebut. 

"Ada yang datang? Bagus. Ini saatnya!"

Wuuush... Morris menyalakan ikatan korek api yang ada di bawah pegangan sendok dan mata pisau itu. Dalam hitungan satu atau dua detik, keduanya menjadi panas.

"Hore!" ia bersorak pada dirinya pelan. Ketika apinya sudah cukup panas melelehkan logam tadi, dia menyatukan pegangan sendok dan mata pisau.

"Bau apa itu, Frank? Apa kau memelihara setan di dalam sana?" tanya West yang mencium bau korek api terbakar. Morris memastikan tidak ada penjaga yang mendekat, lalu lewat jeruji selnya ia memberikan peralatan barunya pada West. 

"Sungguh," kata West. "Aku akan membuat satu untuk diriku!"

*

Segera, keempat tahanan tersebut membuat peralatan menggali yang sama. Namun mereka masih kesulitan untuk menggali tembok tersebut, bagaimana pun juga tebalnya 20 sentimeter.

"Pasti ada cara yang lebih baik dari ini," pikir Morris. Dan ternyata memang ada.

Allen West menikmati pekerjaannya sebagai tukang bersih bersih di penjara. Ia bebas berjalan ke sana ke mari bercakap-cakap dengan tahanan lain, pada saat yang sama ia tetap dianggap bekerja. Pekerjaannya ini juga membawa kemujuran yang tidak disangka-sangka, misalnya akses menuju ruang elektronik. Mengenai kesulitan menggali tembok, kepada Morris ia berkata, "Yang kita perlukan adalah mesin yang terdapat di dalam alat pengisap debu, dan aku tahu di mana kita bisa mendapatkannya. Ambil dinamonya, lekatkan dengan mata bor, dan yang kita dapat adalah sebuah bor!"

"Berikan dinamonya, maka kau kubuatkan sebuah bor" kata Morris.

West menyelundupkan sebuah dinamo ke selnya, lalu Morris memasangnya dengan mata bor yang didapatnya dari bengkel penjara. Mereka tahu apa yang dikerjakan akan mengeluarkan suara yang ribut. Maka mereka menunggu sampai 'jam musik', saat para tahanan diizinkan memainkan alat musik di dalam sel.

Morris mencolok kabel dinamo ke colokan lampu yang ada di selnya.

"Ini saatnya ..."

Ia menyalakan saklarnya dan dinamo tersebut pun berputar. Itu saja sudah menimbulkan suara cukup keras, namun suara saat mengebor lebih bising. Morris mengebor selama ia berani, lalu berhenti. Hasilnya cukup menjanjikan. Dua lubang tembus sampai sisi di sebelahnya. Pekerjaannya memang lebih cepat dikerjakan dengan alat tersebut.

Keesokan paginya, saat sarapan, Morris menghampiri Anglin.

"Kita akan menggilir pemakaian bor ini di antara kita berempat, tapi kita harus hati-hati menggunakannya," katanya. "Buatlah beberapa lubang selama tahanan lain memainkan alat musik mereka. Ini akan menghemat waktu kita dalam menggali. Pada saat kita memperoleh lubang di dinding, gali sisanya dengan mata pisau di malam hari, maka kita akan bebas,"

Mata Clarence membesar. Jari-jarinya sudah penuh kapalan.

*

Dengan rencana pelarian yang kelihatannya semakin nyata, pikiran mereka tertuju pada cara keluar dari pulau tersebut. Sambil makan malam, mereka duduk bersama memikirkan masalah yang mengadang di depan.

"Airnya bisa membekukan kita. Pulau ini pun selalu berkabut sepanjang tahun. Aku tidak ingin melalui segala kesulitan untuk keluar dari sini hanya untuk mati membeku di air," kata Clarence dengan mulut penuh.

"Itu sudah pernah dilakukan," kata West."Aku dengan tiga orang gadis perenang pernah melakukannya tahun 1933."

Morris lebih realistik. "Tetapi mereka atlet. Mereka di selama berbulan-bulan, bahkan tubuh mereka dihangatkan oleh pakaian selam, dan pastinya mereka tidak hidup dengan standar makanan di penjara, sehingga mereka kuat untuk berenang ... lagi pula aku yakin, mereka pasti dikawal dengan perahu. Yang kita perlukan adalah bantuan kecil, rakit, jaket pelampung, sesuatu yang membuat kita tetap terapung, atau keluar dari air."

John Anglin menyambung. "Aku melihat jas hujan plastik di bengkel. Kita dapat mencurinya, memotong lengannya, lalu meniupnya menjadi seperti pelampung. Bahkan kita bisa melekatkannya menjadi satu dan menjadikannya rakit."

Senyuman Morris mengembang. "Begitu kita bisa menembus tembok itu, kita mulai mengumpulkan barang barang." 

*

Lubang di tembok semakin besar setiap harinya. Keempat serangkai pun cepat-cepat menyelesaikan lukisan tembok palsu mereka yang akan digunakan untuk menutupi pekerjaan tangan mereka. Mereka melukis tembok sama persis seperti tembok di dalam sel, lengkap dengan ventilasi udaranya. Lalu dengan hari-hati mereka menyingkirkan potongan tembok di sekitar ventilasi, supaya tembok palsunya bisa terpasang pas dan tidak jatuh.

Di cahaya yang terang, tembok palsu itu pasti akan langsung ketahuan, namun di cahaya remang-remang dalam sel, perpaduan tembok palsu dan asli cukup sempurna. Kini mereka bisa menggali dengan rasa aman, dan akhirnya mereka memperoleh lubang yang cukup besar bagi mereka untuk menyusup keluar.

Menyusup keluar di malam hari juga masalah yang besar. Semua pintu di penjara Alcatraz terbuat dari jeruji besi, ini artinya seorang penjaga bisa melihat ke sel mana saja, kapan saja, untuk mengawasi tahanan mana pun. Namun Morris mempunyai jalan keluar yang brilian. Halaman majalah yang disobek, dihancurkan di tempat cuci piring di selnya. Kemudian kertas tersebut dijadikan bubur kertas, dan dikeringkan dengan bentuk kepala orang.

Setelah kira-kira satu minggu, kepala palsu itu sudah cukup kering untuk dicat. Clarence Anglin yang bekerja sebagai pemangkas rambut di penjara menyelundupkan rambut-rambut untuk Morris, Rambut yang jenisnya sama dengan model rambut Morris itu memberikan sentuhan akhir yang sempurna. 

Morris juga menambahkan alis. Bila ditutup dengan selimut, dalam sel yang gelap, kepala itu akan terlihat sama seperti aslinya. Buntalan baju di balik selimut akan terlihat seperti bentuk tubuh. Akhirnya, prototipe kepala Morris selesai. Allen dan Anglin juga mulai membuat kepala palsu mereka .

Akhirnya, malam pun tiba, saatnya bagi mereka untuk naik ke atap. Morris menghabiskan sehari sebelumnya dengan mencoba mengatasi rasa khawatirnya. Bagaimana jika jalan ke atas atap ternyata telah ditutup? Bagaimana jika dinamo ventilasi telah diganti? Segala jerih payah mereka akan menjadi sia-sia. Hukuman dua belas tahun pun terbentang dalam benaknya.

Lalu bayangan buruk lainnya pun muncul. Lubang di dalam sel akhirnya tersingkap, artinya sekian tahun hukuman akan ditambahkan padanya.

Akhirnya, malam tiba, dan aktivitas dalam penjara perlahan-lahan mulai terhenti. Dengan penjagaan West, Morris meletakkan kepala palsu di atas bantalnya dan menyusup ke lubang yang telah dibuatnya, lalu menggeser tembok palsu dengan hati-hati.

Koridor di belakang tembok adalah tempat yang sempit dan lembap, dan dipenuhi bau busuk air laut yang mengalir di sepanjang pipa pembuangan kotoran. Di sekelilingnya adalah pipa saluran dan kabel-kabel, sementara debu dan kotoran ada di setiap tempat yang disentuhnya. Namun, berdiri di sebuah koridor sempit, ada rasa gembira besar di hati Morris, seperti seorang murid melakukan sesuatu yang dilarang keras oleh guru yang dibenci.

Ia harus menunggu beberapa saat, agar matanya terbiasa dengan keremangan ruangan. Kemudian ia memanjat ke atas, melewati pipa-pipa dan kabel-kabel yang berantakan untuk mencapai terowongan ventilasi. Terowongan itu ada di depannya, setinggi 1,5 meter dari atas atap, dengan sudut tajam berukuran 30 sentimeter.

Hal pertama yang disadarinya adalah ia memerlukan seseorang untuk mengangkatnya masuk ke dalam.

la pun memberi selamat pada dirinya karena telah memikirkan konsep lebih baik untuk melaksanakan rencana ini dalam sebuah tim daripada sendirian. Morris juga memperhatikan ada ruang yang cukup untuk beberapa orang di atas atap tersebut. Di tempat yang tidak terpantau penjaga penjara inilah yang merupakan tempat paling sempurna untuk menyembunyikan segala perlengkapan yang mereka perlukan untuk berenang ke daratan.

Malam berikutnya, Morris dan Clarence Anglin naik ke atap bersama. Clarence mengangkatnya masuk ke terowongan Namun, apa yang dilihat Morris di dalam sana membuat perutnya mulas. Memang, baling-baling kipas dan dinamonya telah dipindahkan, tetapi di sana telah dipasang palang dan terak besi sebagai gantinya. Penghalang yang tak terduga ini terbuat dari besi yang sangat kuat.

Pagi harinya, mereka memberitahukan kabar tersebut pada West."Kau pikir, apa yang akan kau temukan di atas sana?" katanya sinis. "Dua buah tiket ke Brasilia? Kita berhasil menjebol tembok tebal itu, tetapi beberapa jeruji jangan sampai menghentikan rencana kita."

West betul. Selama beberapa hari Morris berpikir memecahkan masalah tersebut, dan datang dengan solusinya Dua palang itu bisa dilekukkan dengan pipa yang ditinggalkan oleh tukang di koridor. Namun, terali besi merupakan masalah lainnya. Bor yang mereka miliki mungkin bisa membantu, tetapi suara yang ditimbulkannya akan sangat bising.

Yang mereka perlukan adalah sesuatu yang bisa memotong jeruji tersebut. Di bengkel ada sejenis senar karborundum (tali tipis dengan bubuk ampelas) yang digunakan untuk menggergaji benda logam. Akan dibutuhkan kerja keras beberapa jam memotong dengan senar itu, namun masih mungkin dilakukan.

Jadi, selama beberapa malam, secara berpasangan, keempat serangkai ini naik ke atas untuk menggergaji dan menggergaji. Tidak mudah, dan sangat menyakitkan, tapi akhirnya terali besi tersebut bisa disingkirkan. Morris pun terpikir untuk mengganti jeruji tersebut dengan sabun batangan yang dicat hitam. Ia tidak ingin ada penjaga yang memperhatikan bahwa jeruji itu sudah tidak ada.

*

Sekarang sudah pertengahan musim panas, tahun 1962. Segalanya sudah pada tempatnya, dan tidak ada waktu yang lebih baik untuk kabur sepanjang tahun itu. Tingkat kedinginan suhu air laut di sekeliling penjara merupakan yang paling mematikan dibanding waktu lainnya. Di kantin, mereka duduk bersama, berdiskusi kapan waktu yang terbaik bagi mereka untuk kabur.

"Aku rasa sekarang, dan John setuju denganku," kata Clarence Anglin. "Suatu saat, jas hujan yang kita simpan di atas akan ketahuan, dan lubang di sel pun tidak mungkin menjadi rahasia selamanya."

"Itu betul," kata West. "Tembok palsuku selalu bergeser di malam hari. Aku harus memperbaikinya dengan semen, jadi mari kita tetapkan sebuah tanggal, supaya aku punya cukup waktu untuk memperbaikinya."

"Kita akan berangkat kira-kira sepuluh hari lagi," kata Morris. "Aku akan berkunjung ke perpustakaan, dan meminjam buku tentang pasang surut laut. Air di teluk sangat berbahaya, jadi kita harus pergi pada saat yang tepat, kalau tidak kita akan mati."

Apa yang terjadi seminggu setelahnya sangat mengkhawatirkan. Setelah jam makan, sekembali ke sel masing-masing, para tahanan mendapati beberapa perbedaan. Posisi handuk dan buku yang berubah. Ini artinya sel mereka telah digeledah. Mungkin itu hanya pemeriksaan rutin, atau mungkin saja penjaga penjara telah mencium sebuah rencana pelarian.

Tiga hari setelah percakapan terakhir mereka dengan West, kakak beradik Anglin tidak sabar menunggu lebih lama lagi. Sekitar jam sembilan malam tanggal sebelas Juni, Morris mendengar suara di balik temboknya. Itu suara John Anglin yang memberitahunya bahwa ia dan Clarence kabur SEKARANG. 

Sebelum Morris sempat mengutarakan pendapat, John sudah meninggalkan koridor. Sementara itu, di sel sebelah, West diserang rasa panik yang luar biasa. Tak siap, dan tersedak oleh rasa marah dan terkejut, ia mulai mengorek pinggiran dinding palsu yang dilapisi semen.

Morris membantunya mengawasi selama yang ia bisa. Saat itu lampu belum dimatikan, dan para tahanan masih belum bersiap untuk istirahat malam.

Sementara ini, dengungan percakapan dan aktivitas di sana masih bisa menenggelamkan suara yang ditimbulkan galian West. Namun, Morris tidak bisa tinggal lebih lama.

Saat lampu dimatikan, Morris harus pergi. Ia naik ke atas atap, meninggalkan West yang masih terus menggali. Kakak beradik Anglin sudah berada di atas sana menantinya. Tak ada gunanya berdebat tentang apa yang telah mereka lakukan terhadap West, pokoknya mereka harus melanjutkan rencana ini tanpa West.

John mengangkat Morris ke dalam terowongan. Saat ia memindahkan jeruji palsu yang terbuat dari sabun itu, wajahnya tersorot seberkas cahaya dari menara penjaga yang menyapu atap. 

Secara perlahan Morris memindahkan murnya. Tetapi angin meniupnya sampai jatuh ke lantai dan mengeluarkan suara. Seketika itu juga Morris diam membeku di dalam ventilasi. Ia sangat tegang sampai tak dapat bergerak. 

Ketiga pria itu diam dalam kegelapan malam, menunggu apa yang terjadi selanjutnya. Mereka mengira akan mendengar bunyi alarm, penjaga-penjaga yang datang memeriksa. Sementara, di bawah sana, seorang petugas patroli cepat-cepat melapor pada petugas piket.

"Jangan khawatir," katanya. "Banyak sampah di atas atap. Mungkin itu sebuah kaleng cat yang tertiup angin."

Sepuluh menit berlalu sebelum Morris dan Anglin bersaudara memutuskan situasi telah aman untuk bergerak lagi. Setiap orang menyusup ke luar atap secara perlahan dengan tiga atau empat jas hujan di pinggang mereka. 

Mereka mengedipkan mata karena cahaya yang menyilaukan dari mercusuar. Jauh dari ruang yang panas di penjara, udara malam terasa sangat dingin, dan kebekuan air laut yang asin tercium.

Rute yang harus dilalui dari atap menuju pantai disinari oleh lampu sorot dan diawasi oleh menara penjaga. Banyak yang harus dilakukan sebelum mereka bisa lolos dengan aman. Ketiga serangkai berlindung di bawah bayang-bayang, dan merayap ke atap. 

Morris naik ke pinggiran dinding ke atas pipa. Di bawahnya terbentang jarak 15 meter untuk sampai ke tanah. Ia bergerak sangat pelan, menghindari gerakan tiba-tiba yang bisa menjadi perhatian penjaga di menara. Lalu, ia turun dengan meluncur pelan di pipa, dan menunggu Anglin bersaudara di bawah. 

Jauh dari blok penjara, ketiga pria ini kabur melewati beberapa pagar dan tebing yang curam untuk sampai ke tepi pantai. Di seberang lautan, daratan hanya sejauh 2,5 kilometer.

Merayap di pasir yang lembap, menggigil karena angin laut, mereka mulai meniup jas hujan mereka dan membuat rakit, lalu menyeberangi teluk San Francisco yang dingin ...

Akhirnya, lewat tengah malam, West berhasil melepaskan tembok palsunya. la bergegas naik ke atas atap, namun Morris dan Anglin bersaudara telah jauh. Saat ia menjulurkan kepalanya keluar ventilasi, ia diganggu oleh sekawanan burung camar yang sangat berisik. 

Ia terpaksa kembali ke dalam sel diselimuti rasa panik. Ia menjalani masa tahanannya dengan rasa penasaran apa yang akan terjadi jika saja Anglin bersaudara terlebih dahulu memberitahunya tentang keberangkatan mereka. Mungkin ia sudah berada di sebuah bar dengan minuman dingin dan gadis cantik. Mungkin ia terbaring di dasar teluk San Francisco, sementara kepiting memakan tulang pipinya yang putih.

 

Setelah Pelarian

Pagi harinya, para penjaga yang bertugas membangunkan, mereka hanya menemukan kepala palsu di tempat tidur kosong. Penjaga lainnya teringat akan suara yang mencurigakan pada malam sebelumnya, dan memperkirakan mereka melarikan diri sekitar pukul sepuluh malam. Itu memang waktu yang paling baik untuk kabur. 

Air teluk tenang, arusnya pun tepat. Jika buronan itu selamat dari dinginnya air laut, mereka punya banyak kesempatan untuk mencapai daratan.

Perahu, tentara dan penjaga dengan anjing pelacak dikerahkan untuk mencari mereka. Setelah dua hari penuh, mereka kembali membawa satu plastik yang penuh dengan foto keluarga milik Clarence Anglin.

Setelah itu, nihil. Tidak seorang pun. Tidak sehelai pakaian pun. Tidak seberkas bayangan pun. Tiga serangkai tersebut mungkin saja terseret arus dan tenggelam ke dasar laut, tapi mungkin pula mereka telah berhasil lolos. Bahkan mungkin mereka masih hidup sampai hari ini.

Kisah pelarian dari Alcatraz langsung menjadi berita nasional, dan merupakan hal yang memalukan bagi pihak berwenang Alcatraz. Kepala penjaga Olin Blackwell harus mengakui bahwa struktur tembok beton memang bisa ditembus, dan ini memungkinkan tahanan untuk menggalinya dari dalam sel.

Pada saat pelarian, banyak perwira pemerintah merasa bahwa penjara itu telah dipakai lebih lama daripada seharusnya, maka pada tahun 1963 seluruh tahanannya dikeluarkan dari pulau dengan kapal dan dibubarkan atas dasar hukum Amerika.

Pada 1979, Clint Eastwood memerankan Frank Morris dalam film Escape from Alcatraz, yang kebanyakan adegannya diambil di pulau Alcatraz. Perusahaan film menghabiskan dana sebesar USD 500.000 untuk mendekor ulang penjara yang telah ditutup selama 16 tahun.

Kebanyakan aktor film tersebut menjadi sakit yang malah membuat akting menjadi mereka begitu nyata. Film tersebut membawa cerita Morris dan Anglin bersaudara ke mata dunia. Sampai hari ini, Alcatraz masih merupakan objek wisata yang terkenal. 

Keluarga Anglin mengaku mereka menerima kartupos dari saudara mereka yang dikirim dari Amerika Selatan, namun tidak pernah memberikan bukti nyata. Morris yang tidak memiliki keluarga dekat, menghilang tanpa jejak. Allen West tidak pernah memperoleh kebebasannya. Ia meninggal di penjara di Florida, tahun 1978. (Nukilan dari buku: TRUE ESCAPE STORIES Oleh Paul Dowswell)




" ["url"]=> string(64) "https://plus.intisari.grid.id/read/553355985/kabur-dari-alcatraz" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1656700464000) } } }