array(1) {
  [0]=>
  object(stdClass)#49 (6) {
    ["_index"]=>
    string(7) "article"
    ["_type"]=>
    string(4) "data"
    ["_id"]=>
    string(7) "3760937"
    ["_score"]=>
    NULL
    ["_source"]=>
    object(stdClass)#50 (9) {
      ["thumb_url"]=>
      string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2023/05/26/seorang-gadis-dibunuh-di-hagenho-20230526103034.jpg"
      ["author"]=>
      array(1) {
        [0]=>
        object(stdClass)#51 (7) {
          ["twitter"]=>
          string(0) ""
          ["profile"]=>
          string(0) ""
          ["facebook"]=>
          string(0) ""
          ["name"]=>
          string(5) "Ade S"
          ["photo"]=>
          string(54) "http://asset-a.grid.id/photo/2019/01/16/2423765631.png"
          ["id"]=>
          int(8011)
          ["email"]=>
          string(22) "ade.intisari@gmail.com"
        }
      }
      ["description"]=>
      string(141) "Helene ditemukan tewas ditusuk di kamarnya. Seseorang beberapa kali memerkosa gadis malang tersebut. Apakah ia dibunuh oleh si pemerkosa itu?"
      ["section"]=>
      object(stdClass)#52 (8) {
        ["parent"]=>
        NULL
        ["name"]=>
        string(8) "Kriminal"
        ["show"]=>
        int(1)
        ["alias"]=>
        string(5) "crime"
        ["description"]=>
        string(0) ""
        ["id"]=>
        int(1369)
        ["keyword"]=>
        string(0) ""
        ["title"]=>
        string(24) "Intisari Plus - Kriminal"
      }
      ["photo_url"]=>
      string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2023/05/26/seorang-gadis-dibunuh-di-hagenho-20230526103034.jpg"
      ["title"]=>
      string(33) "Seorang Gadis Dibunuh di Hagenhof"
      ["published_date"]=>
      string(19) "2023-05-26 10:30:43"
      ["content"]=>
      string(50486) "

Intisari Plus - Helene ditemukan tewas ditusuk di kamarnya. Menurut Duwe yang menemukannya, ia mengetahui bahwa seseorang beberapa kali memerkosa gadis malang tersebut. Apakah ia dibunuh oleh si pemerkosa itu?

---------------

Hagenhof yang berpenghuni 24 orang berada di daerah Kammergut, letaknya sekitar satu jam perjalanan dari Koenigslutter. Tanah pertanian itu dikerjakan oleh seorang bernama B yang tinggal di rumah utama dengan keluarganya. Di sebuah rumah untuk para pekerja, tinggal penjaga rumah Boden, pembantu penjaga sapi Wilhelm Duwe dengan keluarga. Di rumah lainnya tinggal janda Bebenroth yang menjadi pekerja di situ. la mempunyai dua anak gadis, Emilie yang berusia 15 dan Helene Bebenroth yang berumur 11.

Sebagai penghasilan tambahan, janda Bebenroth membuka warung kecil-kecilan yang menjual bir, cerutu dan Iain-lain kepada para pekerja di sana. Pekerja lelaki lain di tempat itu adalah penggembala domba Froemling, kuli Polei dan Juch serta pekerja-pekerja Doerrheide dan Schumann. Doerrheide, seorang duda, pada bulan Mei 1904 telah bertunangan dengan janda Bebenroth dan akan menikah tanggal 26 Juni. Di antara pekerja di tempat itu ada juga Else Luther yang berumur 20 tahun.

Pada tanggal 3 Juni, hari Jumat, sesudah istirahat siang, jadi kira-kira jam 1 siang, penjaga rumah Boden, kedua pekerja, Doerrheide dan Schumann serta janda Bebenroth dengan anaknya yang tertua Emilie pergi ke ladang untuk bekerja. B tidak berada di dalam rumah. Istri Boden sedang bekerja di rumah dan di halaman hanya ada penggembala domba Froemling yang berusia hampir 50 tahun dan pembantu penjaga sapi Duwe yang berusia 27 tahun.

Froemling belum menikah, sedangkan Duwe sejak tanggal 14 Oktober 1902 telah menikah dengan wanita muda cantik yang bernama Anna E. Wanita ini telah membawa seorang anak, yang tidak berasal dari Duwe dan yang sudah lahir sebelum menikah, yang berusia 4 tahun dan bernama Marie E. Selain dari pada itu masih ada seorang bocah berusia 1,5 tahun, anaknya bersama Duwe. Kini Nyonya Duwe mengandung lagi.

Helene Bebenroth yang berusia 11 tahun, yang pada sore harinya akan pergi dengan Nyonya Boden ke Koenigslutter dan berbelanja di sana, tinggal sendiri saja di rumah ibunya sesudah makan.

Penjaga domba Froemling pada jam 1 siang masih datang ke Nyonya Bebenroth dan mengatakan bahwa ia akan pergi ke Koenigslutter malam hari untuk memesan karangan bunga bagi abangnya yang meninggal sehari sebelumnya. Ia tidak memperhatikan Helene waktu ia datang sebentar itu. Kemudian ia bekerja beberapa lama di kandang domba dan tidak lama sesudah jam 2 ia pergi dengan domba-domba ke ladang.

Pembantu penjaga sapi Wilhelm Duwe yang sejak 1 Oktober 1901 bekerja di Hagenhof, dengan selingan beberapa kali keluar masuk. Pada tahun 1903, ia pernah beberapa lama menjadi pembantu di rumah sakit jiwa di Koenigslutter. Dalam masa ia bekerja di situ terjadi beberapa percobaan pembakaran. Duwe dituduh melakukannya. Namun sesudah diperiksa selama 8 hari, ia dibebaskan kembali dan perkara dihentikan di tengah jalan. Bangemann seorang pekerja jujur, yang mencurigai Duwe dan karena itu Duwe tidak menyukai Bangemann. Duwe tidak pernah dihukum sebelumnya.

Sesudah bekerja pagi hari di halaman dan kandang sapi, Duwe segera sesudah makan siang memotong rumput di dekat halaman. Rumput yang dipotongnya dibawa ke halaman pada jam 2 siang. Waktu sedang memotong rumput, ia meminum sebotol bir yang diambil anak tirinya Marie E. dari warung janda Bebenroth. 

Apakah Duwe terus-menerus memotong rumput atau ia kadang-kadang pergi dari tempat bekerja, tidak dapat diketahui. Sekitar jam 3 sore ia muncul di kebun sayur-sayuran di mana pembantu Else Luther sedang bekerja. Duwe berbicara dengannya dan mulai memotong pagar dengan gunting. la hanya sebentar saja bekerja dan menerangkan bahwa ia harus “ke belakang” dan pergi dari tempat Else Luther bekerja. Waktu hendak ke WC, ia bercanda dengan istrinya yang sedang tidur-tiduran di tempat tidur. Ia mengatakan, “Sebetulnya saya ingin tidur di sampingmu, tetapi saya harus buang air dulu.”

Sesudah meninggalkan WC, Duwe kembali ke kebun dan memotong pagar. Tetapi sesudah beberapa waktu ia pergi lagi dan memberi keterangan kepada pembantu Else Luther. Katanya karena kentang goreng yang dimakannya tadi, ia menjadi haus sekali. Pembantu tadi meneruskan kerja di kebun. Sebelumnya istri B juga bekerja di situ. 

Baru saja 10 menit ia pergi, Duwe berteriak kepada Else Luther dari jendela tempat mencuci di rumah janda Bebenroth. “Kemari cepat! Helene Bebenroth di kamar tidur penuh darah.”

Mendengar itu Else Luther dan istri B segera masuk rumah janda Bebenroth. Duwe ada di situ dan menunjuk ke tempat tidur janda Bebenroth di kamarnya. Di tempat tidur itu, Helene, tertekan ke dinding, terlentang dan berdarah di leher. Dengan disaksikan oleh kedua wanita tadi, Duwe memegang anak itu pada kakinya — yang sebagian tak berkaos — menggoyang-goyangkan badannya dan merasa bahwa Helene tidak memberikan tanda-tanda kehidupan lagi.

Nyonya B mengatakan bahwa pertama ibunya harus diberitahu. Duwe segera pergi ke ladang dan memberitahu kepada Ny. Bebenroth yang bekerja di samping anaknya Emilie, bahwa anaknya Helene berbaring di tempat tidur dan berdarah. Waktu janda itu dengan terkejut masuk halaman, istri Duwe mengatakan bahwa Helene telah meninggal. Ibu Helene pingsan, tetapi sesudah siuman pergi ke kamar di mana terbaring jenazah anaknya dalam keadaan yang telah digambarkan sebelumnya.

Pintu kamar dan pintu rumah ditemukan dalam keadaan terbuka. Tidak ada kekacauan di kamar-kamar lain dan tidak ada jejak perlawanan. Dokter yang segera dipanggil dari Koenigslutter menentukan bahwa anak itu telah meninggal. Ia ditusuk pada leher dan kulit lecet di beberapa tempat. Pisau atau alat-alat lain tidak ditemukan.

Helene Bebenroth adalah seorang anak pendiam dan baik, tetapi penakut. Ia tidak pernah mau ke ruang gudang karena pernah melihat tikus di situ. Dan jika ingin beristirahat sebelum ibu dan kakak masuk tempat tidur, ia selalu berbaring di sofa yang ada di kamar duduk dulu. Katanya ia tidak mau masuk kamar tidur yang gelap sendiri saja, ia takut. Ia tidak pernah mempunyai pikiran bunuh diri. Jika ia kadang-kadang menyatakan ketidakpuasannya dengan maksud ibunya kawin lagi, maka ini hanyalah pernyataan yang dilontarkan begitu saja. Dapat ditarik kesimpulan bahwa Helene Bebenroth ditikam orang di tempat tidur.

Sesudah ibunya meninggalkan rumah bersama anak sulungnya Emilie sekitar jam 1 siang, masih datang Polei dan Juch ke rumah itu. Keduanya telah membeli cerutu dari Helene dan keduanya melihat bahwa anak itu habis menangis. Waktu mereka menanyakan kenapa, mereka tidak mendapat jawaban. 

Helene Bebenroth terakhir dilihat orang di halaman jam 2 siang. Saat itu ia mengatakan kepada pembantu penjaga sapi Duwe, bahwa ibunya menginginkan seliter susu malam itu. Lalu ia segera kembali ke rumahnya. 

Kira-kira jam 4 kurang seperempat, Nyonya Boden menyuruh anak tiri Duwe, Marie E ke rumah janda Bebenroth. Ia mau menanyakan apakah janda Bebenroth sudah siap untuk ikut berbelanja ke Koenigslutter. Marie E kembali mengatakan bahwa Helene tidak ada. Gadis itu mungkin di sekolah, akan tetapi kunci ditaruh di pintu. Itu dilihat oleh Nyonya Boden. Padahal biasanya kunci dikeluarkan jika semua anggota keluarga Bebenroth meninggalkan rumah. Kunci agak rusak dan pegangan kunci pun ditarik keluar, agar jangan ada orang lain yang bisa masuk.

Karena itu pembunuhan Helene mungkin terjadi antara jam 2 kurang sedikit dan jam 4 kurang seperempat.

Pada hari jenazah ditemukan, polisi sudah mengumpulkan bukti-bukti dan meminta keterangan.

Pada pemeriksaan ini terbukti bahwa siang hari itu ada dua orang yang masuk halaman. Di dekat Hagenhof juga ada beberapa pekerja asing, di antaranya orang-orang Italia yang sedang bekerja pada jalur kereta api. Tetapi semua prasangka terhadap mereka segera dihentikan. Pasalnya, seorang yang asing hampir tidak mungkin masuk dalam rumah janda Bebenroth tanpa dilihat orang. Maka pembunuhan mungkin dilakukan oleh orang yang berdiam di halaman itu. Di dalam lingkungan tertuduh hanya dapat dimasukkan penjaga domba Froemling dan pembantu penjaga sapi Duwe, karena alibi yang lain sudah terbukti.

Yang memberatkan Froemling adalah bahwa ia sering berdua saja dengan Helene di kandang domba. Ia dulu pernah memberikan kue-kue, juga pernah memegang-megang rok wanita-wanita pekerja dan bercanda. Untuk kebiasaan di desa, itu adalah hal yang keterlaluan. Froemling yang berusia 50 tahun dan terkenal alim itu tidak dapat disalahkan. Ia tidak mungkin melakukan pembunuhan karena pada hari naas itu ia sedang membeli karangan bunga untuk abangnya yang meninggal. Bunga itu akan dibawanya melayat keesokan harinya. Bahwa Froemling dalam keadaan demikian masih dapat melakukan pembunuhan, tidak masuk akal.

Prasangka terhadap pembantu penjaga sapi Duwe lebih berat. Istri lelaki yang berusia 27 tahun itu sudah dalam keadaan hamil tua. Jadi mungkin hubungan intim dengan suaminya agak memberatkannya dan mungkin si suami sudah pernah ditolaknya. Dari keterangan Polei dan Juch tentang menangisnya si Helene yang tidak diketahui alasannya, dapat disangka bahwa sesuatu yang memalukan terjadi padanya. Mungkin sesuatu yang tidak senonoh.

Yang paling mengundang prasangka adalah kelakuan Duwe pada siang pembunuhan itu. Hampir-hampir seperti persiapan alibi bahwa Duwe segera sesudah membawa rumput, langsung pergi ke Else Luther di kebun sayur. Alasannya adalah untuk menggunting pagar yang hanya dikerjakan sejenak (oleh karena itu hanya untuk berpura-pura saja). Ia juga telah dua kali pergi dari tempat itu. Datang dan pergi dari tempat itu dapat diartikan sebagai perasaan gelisah dan takut.

Yang pertama kali mungkin ia takut dan waktu pergi kedua kalinya ia ingin mengecilkan rasa takutnya dengan meminum air. Lalu ia pura-pura menemukan kejahatan: kelakuan yang sudah terkenal bahwa seorang penjahat itu selalu didorong kembali ke tempat dilakukannya kejahatan. Akhirnya ia pergi ke ladang untuk memberitahukan kepada ibu Helene. Ini juga menunjukkan Duwe sebagai pembunuh.

Pagi-pagi hari berikutnya, jaksa datang di tempat bersama ahli kimia pengadilan dan memeriksa lagi apa yang telah dicatat. Pencarian suatu alat yang dipakai untuk membunuh sia-sia saja. Oleh karena itu semua pisau saku dan pakaian orang-orang yang dicurigai dan mungkin terlibat, diambil dan bersama dengan ahli kimia. Jaksa mengadakan pemeriksaan yang teliti di kamar pembunuhan, seluruh rumah, dan halaman. Jenazah diambil gambarnya dan pakaian serta tempat tidur diperiksa sangat teliti dengan kaca pembesar. Hasil pemeriksaan sebagai berikut:

Tempat tidur acak-acakan, jenazah ditekan ke dinding, dua bantal, selimut dan seprai penuh darah dan sebuah bantal sofa juga ada percikan darah. Blus jenazah juga penuh darah, di muka ada darah kering, dan di leher ada cedera sebesar tangan. Kepala terletak dalam genangan darah. Kedua lengan disilangkan di depan perut. Pada dinding di atas tempat tidur hanya ada beberapa percikan darah, kebalikannya, aliran darah yang lebar mengalir ke bawah tanpa mengenai dinding tempat tidur dan melebar di atas Iantai semen di bawah tempat tidur.

Di atas selimut di tempat tidur ditemukan rambut kumis yang pirang. Duwe mempunyai kumis pirang. Permadani di depan tempat tidur dilipat. Akhirnya pada jenazah ditemukan rambut kemaluan

Waktu jenazah harus dibawa ke kamar jenazah yang sudah siap, beberapa pekerja, di antaranya Duwe dipanggil ke kamar untuk mengangkut. Ahli kimia meminta Duwe untuk mencabut beberapa rambut kumisnya. Saat melakukannya, ia tiba-tiba mengatakan, “Jika ditemukan beberapa helai rambut saya, maka itu baru terjadi sekarang. Saya melihat ada beberapa yang jatuh.”

Itu bohong, sebab rambut kumis sudah ditemukan sebelum Duwe muncul. Dan pemeriksaan sekali lagi pada jenazah membuktikan bahwa tidak ada rambut lain yang jatuh atasnya.

Kemudian Duwe harus menanggalkan pakaian di rumahnya.

Pemeriksaan pakaiannya membuktikan bahwa ada percikan darah pada jaketnya yang biru, selain itu juga noda darah di saku kiri celananya. Diketahui bahwa Duwe adalah seorang yang kidal. Waktu pakaiannya diperiksa kata Duwe, “Jika Anda menemukan darah, maka itu berasal dari sapi yang saya bantu melahirkan.” Dan waktu dikatakan bahwa kini dapat dibeda-bedakan darah sapi dan manusia, ia menambahkan, “Dan jika ditemukan darah manusia, itu disebabkan karena saya cedera di jari.” 

Memang dokter menemukan cedera-cedera kecil di tangan yang biasa terjadi pada mereka yang bekerja dengan tangan. Waktu meneliti halaman dan kandang-kandang, terlihat oleh ahli kimia bahwa Duwe selalu ingin mengarahkannya ke kandang sapi. Kandang ini diperiksa sangat teliti dan baru kemudian dapat diterangkan kelakuan Duwe yang mencolok.

Pembedahan mayat dikerjakan di rumah sakit jiwa di Koenigslutter dan memberi hasil demikian: 

  1. 1 cm sebelah kiri garis tengah leher ada belahan yang miring ke atas dan panjangnya 4,5 cm. Cedera mulus tetapi berbelok-belok. Selain itu ada juga irisan kulit yang miring ke sebelah kanan dan panjangnya 3 cm. Pinggiran cedera mulus. Di belakang kepala ada lubang sebesar 3-4 cm yang diisi dengan cairan. Dalam cedera 3 cm. Jika dipegang hampir kena tulang leher. Tulang sebelah kiri hampir putus sehingga mudah saja sampai ke rongga leher. 
  2. Di sebelah kanan ada cedera berukuran 0,5 cm dengan pinggiran mulus. Melalui cedera ini langsung dapat dipegang rongga. 
  3. Kemudian di tengah bawah ada irisan sepanjang 2,5 cm dan selebar 0,5 cm. Pinggiran cedera juga mulus. 
  4. 0,5 cm dari situ juga ada cedera sebesar jarum. 
  5. Kemudian di antara dagu dan leher, di tengah-tengah, ada cedera sepanjang 3 cm dan selebar 3/4 cm. Luka-Iuka ini dalam. 
  6. Dari sebelah kiri ada juga sebuah cedera besar. Masih ada beberapa cedera lain. Melalui urat nadi dan urat lain tidak dapat dimasukkan pipa. 
  7. Selaput dara sama sekali rusak.

Sesudah pemeriksaan dalam yang membuktikan tidak ada pendarahan, maka dokter-dokter memberikan keterangan sebagai berikut: 

  1. Kematian Helene Bebenroth disebabkan oleh karena pendarahan karena urat-urat di leher pecah. 
  2. Sudah beberapa kali dilakukan pemerkosaan pada anak itu.

Sesudah keterangan pembedahan mayat ini, maka terbukti bahwa Helene Bebenroth sewaktu hidup sering diperkosa. la dibunuh secara sangat kasar dengan tusukan di leher.

Beberapa kali Duwe didengar oleh jaksa, ia selalu mengatakan di mana ia sedang berada waktu itu. Ia tidak mengaku telah berbuat tidak senonoh dengan Helene Bebenroth dan menerangkan mengapa ia orang yang pertama menemukan jenazah. Konon waktu itu anak tirinya Maria disuruh ke rumah janda Bebenroth dan tidak menemukan Helene di sana. Maria kemudian berjumpa dengannya dan mengatakan ia tidak dapat menemukan Helene. Karena itu ia datang sendiri ke rumah Bebenroth dan menemukan anak itu berdarah di tempat tidur.

Penelitian lebih lanjut memperlihatkan bahwa di pisau saku Duwe tidak ada darah, tetapi penuh lemak. Kemudian terbukti bahwa noda di saku kiri benar-benar dari darah manusia dan pada pakaian Helene Bebenroth ditemukan sperma. Ahli yang bersangkutan juga menerangkan bahwa rambut kemaluan dan rambut kumis yang ditemukan itu sama dengan rambut Duwe sehingga sudah tidak disangsikan lagi bahwa rambut-rambut itu berasal dari Duwe.

Betul bahwa pisau Duwe tidak bernoda darah, tetapi masih ada kemungkinan bahwa si pelaku telah menyembunyikan atau membuang alat pembunuhan. Jaksa mencoba untuk mencarinya dengan anjing polisi. Harras dan Caesar dibawa ke lokasi, mereka mencium darah jenazah dan kemudian dilepaskan. Percobaan itu tidak berhasil.

Kini Duwe mengenakan pakaian yang dikenakannya pada hari pembunuhan. Ia lalu dijejerkan di antara sekelompok orang. Harras sekali lagi harus mencium aroma Helene kemudian dilepaskan. Ia tidak mengganggu orang lain tetapi menggonggongi Duwe. Percobaan diulang dan akhirnya anjing malah menggigit Duwe di kaki. 

Kecurigaan itu mutlak dan tidak dibuat-buat. Duwe berada di tempat kejadian disaksikan Nyonya B dan pembantu Else Luther. Lalu di transport mayat, ia juga berdekatan dengan jenazah. Mungkin karena itu Harras selalu menggonggonginya. Tetapi bagaimanapun juga, bukti itu cukup untuk penahanan dan jaksa menahan Duwe meskipun ia tidak mengaku bersalah.

Keesokan pagi pukul 6 di Penjara Koeningslutter, ia sudah memberi pengakuan karena terkesan oleh kemampuan anjing polisi Harras.

Ia mengatakan kepada pegawai penjara, “Penjaga domba Froemling sudah sering memerkosa Helene Bebenroth. Saya pernah memergoki mereka berdua. Pada tanggal 3 Juni pagi Froemling kembali melakukannya dan kira-kira jam 2 siang saya juga bernafsu berbuat demikian. Saya pergi ke rumah janda Bebenroth dan menemukan Helene di tempat tidur. Waktu ia melawan, saya mengambil pisau saku dari saku celana kiri dan menusuk gadis itu di leher. Sesudah melakukan itu saya segera lari dan meneruskan membawa rumput. Sesudah kira-kira 3/4 jam rasa takut memaksa saya kembali ke tempat kejadian. Saya memeriksa apakah anak itu benar-benar mati. Kemudian agar jangan ada prasangka pada saya, saya berpura-pura menjadi orang yang menemukannya. Dari jendela, saya memanggil-manggil pembantu Else Luther dan Nyonya B.”

Sebelum Duwe dihadapkan kepada hakim, ia berganti pakaian penjara karena pakaian yang dikenakannya kotor dan sobek-sobek. Waktu penjaga penjara masuk kembali dalam sel, ia melihat bahwa ada sesuatu di bawah kemeja. Duwe gemetar dan menerangkan bahwa ia telah membuat tali untuk menahan celana karena penahan celananya diambil. Dari sobekan celana, agaknya ia telah membuat tali untuk maksud bunuh diri. Tapi ini tentu saja diambil oleh penjaga.

Pengakuannya di protokol demikian: 

“Saya mengaku. Saya telah memergoki penjaga domba Froemling dengan Helene Bebenroth di kandang domba sewaktu melakukan perbuatan yang tidak senonoh. Waktu saya membawa rumput yang telah dipotong, kebetulan saya berjumpa dengan Froemling pada jam 1-2 siang. Saya juga mendengar bahwa Helene Bebenroth menangis belum lama sebelum itu. Saya menegur Froemling menanyakan apakah ia kembali memerkosa anak itu. Ia menjawab, itu bukan urusan orang lain. Karena itu saya menyangka bahwa sangkaan saya benar.

“Saya mengambil rumput dan kira-kira jam 2 kembali ke halaman lagi. Waktu melalui rumah janda Bebenroth, Helene keluar dan meminta seliter susu kalau saya memerah siang hari. Ia sendiri hendak pergi ke Koenigslutter. Saya melihat bahwa ada bekas air mata di wajahnya. Sesudah saya membawa separuh rumput, saya bernafsu untuk melakukan hal yang dilakukan Froemling.

“Saya masuk ke dalam rumah janda Bebenroth yang sudah saya kenal dan menemukan gadis itu sedang tidur di tempat tidur yang lebih besar. Saya menyapanya dan mengelus-elusnya. Saya bertanya apakah ia tidur. Waktu ia mengatakan tidak, saya memegangnya dengan tidak senonoh. Ia berkata agar saya jangan berbuat demikian, memukul tangan kiri saya dan pergi ke arah tembok. Kini dia saya pegang kembali tetapi waktu ia menjerit keras-keras, saya ketakutan. Saya mengira bahwa jeritannya akan terdengar dan saya akan dihukum karena melakukan yang tidak senonoh. Dengan tangan kiri saya mengambil pisau saku, membukanya dengan tangan kanan dan menusuk gadis itu di leher.

“Saya ingin membunuh Helene dengan tusukan itu. Apakah saya menusuk berkali-kali, saya tidak tahu dengan pasti. Pisau saku saya tutup dan masukkan lagi ke dalam saku celana. Helene tidak berteriak waktu ditusuk, ia hanya mengerang. Saat akan melarikan diri, saya melihat bahwa anak itu masih mengangkat tangan sepertinya ia hendak bangun. Segera sesudah melakukan itu, saya menyelesaikan membawa rumput.

“Saya sendiri tidak pernah berhubungan seksual dengan Helene. Tetapi saya pernah — selain waktu yang dulu itu — melihat penjaga domba Froemling sekali lagi, mungkin 4 minggu yang lalu, dengan Helene Bebenroth dalam keadaan yang mencurigakan.”

Sesudah Duwe memberikan keterangan ini di pagi hari, siangnya ia mengatakan kepada jaksa:

“Saya tetap menyatakan, bahwa saya sebelumnya tidak pernah memegang Helene dengan tidak senonoh. Sudah dua kali saya melihat penjaga domba Froemling dengan anak itu waktu berbuat tidak senonoh. Waktu saya pada kedua kalinya mengatakan, ‘Engkau harus merasa malu,’ ia berdiri dan memerintahkan saya agar diam dan berjanji akan membelikan minum. Saya tidak pernah menceritakan hal ini kepada orang lain.

“Pada siang hari tanggal 3 Juni 1904, Polei dan Juch menceritakan bahwa Helene Bebenroth duduk di kamarnya dan menangis. Saya berpikir, Froemling tentu telah berbuat sesuatu dengan anak itu. Saya memotong rumput dekat halaman dan pada kesempatan itu masih minum sebotol bir dengan istri saya.

“Waktu saya dengan kereta datang dari kebun, saya bertemu Froemling. Saya bertanya, ‘Nah, Fritz, apakah kamu tidak berbuat apa-apa hingga Lenchen menangis?’ Froemling tidak menjawab dan pergi ke kandang domba. Kini saya menaikkan rumput di kereta dan pergi ke arah halaman.

“Baru saja sampai di sana, Helene datang dengan mata bekas menangis dan menanyakan apakah ia boleh mendapatkan seliter susu. Saya mengatakan ya dan ia pergi lagi. Saat anak itu menyapa saya, timbul pikiran untuk meniru perbuatan Froemling. Pemikiran ini tidak meninggalkan saya waktu menurunkan rumput, dan waktu sudah separuh kerja, saya ingin segera melakukan maksud tersebut.

“Saya pergi ke rumah Bebenroth dan menemukan Helen di tempat tidur, di mana kemudian ia ditemukan mati. Waktu saya bertanya ‘Engkau tidur?’, ia tidak menjawab meskipun matanya terbuka. Saya menjamahnya dengan tidak senonoh, tetapi ia melarang dan bergeser lebih jauh ke dalam sampai ke dinding. Meskipun begitu saya mengulangi percobaan. Anak itu mengatakan, ‘Jangan!” dan menjerit dengan keras. Saya kebingungan. Saya takut, bahwa Helene dengan jeritannya akan menarik perhatian seseorang yang kemudian bisa menuduh saya.

“Dalam kebingungan itu, saya memutuskan untuk membunuh anak itu. Dengan tangan kiri — saya melakukan segala sesuatu dengan tangan kiri — saya meraba di saku celana kiri, membuka pisau dengan tangan kanan. Lalu menusuk dengan kuat-kuat di leher anak yang tertelungkup waktu ia hendak bangkit. Waktu ditusuk anak itu terjatuh kembali ke tempat tidur, mengerang beberapa kali, tetapi tidak mengatakan apa-apa lagi.

“Sesudah berbuat demikian, saya meneruskan menurunkan rumput, menaruh kereta di pinggir, masih membuka tali sapi, dan membawa mereka ke kandang. Dari situ saya mengambil gunting pemotong pagar, memberi sedikit minyak pada gunting, dan minum air dari keran di halaman.

“Pada saat itu datanglah Else Luther mengambil air untuk menyiram bunga. Saya berbicara dengannya sepatah dua patah kata dan mengatakan saya harus ke WC. Saya melewati kamar saya waktu mau ke WC dan melihat istri di tempat tidur. Saya mengatakan, ‘Wah, kamu enak-enak saja, bisa juga berbaring denganmu. Tetapi saya tidak ada waktu, saya harus ke WC.’ Bersamaan dengan itu saya bercanda memukul istri di pantat. Sesudah itu saya pergi dengan gunting ke kebun di mana nyonya B dan Else Luther sedang bekerja.

“Tetapi karena bingung, saya tidak tahan lama di situ. Saya mengatakan kepada Else bahwa saya ingin minum air, pergi ke kandang sapi untuk minum dari ledeng di sana. Tepat waktu saya berada di halaman, saya berjumpa dengan anak tiri saya Marie yang sudah pergi ke rumah Bebenroth memanggil Helene karena disuruh oleh Nyonya Boden. Waktu saya telah minum dan keluar kandang sapi, Marie kembali dari rumah Bebenroth. Ia mengatakan bahwa ia tidak dapat menemukan Helene, mungkin ia di sekolah. Saya kemudian pergi sendiri ke rumah Bebenroth, meneliti apakah Helene benar-benar mati dan dari jendela kamar cuci yang menghadap ke kebun memanggil-manggil Else

“Kemudian saya pergi ke kamar tidur janda Bebenroth, melihat jenazah dan juga memegangnya. Ia masih panas. Else segera memanggil Nyonya B dan saya menceritakan kepada istri saya dan juga Nyonya Boden, bahwa Helene bergelimang darah di tempat tidur. Akhirnya untuk menjauhkan prasangka dari diri saya, sayalah yang memberitahu Nyonya Bebenroth yang sedang bekerja di ladang.

“Maksud untuk membunuh Helene baru timbul waktu ia tidak mau menuruti kehendak saya dan menjerit keras-keras.”

Pada malam itu Duwe dibawa ke penjara Braunschweig. Waktu pada hari berikutnya penjaga berbicara dengannya ia berkata:

“Kini saya ingin mengaku yang sebenarnya. Dulu saya tidak mengatakan bahwa sudah bermaksud membunuh Helene pada waktu saya masuk kamar tidur, jika ia tidak menuruti kemauan saya. Maafkan bahwa saya tidak sekaligus mengatakan ini.”

Sehari kemudian, tahanan mengulangi pengakuan di depan jaksa dengan lebih teliti.

Sesudah pengakuan itu, maka dibukalah perkara Duwe, yang dituduh melakukan pembunuhan dan kejahatan seksual. Dari pemeriksaan hakim dapat didengar:

“Segera sesudah melakukan kejahatan, pikiran saya terganggu sehingga waktu memerah sapi keringat mengucur dan pada malam sesudah itu saya tidak dapat tidur. Pada malam pertama ditahan, saya terus saja ingat akan anjing polisi yang telah menggigit saya dan mengenal saya sebagai pelaku. Oleh karena itu saya mengaku pada penjaga penjara pagi berikutnya. Pada pengakuan itu dan pada pengakuan lain pada hari itu saya tidak bisa tidur. Pikiran begitu menyiksa saya, sehingga segera keluar dengan pengakuan yang sebenarnya. Kini saya sangat menyesal dengan apa yang telah saya lakukan.”

Si penggembala domba Froemling diperiksa atas tuduhan Duwe. Tetapi tidak ada suatu petunjuk pun yang dapat membuktikan keterangan Duwe.

Sebagaimana pada pemeriksaan terhadap semua kejahatan yang berat, maka juga dalam hal ini diperiksa tentang hidup sebelumnya, penyakit-penyakit dan penyakit keturunan dengan teliti sebelum dikeluarkan tuduhan. Dan saat Duwe di penjara, seorang dokter memeriksa keadaan psikisnya.

Di dalam sebuah keterangan diajukan pertanyaan, apakah nafsu seksual Duwe yang abnormal itu yang mendorong berbuat kejahatan. Kemudian dibuktikan bahwa pembunuhan tidak dilakukan karena nafsu akan tetapi karena ia takut akan mendapat kesukaran dan tuduhan soal Helene. Maka ahli berkesimpulan bahwa:

  1. Duwe pada saat itu tidak sakit jiwa. 
  2. Tidak ada sesuatu yang menyatakan bahwa ia waktu melakukan kejahatan berada dalam keadaan tidak sadar sepenuhnya, sehingga kemauan bebasnya terganggu. 
  3. Dari gairah seksual yang meningkat tidak dapat ditarik kesimpulan bahwa Duwe tidak mampu memikirkan akibat-akibat perbuatan.

Kini diajukan tuduhan terhadap Duwe karena pembunuhan dan kejahatan melanggar paragraf 176 RStOB. Waktu hal itu diberitahu kepada tertuduh dan pembela yang ditunjuk mengunjunginya, maka Duwe mengatakan sebagai berikut:

“Pengakuan-pengakuan saya yang sebelumnya tidak benar. Yang benar ini.

“Di hari pembunuhan, saya mendengar bahwa Helene Bebenroth berteriak dengan keras. Saya segera datang dan masuk dalam kamar tidur janda Bebenroth. Di situ itu saya menemukan Helene di tempat tidur dan melihat bahwa ia berdarah. Di depan tempat tidur berdiri penggembala Froemling. Ia memegang pisau yang terbuka dan gemetar ketakutan. 

“Sambil berteriak kepadanya, ‘Apa yang telah kau buat?’, saya mengambil pisau dari tangannya. Saat itu, Froemling yang masih keadaan membungkuk di atas tempat tidur Helene Bebenroth. Ia memukul tangan saya, yang sedang memegang pisau yang tadinya saya rebut darinya. Karena pukulan itu, tanpa sengaja, pisau masuk ke dalam pipi Helene yang berbaring di tempat tidur. Semua luka yang ditemukan pada jenazah sudah dibuat Froemling, sebelum saya datang.”

Pembela meneruskan keterangan ini pada jaksa yang pada sore hari datang di penjara untuk mendengarkan keterangan baru yang diberi Duwe. Waktu Duwe dihadapkan, segera ia menangis dan mengatakan, “Tuan jaksa, tadi saya membohongi pembela saya. Maafkan saya sekali lagi.”

Waktu ditanya mengapa ia sampai berbohong, ia menyatakan, “Saya mendengar bahwa selama pemeriksaan penggembala Froemling telah menyembunyikan celananya dan juga pisau sakunya tidak dapat ditemukan. Maka saya mengira, saya dapat lolos jika saya menyatakan Froemling sebagai pelaku. Atas dasar ini saya menceritakan apa yang saya katakan tadi.

“Saya mengulang bahwa cerita tadi sama sekali tidak benar dan bahwa pengakuan yang dulu-dulu yang benar. Saya sadar bahwa karena kebohongan saya, saya telah berbuat sesuatu yang bodoh dan saya harus kembali ke kebenaran.”

Pada hari itu perkara terhadap Duwe dibuka karena ia telak dituduh, pada tanggal 3 Juni 1904 di Hagenhof dekat Koenigslutter, telah melakukan:

  1. Perbuatan-perbuatan yang melanggar susila dengan Helene Bebenroth, yang lahir pada tanggal 1 Juli 1893, seorang anak di bawah 14 tahun. 
  2. Membunuh dengan sengaja Helene Bebenroth, seorang manusia dan pembunuhan itu dilakukan dengan pemikiran sebelumnya.

Kejahatan melanggar paragraf-paragraf 74, 176, Ziff 211 RStGB.

Bersama itu juga diputuskan agar tertuduh tetap ditahan. 

Pada tanggal 7 Juli dibuka persidangan di Pengadilan Braunschweig. Duwe mengulangi keterangan yang dulu dan tetap berkata bahwa pada tanggal 3 Juni ia tidak menjamah Helene Bebenroth dengan tidak senonoh.

Dari rambut milik Duwe di telunjuk Helene Bebenroth dan sperma segar yang banyak ditemukan di kemeja anak terbukti bahwa si pelaku paling sedikit telah mengeluarkan air mani. Pemeriksaan pada selaput dara Helene menunjukkan bahwa ia sudah, beberapa hari sebelumnya, diperkosa berulang kali. Hasil pemeriksaan menunjukkan, bahwa Froemling atau orang lain tidak melakukan perbuatan melanggar susila ini, malahan mungkin Duwe sebelum hari naas telah melakukan perbuatan tidak senonoh dengan Helene. Anak ini, terlihat habis menangis di depan Polei dan Juch, merasa malu. Mungkin juga bahwa pada hari pembunuhan jam 2 siang, yang dikatakan ia ingin memesan susu, ia telah mengatakan kepada Duwe bahwa ia akan menceritakan kepada ibunya tentang hal yang telah dialami. Lalu Duwe bermaksud untuk menghilangkan saksi tunggal sebelum ibunya kembali dari ladang dan mengetahui soal pemerkosaan.

Melihat kekejaman yang telah dilakukan tertuduh, maka mungkin ia pergi ke rumah Bebenroth dengan maksud memerkosa Helene sekali lagi lalu dibunuh. Tetapi bahwa ia tidak dapat menghadapi gadis yang melawan dan pemerkosaan tidak berhasil sepenuhnya, maka dilakukan penusukan.

Keterangan Duwe, yang menyatakan bahwa ia telah menemukan Helene di dalam tempat tidur di kamar tidur tidak masuk akal. Menurut pemeriksaan, anak yang penakut itu tidak pernah sendiri di kamar tidur yang gelap. Lagi pula karena Helene pada sore hari akan pergi ke Nyonya Boden, maka tidak mungkin bahwa ia pada waktu itu masuk tempat tidur. Jadi kemungkinan besar adalah Duwe telah menyeret anak itu dengan paksa ke kamar, dilempar ke tempat tidur dan di situ melakukan perbuatan mesumnya.

Jaksa mengulang bahwa prasangka-prasangka ini tidak dapat dipandang sebagai bukti. Ia sekali lagi meminta juri untuk berpegang pada keterangan Duwe dan menekankan bahwa juga menurut keterangan itu telah terjadi pembunuhan dan bukan pembunuhan tak disengaja.

Sesudah berunding sebentar, maka mereka menganggap tertuduh bersalah melakukan pembunuhan dan kejahatan melanggar pasal 1763 RstGB. Pengadilan menghukum mati Duwe, 1 tahun 6 bulan penjara dan kehilangan kehormatan selama-lamanya.

Tertuduh mendengarkan keputusan tanpa memperlihatkan perasaan. Selama persidangan ia juga memberikan jawaban dan keterangan dengan tenang. Pada malam harinya, segera sesudah pembubaran sidang, terhukum mengaku pada pembela bahwa semua tuduhan pada penggembala Froemling itu tidak benar.

Sehari sesudah keputusan, Duwe meminta jaksa datang dengan perantaraan inspektur penjara yang menelepon. Segera jaksa dengan didampingi oieh seorang pencatat datang ke penjara dan Duwe memberi keterangan demikian:

“Pertama saya menyatakan bahwa saya tidak pernah melihat penggembala domba Froemling melakukan pemerkosaan pada Helene Bebenroth. Saya telah mengatakan hal yang tidak benar itu karena saya menyangka akan mendapat keringanan hukuman jika seorang lelaki lain telah berhubungan dengan Helene.

“Saya sendiri yang telah memerkosa Helene, sudah tiga kali saya melakukannya. 

“Asal mula kejahatan adalah demikian: Helene sering bermain dengan anak tiri saya Marie yang berusia 4 tahun di tempat penyimpanan rumput kering. Pada kesempatan itu sambil main-main saya memegang kaki Helene dan bergumul di rumput kering.

“Sekali, 4 minggu yang lalu dan sekali, 14 hari sebelum tanggal 3 Juni, saya telah berbuat tidak senonoh dengan Helene di rumah janda Bebenroth.

“Kira-kira 3-4 hari sebelum 3 Juni, Helene bermain di kandang sapi, di mana saya juga berada. Kira-kira jam 12 siang. Saya bergairah lagi untuk melakukan yang tidak senonoh. Saya berkata, ‘Helene, masuk rumah. Saya segera ikut.’ Dia menjawab dengan suara serius, ‘Tidak. Saya sekarang akan mengatakan kepada ibu.’ Dari suara dan kelakuannya, ia tahu bahwa ia sudah berniat tidak berhubungan lagi dengan saya dan bahwa kini ia akan menceritakan kepada ibunya.

“Saya sangat ketakutan, karena mengetahui bahwa saya akan dihukum dan dengan demikian membuat keluarga saya tidak bahagia. Saya berpikir, yang paling ampuh untuk menghindarkan tuduhan dan akibat-akibatnya adalah membunuh Helene, saksi tunggal. Bagaimana membunuhnya waktu itu saya belum memikirkan. Karena berpikir lebih lanjut bahwa mungkin saya dapat ditemukan sebagai pelaku pembunuhan dan lalu mendapat hukuman berat, saya menundanya tapi tidak lepas dari pemikiran bahwa, ‘Engkau harus membunuh Helene dan dengan demikian tidak memungkinkan pembuktian kesalahan.’

“Waktu pada tanggal 3 Juni jam 2 siang, Helene datang pada saya untuk memesan susu, saya langsung melihat bahwa ia telah menangis. Dan kebalikan dari dulu, ia tidak ramah dan hanya berkata seperlunya saja padaku. Saya berkesimpulan bahwa ia sedih dan malu memikirkan perkosaan terhadapnya dan ia pasti akan segera menceritakannya pada ibunya. Saya berpikir, bahwa sekarang harus saya jalankan pembunuhan, jika saya tidak berhasil untuk memaksa Helene tidak bercerita kepada ibunya dan menuruti kemauan saya. 

“Saya menentukan, ‘Kini engkau pergi ke rumah janda Bebenroth, di mana engkau ketahui Helene sedang seorang diri. Lalu engkau mencoba membujuknya menuruti kemauanmu dan juga agar jangan bercerita kepada ibunya. Jika ia tidak mau, dan ia pasti akan menceritakan kepada ibunya, engkau harus membunuhnya, apapun yang akan terjadi.’

“Lebih lanjut saya pikirkan bahwa saya akan membunuh dengan tusukan pisau saku. 

“Kira-kira ¼ jam sesudah jam 2 siang, saya pergi ke rumah janda Bebenroth untuk melakukan maksud saya. Pisau saku ada di dalam saku celana yang kiri. Waktu saya masuk kamar duduk janda Bebenroth, Helene ada di sana. Ia memegang baju. Mungkin ia sedang hendak tukar baju. Saya mengatakan kepadanya, ‘Helene, ambilkanlah sebotol bir.’ Tanpa mengatakan satu perkataan pun, gadis itu hendak pergi ke sudut kamar di mana ada beberapa botol bir. Waktu ia harus melewati saya, saya memegangnya kuat-kuat dengan dua tangan di pinggang serta menariknya ke pangkuan saya. la berkata dengan tegas, ‘Jangan, jangan lagi, saya akan mengatakan kepada ibu.’ Meskipun ia melawan, saya membawanya ke kamar, agar meskipun dengan kekerasan, sampai juga maksud saya. Pada waktu itu saya masih percaya, bahwa ia mau dan kemudian tenang serta tidak akan memberitahukan kepada ibunya. Saya meletakkannya di tempat tidur. Ia melawan dengan lengannya dan berteriak, ‘Tidak, tidak, saya akan mengatakannya kepada ibu!’

“Ia mulai menangis keras dan melawan terus-menerus. Perlawanannya tidak berhasil, karena saya menggunakan kekerasan. Helene mencoba membebaskan diri dengan cara menendang kakinya ke kaki saya. Waktu ia terus menjerit, mulutnya saya tutup dengan tangan kanan, yang ia lawan dengan menendang-nendang. Karena perlawanannya, saya tidak berhasil mencapai maksud dengan baik.

“Seperti telah diceritakan, maka pada waktu membawa anak itu ke kamar dan waktu mencoba memerkosanya, saya selalu berpikir, ‘Ia akhirnya mau dan engkau masih dapat menenangkannya.’ Saya pikir, ‘Jika tidak berhasil menenangkan Helene, maka kerjakanlah rencanamu, bunuhlah dia dengan pisau sakumu.’ 

“Ketika Helene menjerit, saya berkata pada diri sendiri, ‘Kini waktunya, tidak ada jalan lain selain membunuh gadis ini.’ Karena ia tidak berhenti menyepak, selama saya menutup mulutnya dengan cara yang sudah digambarkan dan ia juga melawan dengan tangan, saya makin menekan mulutnya agar ia diam dan saya dapat menusuk dengan baik. Bersamaan dengan itu saya mengambil pisau dari saku celana yang kiri. Agar dapat membuka dengan tangan kanan, tangan ini saya lepaskan sejenak dari mulut Helene. Ia bersandar pada lengan dan berteriak beberapa kali yang terdengar sebagai ‘Huuuuh.’ Lekas saya membuka pisau, menekankan tangan kanan pada wajah Helene dan menusuk dengan pisau, pada kepala dan lehernya, sebelum saya mengembalikan gadis itu dalam posisi tidur lagi. Mungkin anak itu telah melihat penarikan pisau, sebab dengan tangan kiri ia memegang tangan kiri saya yang diangkat untuk menahannya. Ini tidak berhasil dan saya menusuk dengan sepenuh kekuatan. Mungkin juga saya masih menusuk beberapa kali tetapi tidak dapat saya katakan dengan pasti.

“Sesudah Helene mendapat tusukan utama, ia terlempar ke dinding dan mulai mengerang. Hingga saat itu saya telah meletakkan lutut kiri saya di tempat tidur. Waktu saya meloncat, saya melihat darah mengalir. Untuk menyembunyikannya, pisau saya masukkan terbuka di lengan kiri jaket saya, sehingga tertutup ujung pisau tetapi pegangan tetap di tangan saya. Saat itu saya melihat bahwa Helene masih bangkit sekali dan dengan suara mengerang mengangkat kedua lengan atas kepala.

“Saya segera meninggalkan rumah, pergi ke kandang sapi, membersihkan pisau saya di sana, yang hanya ada darah di bagian ujungnya, pada secarik kain bekas yang berasal dari jaket wol yang tua. Kain berdarah saya buang di kandang. Segera sesudah membersihkan pisau, pakaian saya periksa apa mungkin ada noda darah. Akan tetapi hanya ada dua percikan darah di celana saya. Percikan itu terletak di atas tinja sapi yang mengotori celana saya, sehingga mudah saja membersihkan tinja sapi bersamaan dengan percikan darah.

“Pengakuan saya yang sebelumnya, bahwa saya membersihkan pisau pada bantal tempat tidur janda Bebenroth, agar menghilangkan darahnya, tidak benar. Bahwa ditemukan selapis lemak di ujung pisau, itu karena sebelumnya saya memotong lemak babi.”

Sesudah keputusan dapat dijalankan, maka dari pembela dan istri dan dari kakak tertuduh datang permohonan pengampunan. Permohonan itu ditolak dan jaksa diberitahu keputusan kepala negara bahwa ia tidak akan mempergunakan hak grasi dan bahwa semua permintaan ampun tidak akan memperpanjang waktu serta kehendak jaksa mengatur apa yang perlu.

Hukuman mati akan dijalankan pada hari Jumat sesudahnya, yakni pada tanggal 23 September 1904, pagi-pagi jam 8. Keputusan kepala negara diberitahukan kepada Duwe. Jaksa sekali lagi menanyakan apakah ia masih hendak mengatakan sesuatu.

Duwe menerangkan bahwa tentang pembunuhan itu ia telah mengatakan kebenaran pada pengakuannya yang terakhir dan tidak hendak menambahkan sesuatu lagi. Waktu ia lebih lanjut ditanyakan apakah benar ia tidak tersangkut percobaan pembakaran di tempat penyimpanan rumput di rumah sakit jiwa di Koenigslutter, ia segera dengan sangat tenang memberi keterangan demikian:

“Saya tersangkut dalam percobaan pembakaran. Itu terjadi atas dasar janji antara pekerja Heinrich Bangemann yang dahulu juga bekerja di sana dan saya. Saya yang telah menyalakan api pertama karena lantai loteng di atas kandang sapi sudah rapuh dan kami takut bahwa lantai itu akan roboh. Atas permintaan saya, Bangemann pergi melihat apakah benar-benar sudah terbakar. Waktu ia pergi dari situ ia mengatakan bahwa ia masih menambahkan nyala api. Karena kandang tidak habis terbakar maka di empat tempat, Bangemann dan saya telah meletakkan serutan kayu agar bangunan itu rubuh sama sekali. Api yang berkobar di sini dinyalakan oleh Bangeman dahulu. Tetapi segera ditemukan dan segera dipadamkan. Pada ketiga tempat lain saya sendirilah yang menyalakan. Tetapi saya telah memberitahukan kepada Bangemann.

“Saya hingga kini tidak menceritakan tentang pembakaran itu karena saya masih mengharapkan bahwa saya tidak diadili akan tetapi mendapat pengampunan. Jika itu terjadi, maka saya tidak akan menceritakan tentang percobaan pembakaran. Tetapi karena saya besok sudah akan dihukum mati, saya membuat pengakuan tadi.

“Mengingat maut sudah dekat, saya sekali lagi menyatakan, bahwa juga mengenai perbuatan Bangemann menyangkut percobaan pembakaran, saya telah menceritakan kebenaran.”

Jaksa memanggil pendeta penjara ke dalam kamar dan menceritakan apa yang dikatakan Duwe dan meminta kepadanya untuk menerangkan kepada Duwe betapa besar dosanya jika ia menuduh Bangemann dengan tidak benar. Juga pada pendeta, Duwe mengulangi keterangannya dengan tenang dan pasti.

Dalam keadaan demikian, maka mungkin juga keterangan Duwe akhirnya boleh dipercaya. Bangemann segera ditahan oleh seorang jaksa yang dikirim ke Koenigslutter dan dibawa ke Braunschweig. Pada sore hari ia dihadapkan kepada Duwe dan juga pada kesempatan ini ia tetap bertahan pada keterangannya, sambil menatap wajah Bangemann yang menangis menyatakan tidak salah.

Pada malam hari jaksa yang dikirimkan ke Koenigslutter kembali. Ia telah menyelidiki, dan ternyata keterangan Duwe tentang Bangemann, bahwa dia ikut melakukan percobaan pembakaran, sama sekali tidak benar. Ini dikatakan kepada Duwe, tetapi ia bersikeras. Bangemann segera dibebaskan dan kini jaksa serta pembela malam hari bersama-sama pergi ke dalam sel Duwe dan sekali lagi berbicara dengannya. Ia masih lama mempertahankan keterangannya yang sebelumnya, tetapi akhirnya ia mengaku.

“Kini saya mengaku dengan jujur bahwa saya telah menuduh Bangemann dengan tidak benar. Bangemann sama sekali tidak tahu-menahu tentang percobaan pembakaran. Saya sendirilah yang mengerjakannya. Sebab-sebab mengapa saya kerjakan itu telah saya utarakan dengan sebenarnya. Tuduhan tidak benar kepada Bangemann itu saya lakukan karena:

“Kira-kira 9 bulan sebelum pembakaran, saya telah bertengkar dengan Bangemann di tempat duduk para pekerja. Saya telah beberapa kali menempeleng Bangemann dan melemparnya dari tempat duduk.

“Waktu kemudian saya sudah dibebaskan dari tahanan karena tuduhan mencoba melakukan pembakaran, orang lain mengatakan bahwa Bangemann memberi keterangan yang memberatkan saya. Selain itu, istri saya mengatakan bahwa Bangemann telah mengatakan kepadanya bahwa ia masih hendak membalas tempelengan yang saya berikan. Jadi saya hanya mau membalas saja. Keinginan saya satu-satunya kini adalah bahwa Bangemann diberitahu tentang pengakuan saya mengenai dia agar ia mau memaafkan saya!”

Keinginan ini dipenuhi. Seorang petugas segera dikirimkan ke stasiun dan sempat bertemu dengan Bangemann. Petugas itu menerangkan apa yang dikatakan Duwe dan larut malam mengabarkan Duwe bahwa Bangemann telah memaafkannya.

Segera sesudah menerima kabar ini Duwe tertidur. Dalam malam terakhir ini ia ditakut-takuti oleh anjing-anjing polisi yang telah menggonggonginya dan memaksanya mengaku. “Saya mimpi sangat buruk, selalu datang anjing-anjing itu dan yang seekor selalu datang-datang pada saya dan berdiri di depan saya,” ceritanya dengan takut kepada para penjaga, waktu mereka ini membangunkannya untuk perjalanannya yang terakhir.

(O. Pesaler)

Baca Juga: Dr. Jan Czissar, Mantan Polisi Praha

 

" ["url"]=> string(78) "https://plus.intisari.grid.id/read/553760937/seorang-gadis-dibunuh-di-hagenhof" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1685097043000) } } }