array(1) {
  [0]=>
  object(stdClass)#49 (6) {
    ["_index"]=>
    string(7) "article"
    ["_type"]=>
    string(4) "data"
    ["_id"]=>
    string(7) "3304572"
    ["_score"]=>
    NULL
    ["_source"]=>
    object(stdClass)#50 (9) {
      ["thumb_url"]=>
      string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2022/06/03/kisah-sebuah-rumah-hantu_m-wrona-20220603021638.jpg"
      ["author"]=>
      array(1) {
        [0]=>
        object(stdClass)#51 (7) {
          ["twitter"]=>
          string(0) ""
          ["profile"]=>
          string(0) ""
          ["facebook"]=>
          string(0) ""
          ["name"]=>
          string(13) "Intisari Plus"
          ["photo"]=>
          string(0) ""
          ["id"]=>
          int(9347)
          ["email"]=>
          string(22) "plusintisari@gmail.com"
        }
      }
      ["description"]=>
      string(147) "Terjadi pembunuhan terhadap 6 orang anggota keluarga. Pelaku adalah salah seorang putra dari keluarga itu. Namun rumah itu akhirnya malah berhantu."
      ["section"]=>
      object(stdClass)#52 (7) {
        ["parent"]=>
        NULL
        ["name"]=>
        string(8) "Kriminal"
        ["description"]=>
        string(0) ""
        ["alias"]=>
        string(5) "crime"
        ["id"]=>
        int(1369)
        ["keyword"]=>
        string(0) ""
        ["title"]=>
        string(24) "Intisari Plus - Kriminal"
      }
      ["photo_url"]=>
      string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2022/06/03/kisah-sebuah-rumah-hantu_m-wrona-20220603021638.jpg"
      ["title"]=>
      string(24) "Kisah Sebuah Rumah Hantu"
      ["published_date"]=>
      string(19) "2022-06-03 14:16:56"
      ["content"]=>
      string(31029) "

Intisari Plus - Terjadi pembunuhan terhadap 6 orang anggota keluarga dengan cara ditembak. Pelaku adalah salah seorang putra dari keluarga itu yang kemudian dipenjara. Namun rumah itu akhirnya malah berhantu.

-------------------------

Hari sudah pukul 18.35, ketika Kantor Polisi Suffolk County ditelepon seseorang yang mengaku bernama Joey Yeswit. 

"Di sini ada penembakan," kata pria itu di sela-sela suara gonggongan anjing yang tak henti-hentinya. 

Gadis operator telepon bertanya, "Nomor berapa telepon Anda?" 

Kedengaran pria itu bertanya, entah kepada siapa: "Eh, nomor berapa telepon di sini?" Lalu kepada operator ia menjawab, "Saya tidak tahu nomor berapa. Di sini tidak tertulis." 

"Memang Anda menelepon dari mana?" Kedengaran pria itu bertanya lagi kepada seseorang. "Jalan apa sih ini, Billy?" Sesaat kemudian operator mendapat jawaban, "Ocean Avenue di Amity ville." 

"Sebelah mana kira-kira letaknya?" 

"Dekat Merrick Road." 

"Ada apa, Pak?" 

"Ada penembakan!" 

"Ada yang luka? " 

“Hah! Semua mati,’’

"Semua mati?" 

"Ya. Saya tidak tahu apa yang terjadi. Tahu-tahu saja ada orang masuk ke bar. Dia bilang semua orang di rumahnya dibunuh. Jadi, kami ramai-ramai datang kemari." 

"Tunggu sebentar, Pak." 

Operator dengan tegang cepat-cepat memanggil polisi yang lantas meminta Joey Yeswit mengulangi lagi laporannya. Polisi menanyakan nomor rumah tempat korban penembakan ditemukan dan juga jumlah korban. 

"Ada empat," jawab pelapor. 

Polisi juga mencatat alamat pelapor dan nomor telepon pelapor sendiri.

 

Bukan 4, tetapi 6

Polisi yang bertugas patroli di dekat tempat itu, Kenneth Greguski, dikabari lewat radio oleh kantor polisi. la tiba di 112 Ocean Avenue pukul 18.40, tanggal 13 November 1974 itu. Didapatinya lima orang pria di depan rumah. Seorang di antaranya, Ronald DeFeo Jr. yang biasa dipanggil Butch, menangis. 

"Ayah dan ibu saya tewas," katanya kepada polisi. 

DeFeo dan temannya, Bobby Kelske, membawa polisi ke dalam. Mereka menunggu di dapur, ketika Greguski naik ke tingkat dua. Di kamar tidur utama di sudut barat laut terdapat ranjang besar untuk dua orang. Di sebelah kiri berbaring seorang wanita, di sebelah kanannya seorang pria. Keduanya tertelungkup. 

Wanita itu tertutup selimut berwarna keemasan, namun di pakaian tidurnya, di sebelah atas, terdapat lubang seperti bekas peluru. Darah membasahi sebelah kiri ranjang, juga selimut dan dekat rambut. (Nama wanita itu Louise DeFeo.) 

Pria di sebelahnya tidak berselimut. la mengenakan pakaian dalam tebal. Darah dari lubang kecil di punggungnya melewati sisi kirinya dan membasahi pakaiannya. (la Ronald DeFeo Sr.) 

Greguski tidak menyentuh kedua tubuh yang bergeming itu. Keduanya tampak sangat pucat. 

Kamar di sebelah timur laut terpentang. Greguski masuk. Tanpa melihat ke ranjang pun orang tahu ini kamar anak laki-laki, karena kertas dinding menggambarkan senapan, kapal layar, dan peta bumi. 

Dua anak laki-laki telungkup di ranjang kembar. Yang di kiri memakai piama yang mirip pakaian untuk main ski. Baju putih itu penuh darah, yang keluar dari lubang bekas peluru. (Nama anak itu John, 9 tahun.) 

Di ranjang lain seorang remaja terbaring dengan wajah menengok ke kiri. Lengan kirinya hampir menyentuh kursi beroda di sebelah ranjang. Dekat kursi beroda ada sepasang tongkat penopang tersandar ke dinding. Sebuah lubang peluru tampak di tengah punggungnya dan darah yang tergenang di seprai sudah beku. (Korban adalah Mark, berumur 11 tahun.) 

Greguski turun ke kamar makan untuk menelepon markas. "Ada empat mayat," katanya. Ronald DeFeo yang sedang menangis tiba-tiba berkata bahwa ia masih punya dua adik perempuan, yang tidur di atas! Cepat-cepat Greguski menaruh telepon untuk berlari ke atas. Saat itu mobil patroli kedua tiba dan polisi bernama Edwin Tyndall mengikuti jejak rekannya ke tingkat dua. 

Di sana, di sebuah kamar tertutup yang terletak di tenggara, mereka menemukan seorang gadis remaja berselimut terbaring telungkup. Darah mengalir dari kepala melewati lengan kirinya, ke ranjang dan ke lantai. (Ia adalah Allison, 13 tahun.) 

Kamar lain ternyata kamar duduk, tempat menonton TV. Di situ tidak ada siapa-siapa, padahal kata Ronald DeFeo ia punya dua adik perempuan. Mana yang seorang lagi? 

Polisi melihat tangga ke atas. Mereka naik dan menemukan sebuah kamar yang rapi. Seorang wanita muda tampak seperti tidur telungkup. Ia hampir tertutup seluruhnya oleh selimut. Ketika polisi memperhatikannya lebih saksama ternyata seprai di bawah pundak kanannya bernoda darah. (Itu Dawn, 18 tahun.) 

Greguski dan Tyndall berlari lagi ke bawah. Greguski meralat laporannya ke markas besar. Bukan 4 mayat yang mereka temukan, tetapi 6, tiga laki-laki, tiga wanita. 

Belum pernah di Long Island terjadi pembunuhan yang makan sekian banyak korban sekaligus. Satu-satunya yang tersisa dari keluarga ini hanya Ronald DeFeo Jr. (23). Greguski menaruh tangannya di pundak Ronald untuk menghibur. Kata-kata pria itu kalut. Ia masih menangis.

 

Anjingnya menyalak terus 

Polisi berdatangan disusul para detektif untuk memeriksa ramah itu, mulai dari tempat sampah sampai bekas gigitan binatang di pintu. Mereka memotret, mengukur, mencari-cari. 

Rumah besar itu bernama High Hopes, terdiri atas tiga tingkat. Ada ruang bawah tanah yang penuh mainan anak-anak DeFeo. Ada kolam renang di kebun dan juga "garasi perahu" yang berhubungan dengan terusan. 

Halaman mereka luas. Ada patung-patung keagamaan dan tiga mobil Buick yang mahal di sana. Detektif Gaspar Randazzo pukul 19.00 itu mendekati Ronald untuk menanyakan bagaimana caranya ia menemukan jenazah keluarganya dan meminta Ronald sekalian menjelaskan tindak-tanduknya hari itu. 

Kata Ronald, malam itu ia baru tertidur di kamar tempat menonton TV di tingkat dua sekitar pukul 02.00, setelah menonton film perang Castle Keep, yang dibintangi Burt Lancaster. Pagi hari tanggal 13 November itu, antara pukul 03.00 dan 04.40, Ronald mandi dan mencukur janggut di salah sebuah dari tiga kamar mandi di rumah itu. 

Kamar mandi itu letaknya di tingkat itu juga, menghadap ke jalan. Kamar tidur adik perempuannya yang tertua, Dawn, juga ada di tingkat itu. Lalu ia mengenakan pakaian kerjanya yang biasa. Ia bekerja di Brigante - Karl Buick Agency di Coney Island Avenue, Brooklyn, yaitu perusahaan milik kakeknya dari pihak ibu, Michael Brigante Sr. 

Ia memang biasa berangkat pagi-pagi, supaya tidak teralang oleh kemacetan lalu lintas di Southern State Parkway, kecuali kalau ia pergi semobil dengan ayahnya yang merupakan service manager perusahaan itu. 

Kalau perusahaan masih tutup, ia tidur lagi di mobil atau sarapan di warung dekat tempatnya itu. Pagi ini ia ada keperluan untuk pergi ke beberapa tempat dulu. 

Karena kemarinnya sakit perut, sehingga terpaksa tinggal di rumah, pagi itu ia merasa tidak ingin minum kopi dulu di rumah. Anjingnya menggonggong terus ketika ia keluar, sebab mereka saling membenci. Beberapa minggu sebelumnya Ronald digigit anjing itu, ketika akan menyelundupkan pacarnya ke ruang bawah tanah. 

Kira-kira pukul 04.40 ia naik salah sebuah Buick (Electra biru) ke tempat kerja. Sesaat setelah pukul 06.00 ia tiba. Ia sudah bekerja hampir setahun di bagian servis. Ia mengerjakan apa saja yang ingin ia kerjakan: ganti oli, cuci mobil, atau disuruh-suruh ayahnya. 

Gaji dari kakeknya (Michael Brigante Sr.) cuma AS $ 80 seminggu, tetapi karena tinggal serumah dengan orang tuanya, ia tidak perlu membayar makan dan sewa tempat tinggal. Lagi pula selama tidak berbuat yang aneh-aneh untuk menyusahkan ayahnya, ia mendapat cukup uang dari si ayah. 

Ronald menyatakan ia perlu bekerja, sebab tahun sebelumnya ia dinyatakan bersalah memiliki mesin kapal curian dan ia mendapat hukuman percobaan selama setahun. 

Kalau bisa memperlihatkan bahwa ia bekerja tetap, ia akan "lulus" dari hukuman percobaan itu. Hari itu (13 November) ia mesti melapor pada petugas ACE Youth Center di Amityville antara pukul 14.00 dan 20.00. 

Ketika Ronald tiba di tempat kerjanya, perusahaan masih tutup. Jadi, ia pergi ke warung di Coney Island Avenue. 

Ia merasa perutnya sudah sembuh dan membeli sarapan. Setelah selesai ternyata Brigante - Karl sudah buka. Hari itu ayahnya diketahui tidak akan datang ke kantor, karena membawa adik Ronald, Mark, ke dokter. 

Mark yang berumur 9 tahun itu patah tulang pinggulnya akibat main sepak bola pada bulan September dan sampai sekarang masih perlu bantuan tongkat penopang serta kursi roda.

 

"Mobil bapakmu masih di rumah" 

Dari kantor Ronald menelepon ke rumah untuk minta tolong ditinggalkan uang, karena sore itu ia mesti lapor ke petugas ACE Youth Center, tetapi telepon tidak ada yang mengangkat. Ia menelepon pacarnya di Nassau County dan berjanji untuk datang. 

Sebenarnya jam kerjanya antara pukul 08.00 dan 17.00, tapi karena anak bos, ia bisa pulang lebih siang. Apalagi ayahnya sedang tidak ada. 

Sekitar tengah hari ia kabur. Ketika tiba di County Line Road ia berpapasan dengan Volvo yang dikendarai sahabatnya, Robert William Kelske (24). Mereka berhenti. 

"Kok, kau sudah pulang siang-siang?" tanya Bobby Kelske. 

"Ayahku sedang membawa Mark ke dokter. Jadi, tidak ada yang mengawasi aku," jawab Ronald. 

Kata Kelske, tadi ia lewat di depan rumah Ronald dan dua mobil DeFeo masih ada di halaman. Ketika mereka sedang bercakap-cakap itu datang dua orang pemuda menawarkan alat stereo. Kelske berkata, sebaiknya ditawarkan pada orang-orang di Henry's Bar. Siapa tahu ada yang mau. Kelske pergi ke bar, sedangkan Ronald pukul 13.30 muncul di rumah pacarnya, Sherry Klein (19). 

Anak dokter itu lulusan SMTA dan cantik. Ronald alias Butch memberi tahu mereka ada di halaman, tapi anehnya ketika ia mencoba menelepon dan mengetuk pintu, tidak ada yang memberi jawaban. Tadi pagi ia pergi tanpa membawa kunci rumah, jadi ia tidak bisa masuk. Dari rumah Sherry ia mencoba menelepon lagi, tanpa hasil. 

Butch dan Sherry kemudian pergi berbelanja. Setiba di rumah Sherry kembali, Butch menelepon lagi ke rumahnya. Ternyata masih tidak ada yang mengangkat. 

Kira-kira pukul 15.00 Butch muncul di rumah Bobby Kelske. 

"Aku tidak bisa masuk ke rumah. Ada apa, ya? Mobil-mobil masih lengkap di halaman." 

"Pasti di rumahmu ada orang," kata Bobby. "Sejak pagi aku lihat dua mobil ada di situ.

" Ronald mengajak Bobby pergi, tapi Bobby masih segan turun dari ranjang. Mereka berjanji akan bertemu di Henry's Bar sekitar pukul 18.00. 

Ronald pergi ke Henry's dan minum wodka dengan 7-Up. Sekitar 1,5 jam kemudian ia pergi lagi menuju rumahnya. 

Tetangganya, Howard Reimer, kebetulan juga terkunci di luar, karena istrinya pergi mengambil anak mereka yang dititipkan di mertua. Kemudian istri Howie Reimer, Junie, pulang. Ia mengajak Ronald ikut masuk. Ketika Howie keluar sebentar, Ronald bilang kepada Junie bahwa ia sakit. Junie mengerti maksud Ronald. 

"Ambil sendiri di lemari es," katanya. Junie membeli beberapa kantung heroin beberapa bulan sebelumnya di New York City tanpa diketahui suaminya. Ronald kemudian permisi menyuntik diri di kamar mandi. 

Ronald tidak merasa menjadi pecandu obat bius, namun selama dua tahun ini kadang-kadang ia menyuntik diri dengan heroin. Sekeluar dari kamar mandi, Ronald menjadi tenang. 

Ia permisi memakai telepon untuk menelepon pacarnya untuk memberi tahu ia akan mendobrak rumah saja, supaya bisa masuk. Ia berjanji nanti malam akan menjemput Sherry pukul 20.00. 

Lalu ia meninggalkan uang ongkos menelepon pada Junie dan berkata akan mendobrak rumah, karena berkali-kali menelepon tidak ada yang mengangkat, padahal mobil semua ada di rumah.

 

Takut digebuk 

Rupanya ia masih kurang yakin untuk melaksanakan niatnya. Jadi, ia ke Henry's Bar dulu menemui Kelske. 

"Dobrak saja," Kelske menganjurkan. 

Beberapa menit kemudian Ronald kembali ke Henry's. Di pintu ia sudah berteriak minta tolong. 

"Bob, kau mesti menolongku!" Ronald bilang ayah dan ibunya mati ditembak orang. 

"Kau yakin?" tanya Bob. 

"Aku lihat sendiri." 

Pengunjung bar ramai-ramai pergi ke rumah DeFeo. Rumah itu sepi, kecuali beker Dawn yang disetel untuk pukul 07.15 berbunyi tanpa henti. Anjing yang diikat di belakang segera menyalak, sedangkan kamar orang tua Ronald terpentang. 

Ronald memukul-mukul mobil dengan penasaran. Kelske bertanya, Ronald ingin memberi tahu peristiwa mengerikan itu kepada siapa saja. Ronald minta diteleponkan kakeknya dari pihak ayah, Rocco DeFeo, yang tinggal di West Islip, beberapa kilometer dari sana. 

Polisi bertanya, mengapa Ronald tidak membongkar rumah lebih siang saja? Ronald bilang, ia tidak mau cari gara-gara. Pernah dulu ia berbuat begitu dengan akibat digebuk ayahnya. Walaupun sudah berumur 23 tahun, ia masih suka digebuk ayahnya. 

Ronald terus terang mengenai perkara keluarganya. Katanya, paman ayahnya, Peter DeFeo yang tinggal di New York City, pernah dimuat namanya di koran-koran karena terlibat mafia. Lalu seseorang bernama Lee di perusahaan mobil Kakek Brigante adalah kaki tangan bandit Carlo Gambino. 

la ditanyai, siapa yang kira-kiranya bisa membunuh keluarganya seperti itu? Ronald menjawab, "Mungkin Louis Falini." 

Falini berumur sekitar 70 tahun. Dulu ia sahabat ayah Ronald. Ketika rumah Falini terbakar dua tahun yang lalu di Brooklyn, Falini dan istrinya tinggal di rumah ayah Ronald dan memiliki kunci rumah itu. 

Tidak lama sesudah Falini pindah dari rumah keluarga DeFeo, ia pernah ribut besar dengan Ronald di perusahaan, karena ia mencela pekerjaan Ronald. Ronald memaki-maki Falini dan ayah Ronald memperingati bahwa mereka harus hati-hati, sebab Falini tidak ragu-ragu membunuh orang. 

Selain itu, kata Ronald, ayahnya menyimpan uang dan perhiasan dalam lubang yang digali di dalam rumah, di ambang pintu kamar ayahnya. Yang menggali lubang itu tiga orang: ayahnya, Falini, dan Ronald. Siapa tahu Falini membunuh keluarga DeFeo untuk mendapatkan harta tersebut. Kata Ronald, uang ayahnya banyak, sebab ayahnya korupsi di kantor kakeknya. 

Pukul 22.25 Ronald menandatangani persyaratan sebanyak 8 halaman, tetapi ia tidak mau keterangan perihal menyelundupkan pacar ke ruang bawah tanah dan tentang Falini dicantumkan. 

Kini polisi harus memikirkan keselamatan Ronald. Kalau keterangan Ronald benar, ia bisa dihabisi juga oleh si pembunuh, sebab mestinya ia sasaran utama. Jadi, Ronald disuruh menginap di kantor polisi dan ia mau.

 

Semua lampu menyala 

Sementara itu polisi lain mewawancarai tetangga dan orang-orang lain. Seorang remaja umur 15 tahun bernama John Nemeth, menyatakan pukul 03.02 hari Rabu, 13 November, itu terbangun karena ada anjing menyalak. 

Ia tidak bisa tidur, karena lolongan yang terus-menerus. Dari jendelanya ia mengintip ke luar. Ia menduga yang menyalak itu anjing DeFeo dari rumah no. 112, yang diseling rumah kosong dengan rumahnya. Ia kenal anjing itu. Sesudah melolong sekitar seperempat jam, anjing itu berhenti, lalu melolong lagi kira-kira 5 menit. 

Pukul 07.00, ketika John Nemeth menunggu bus sekolah, di muka rumah DeFeo dilihatnya dua mobil: hijau dan merah, yang biru tidak ada. Anjing mereka tidak kelihatan dan tidak menyalak. 

Keterangan lain diperoleh dari Deborah Cosentino. Wanita muda itu bekerja di Chatterbox Bar and Grill di Marrick Road. Bar tutup pukul 03.30. la bermaksud minum-minum dulu di Henry's, tapi Henry's sudah tutup juga. Jadi, mobilnya ia belokkan ke jalan sepi. 

Anehnya, pagi-pagi buta itu rumah Ronald (ia kenal pemuda itu karena sejak masih di SMTA sudah jadi langganan Chatterbox dan ia pernah ke rumah Ronald beberapa kali) terang-benderang, seakan-akan semua lampu di ketiga tingkat dinyalakan. Namun, mobil si Ronni yang berwarna biru tidak ada. Ia tidak mendengar salak anjing. 

Sementara itu Rocco DeFeo, kakek Ronald dari pihak ayah, dan menantunya, Vincent Procita, sudah tiba di High Hopes. Kakek Ronald dari pihak ibu, Michael Brigante Sr., datang juga dari Brooklyn dengan istri dan putranya. 

Michael Brigante Sr. banyak bicara dan sok. Ia marah-marah karena tidak diperkenankan masuk ke rumah melihat jenazah putri, menantu, dan cucu-cucunya. 

Detektif Gozaloff setelah selesai mewawancarai Ronald di kantor polisi, segera menuju High Hopes untuk menanyai keluarga Ronald. 

"Anda kenal Louis Falini?" tanyanya kepada Brigante. 

"Ya. Ia salah seorang paling baik yang pernah saya temui." Namun, ia tidak tahu alamat dan nomor telepon Falini. Ketika Gozaloff menanyakan kemungkinan Falini yang membunuh keluarga DeFeo, pemilik perusahaan Brigante - Karl Agency itu merasa tersinggung. Ia lebih tersinggung lagi, ketika ditanyakan kemungkinan Ronald DeFeo Jr. sebagai pembunuh. 

"Dia cucu yang baik. Saya bangga kepadanya," katanya. "Tak mungkin Butch yang berbuat." 

Ketika pertanyaan itu diajukan kepada menantunya, Vincent Procita, paman Butch menggeleng. Butch mungkin saja terlibat urusan obat bius, tapi tak mungkin terlibat pembunuhan, Procita tak pernah mendengar tentang Falini.

Gozaloff mencoba menanyai Michael Brigante Jr., namun yang menjawab selalu ayahnya. Akhirnya, Rocco DeFeo berseru, "Tutup mulut! Ini urusan keluarga (mafia, Red.). Jangan berbicara apa-apa." Semua tutup mulut. Wawancara pun terpaksa diakhiri. Gozaloff menelepon rekannya, Harrison, untuk meminta agar Ronald DeFeo Jr. jangan sampai dipertemukan dengan kakeknya dari pihak ayah.

 

Pura-pura dirampok 

Pemeriksaan di laboratorium mengungkapkan semua korban itu ditembak dengan senapan Marlin 35. Senjata itu tidak ditemukan. Ronald DeFeo Sr. dan putra sulungnya memiliki senjata di rumah. Butch bahkan mempunyai beberapa di kamarnya, tetapi tak satu pun senapan Marlin kaliber 35. 

Pukul 02.30 dini hari, tanggal 14 November, seorang polisi yang teliti menemukan dua kotak senapan yang sudah kosong di kamar Butch. Sebuah di antaranya bekas Marlin kaliber 35. 

Dalam wawancara sebelumnya, Butch menyatakan, pernah punya senapan yang dibuang gara-gara meletus tanpa sebab di rumah teman. Ia tidak ingat lagi senapan apa dan kaliber berapa. 

Cepat-cepat sahabatnya, Bobby Kelske, didatangi polisi. Kata Boby, tak mungkin Butch kaliber sena pannya. Ia pencinta senapan dan ahli senapan. Dari Kelske polisi juga tahu, Butch pernah mengupah orang untuk merampok Brigante - Karl Buick. Butch menunjukkan di mana tempat uang dan di mana perampok harus bersembunyi sebelum kantor ditutup. Kelske menyaksikan maling itu menyerahkan bagian Butch sebesar AS $ 750 di pompa bensin. 

Diketahui pula Butch membeli peredam suara senapan tiga minggu sebelum peristiwa pembunuhan, sedangkan dua minggu sebelumnya ia ribut besar dengan ayahnya. 

Waktu itu Butch dan seorang karyawan diserahi tugas menyetor beberapa ribu dolar ke bank. Butch bilang, di jalan mereka dirampok dua orang bersenjata. Uangnya amblas, tetapi ayahnya tidak percaya. 

Kelske tahu di rumah siapa senapan Butch pernah meledak. Polisi pergi ke rumah itu dan mendapatkan masih ada lubang di permadani. Lantai dibongkar dan di dalamnya ditemukan peluru senapan Marlin kaliber 35! 

Tanggal 14 November 1974, pukul 09.00, Butch yang masih tidur di kantor polisi dibangunkan oleh Gozaloff dan Harrison. Harrison membacakan hak-hak seorang tersangka pada Butch, antara lain bahwa Butch berhak tutup mulut dan keterangan yang diberikannya bisa dipakai memberatkannya di pengadilan dan bahwa ia berhak didampingi pengacara. 

Butch menolak pengacara. Ia terus terang untuk membantu polisi, katanya. Falini-lah yang harus dicari, bukan Butch. 

Akhirnya, Butch mengaku juga pada Detektif Dennis Refferty bahwa dialah yang membunuh ayah, ibu, dan keempat adiknya, karena ia benci kepada mereka, katanya. la menjelaskan bahwa malam itu ia terbangun di ruang tempat TV, lalu masuk ke kamarnya untuk mengisi senapan kaliber 35-nya.

 Mula-mula ia menembak ayah dan ibunya, masing-masing dua kali. Setelah itu ia menembak Allison, lalu membunuh Mark dan John. Tungkai salah seorang anak itu gemetar dan meregang beberapa saat sebelum diam. Ia pun naik ke tempat Dawn. Dawn terbangun. 

"Kau itu, Butch?" tanya Dawn. 

"Ya." 

Dawn kembali ke kamarnya. Butch membuka pintu dan menembak adiknya. Anjing mereka melolong-lolong. Butch kembali ke kamarnya. Ia menaruh senapannya di sarung bantal. Lalu ia kembali ke kamar Dawn untuk memungut peluru.

 Ia masuk ke kamar-kamar lain memunguti selongsong peluru, lalu kembali ke kamarnya untuk berganti pakaian. Pakaian itu dimasukkannya pula ke sarung bantal, yang kemudian dibawanya dengan mobil ke Brooklyn, lalu dibuangnya ke lubang gorong-gorong dekat sebuah toko penganan di pojok East 96th Street.

"Mana perhiasan anak saya?" 

Polisi minta Butch menggambarkan tempat itu kira-kira, lalu Gozaloff ke sana. Polisi New York City meminjamkan peralatan untuk mengambil sarung bantal berikut isinya dari gorong-gorong. 

Isinya ternyata delapan selongsong peluru, kotak-kotak amunisi untuk peluru kaliber 35, celana jins, kemeja biru, handuk kuning, kaus hitam, dan celana dalam hijau. Senjata tidak ditemukan. 

Butch ditanyai lagi. Kata Butch, benda itu dilemparkannya ke kanal di sebelah rumah DeFeo. Ia diminta menggambarkan tempat itu dan memang manusia-manusia katak berhasil menemukan senjata itu, yang masih berisi peluru dan dalam keadaan terkokang. 

Ronald DeFeo Jr. dituduh melakukan pembunuhan dan ditahan. 

Penuntut umum, pembela, dan hakim ditentukan. Sejak itu penuntut umum dan pembela berlomba-lomba mengumpulkan keterangan. Yang seorang untuk membuktikan bahwa Butch membunuh dengan sengaja dan pikirannya sehat, yang seorang lagi berusaha untuk membebaskannya atau kalau tidak mungkin agar Butch mendapat hukuman seringan-ringannya. 

Penuntut tahu: pasti pembela akan berusaha memberi kesan Butch tidak waras, supaya Butch dikirim ke rumah sakit jiwa dan dibebaskan dua tiga tahun kemudian. 

Di penjara memang Butch berlaku aneh-aneh: ia bertengger di lemari, memanjat terali, dan sebagainya. Pembela dan penuntut sama-sama memakai psikiater terkenal sebagai saksi ahli. Psikiater pihak pembela akan berusaha meyakinkan juri bahwa Butch gila, sedangkan psikiater pihak penuntut akan berusaha sebaliknya. 

Penuntut juga berusaha mengetahui motif yang mendorong Butch membunuh ayah, ibu, dan adik-adiknya, sebab membunuh tanpa motif artinya gila. 

Ternyata DeFeo itu murid yang malas. la dipaksa keluar dari sekolah, karena kelakuannya. Di sekolah yang baru ia tidak bertambah baik. Ia tidak sampai lulus SMTA. Karena semasa remajanya ia gendut (kini tidak), ia kurang menarik. Ia membeli teman dengan uangnya. 

Ia selalu perlu uang untuk mentraktir minum, untuk teman wanita, untuk obat bius. Sebagai anak sulung laki-laki di keluarga Italia, ia memang dimanjakan. Ternyata adik-adiknya lebih maju. Dawn yang perempuan itu (yang paling dibencinya) lulus SMTA dan lebih pandai daripadanya. 

Setelah keluar sekolah, berulang-ulang Butch bekerja, tetapi berulang-ulang dipecat, karena membolos. Kalau mabuk, ia bisa kalap, tetapi tidak ada orang yang mendapat kesan ia gila. 

Diketahui banyak orang bahwa ayahnya tidak henti-hentinya marah kepadanya sejak Butch pura-pura dirampok. Butch diketahui digebuki ayahnya sampai bibirnya jontor dua hari sebelum ayahnya tewas. 

Selain itu waktu polisi membongkar peti simpanan harta di ambang pintu kamar Ronald DeFeo Sr. ternyata peti sudah kosong. Sementara itu kakek Butch, Michael Brigante Sr, ribut terus: ke mana perhiasan putrinya dan cucu-cucunya yang perempuan? 

(Setelah Butch dijatuhi hukuman, tahanan lain yang menempati sel bersebelahan dengan Butch berkata, Butch sebelum diadili pernah sesumbar akan bisa bebas dan akan "menggali simpanannya" sebesar AS $ 200.000 ditambah perhiasan. Harta itu dikubur di sebuah taman. Di bagasi mobilnya memang ditemukan sekop.) 

Setelah pembela dan penuntut adu kecerdikan di pengadilan, Butch yang nama resminya Ronald DeFreo Jr. itu dinyatakan bersalah. Hakim menjatuhkan hukuman 25 tahun penjara. Karena ketika itu Butch sudah ditahan setahun, ia baru saja dibebaskan dengan bersyarat tahun 1999. 

Butch minta naik banding, namun usahanya sia-sia saja. Ia menjalani hukuman di Penjara Dannemora di New York. 

Rumah keluarga DeFeo di Ocean Avenue beberapa kali ganti tangan. Pembeli pertama cuma tahan tinggal kurang dari sebulan. Penghuni itu ikut pembuatan sebuah cerita seram mengenai rumah itu, yang dikatakannya dihantui dan cerita itu difilmkan. Padahal tidak ada setan di sana, cuma kamar-kamar kosong bekas tempat enam orang yang dibunuh berbareng. 

(Gerald Sullivan & Harvey Aronson)

" ["url"]=> string(69) "https://plus.intisari.grid.id/read/553304572/kisah-sebuah-rumah-hantu" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1654265816000) } } }