array(1) {
  [0]=>
  object(stdClass)#49 (6) {
    ["_index"]=>
    string(7) "article"
    ["_type"]=>
    string(4) "data"
    ["_id"]=>
    string(7) "3124186"
    ["_score"]=>
    NULL
    ["_source"]=>
    object(stdClass)#50 (9) {
      ["thumb_url"]=>
      string(106) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2022/02/03/racun-dan-cinta-lizziejpg-20220203121540.jpg"
      ["author"]=>
      array(1) {
        [0]=>
        object(stdClass)#51 (7) {
          ["twitter"]=>
          string(0) ""
          ["profile"]=>
          string(0) ""
          ["facebook"]=>
          string(0) ""
          ["name"]=>
          string(11) "Frank Jones"
          ["photo"]=>
          string(0) ""
          ["id"]=>
          int(9388)
          ["email"]=>
          string(20) "intiplus-31@mail.com"
        }
      }
      ["description"]=>
      string(121) "Peramal cantik ini menjadi wanita pertama di Kanada yang mati di tiang gantungan gantung dengan disaksikan ribuan orang.
"
      ["section"]=>
      object(stdClass)#52 (7) {
        ["parent"]=>
        NULL
        ["name"]=>
        string(8) "Kriminal"
        ["description"]=>
        string(0) ""
        ["alias"]=>
        string(5) "crime"
        ["id"]=>
        int(1369)
        ["keyword"]=>
        string(0) ""
        ["title"]=>
        string(24) "Intisari Plus - Kriminal"
      }
      ["photo_url"]=>
      string(106) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2022/02/03/racun-dan-cinta-lizziejpg-20220203121540.jpg"
      ["title"]=>
      string(22) "Racun dan Cinta Lizzie"
      ["published_date"]=>
      string(19) "2022-02-03 12:15:51"
      ["content"]=>
      string(28144) "

Intisari Plus - Tak banyak yang tahu latar belakang keluarganya, masa kecil, serta tingkahnya yang kadang-kadang susan dimengerti. Namun harus diakui, kesan pertama yang terpancar dari wanita ini secara keseluruhan menarik. 

Dari rambut pirangnya yang cepak tersisir rapi ke belakang, ditambah perawakannya yang langsing, boleh dibilang Lizzie Tilford termasuk wanita yang tidak begitu sulit membuat pemuda jatuh hati. Kenyataan itu sangat disadari Lizzie, bahkan sejak ia masih gadis. 

Sejarah perkawinannya mencatat nama tiga pria yang pernah singgah dalam hidupnya. Namun yang lebih membedakan dia dari teman-teman sebayanya adalah keberanian mengambil keputusan penting yang kadangkadang berdasarkan pada alasan naif. 

Bayangkan! Hanya demi uang 5 shilling, enteng saja ia memutuskan menikahi Fred Yates, pria tampan yang baru dikenalnya beberapa minggu. Pasalnya, ia merasa gengsi bertaruh dengan cewek-cewek teman sekolahnya. "Bagi saya itu merupakan tantangan yang orang lain tidak berani melakukan," akunya. 

Bahtera perkawinan dini yang terjadi pada saat usia Lizzie baru 15 tahun itu pagi-pagi sudah harus kandas, bahkan sebelum sempat berlayar. "Kami sempat hidup bersama selama seminggu sebelum akhirnya berpisah. Sejak itu saya tak pernah melihatnya lagi," ujarnya. 

Bagaikan sesuatu yang tak bisa dipercaya, setelah itu, Lizzie berkecimpung dalam banyak kegiatan sosial. Juga aktif dalam kegiatan keagamaan yang mempertemukannya dengan William Walker. Pria inilah yang kemudian menjadi suami keduanya.

Tahun 1928, pasangan ini pindah ke Woodstock, Kanada, dengan keempat anaknya. Semula Walker mencoba untuk menjadi petani tapi dasar memang tidak berbakat, upayanya gagal. 

Kehidupan Walker semakin tragis. la jatuh sakit, menjadi buta, dan tersiksa berbulan-bulan sebelum akhirnya meninggal tanggal 19 Februari 1929. Menurut laporan dokter, penyebab kematiannya tumor otak. 

Untuk menyambung hidup sehari-hari, Lizzie dengan ketabahan yang luar biasa bekerja di sebuah pabrik sepatu. Waktu senggangnya digunakan untuk praktik sebagai peramal nasib, bakat spiritual yang memang sudah dimilikinya sejak dewasa. Pelanggannya tak hanya kaum wanita Woodstock, melainkan juga kaum pria. 

Kegiatan yang cukup sibuk itu mempertemukannya dengan seorang pria berumur 31 tahun, Tyrrell Tilford. Nampaknya Lizzie yang kala itu sudah mendekati setengah abad tertarik juga. 

Tanpa perlu "pacaran" lama, tanggal 10 November 1930, untuk ketiga kalinya Lizzie menikah meski nampaknya kedua orang tua Tyrrell tidak begitu menyukai sang menantu. 

Tapi toh mereka tetap berbaik hati dengan membuatkan rumah bagi pasangan ini di pojok halaman belakang kediaman mereka yang luas di Cronyn Street. 

 

Jeritan di pagi hari

Bahtera perkawinan pasangan ini nampaknya lancar-lancar saja, sampai suatu ketika terjadilah sebuah musibah. Jumat pagi, 29 Maret 1935, James Tilford (74) mertua Lizzie, mendengar suara pintu belakang rumahnya diketuk berulang kali. 

Menurut perkiraannya pastilah itu ulah si Dino, anjing mereka yang semalam lupa masuk rumah. Karena merasa terganggu, akhirnya ia memutuskan untuk membuka pintu. Dilihatnya Tyrrell dalam keadaan menyedihkan. 

Wajahnya biru sembap, dengan posisi setengah berlutut tangannya gemetar mencoba meraih gerendel pintu. Begitu pintu dibuka, Tyrrell sempoyongan tersuruk ke rumah. 

Setelah dipapah ke ranjang, Tyrrell bergumam, "Ayah, aku mau mati." Dadanya nampak sesak, napasnya terengah-engah. "Aku kena racun arsenik. Lihatlah lidahku, nyaris terkoyak-koyak." Dalam keadaan demikian, Tyrrell sempat mengatakan bahwa ini semua gara-gara Lizzie dan dua anaknya. 

Tyrrell juga melaporkan, .melihat Bill Blake, teman istrinya yang selalu bertandang ke rumah mereka pura-pura ingin belajar ilmu meramal, pernah mengintipnya dari balik tirai jendela kamar tidurnya. Saat itu ia mendengar suaranya, "Gila, ia memiliki racun yang cukup untuk membunuh 20 orang." 

Kemudian Tyrrell meminta ibunya menelepon apotek milik Keith untuk menanyakan apakah ada kiriman racun arsenik ke rumah mereka. Jawaban yang didapat, sudah berminggu-minggu tidak ada pesanan obat dari mereka. 

"la bohong, Bu!" potong Tyrrell begitu mendengar jawaban dari toko tersebut lewat ibunya. Sementara itu dengan perawatan seadanya, Tyrrell beristirahat di rumah orang tuanya. 

Terdorong oleh rasa curiga, Tilford memanggil dokter keluarga mereka, dr. Hugh Lindsay. Setelah dicocokkan, ternyata kapsul-kapsul obat pusing kepala yang biasanya diberikan dr. Lindsay berbeda dengan apa yang dibuat dan diberikan Lizzie kepada Tyrrell. 

Sabtu malam, kondisi Tyrrell semakin memburuk kalau tidak boleh dibilang sekarat. "Tolong panggilkan Lizzie," pintanya kepada saudarasaudaranya. 

Merasa tidak suka sang suami berada di rumah mertua, begitu datang Lizzie langsung membujuk Tyrrell. "Sayang, kau 'kan tahu," kata Lizzie lirih sambil menggenggam tangan suaminya, ... mestinya kau tak perlu ke sini." 

Namun dengan perlahan Tyrrell mendorong tubuh istrinya. "Kau telah tega dan sadar meracuniku, Lizzie. Tak lama lagi aku akan mati." Ketika wanita ini mencoba untuk menenangkan suaminya serta menghibur, sang mertua lan tas memotong, "Hei perempuan bodoh, tidakkah kau lihat putraku sedang sekarat?" 

"Sayang, jangan berkata begitu. Percayalah, kau tidak akan meninggalkan kita," katanya tanpa memperhatikan hardikan sang mertua. 

"Ya, aku akan segera mati," desak Tyrrell, "Kalau aku mati, kau akan bebas memiliki pacarmu Bill Blake dan tanah pertanian itu." 

Dengan melihat anggota keluarganya yang lain ia melanjutkan, "Setelah aku meninggal, lakukan autopsi. Periksalah isi perutku, pasti ada racun arsenik. Lizzie, kau telah membunuh dua suamimu terdahulu tapi setelah ini kau tak akan bisa lagi melakukannya." 

Merasa dipojokkan oleh suami beserta keluarganya dengan menahan amarah Lizzie lalu menelepon apotek Keith, menanyakan apakah dia mengirimkan racun arsenik ke rumah. 

Sengaja ia menjauhkan gagang telepon dari telinga agar orang-orang di rumah itu bisa mendengar jawaban dari sana. "Kalau memang tidak ada kiriman arsenik, saya minta kau jadi saksi." katanya. 

Sementara itu Tyrrell yang nampak pucat, dengan suara tersengal-sengal karena sulit bernapas memanggil ibunya ke ranjangnya seraya berkata, "Aku akan menciummu untuk yang terakhir kalinya. Ma." 

Tanpa tahu harus berbuat apa, kedua suami istri gaek itu lantas ke luar ruangan, meninggalkan Lizzie yang sedang menjaga Tyrrell. Hari itu Tyrrell segera dipindahkan ke rumahnya sendiri. 

 

Menggali kuburan

Senin pagi ketika bangun tidur, Ny. James Tilford mendengar suara orang berteriak-teriak dari arah rumah Tyrell. Dengan tergesa-gesa ia pergi ke luar, tapi tidak mendapatkan apa-apa. 

Untuk mengobati rasa penasaran ia segera menelepon rumah anak-menantunya. Kebetulan yang menerima Lizzie. "Bu,ia baik-baik saja. Kemarin sudah bisa makan bistik, aprikot, bahkan es krim." 

Tapi kelegaan yang dirasakan nyonya tua cerewet ini tak berlangsung lama. Keesokan harinya telepon rumahnya berdering, memberitahukan bahwa Tyrrell telah meninggal pukul 05.00. 

Dr. Lindsay yang baru saja datang dari luar kota, merasa kebingungan ketika dimintai visum kematian Tyrrell. Tapi setelah berkonsultasi dengan petugas kamar mayat dan jaksa setempat, ia membuat visum et lepeitum kematian Tyrrell akibat influenza dan serangan jantung. 

Sama sekali ia tidak menyinggung-nyinggung soal racun arsenik, yang  menurutnya hanya merupakan gosip semata. Tentu saja yang paling panik sepeninggal Tyrrell adalah Lizzie. Kekhawatiran ibu 4 anak ini terutama kalau keluarga Tilford melapor kepada polisi. 

Di pemakaman, ia mengatakan sesuatu kepada temannya, "Untuk meyakinkan jenazah almarhum tidak diapa-apakan, saya sendiri yang memandikannya." Lizzie baru nampak lega setelah yakin tubuh suaminya tidak diautopsi, sampai saat diturunkan ke liang lahat. "Hal yang sama juga saya lakukan terhadap suami pertama (Mungkin yang dimaksudkan adalah Walker)." 

Meski yakin suaminya sudah dikuburkan, toh malam hari ia tetap resah, tidak bisa tidur. Ia lalu menyuruh-salah seorang anaknya menjaga kuburan Tyrrell agar tidak digali orang. 

Ketika Frank Tilford, salah seorang adik suaminya menelepon, Lizzie langsung mengadu bahwa keluarga Tilford tetap saja melancarkan tuduhan bahwa dialah dalang kematian suaminya. "Saya tidak terima tuduhan itu. Mana buktinya? Tunggulah, akan saya tuntut! Mereka harus membuat permintaan maaf di semua surat kabar terbitan Kanada." 

Selang beberapa hari kemudian, beredar gosip ternyata ada bekas-bekas bungkus racun strychnine danarsenik di rumah keluarga Lizzie. Konon, racun itu dipakai untuk memberantas tikus. Bak luka lama yang digaruk, gosip itu segera meracuni keluarga Tilford. Tom serta saudara-saudara Tyrrell memutuskan untuk menyelidiki apakah memang betul Lizzie membeli racun. 

"Astaga, Lizzie!" kata Tom suatu hari ketika masuk ke rumah Lizzie, "Kauharus mengusir tikus-tikus ini.Ada seekor yang menabrak kakiku ketika masuk tadi." 

"Tom, di sini tak pernah ada tikus!" jawab Lizzie serta merta. la juga menyangkal, tidak ada secuil punracun tikus di rumah itu. "Kalau nggak percaya, nanti saya tanyakan kepada almarhum abangmu," ujar Lizzie. 

"Bagaimana kau bisa lakukan hal itu?" 

"Bagiku gampang! Kau 'kan tidak percaya soal kebatinan," katanya. 

Tanpa sepengetahuan Lizzie dan anak-anaknya, keluarga Tilford menghubungi polisi untuk menyelidiki kasus kematian Tyrrell. 

Suatu malam, dengan diterangi cahaya lampu minyak kuburan Tyrrell digali. Beberapa anggota badannya diambil untuk dianalisis di laboratorium forensik. Sebelum fajar menyingsing jenazahnya sudah dikuburkannya kembali seperti semula. 

Prof. Joselyn Rogers, dari Universitas Toronto yang terkenal dengan julukan Detektif Kimia sehubungan dengan keterlibatannya dalam beberapa penyelidikan kriminal, tanpa banyak kesulitan berhasil mendapatkan jawaban atas teka-teki penyebab kematian si korban. la menemukan 2 butir arsenik dalam perut Tyrrell, jumlah yang lebih dari cukup untuk mematikan seseorang.

 

Saksi kunci

Proses penyelidikan polisi berlangsung agak lamban. Buktinya, sebulan kemudian kasus pembunuhan ini baru diajukan ke meja hijau. Saksi pertama yang diajukan adalah Victor King. Pemuda kurus 19 tahun ini sehari-harinya bertugas sebagai asisten apoteker Keith. 

Dari buku ekspedisi penjualan obat dan zat kimia yang dipegangnya, tercatat ada order pengiriman arsenik 2 ons ke rumah Tilford tertanggal 20 Maret. Isabella (16), putri Lizzie yang meneken tanda terimanya. Tanda tangan ini bisa dibuktikan di buku pengiriman tersebut.Demikian ia bersaksi. 

Isabella yang dipanggil menjadi saksi pada kesempatan berikutnya mengakui dan membenarkan hal tersebut. "Ketika kiriman arsenik ter sebut datang, saya sedang di rumah bersama kakak, William. 

Atas perintah ayah (Tyrrell) saya menelepon apotek Keith memberi tahu tentang arsenik tersebut, pukul 02.00 - 02.30. Ayah memang ingin memakainya untuk membunuh tikus di gudang." 

"Saat itu, ibu Anda berada di mana?" tanya jaksa. 

"Di pesta ulang tahun temannya. la pergi dari rumah kira-kira pukul 01.30." 

"Anda tahu Pak King?" "Ya." 

"Setelah menerima barang, Anda lantas membayar Pak King?" 

"Ya, 2 sen. Ayah sendiri yang mengambil duit dari kantung bajunya." 

"Apa yang kemudian Anda lakukan dengan racun tersebut?" 

"Ketika Ayah ke luar ke pintu belakang, saya memberikan kepadanya. la lalu pergi ke gudang." 

"Apakah Anda memberitahu ibu Anda?" 

"Tidak. Ayah melarang saya melakukan itu. Katanya, saya nanti bisa celaka." 

"Kapan ayah Anda mengeluh sakit?" 

"Hari berikutnya. Kemudian ibu menyuruh memanggil dr. Lindsay." 

"Apakah Anda tahu, sebelumnya ayah Anda pernah muntah-muntah seperti itu?" 

"Ya, di hari Valentine, ketika ia terlalu banyak makan es krim." 

"Apa yang dilakukan ibu Anda ketika ayah Anda sakit?" 

"Ia merawatnya." 

"Pernahkah Anda menceritakan tentang racun arsenik tersebut kepada ibu Anda?" 

"Ya, sebelas hari setelah ayah dimakamkan." 

Ketika mengucapkan kalimat terakhir ini, Isabella terlihat tak mampu lagi menahan tangisnya. Ia tersedu-sedu menyeka air matanya dengan sapu tangan. Jaksa pun mempersilahkan ia mundur. 

Hutchinson Keith, sang apoteker, memberi kesaksian dengan versi yang berbeda. Ia mengaku sudah kenal Ny. Lizzie Tilford sejak beberapa tahun dan sering menerima pesanan obat dari keluarga ini. 

Pada tanggal 20 Maret tersebut, kira-kira pukul 12.30 Ny. Tilford meneleponnya, "Saya mau beli arsenik. Sejak suamiku mengumpulkan kertas-kertas bekas dan barang rombengan, sekitar rumah penuh dengan tikus," Kata Keith menirukan Lizzie. 

Atas permintaan langganannya itulah ia kemudian mengirim arsenik 2 ons. Ia yakin si pemesan via telepon itu benar-benar Ny. Tilford. Ia kenal betul suara Lizzie yang khas aksen Inggrisnya. Untuk kedua kalinya Victor King dipanggil ke meja saksi. 

Menurut pengakuannya setelah bicara dengan Keith, 10 menit kemudian Ny. Lizzie kembali menelepon. "Kapan kalian mengirim pesanan saya? Soalnya, saya pergi ke pesta ke luar rumah." King juga masih ingat bahwa beberapa hari setelah kematian Tilford, ia ketemu sekali lagi dengan Lizzie ketika ia mengirimkan pesanan minuman ke rumah. Saat itu Lizzie bertanya, "Kenapa tanganmu gemetar?" 

"Oh, tidak. Kenapa saya harus gemetar?" jawabnya. 

"Lo, kau 'kan yang membawa racun arsenik tersebut ke sini," Ny. Tilford berkata sambil tersenyum penuh arti. 

Dalam persidangan lanjutan tanggal 11 Juni, Lizzie sudah dinyatakan sebagai tersangka. Artinya bila memang tuduhan jaksa terbukti tiang gantungan penjara wilayah Oxford sudah menunggunya. 

Untuk memperoleh tambahan bukti-bukti lain yang memperkuat dakwaannya, pihak yang berwajib mengadakan penggalian kuburan suami kedua Lizzie, William Walker. 

Hasilnya, dalam tubuhnya tidak ditemukan secuil pun tanda-tanda atau petunjuk adanya racun yang mematikan. Meski demikian banyak pula orang yang tidak percaya kalau Walker tewas secara wajar.

 

Meminjam telepon

Selama masa persidangan, penampilan Lizzie yang tenang tidak pernah berubah sedikit pun. Duduk diam di kursi terdakwa. Setiap keterangan saksi selalu didengarnya dengan tekun. Kadang-kadang tangannya membuat catatan di notes kecil yang selalu dibawanya. 

Semakin hari jalannya sidang semakin menggiring posisi Lizzie sebagai tersangka. Meski tetap bertahan pada sikapnya yang tenang dan tak terpancing keterangan saksi, toh akhirnya emosi Lizzie sempat meledak ketika saudara perempuan Tyrrell, Annie, melukiskan keadaan dapur tempat kejadian perkara. 

Annie mengaku mendengar dari telinganya sendiri Tyrrell berteriak, "Kau telah membunuh dua orang suamimu terdahulu, tapi setelah ini kau tak bisa lagi melakukannya." 

"Apa yang dikatakannya bohong!" Lizzie berteriak sambil matanya berkaca-kaca, persis setelah Annie meninggalkan mimbar saksi. "Saya tidak bisa melanjutkan sidang ini. Semoga Tuhan memberi belas kasih kepada anak-anak saya." Setelah mengucapkan kalimat itu ia terkulai jatuh pingsan. 

Proses peradilan yang sepintas berjalan lancar ini, terasa agak janggal karena baik jaksa penuntut maupun majelis hakim tak berhasil mengungkapkan motif apa di balik kasus pembunuhan ini. Pun ketika jaksa menggiring tersangka pada motif perebutan uang asuransi, alasannya juga tidak begitu kuat. 

Seorang petugas asuransi memberikan kesaksian, beberapa hari sebelum kejadian itu, Lizzie beberapa kali meneleponnya untuk mengecek berapa besar jumlah uang asuransi Tyrrell. 

Ternyata hanya 300 dolar, jumlah yang relatif sama seperti yang dimiliki almarhum suami keduanya, William Walker. Terlalu kecil untuk diperebutkan, apalagi uang itu hanya cukup untuk biaya pemakaman. 

Kesaksian-kesaksian berikutnya memberi sedikit gambaran hakim untuk mencari kejelasan motif meski tetap kelihatan samar. Saksi Agnes Allen, saudara Tyrrell, mengatakan ketika pasangan Tilford ini menjenguknya beberapa hari sebelum kematian Tyrrell, Lizzie memintanya merekayasa surat wasiat Tyrrell yang akan mewariskan semua hartanya kepada Lizzie. 

Sementara Keith, dalam satu kesaksiannya menyatakan Lizzie pernah datang ke tokonya meminta kapsul kosong  yang  katanya akan dimasuki serbuk pelangsing tubuh Kenyataan ini oleh jaksa penuntut kemudian dikaitkan dengan isi kesaksian Ny. Allen berikutnya. 

Suatu siang Lizzie keluar dari kamar tidur Tyrrell dengan sebuah kapsul yang oleh suaminya dikatakan tidak manjur untuk mengobati sakitnya. Lizzie kemudian raembuang isi kapsul itu ke dalam tungku perapian. 

Persidangan selanjutnya semakin tidak menguntungkan bagi Lizzie, apalagi ketika tampil saksi yang mengejutkan, yakni Ny. Catherine Argent, teman Lizzie yang berulang tahun. 

Pesta yang dihadiri Lizzie itu berlangsung pada hari yang sama ketika arsenik di kirim ke rumah Lizzie. Pada hari itu Lizzie membawa kue bidadari ke pesta. Tak seorangpun yang makan roti itu mengeluh sakit atau mati. 

Namun, bukan kue tersebut yang menjadi perhatian majelis hakim. Di tengah pesta, Lizzie permisi pinjam telepon pada tuan rumah (kemungkinan besar ia menelepon apotek untuk menanyakan apakah arsenik pesanannya sudah dikirim ke rumah). Tak berapa lama kemudian ia juga ditelepon putrinya, Isabella. 

"Aku lagi memesan arsenik," ujar Lizzie kepada temannya Catherine, "dan Bella sangat takut menerima pesanan itu." 

Pada hari tepat meninggalnya suaminya, Lizzie menelepon Ny. Argent, "Tyrrell sudah meninggal," katanya. "Kau ingat arsenik yang kuceritakan dulu?" 

Sebulan setelah kematian Tyrrell, Isabella disuruh mengantarkan surat ibunya kepada Argent, yang berisi .... Pihak kepolisian telah menginterogasi Bella. Bella memberi keterangan bahwa saya datang ke rumahmu pukul 01.00 dan pulang sekitar pukul 05.00. Kalau polisi mengecek, tolong bilang hal yang sama. Bakarlah surat ini. 

Kejadian penting ini diungkapkan dengan jelas oleh Argent di depan sidang.

 

Hukum kaum lelaki

Masa persidangan yang melelahkan ini akan segera berakhir. Oktober yang cerah memancarkan kelembutan sinar matahari menembus kisi-kisi jendela gedung pengadilan yang bersuasana panas. 

Saat itu anggota dewan juri, yang semuanya lelaki, memasuki ruang tertutup untuk merumuskan putusan. Gedung itu penuh sesak dengan para wanita, di antaranya malah ada yang bawa makanan dan minuman, seakan mereka takut melewatkan detik-detik penting yang harus disaksikannya: Betapa tidak? Bagi penduduk Kanada peristiwa ini termasuk amat langka. 

Selama lebih dari setengah abad belum pernah ada seorang terpidana wanita dihukum mati. Selama itu pula para juri selalu berusaha mati-matian untuk memberi hukuman seringan mungkin kepada setiap tersangka wanita. Sebagian hadirin saat itu pun mengharap, Lizzie Tilford diselamatkan dari tiang gantungan. 

Ketika hari menginjak siang, pengunjung semakin penuh. Apalagi penonton pertandingan boling dari lapangan yang terletak di depan pengadilan berpindah semua ke ruangan sidang, menambah gaduhnya suasana. 

Akhirnya, pada tengah hari tim juri keluar ruangan dan membacakan keputusannya: Lizzie terbukti bersalah. Mendengar keputusan itu seketika tubuh Lizzie lunglai dan terjerembap, jatuh ke depan dengan gumam lirih tak terdengar. 

".... tersangka harap di bawa ke tempat eksekusi yang sudah ditetapkan ...,"ujar pimpinan majelis hakim. 

"Oh, Tuhan, ini tidak benar, itu tidak adil," ujar Lizzie setelah siuman. "Oh,ini fitnah dan jebakan. Fitnah! Semoga Tuhan melimpahkan rahmatNya kepada arwah Tilford." Lizzie akhirnya meratap sejadi-jadinya di kursi. 

"... dan ia akan digantung sampai kematian menghentikannya," lanjut hakim, berbareng dengan teriakan protes para hadirin wanita. 

"... semoga Tuhan memberi rahmat dan pengampunan kepada arwah Anda," kata hakim mengakhiri putusannya. 

 

Muncul protes

Pada tanggal 30 November seorang wartawan Detroit Times, berhasil menyelinap masuk ke sel Lizzie setelah menipu sipir penjara dengan mengaku sebagai petugas kantor pengacara sang napi. "Gara-gara gosip saya masuk penjara," ujarnya kepada Williams, sang wartawan. 

"Mereka menuduh saya ingin melenyapkan suami saya untuk bisa menikah dengan William Blake. Ini kebohongan besar! Blake adalah teman anak saya, Norman. Ia sama sekali tidak berarti bagi saya." 

Menurut pengakuan Lizzie, ia memang sempat memberi pelajaran ilmu membaca rajah tangan kepada Blake. Ia memang  pria yang berbakat untuk itu. Blake (42), akhirnya memang membuka praktik meramal nasib di Toronto. 

Sebuah lembaga swasta yang memperjuangkan hak asasi wanita di Woodstock meminta kepada Mahkamah Agung agar pelaksanaan hukuman gantung atas diri Lizzie 17 Desember ditinjau kembali atau paling tidak ditunda sampai berakhirnya pesta Natal. 

Sementara itu dukungan lain pun muncul. Seorang kolumnis Harian Toronto Stai menegaskan, nasib Lizzie harus diubah. Meski kenyataannya dijatuhi hukuman karena pembunuhan, sebenarnya ia bukan manusia kejam dan berjiwa pembunuh. 

Pengalamannya sebagai sukarelawan berbagai yayasan sosial haruslah dipertimbangkan dalam menjatuhkan putusan. Itulah sebabnya Lizzie harus diselamatkan dari kematian berdasarkan rasa kemanusiaan, yakni kodratnya sebagai wanita. 

Pasalnya, mekanisme yuridis yang dipakai untuk menjerat Lizzie ke tiang gantungan itu semuanya disusun oleh dan demi kepentingan masyarakat pria. Buktinya, anggota juri pengadilan Lizzie pun semuanya pria. Kaum wanita hanya ikut berperan kecil. 

Selama ini utang budi kaum pria terhadap wanita secara umum sudah sedemikian besar sehingga cukup untuk memberi pengecualian, melepaskan nyawa wanita. 

Toh, pada akhirnya keputusan tinggal keputusan. Semua usulan dan protes masyarakat tentang kasus ini tak ada yang mampu mengubah nasib Lizzie. Sesuai tanggal yang ditetapkan, wanita peramal yang cantik ini harus menghadapi malaikat maut. 

Saat itu salju mulai turun mengiringi langkah-langkah Lizzie, yang menolak untuk disuntik morfin, berjalan menyeberangi halaman penjara menuju tangga penggantungan. 

Tanpa bisa berkata-kata kerudung hitam dikenakan menutupi kepalanya. Sementara kedua kakinya diikat. Diiringi sepi, penentuan nasib manusia bernama Lizzie ini berlangsung kurang dari 45 menit. Sementara teka-teki kehidupannya masih terus dibicarakan orang sampai bertahun-tahun kemudian. (Frank Jones)

 

" ["url"]=> string(67) "https://plus.intisari.grid.id/read/553124186/racun-dan-cinta-lizzie" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1643890551000) } } }