array(3) {
  [0]=>
  object(stdClass)#57 (6) {
    ["_index"]=>
    string(7) "article"
    ["_type"]=>
    string(4) "data"
    ["_id"]=>
    string(7) "3834047"
    ["_score"]=>
    NULL
    ["_source"]=>
    object(stdClass)#58 (9) {
      ["thumb_url"]=>
      string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2023/07/28/105-petunjuk-pertama-hanya-secui-20230728053811.jpg"
      ["author"]=>
      array(1) {
        [0]=>
        object(stdClass)#59 (7) {
          ["twitter"]=>
          string(0) ""
          ["profile"]=>
          string(0) ""
          ["facebook"]=>
          string(0) ""
          ["name"]=>
          string(5) "Ade S"
          ["photo"]=>
          string(54) "http://asset-a.grid.id/photo/2019/01/16/2423765631.png"
          ["id"]=>
          int(8011)
          ["email"]=>
          string(22) "ade.intisari@gmail.com"
        }
      }
      ["description"]=>
      string(146) "Serangkaian pembunuhan terjadi di Amerika Serikat. Polisi mulai mengumpulkan petunjuk mulai dari jenis kuku hingga jejak ban mobil yang digunakan."
      ["section"]=>
      object(stdClass)#60 (8) {
        ["parent"]=>
        NULL
        ["name"]=>
        string(8) "Kriminal"
        ["show"]=>
        int(1)
        ["alias"]=>
        string(5) "crime"
        ["description"]=>
        string(0) ""
        ["id"]=>
        int(1369)
        ["keyword"]=>
        string(0) ""
        ["title"]=>
        string(24) "Intisari Plus - Kriminal"
      }
      ["photo_url"]=>
      string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2023/07/28/105-petunjuk-pertama-hanya-secui-20230728053811.jpg"
      ["title"]=>
      string(34) "Petunjuk Pertama hanya Secuil Kuku"
      ["published_date"]=>
      string(19) "2023-07-28 17:38:21"
      ["content"]=>
      string(28563) "

Intisari Plus - Serangkaian pembunuhan terjadi di Amerika Serikat, dimulai pada tahun 1963. Polisi mulai mengumpulkan petunjuk mulai dari jenis kuku hingga jejak ban mobil yang digunakan pembunuh.

----------

Pembunuhan beruntun yang terjadi di Amerika Serikat 9 tahun yang lalu ini, mulai pada hari Senin tanggal 15 Juli 1963. John Toye, seorang pengantar susu, pagi itu dengan kendaraan- bestelannya menuju Forest Hill dari arah Los Angeles. Pada suatu ketika, setelah mendaki suatu tanjakan, di tempat yang sepi ia melihat sesosok tubuh tengkurap di pinggir jalan sebelah kiri.

Mungkin seorang pemabuk yang tertidur di tengah jalan, pikir Toye. Pandangan seperti itu tak jarang dijumpai pada hari pertama setelah akhir pekan. Tapi Toye toh berhenti untuk melihat orang itu.

Toye menjumpai pandangan yang menakutkan. Dengan matanya yang terbelalak, orang di pinggir jalan itu sudah tak bernyawa. Pada lehernya tampak bekas jari-jari pembunuh yang mencekiknya. Beberapa tempat sekitar leher berwarna biru lebam, menandakan perdarahan di bawah permukaan kulit.

Di sekitar tempat itu tak ada telepon umum dan pos polisi yang terdekat kira-kira 12 km. Maka dicegatnya sebuah mobil yang kebetulan lewat, Kepada pengendaranya, Toye minta supaya menelepon polisi di pompa bensin terdekat, sementara ia sendiri, Toye, akan menunggui korban.

Tak lama kemudian polisi sudah datang di tempat kejadian. Keadaan korban diteliti dengan saksama. Bekas-bekas pencekikan menunjukkan bahwa pembunuh mempunyai jari-jari yang ramping. Leher korban diperiksa dengan kaca-pembesar. Ternyata pada bekas jari-jari pembunuh itu tertinggal cuilan kuku berlapis lak. Rupanya si pembunuh adalah seorang wanita.

Patahan kuku yang hanya secuil itu dikirim ke laboratorium FBI. Penelitian menunjukkan bahwa kuku itu berlapis lak yang dikenal dengan nama ”Opale Rose’’ dan banyak beredar di pasaran Amerika.

Kesimpulan ini dapat dijumpai berkat suatu teknik penelitian yang disebut “pyrolysa", yaitu penguraian sistem api. Teknik ini dikembangkan khusus untuk meneliti susunan bekas-bekas cat dalam jumlah yang kecil sekali.

Caranya: bahan yang hendak diselidiki, dengan pesawat-pyolysa diurai di atas lempeng logam yang dipanasi. Pemanasan menyebabkan penguapan. Bahan yang terlepas dalam bentuk uap itu dengan alat tertentu disemprotkan di atas selembar kaca, di mana uap itu mengendap.

Pelat kaca diputar dan secara teratur pada saat-saat tertentu dihentikan. Bila pelat kaca berhenti, lempeng logam diukur suhunya. Sistem pemanasan dengan berbagai suhu yang menyebabkan berbagai penguapan bahan cat itu, memungkinkan analisa yang amat cermat, walaupun bahan cat itu hanya tersedia dalam jumlah kecil sekali. Tentu pengamatan bahan-bahan ini harus dilakukan dengan mikroskop.

Hasil pemeriksaan dibandingkan dengan berbagai data. Dan berkat perbandingan-perbandingan ini lak yang ditemukan pada patahan kuku itu dapat diketahui secara lebih persis lagi. Lak itu ialah “Opale Rose’’ nomor 53, buatan firma Northam Warren di New York.

Pengetahuan tentang jenis lak kuku ini tentu saja tidak dapat secara langsung menunjukkan jejak pembunuh. Sebab lak kuku itu dijual di mana-mana di seluruh Amerika Serikat. Tetapi dalam pengusutan selanjutnya, data tentang lak kuku ini ternyata merupakan mata-rantai penting dalam usaha menemukan pelaku pembunuhan tersebut. 

Pemeriksaan mayat memberikan data tambahan yang menarik. Dalam tubuh korban ditemukan suatu jenis zat pembius. Sekali lagi di sini diperoleh petunjuk bahwa si pembunuh rupanya seorang wanita. Karena secara fisik kalah kuat dengan calon korbannya, maka si penjahat terlebih dahulu harus membuatnya tak berdaya sebelum dapat mencekiknya.

Pembunuh ini cukup cerdik. Ia tidak menggunakan “tetesan-tetesan knock-out” yang kebanyakan hanya membuat korban tidur lelap. Pemeriksaan air seni terbunuh, menunjukkan bahwa wanita itu mempergunakan scopolamine yang dimasukkan ke dalam kopi. Efek zat pembius ini ialah: tangan dan kaki korban menjadi seperti lumpuh. Hingga seandainya pada saat dicekik, korban terbangun, ia tak dapat membela diri.

Zat ini masih mempunyai ciri khusus lain. Yaitu 6 sampai 8 jam setelah ditelan, zat itu tidak terdapat lagi dalam air-seni orang yang bersangkutan. Untung, korban pembunuhan tanggal 15 Juli 1963 itu ditemukan oleh Toye sebelum masa 6 sampai 8 jam itu lewat. Data tentang obat bius ini nantinya juga memegang peranan penting dalam pencarian penjahat.

Mengenai identitas korban, dengan memanfaatkan dokumentasi sidik jari pada FBI di Washington berhasil diketahui bahwa ia bernama James F. O’Hara. Ia bekas opsir angkatan laut. Pada waktu terbunuh, O’Hara bekerja sebagai wakil sebuah firma obat-obatan di San Francisco dan berada di Los Angeles dalam rangka dinas.

Kira-kira 4 minggu setelah matinya James O'Hara, terjadi lagi pembunuhan yang rupanya dilakukan oleh orang yang sama. Korban kali ini seorang laki-laki dari kalangan film Hollywood. Namanya Robert S. Merwin, seorang pemain figuran.

Merwin rupanya terbunuh Sabtu malam tanggal 10 Agustus 1963. Mayatnya ditemukan keesokan harinya di depan pagar sebuah rumah peristirahatan, tak jauh dari jalan besar L’Arroya — Seco, masih dalam kawasan Los Angeles. Mayat Merwin berlumuran darah. Ia tidak hanya dicekik sampai meninggal, tapi masih dianiaya. Para ahli jiwa dari dinas kepolisian menduga, bahwa pelaku pembunuhan ini seorang wanita yang jiwanya tak normal atau terganggu. Mungkin ini akibat pengalaman pahit dalam percintaan hingga ia menaruh benci yang mendalam terhadap kaum lelaki.

Pembunuh kali ini meninggalkan jejak lain. Ia membawa korbannya ke tempat yang sepi itu dengan mobil. Kebetulan sehari sebelumnya, di daerah itu turun hujan. Tanah lunak dan becek dengan akibat bahwa mobilnya meninggalkan bekas, yaitu jejak ban kiri depan dan belakang, tak jauh dari tempat korban ditemukan.

Dilihat dari jalur jejaknya, ban itu agaknya masih baru. Belum lagi jalan 4.000 km. Ban itu ukuran menengah. Bagi seorang pengamat yang ahli, bukan saja ban lama, tapi juga setiap ban baru mempunyai “wajah” dengan ciri-ciri khusus yang tidak terdapat pada ban baru lainnya dari pabrik yang sama. Ciri individual itu antara lain terdapat pada jalur-jalur berlekuk-lekuk atau bergerigi. Juga jejak ban ini nantinya akan membantu polisi.

Seperti dikatakan di atas, Merwin menerima ajalnya pada tanggal 10 Agustus 1963. Menurut hasil penyelidikan, Sabtu malam Minggu itu, Merwin berkencan dengan seorang wanita muda yang tinggal di hotel Monarch.

Wanita ini dibayangi polisi. Ternyata ia berkendaraan Chevrolet 1961. Tapi ban mobil ini tidak cocok dengan jejak ban di tempat pembunuhan. Dan nona itu mempergunakan lak kuku jenis dan merek lain. Lagi pula jelas bahwa ia tidak meninggalkan hotel setelah sia-sia menunggu kedatangan Merwin yang telah berjanji sore itu akan menemuinya. Alibi ini diperoleh polisi dari kesaksian suami-istri pemilik hotel, yang malam itu makan semeja dengan nona tersebut.

Baru saja seminggu berlalu telah terjadi lagi pembunuhan ketiga korbannya seorang laki-laki yang menginap di hotel Monarch. Namanya James Tool bright, kuasa sebuah perusahaan dagang. Tanggal 18 Agustus ia keluar dari hotel dan berjalan hanya beberapa puluh meter ke Garasi-Baltimore yang terletak di pinggir jalan yang sama, untuk mengambil mobilnya. Menurut rencana, ia akan pergi ke Illinois.

Memang ia jadi pergi dengan mobilnya. Tapi keesokan harinya, tanggal 19 Agustus, Toolbright sudah almarhum. Mayatnya tersembunyi dalam ruang bagasi mobilnya sendiri yang ditemukan di jalan buntu dalam hutan sepi. kira-kira 40 km dari Hollywood. Penemunya seorang pengawas hutan yang melihat mobil Toolbright diparkir seharian di tempat yang sunyi itu.

Mobil diperiksa oleh polisi. Setir, hendel ruang bagasi, tempat kunci kontak dan bagian-bagian lain, semuanya diteliti. Tapi tak ditemukan sidik jari ataupun tanda-tanda yang dapat memberi petunjuk tentang si pembunuh.

Komandan polisi, Inspektur James R. Cramer kini memerintahkan agar hotel Monarch diawasi secara ketat. Semua penghuni hotel diwawancara. Di antara para penghuni hotel terdapat seorang wanita bernama Helen Scharper, direktris sebuah toko. Sudah sejak beberapa tahun ia mengenal James Toolbright. 

“James seorang pembujang. Ia sering diejek teman-temannya, karena masih saja ia belum mau kawin”, kata Helen Scharper.  

Lalu wanita ini mengisahkan, bahwa ia merasa heran ketika beberapa waktu yang lalu, melihat James Toolbright bersama-sama dengan seorang wanita berambut pirang. Karena hal ini baginya luar biasa, maka Helen Scharper memperhatikan wanita itu. 

Untung bagi polisi bahwa saksi yang satu ini pandai menggambar Helen Scharper yang pernah bekerja sebagai pelukis mode, membuat lukisan wanita yang dilihatnya bersama James Toolbright itu. Tentu saja berdasarkan ingatannya.

Menurut Miss Helen, wanita itu tingginya kira-kira 1.70 m. Tangan dan telapak kakinya agak besar, melebihi ukuran normal. Rambutnya dirias dengan belahan di tengah. 

Berdasarkan petunjuk berupa lukisan ini, sekali lagi polisi melakukan operasi di hotel-hotel dan di stasiun-stasiun pompa bensin. Tapi hasilnya nol. 

Petunjuk yang hingga kini oleh polisi belum dimanfaatkan penuh-penuh, adalah zat pembius yang tiap kali ditemukan dalam air seni korban. Timbul pikiran Inspektur James Cramer untuk menanyai apotek-apotek dan toko-toko obat, sambil memperlihatkan lukisan yang dibuat oleh Miss Helen Scharper.

Sebelum memulai operasi ini. Cramer mengunjungi ahli kimia yang memeriksa zat-zat yang ditemukan dalam tubuh para korban. Dan spesialis itu memberikan nama beberapa obat yang mengandung scopolamine. 

Dalam operasi ini Inspektur Cramer bertolak dari pemikiran berikut. James Toolbright diterkam si pembunuh ketika ia meninggalkan hotel Monarch tanggal 18 Agustus dan mengambil mobilnya di Garasi Baltimore. Rupanya pembunuh menemui Toolbright ketika lelaki ini sedang berjalan kaki dari hotel ke garasi tersebut.

Korban kedua, pemain film Merwin, rupanya juga ditemui oleh pembunuh di sekitar hotel. Seperti dikatakan di atas, Merwin menjelang kematiannya bermaksud mengunjungi seorang kenalan wanita yang menginap di hotel Monarch. Tapi pada hari yang naas itu Merwin tidak muncul di hotel tersebut. Rupanya dalam perjalanan ke hotel itu ia dicegat oleh pembunuhnya.

Jadi, demikian pikir inspektur Cramer, barangkali pembunuh bertempat tinggal tak jauh dari hotel Monarch. Atau sedikitnya, mungkin ia membeli zat pembius ini di salah satu toko obat atau apotek yang letaknya tak begitu jauh dari hotel tersebut.

Maka Inspektur Cramer menginstruksikan kepada semua anak buahnya untuk menjelajahi semua apotek dan toko-toko obat sekitar, sambil membawa lukisan tersangka seperti digambar oleh Helen Scharper.

Cramer sendiri ikut serta dalam operasi ini. Dan ia beruntung. Baru kira-kira setengah jam keluar, ia memperoleh keterangan berharga dari seorang wanita, penjaga toko obat-obatan yang letaknya tak jauh dari hotel Monarch, bahkan masih di jalan yang sama, tapi sebelah ujung.

+ "Kalau tak salah, saya pernah melihat wanita itu”, kata penjaga toko ketika Cramer memperlihatkan lukisan tersangka kepadanya.

- ’’ Ia beli apa di sini?’’

+ “Wah, saya sudah lupa. Coba, sebentar O, ya, pada suatu hari ia beli arak untuk campuran kopi. Dan beli alat kecantikan. Kalau tak salah, ini”, kata penjaga toko obat itu sambil menunjuk salah satu botol kecil dengan tutup yang panjang.

Terbaca oleh Cramer tulisan di atas etikat pada botol itu: Pearl Cutex. Di atasnya, dengan huruf-huruf yang lebih kecil tertulis: Opale Rose 53. Pembuatnya: firma Northam Warren, New York.

Cramer membeli lak kuku ini, sambil bertanya, apakah wanita yang beli Cutex itu juga beli sesuatu obat tidur, misalnya scopolamine atau Bellergal. Penjaga toko obat itu geleng kepala. Ia pun menyatakan tidak tahu siapa nama wanita itu dan di mana alamatnya.

Tapi penjaga toko itu masih menambahkan suatu keterangan berharga. Wanita itu naik mobil besar berwarna putih. Ia berhenti di lapangan seberang jalan, walaupun sebetulnya mobil tidak boleh parkir di situ. Pernah pada suatu hari, wanita itu berurusan dengan polisi akibat pelanggaran peraturan lalu lintas ini.

- Apakah ia kena denda?

+ Saya tidak tahu. Saya hanya: melihat polisi memberikan selembar kertas lewat jendela mobil.

- Kapan itu terjadi?”, Cramer bertanya.

Dijawab oleh penjaga toko obat: “Kira-kira 3 minggu yang lalu”.

Jadi jika ingatan penjaga toko tidak salah, wanita yang berkendaraan mobil putih itu berurusan dengan polisi sebelum tanggal 10 Agustus. Dengan lain perkataan, menjelang pembunuhan Merwin. 

Setelah mengucapkan terima kasih, Cramer langsung menuju ke markas kepolisian bagian lalu lintas dan memang dokumen pendendaan mobil putih itu berhasil ditemukan. Proses verbal polisi lalu lintas dibuat pada tanggal 8 Agustus 1963. Nomor mobilnya pun tercantum di situ: 692—573. Nomor polisi ini dikeluarkan di negara bagian Iowa.

Soal uang denda diselesaikan lewat telepon. Kuitansi tanda bukti penerimaannya pun ditemukan di bagian kas. Dan menurut kasir, orang yang menyetorkan uang denda itu seorang wanita.

Setelah mendapat keterangan ini, Inspektur Cramer menghubungi kantor bagian pengeluaran nomor polisi di Des Moines, lowa.

Instansi ini memberikan keterangan berikut. Nomor polisi 692—573 diberikan kepada sebuah mobil yang masih baru, merek Chevrolet, berwarna putih. Dan nomor itu dikeluarkan pada tanggal 6 Agustus 1963, atas nama Mr. James O’Hara.

Keterangan terakhir ini aneh sekali. Sebab korban pertama dalam rentetan pembunuhan misterius ini bernama James F. O’Hara. Dan pada tanggal 6 Agustus 1963, lelaki itu sudah 3 minggu almarhum. Seperti disebutkan di atas, ia terbunuh Minggu malam menjelang Senin tanggal 15 Juli 1963.

Pada pihak kepolisian jelas tak terjadi salah tulis. Lantas siapa yang mengurus nomor polisi tersebut atas nama almarhum? Yang jelas, untuk pengurusan ini diperlukan surat kuasa dari pemilik yang bersangkutan. Surat kuasa semacam itu memang sering diberikan oleh pembeli mobil kepada perusahaan yang menjualnya.

Masih ada hal lain yang menimbulkan tanda tanya  di benak Inspektur Cramer. Nomor mobil dikeluarkan di Des Moines. Dari tempat ini ke Los Angeles terbentang jarak sepanjang 3.000 km. Sudah diketahui, bahwa ban mobil yang jejaknya, ditemukan di dekat tempat terbunuhnya Robert Merwin, baru berjalan kira-kira 4.000 km.

Jadi, apabila benar bahwa Chevrolet nomor 692—573 itu adalah kendaraan yang digunakan pembunuh untuk melakukan operasinya, maka terasa ada kejanggalan. Sebab hal itu berarti bahwa untuk melakukan pembunuhan kedua ini, penjahat bersusah payah menempuh jarak sepanjang 3.000 km! Secara teoritis, seseorang memang mungkin saja berbuat aneh seperti itu. Tapi untuk apa? Apa motifnya? 

Yang jelas, sukar diterima dugaan bahwa pembunuh didorong oleh keinginan memperoleh kekayaan. Sebab bintang film Robert Merwin yang hanya pemain figuran itu, jelas tidak kaya seperti terbukti dari penyelidikan.

Di sini ada sesuatu yang tidak beres, pikir Cramer. Dan ia memutuskan, lebih baik sesegera mungkin terbang ke Des Moines untuk mendapat kejelasan tentang teka-teki ini.

Sebelum berangkat, Cramer memerintahkan mencari Chevrolet putih nomor 692—573 tersebut. Juga kegiatan menjelajahi toko-toko obat dan apotek-apotek diteruskan, untuk menemukan wanita berambut pirang yang membeli scopolamine.

Pada tahap ini pencarian pera bunuh mengalami perkembangan yang tak terduga-duga. Di lapangan terbang Des Moines Inspektur Cramer sudah ditunggu oleh rekannya. Inspektur Kerkins.

“Asisten Anda, Newman, minta kepada saya untuk menyampaikan pesan, bahwa Highway Patrol telah menemukan Chevrolet putih dengan nomor yang Anda sebutkan. Mobil itu ditemukan di jalan raya 40 sekitar Denver.

“Polisi berhasil memergoki mobil itu yang kebetulan tertahan oleh lampu merah’’.

“Mudah-mudahan ia dalam perjalanan kemari,” jawab Cramer.

Harapan ini ternyata menjadi kenyataan. Tak lama setelah Inspektur Cramer bersama Inspektur Kerkins meninggalkan lapangan terbang menuju markas polisi, dalam mobil mereka terdengar pesan radio dari para anak buah.

“P-21, Inspektur Kerkins. Harap bicara”.

Setelah Kerkins menjawab, radio meneruskan pesannya: “Berita penting untuk Inspektur Cramer dari Los Angeles. Chevrolet putih dengan nomor lowa 692—573 diparkir di depan hotel Kirkwood di Mainstreet. Mobil kami awasi terus. Minta jawaban. Selesai’’.

“Kami langsung ke sana’’, jawab Cramer singkat dan ini diteruskan oleh Kerkins ke markas pusat.

Sepuluh menit kemudian kedua detektif sudah tiba di Mainstreet. Memang, Chevrolet putih terhenti di seberang Hotel Kirkwood. Cramer dan Kerkins memarkir mobil mereka dekat pompa bensin tak jauh dari hotel. Setelah mereka turun, seorang anak buah mendekat. “Chevrolet putih sudah di situ kira-kira 20 menit yang lalu. Waktu parkir sudah habis. Mungkin pemiliknya segera datang”, katanya. 

Mobil terus diawasi. Tapi pemiliknya belum juga muncul. Hujan turun dan kegelapan pun tiba. Di mana gerangan pemilik Chevrolet itu? Di Sekitar tempat itu ada 3 buah hotel: Hotel Kirkwood, Savery dan Brown. Kerkins memasuki ketiga hotel sambil membawa lukisan tersangka. Tapi tak ada petugas hotel yang mengenalnya.

Menit demi menit berlalu, Cramer sudah tidak sabar hanya mengawasi mobil saja. Akhirnya ia mengambil risiko menyelinap mendekati Chevrolet putih tersebut untuk melihat apakah bannya cocok dengan jejak ban yang ditemukan dekat tempat terbunuhnya Merwin. Ternyata mirip sekali. Tapi kepastian tidak ada. Untuk itu perlu dilakukan penyelidikan di laboratorium.

Lebih dari satu jam para detektif menunggu buronannya yang belum juga muncul. Akhirnya Cramer mengatakan kepada rekannya, ingin pergi sebentar melihat-lihat apakah di sekitar tempat itu ada toko obat atau apotek. Barangkali buronan mereka membeli obat pembius di situ.

Ditemukannya sebuah toko obat di jalan simpang. Ketika Cramer memperlihatkan lukisan wanita yang dicarinya kepada penjaga toko, ia mendapat jawaban: “ Ya, saya mengenalnya. Baru saja ia kemari’'.

- “Kapan?’’       

+ “Kira-kira 2 jam yang lalu".

- “Ia beli apa?”

+  “Obat tidur Ballergal yang dalam jumlah kecil sering juga digunakan sebagai obat penenang. 

- “Apakah ia sudah sering kemari?

+ “Tidak. Baru sekali ini saya melihatnya’’.

Setelah mengucapkan terima kasih, cepat-cepat Cramer kembali ke tempat rekannya. “Rupanya buronan kita sedang merencanakan lagi suatu pembunuhan. Kita harus menangkapnya sebelum jatuh seorang korban lagi’’, kata Cramer kepada rekannya.

Kini Inspektur Kerkins menyarankan untuk meneliti soal nomor polisi Chevrolet putih. Perlu diketahui, siapa yang mengurus nomor mobil itu atas nama James O’Hara. Berdasarkan pengetahuan ini, barangkali dapat diperoleh petunjuk baru. Sementara itu tentu saja pengawasan atas Chevrolet putih terus dilakukan.

Orang yang mengurus soal nomor polisi atas nama O’Hara ternyata bernama Fred Leighton, seorang pedagang mobil. Nyonya Leighton dihubungi. Diperoleh jawaban bahwa Mr. Leighton, tidak ada di rumah. Ini di luar kebiasaan. Sudah malam, belum juga pulang.

Suatu dugaan melintas di benak Cramer. Barangkali belum pulangnya Mr. Leighton ini ada hubungannya dengan kegiatan wanita pembunuh. Mungkin Fred Leighton yang atas nama James O’Hara menguruskan nomor polisi Chevrolet putih itu, tahu siapa yang mencekik lelaki malang ini. Dan kini wanita itu berniat menyingkirkan pula Fred Leighton. Bahkan mungkin niat itu sudah terlaksana. ketika itu sudah lewat tengah malam. Tetapi polisi tidak dapat menunggu. Mereka harus cepat bertindak. 

Kebetulan Inspektur Kerkins mengenal Leighton secara pribadi. Segera ia menyiarkan pesan radio kepada anak buahnya: “Untuk semua! Perhatian! Dicari pedagang mobil Fred John Leighton. Tinggi 1,75 m, gemuk, agak botak, pakai kacamata. Umur kira-kira 45 tahun. Ciri-ciri khusus: bekas luka lebar pada leher sebelah kiri. Periksa semua hotel dan losmen. Jawaban ditunggu secepatnya”. 

Polisi serentak bergerak. Dan beberapa menit kemudian sudah datang jawaban dari salah satu mobil patroli: Di hotel Genesee di sekitar stasiun kereta api ada seorang tamu yang mempunyai ciri-ciri yang disebutkan. Ia menginap dengan seorang wanita. Nama mereka tercatat sebagai Mr. dan Mrs. Smith. Penerima tamu yang berjaga malam itu di hotel Genesee tak dapat menyebutkan ciri-ciri Mers. Smith karena yang mengurus penginapan adalah Mr. Smith.

“Jaga semua jalan-jalan keluar. Tunggu instruksi”, perintah Kerkins, sambil menambah bahwa ia segera menuju hotel Genesee.

Mobil-mobil patroli ditambah untuk mengepung hotel. Para detektif merasa jengkel ketika ternyata bahwa beberapa wartawan telah siap mengikuti operasi tengah malam ini. Rupanya para nyamuk pers mendengarkan radio polisi. 

Inspektur Cramer dan Kerkins di lift menuju ke tingkat 15. Di gang di depan kamar nomor 307 sudah siap seorang anggota polisi. 

Cramer mengetuk pintu, tapi tak ada jawaban dari dalam. Kerkins memberi isyarat kepada portir hotel yang ikut ke atas untuk membuka pintu dengan kunci cadangan. Ketika pintu terbuka, terdengar samar-samar suara ngantuk seorang lelaki. Para detektif merasa lega bahwa lelaki itu masih hidup. 

Cramer, Kerkins dan anak buah menyerbu masuk. Di ranjang hanya terbaring seorang laki-laki. Wanita yang dicari tidak ada.

Kamar diperiksa. Salah satu jendela kamar ternyata terbuka. Cramer mendekat dan menjenguk keluar. Pada saat itu juga ia melihat kelebat bayangan tubuh seorang wanita loncat dari tonjolan tembok dekat sebuah pilar – hanya kira-kira sedepa dari jendela. Terdengar jeritan seorang wanita dan kemudian bunyi sesuatu jatuh di tanah. Sunyi senyap.

“Ia bunuh diri”, Cramer nyeletuk dengan nada kecewa. “Tak dapat kita tangkap hidup-hidup”.

Lelaki dalam ranjang memang ternyata Fred Leighton. Dengan pandangan yang kosong dan loyo, matannya terarah ke langit-langit. Rupanya ia tidak menyadari apa yang sedang terjadi di sekelilingnya.  Ia hanya bergumam seperti orang mengigau: “Oh, oh, tanganku seperti lumpuh”. “ Anda segera kami bawa ke rumah sakit”’ Kerkins menenangkannya. “Untung pada saat terakhir kita masih menyelamatkannya”, Cramer mengomentari.

Di atas meja dekat ranjang, Inspektur Cramer menemukan botol Whisky yang sudah setengah kosong. Di sampingnya terletak sebuah tas wanita. Di dalamnya tersimpan alat-alat kecantikan di antarannya lak kuku “Opale Rose” no.53 dan bungkusan kecil yang sudah terbuka, isinya Bellergal. 

Sayang, pada almarhumah tak ditemukan paspor atau kartu identitas lain. Sementara itu, Fred Leighton ternyata tidak tahu menahu tentang pembunuhan-pembunuhan kejam yang pernah dilakukan oleh wanita misterius itu.

(Hans Walther)

Baca Juga: Pakaian Korbannya Selalu Dicabik-cabik

 

" ["url"]=> string(79) "https://plus.intisari.grid.id/read/553834047/petunjuk-pertama-hanya-secuil-kuku" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1690565901000) } } [1]=> object(stdClass)#61 (6) { ["_index"]=> string(7) "article" ["_type"]=> string(4) "data" ["_id"]=> string(7) "3304294" ["_score"]=> NULL ["_source"]=> object(stdClass)#62 (9) { ["thumb_url"]=> string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2022/06/03/ada-tuyul-di-muka-pintu_juliette-20220603020448.jpg" ["author"]=> array(1) { [0]=> object(stdClass)#63 (7) { ["twitter"]=> string(0) "" ["profile"]=> string(0) "" ["facebook"]=> string(0) "" ["name"]=> string(13) "Intisari Plus" ["photo"]=> string(0) "" ["id"]=> int(9347) ["email"]=> string(22) "plusintisari@gmail.com" } } ["description"]=> string(109) "Pria itu hanya mengenakan celana dalam saja layaknya tuyul dan masuk untuk menculik putra dari Herbert Young." ["section"]=> object(stdClass)#64 (7) { ["parent"]=> NULL ["name"]=> string(8) "Kriminal" ["description"]=> string(0) "" ["alias"]=> string(5) "crime" ["id"]=> int(1369) ["keyword"]=> string(0) "" ["title"]=> string(24) "Intisari Plus - Kriminal" } ["photo_url"]=> string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2022/06/03/ada-tuyul-di-muka-pintu_juliette-20220603020448.jpg" ["title"]=> string(23) "Ada Tuyul di Muka Pintu" ["published_date"]=> string(19) "2022-06-03 14:05:17" ["content"]=> string(28806) "

Intisari Plus - Selepas jamuan makan malam, kelima anak Herbert Young bersiap untuk tidur. Nahas, salah satu kamar dari anaknya tidak terkunci di bagian jendela membuat seorang pria masuk. Anehnya, pria itu hanya mengenakan celana dalam saja layaknya tuyul dan masuk untuk menculik putra dari Young.

-------------------------

Lewat tengah malam tanggal 3 April 1967 itu, Herbert Young dan istrinya pulang dari suatu perjamuan makan malam. Sebelum tidur mereka memeriksa kelima anak mereka. Semua sudah tidur nyenyak. Mereka berdua pun lekas terlelap karena sangat lelah. 

Mereka tidak terbangun, ketika kira-kira sejam kemudian ada mobil masuk ke pekarangan rumah mereka. Seorang pria keluar dan menaiki tangga rumah. la memeriksa pintu-pintu. Didapatinya pintu sorong dari kaca tidak terkunci, yaitu pintu kamar salah seorang putra keluarga Young yang bernama Kenny. Di dalamnya Kenny yang berumur 11 tahun tidur sendirian. 

Orang itu menyelinap ke dalam kamar dan menggoyang-goyangkan tubuh Kenny. Anak laki-laki itu terbangun. Melihat orang yang tidak dikenal, ia segera membuka mulut untuk berteriak, tetapi kepalanya dipukul dengan benda keras. "Tutup mulutmu atau kubunuh kau!" ancam orang itu. Kenny diam ketakutan.

 

Dikira lelucon 

Pria itu menyumbat mulut Kenny dan menutup matanya dengan plester. Lalu ia melemparkan sebuah sampul ke ranjang dan mendorong Kenny ke luar, menuruni tangga dan masuk ke mobil. 

Kenny disuruh duduk di kursi depan. Si penculik memeganginya dengan sebelah tangan, sedangkan tangan sebelah lagi mengeluarkan walkie-talkie dari saku jasnya. 

"Semua aman?" tanyanya lewat alat itu. 

"Aman," demikian jawaban yang diperoleh.

Kenny gemetar. Bukan kedinginan karena ia hanya mengenakan celana dalam dan kaus, tetapi karena ketakutan. Lengan Kenny diikat ke belakang, lalu mereka meluncur pergi. 

Kira-kira setengah jam kemudian mobil berhenti. Kenny disuruh ke luar. Mereka menaiki lima anak tangga, lalu tujuh anak tangga lagi. Kenny yang matanya diplester merasa anak tangga yang diinjaknya itu terbuat dari semen. 

Kenny dimasukkan ke sebuah kamar. Di situ ia didorong ke kasur dan plester matanya dibuka. Kenny mendapati dirinya berada dalam sebuah ruangan berbentuk L, yang tampaknya tidak memiliki jendela. Pria itu sibuk menyumbat telinga Kenny dengan lilin. Lengan dan kaki Kenny diikat ke kerangka ranjang. Setelah itu ia mencopot sarung tangan hitamnya dan pergi. 

Kira-kira pukul 06.00 putra Herbert Young yang berusia 16 tahun bangun, disusul oleh anak angkat Young, seorang anak perempuan berumur 3 tahun, dan dua putra mereka yang lain, yang berumur 12 dan 13 tahun.

 Menjelang pukul 08.00 istri Young naik ke kamar tempat suaminya berpakaian. "Semua sudah sarapan, kecuali kau dan Kenny," katanya. Malam sebelumnya Kenny mengeluh sakit kepala. Jadi setelah menemui suaminya pagi itu, Ny. Young masuk ke kamar Kenny untuk menanyakan apakah ia sudah sembuh dan apakah ia perlu minum obat. Yang ditemukannya cuma sampul berisi surat di ranjang yang kosong. 

Ia membaca isi surat itu, lalu membawanya kepada suaminya. "Lihat coba, lelucon apa ini," katanya. Young mengambil surat itu berupa tembusan dari surat yang diketik dengan karbon. Sebagian dari ketikan itu buram. Isinya: "Jangan panggil polisi, kalau tak mau barang daganganmu yang hilang dimusnahkan sebagai pembalasan .... Beri keterangan yang masuk akal perihal hilangnya barang dagangan itu pada pihak-pihak yang bersangkutan. Kami memerlukan AS $ 250.000 dalam lembaran ratusan saja. Tunggu di telepon umum milik pompa bensin, di pojok timur laut Westwood dan Ohio pukul 18.000, hari Rabu. 

Mula-mula Young marah, tetapi setelah agak tenang sedikit ia menginsafi bahaya yang dihadapi anaknya dan merasa kecut. Ia berlari ke kamar Kenny dan melihat selimut tergeletak di lantai, sedangkan pintu kaca terpentang. 

"Ini pasti bukan lelucon," katanya kepada istrinya sambil berusaha menenangkan diri. Pasangan itu berpelukan dan menangis. Young mencoba berpikir. Akhirnya, ia berkata, "Saya akan menghubungi polisi."

 

Digunduli 

Lima menit kemudian kepala polisi Clinton H. Anderson datang bersama Detektif Kepala John Hankins dan tiga polisi lainnya. Andersen saat itu sudah memerintahkan agar polisi Los Angeles dan FBI waspada. 

Herbert Young yang berumur 35 tahun itu orang berada. la presiden Gibraltar Financial Corporation dan Gibraltar Saving and Loan Association di Beverly Hills. Perusahaan itu dulu didirikan oleh mertuanya, Sydney R. Barlow. Mertuanya sampai saat ini masih menjadi pemegang saham terbesar dari perusahaan yang memiliki kekayaan AS $ 400 juta itu. 

Namun, orang kaya pun sering tidak memegang uang tunai. Jadi Young meminjam AS $ 100.000 dari Beverly Hills National Bank dalam bentuk lembaran ratusan, dengan jaminan saham. Terpaksa petugas senior dari bank itu diberi tahu untuk apa uang lembaran ratusan itu. Young berjanji akan mengambil uang AS $ 250.000 itu sesaat sebelum menemui penculik. 

Saat itu sudah lewat tengah hari; jadi masih tersisa waktu lebih dari 48 jam sebelum penyerahan uang tebusan. FBI tidak mau melakukan tindakan yang bisa membahayakan korban. Lembaga itu tidak mau menyetujui atau melarang pembayaran uang tebusan. Hal itu diserahkan sepenuhnya kepada keluarga korban. 

Sementara itu penculik sudah kembali ke tempat Kenny disekap. la menyuruh anak itu berlutut di lantai, agar bisa menggunduli Kenny. "Supaya penutup matamu teguh di tempatnya," katanya. 

Untuk menggunduli Kenny ia perlu membuka penutup mata anak itu. Kenny mendapati dirinya berada di ruang yang cukup luas. Lantainya berupa ubin kemerah-merahan, sedangkan dindingnya hijau muda. Di situ ada pesawat TV, radio kecil, dan meja di kepala ranjang yang di atasnya ada lampu tinggi. 

Yang mengecutkan hati Kenny adalah kotak hitam berukuran kira-kira 15 x 20 cm di atas pintu. Penculik menempelkan dua kabel dengan plester ke rusuk Kenny dan dua lagi ke tungkainya. Semua kabel itu dihubungkan dengan kotak hitam.

 "Kalau kau berteriak atau ada orang lain datang, kecuali aku, listrik 115 volt akan mengaliri tubuhmu," ancam si penculik. Kemudian ia menggoreng telur dengan bacon dan memberikannya kepada Kenny bersama roti bakar dan susu. "Aku bukan jago masak," kata orang itu. "Tapi dulu aku punya istri dan anak perempuan yang masih kecil." Menurutnya, ia tidak sendirian dalam melakukan penculian itu. "Kukibuli saja empat orang yang lain, supaya uangnya bisa buat aku sendiri," katanya.

 

Berbekal pistol di paha 

Herbert Young dan istrinya hampir tidak bisa tidur memikirkan nasib anaknya. Orang-orang FBI dan polisi memeriksa kamar Kenny, juga tangga dan jalan untuk mobil di halaman rumah keluarga Young, tetapi tidak bisa menemukan sidik jari maupun petunjuk lain. 

Sulit sekali melacak mesin ketik mana yang dipakai untuk mengetik surat permintaan tebusan. Diduga surat itu dibuat oleh orang yang cerdas dan berpendidikan, walaupun ada satu salah cetak yang rupanya disengaja, yaitu huruf "a" pada competitors, seharusnya huruf "i" 

Hari Rabu akhirnya tiba juga. Wesley C. Crabb, agen FBI yang ditugaskan menangani kasus itu meminta Young mengikuti instruksi penculik dengan saksama. Katanya, ia sudah menyiapkan orangorangnya di seluruh Los Angeles. 

Ia meminta Young berbicara cukup lama di telepon dengan penculik, supaya tempat penculik bisa dilacak. Ia juga menganjurkan agar Young mencoba mengingat semua detail. Ia berjanji tidak akan melakukan tindakan apa pun yang membahayakan putra Young. "Kami hanya ingin bertindak setelah putra Anda kembali dengan selamat." 

Suami-istri Young yang menunggu-nunggu telepon dari penculik merasa bertambah tegang lagi, ketika enam kali telepon berdering tetapi tidak ada orang yang berbicara di ujung sana. 

Agen FBI Crabb memberi tahu Young, "Kalau penculik tidak menelepon, Anda harus tetap pergi ke tempat yang diinstruksikan dalam surat. Ia pasti menunggu di sana." 

Ternyata si penculik memang tidak menelepon. Sesuai dengan saran Crabb, Young pergi dengan Cadillac-nya. Cadillac keluaran tahun 1965 itu sudah dipasangi mikrofon dan alat perekam suara oleh FBI, tetapi Young sendiri tidak berhasil menemukan alat itu di mobilnya, saking cermatnya pemasangan dilakukan. 

Beberapa saat setelah pukul 17.00, Young yang memakai celana hitam dan baju golf biru seperti diperintahkan oleh penculik, meninggalkan rumahnya. Ia singgah sebentar ke bank untuk mengambil uang yang akan dipakai menebus anaknya. Uang itu dimasukkan ke tas berwarna coklat muda. Ketika itu Young berbekal pistol kaliber .38 di paha kanannya, sebab siapa tahu diperlukan.

 

Rambutnya mungkin palsu 

Ayah yang sedang tegang itu tiba di pompa bensin Standard pukul 17.40. la berdiri di luar pintu bilik telepon. Kadang-kadang ia berjalan hilir mudik sambil mengunyah permen karet untuk mengurangi ketegangannya. Tepat pukul 18.00 telepon berdering. 

"Pergi ke pertemuan Sepulveda dan Moraga," kata suara di telepon. "Di situ juga ada pompa bensin Standard yang memiliki bilik telepon." 

Young menurut. Empat puluh menit rasanya lama sekali. Akhirnya, meluncur sebuah Chevrolet putih berpelat nomor NBD770. Pengendaranya meminta Young untuk mengikutinya. Keduanya meluncur sekitar 3 km di Sepulveda Boulevard dan di kolong jalan bebas hambatan di San Diego. 

Di daerah tandus yang penuh kerikil di sebelah utara Sunset Boulevard, Chevrolet putih itu berhenti. Young berhenti di belakangnya, lalu dilihatnya seorang pria kurus berkaki panjang keluar dari Chevrolet. Pria itu dengan santai dan penuh percaya diri mendatangi mobilnya. 

Pria itu tingginya kira-kira 180 cm, berumur 20-an, kulitnya berwarna agak gelap, dan rambutnya yang tebal berombak itu seperti rambut palsu. Ia mengenakan sarung tangan hitam dan kacamata hitam yang menutupi mata dan juga pelipisnya. Sebelah tangannya ada di dalam jas, seakan-akan memegang pistol. Tangannya yang lain bebas. 

"Berikan tas itu," katanya kepada Young dengan suara parau. 

"Kami tidak bisa lagi menutup mulut," kata Young. "Makin banyak orang yang menelepon dan menanyakan anak saya. Bagaimana anak saya? Kapan ia kembali?" 

Pria itu berbicara dengan bibir setengah terkatup, "Anakmu baik-baik saja. Kau akan memperolehnya kembali malam ini. Pulanglah langsung ke rumahmu dan tunggu telepon dari anakmu." Setelah berkata demikian pria itu naik kembali ke mobilnya dan meluncur pergi. 

Young tiba di rumah pukul 19.00 lewat sedikit. Ia dan istrinya lantas duduk menunggu dekat telepon. Beberapa agen FBI mencoba meyakinkan mereka bahwa semuanya sudah berjalan dengan baik, sehingga si penculik tidak mempunyai alasan untuk mencelakakan Kenny. Mereka menunggu, menunggu, dan menunggu terus sambil dihantui kekhawatiran. 

Kira-kira pukul 03.30 keesokan harinya bel pintu apartemen yang ditinggali John A. Negrey dan Ed Bawell di Santa Monica dipijat orang. Negrey, bujangan umur 43 tahun yang bergelar insinyur luar angkasa itu, terbangun. 

Dengan mata masih mengantuk sekali ia membuka pintu. Di hadapannya berdiri seorang anak laki-laki yang masih kecil, yang cuma memakai celana dalam dan kaus. Kepala anak itu gundul seperti tuyul dan dahinya ditempeli plester. Pergelangan tangan anak itu juga ditempeli plester. 

Suara anak itu lirih. "Saya diculik," katanya. "Mereka sudah pergi. Bolehkah saya masuk?" 

Negrey terkejut. la memandang anak itu dan menarik kesimpulan bahwa tidak mungkin bocah sepolos itu mengibulinya pagi-pagi buta begini. la menyuruh anak itu masuk dan memeluknya sambil mengunci pintu, khawatir kalau-kalau penculik masih berada di dekat tempat itu. Temannya, Bawell, yang terbangun ketika mendengar mereka berbicara, segera menghampiri. 

"Kau tenang sekali," kata Bawell. "Lebih baik kau telepon orang tuamu." Kenny menghampiri telepon, lalu memutar nomor telepon orang tuanya. "Ayah, saya kabur dan saya tak apa-apa," katanya. Suaranya biasa saja. "Saya lelah sekali. Ayah datang dong, jemput saya." Negrey mengambil gagang telepon dan menjelaskan kepada orang tua Kenny bahwa Kenny baik-baik saja. 

Sepuluh menit kemudian bel pintu berbunyi. Sepuluh agen FBI datang. Di belakang mereka terdapat ayah dan ibu Kenny. Young segera memeluk putranya. "Yah! Bu!" sapa Kenny. "Saya senang sekali bertemu Ayah lagi." 

Kemudian Kenny bercerita kepada agen-agen FBI bahwa ia diberi empat obat tidur sebelum si penculik pergi mengambil uang tebusan. Setelah mendapat uang tebusan, penculik membawa Kenny dengan mobil sedan dan Kenny dibiarkan berada di tempat duduk belakang di tempat parkir gedung apartemen yang terletak di bawah tanah. 

Ia berpesan agar menunggu setengah jam. Kenny mencoba menunggu, tetapi tidak sabar. Ia melepaskan diri dari ikatannya dan bergegas naik ke apartemen di atas tempat parkir. 

"Saya tidak takut," katanya. 

"Saya cuma takut waktu ia memperlihatkan pistol. Saya juga ngeri melihat kotak hitam."

 

Penjahat profesional 

Setelah Kenny selamat, FBI mulai mencari si penculik. Namun bahan yang mereka gunakan untuk mencari penjahat itu sedikit sekali. Mungkin juga petunjuk yang mereka peroleh bahkan menyesatkan. Soalnya, si penculik menunjukkan keahliannya dalam pelbagai tindakan. 

Tembusan surat permintaan tebusan yang ia tinggalkan di ranjang begitu kabur, sehingga para ahli laboratorium FBI tidak sanggup menemukan ciri-ciri khusus di sana. FBI mempunyai rekaman suara si penculik. Yang satu berupa pembicaraan dengan Young di pompa bensin Standard dan satu lagi adalah pembicaraan pada saat penyerahan uang tebusan. Dalam dua percakapan itu si penculik menyembunyikan ciri-ciri suaranya yang biasa. 

Gambaran Kenny tentang penculik berbeda daripada gambaran yang diberikan ayahnya. Menurut Kenny, pria itu beramur 39 tahun, sedangkan menurut ayahnya berumur 20-an. 

Di mata Kenny penculiknya mungkin 180 cm. Kata ayahnya, 186 cm. Kenny berpendapat penculik itu beratnya kira-kira 100 kg, kata ayahnya paling-paling 90 kg. Orang yang menemui ayahnya berambut hitam, sedangkan orang yang menculik Kenny berambut pirang atau kecoklatan. 

Tanggal 10 April Chevrolet putih yang dipakai penculik ditemukan oleh polisi Los Angeles pusat di pertokoan Canoga Park, Kalifornia. Seperti yang mereka duga, mobil itu hasil curian. Pelat nomornya diubah dengan cat jingga dan potongan logam. Dalamnya diubah sedikit. Lampu rem dan lampu atretnya bisa disetel supaya mati. 

Dari debu yang disedot dari lantai mobil, yang kemudian diperiksa oleh para ahli dari divisi pertambangan dan geologi Kalifornia, diketahui bahwa tanah yang terdapat di dasar mobil hanya bisa didapati di satu tempat di Kalifornia Selatan, yaitu di Grefco Mine Laboratory, yang sudah tidak dipakai lagi dekat Palos Verdes Hills antara Santa Monica dan Long Beach. Berarti penculik pernah berada di tambang lama itu, tetapi apakah keterangan itu berguna atau tidak, wallahualam. 

Agen FBI Wesley Crabb menyatakan kepada anak buahnya bahwa ia curiga penculikan itu mestinya dilakukan oleh polisi yang menyeleweng. Lihat saja caranya menonaktifkan lampu rem dan lampu atret. Cara ini hanya bisa dipakai oleh agen-agen FBI dan polisi dalam operasi-operasi malam hari, supaya tidak kelihatan orang. 

Menurut hasil wawancara dengan Young, FBI mengetahui bahwa penerima uang tebusan mendekati Young seperti cara polisi mendekati mobil penjahat. Ia berdiri di bagian yang tidak mungkin dihantam pintu kalau pintu tiba-tiba dipentang. Ia juga memilih tempat penyerahan uang di bagian yang tidak bisa dicapai oleh radio pihak yang berwajib. Para penegak hukum mengetahui semua itu, tetapi penjahat biasa tidak. 

Untuk membingungkan pelacak, si penjahat mencuri mobil di ujung San Fernando Valley, meninggalkannya di ujung yang lain. Ia menculik anak di Beverly Hills dan minta uang diserahkan di daerah Westwood, sedangkan Kenny dilepaskan di Santa Monica. 

"Ia bertindak seperti polisi yang mengerti pikiran polisi," kata Crabb. Selain itu tidak selembar pun uang ratusan yang diterima si penculik muncul. 

Mereka pun memeriksa kegiatan para bekas perwira polisi dan detektif partikelir yang dilaporkan pernah terlibat tindakan di luar hukum. Mereka menanyai para pedagang mobil bekas dan senjata. 

Mereka menghubungi para informan dan juga menyelusup masuk ke dunia hitam untuk menangkap cerita-cerita dan bualan di kalangan itu. Hasilnya nihil. Dua tahun berlaku dan si penculik pun lenyap seperti angin. 

Walaupun demikian Crabb tidak putus asa. Setiap kali menghadapi kejahatan yang tampaknya diatur dengan rapi, ia mencoba mengetahui kalau-kalau si penjahat terlibat peristiwa penculikan Kenny Young.

 

"Orang gede" 

Tanggal 29 September 1969 di koran-koran ada berita pendek perihal penangkapan Eugene Patterson, seorang "kenalan lama" polisi. Patterson melakukan perampokan bersenjata di sebuah pasar swalayan di Alhambra. 

Dua hari kemudian ia dikenali oleh dua orang sebagai perampok sebuah teater setahun sebelumnya. 

Detektif kepala di kepolisian Alhambra, Letnan James Harton, menduga, mestinya Patterson mempunyai rekan yang lebih cerdas. Perampokan di pasar swalayan dan di teater yang dilakukan oleh Patterson menunjukkan ciri-ciri dari kejahatan yang direncanakan dan diatur dengan saksama. 

Jadi, Harton berusaha mendekati Patterson. Penjahat itu menyukai Harton yang dianggapnya "polisi yang baik". 

Suatu hari Patterson berkata kepadanya, "Let, saya tahu, Anda ingin tahu siapa orang di belakang saya, 'kan? Percuma deh! Dia orang gede, tidak bisa dijangkau oleh Anda, bahkan juga oleh atasan Anda. Yang bisa menangkapnya cuma FBI." 

"Kalau saya bisa mendatangkan FBI ke sini, Anda mau memberi tahu siapa dia?" 

"Panggil deh, Let. Saya mau." Crabb mendatangkan tiga orang. Patterson menceritakan bagaimana rencana dua perampokan itu dibuat. Katanya, pembuat rencana itu adalah Ronald Lee Miller, agen khusus Divisi Intel dari Jawatan Pajak! 

Miller (38) ditangkap hari itu juga di luar kantornya. Apartemen miliknya yang anggun di daerah pemukiman Van Nuys digeledah. Di situ ditemukan ratusan perangkat rambut, janggut, kumis, semuanya palsu, alat-alat rias untuk di panggung dan bahkan alat yang bisa memberi kesan bahwa wajah seseorang mempunyai bekas luka. Mereka menemukan juga 14 belas senjata api pelbagai ukuran dan kaliber, seragam penjaga keamanan, seragam polisi, seragam petugas pos, dan pelbagai alat untuk membongkar tempat penyimpanan benda berharga. 

Miller segera dipecat begitu dituduh melakukan perampokan. Selesailah tugas Letnan Harton, namun Crabb dan agen-agennya masih penasaran. Mereka meneliti Miller lebih dalam. 

Miller itu agen federal teladan, yang prestasinya bagus sekali. Penampilan dan caranya berbicara benar-benar seperti penegak hukum, sehingga teman-temannya sungguh tidak bisa percaya ketika ia ditangkap dengan tuduhan menjadi perampok.

 

Bekas pengawal Presiden Nixon 

Miller bahkan pernah menjadi pengawal Presiden Nixon kalau Nixon berada di Kalifornia. Sebelum itu ia menjadi pengawal Wapres Hubert Humphrey. Pekerjaan sebagai pengawal orang-orang yang menduduki jabatan paling tinggi tidak mungkin diperoleh kalau loyalitas dan kejujurannya diragukan. 

Miller juga jago tembak dan pandai judo. Ia pernah menjadi ahli rias di sebuah studio Hollywood, sehingga tak mudah dikibuli oleh samaran. Ia dianggap sangat menguasai teknik pengawasan mencari bukti-bukti dari mesin ketik dan perihal operasi bank-bank Swis, tempat uang bisa didepositokan secara rahasia. 

Ia sering mengingatkan rekan-rekannya yang muda-muda bahwa uang panas bisa dihindarkan dari jangkauan hukuman dengan cara dititipkan kepada kurir bank Swis. 

Pengadilan lebih dalam mengungkapkan bahwa beberapa tahun yang lalu Miller pernah diperiksa karena diduga terlibat perampokan bersenjata, tetapi keterangan yang diberikan oleh Miller kepada atasannya begitu meyakinkan, sehingga ia dibebaskan dan dinyatakan "bersih".Karena Miller bertugas menyelidiki kasus-kasus penggelapan pajak, ia diperkenankan membawa senjata. 

Crabb merasa curiga. Jangan-jangan Miller ini penculik Kenny Young, sebab ia memiliki kualitas seperti yang dimiliki si penculik. 

Miller diperiksa dengan sikap bersahabat setiap hari. Jadwal kerjanya sejak tahun-tahun yang lalu diperiksa. Patterson pun dimintai keterangan. Ia menyatakan pernah diajak Miller ke Grefco Mine , tambang yang sudah tak diusahakan lagi itu, dalam mobil dinas. Suatu malam di bulan April 1967 mereka berdua pergi ke Beverly Hills, masing-masing membawa mobil sendiri. Patterson disuruh bekerja di suatu sudut jalan. Ia diberi walkie-talkie dengan pesan untuk memberi tahu kalau ada orang datang. Keesokan harinya ia diberi Miller uang AS $ 1.000 dalam bentuk lembaran 20 dolar tanpa menjelaskan mengapa ia diberi uang. 

Keterangan itu tentu tidak kuat, apalagi Miller menyangkal, walaupun dalam mobil dinas merek Plymouth yang dipakainya antara 2- 7 April dua tahun lalu ditemukan bekas-bekas tanah yang cuma bisa ditemui di Grefco Mine.

 

Uangnya raib 

Seniman-seniman FBI memberi kacamata hitam yang menutupi pelipis pada foto Miller. Rambut Miller diubah seperti yang digambarkan oleh Herbert Young. Foto itu diperlihatkan pada Young. la segera mengenali sebagai penculik anaknya. 

Untung-untungan, agen-agen FBI mewawancarai istri Patterson (sebetulnya bukan istri sah) dan ia bercerita bahwa suatu kali (sebelum Kenny diculik), ia mengangkat telepon extension pada saat suaminya berbicara dengan Miller dan mendengar mereka berunding perihal di mana harus menyembunyikan anak itu. 

Miller dituduh melakukan penculikan atas Kenny Young dan diajukan ke pengadilan. Di depan hakim, Patterson memberi kesaksian bahwa delapan hari sebelum penculikan atas Kenny Young, ia mengantar Miller ke San Fernando. 

Di sana dengan nekat Miller mencuri sebuah Chevrolet putih buatan tahun 1965 yang sedang diservis. Katanya, Miller mengambil pelat nomor TPD770 dari sebuah Volkswagen yang sedang diparkir di Encino. Pelat itu dipreteli untuk mendandani pelat nomor Chevrolet NBT885 menjadi NBD770. 

Sebelum itu Miller pernah bercerita punya rencana menculik, tetapi Patterson tidak melihat ada anak di dalam Chevrolet putih waktu malam bulan April itu ia dijadikan centeng di pojok jalan. Sesudah muncul berita-berita tentang penculikan Kenny Young ia bertanya kepada Miller apakah Miller melakukannya. Miller menyangkal.

 Menurut Patterson, menculik anak lain daripada merampok. Kalau merampok ia diikutsertakan, yaitu sebanyak sekitar 30 kali, tetapi kalau menculik mungkin Miller merasa lebih aman melakukannya sendirian. 

Ketika diajukan ke pengadilan dengan tuduhan melakukan perampokan, dua karyawan teater mengenali Miller sebagai orang yang mengambil AS $ 5.680 dari kasa, sedangkan kasir pasar swalayan mengenali Patterson sebagai orang yang mengambil sekitar AS $ 10.000 dari kasanya. 

Patterson diizinkan masuk olehnya, karena memakai seragam perusahaan pengangkutan yang menyediakan kendaraan lapis baja. Kata Patterson, seragam itu disediakan oleh Miller. Senjata dan sebagainya juga diperoleh dari Miller. 

Untuk dua perampokan itu Miller dijatuhi hukuman 10 tahun penjara. Ia diajukan lagi ke pengadilan sebulan kemudian, dengan tuduhan menculik Kenny Young. 

Kenny yang saat itu sudah berumur hampir 14 tahun diajukan sebagai saksi utama dalam sidang yang makan waktu sebu- Ian. Patterson diajukan pula sebagai saksi. Tanggal 23 Oktober 1970 juri menyatakan Miller bersalah dan tanggal 2 November 1970 Hakim Raymond Choate menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup bagi Ronald Lee Miller. 

Hakim menyatakan langkah panjang ke arah rehabilitasi mungkin bisa diambil, kalau Miller bisa memberi tahu bagaimana caranya uang tebusan AS $ 250.000 bisa diperoleh kembali oleh ayah Kenny. Namun, sampai tulisan ini dibuat pada musim semi 1979, tidak selembar pun uang tebusan itu pernah muncul. Berarti tak seorang pun pernah memanfaatkannya, kecuali kalau Miller mengubah nomor serinya.

(Andrew Tully)

" ["url"]=> string(68) "https://plus.intisari.grid.id/read/553304294/ada-tuyul-di-muka-pintu" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1654265117000) } } [2]=> object(stdClass)#65 (6) { ["_index"]=> string(7) "article" ["_type"]=> string(4) "data" ["_id"]=> string(7) "3246367" ["_score"]=> NULL ["_source"]=> object(stdClass)#66 (9) { ["thumb_url"]=> string(112) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2022/04/20/batu-mirah-di-tumpukan-daun-int-20220420042720.jpg" ["author"]=> array(1) { [0]=> object(stdClass)#67 (7) { ["twitter"]=> string(0) "" ["profile"]=> string(0) "" ["facebook"]=> string(0) "" ["name"]=> string(13) "Intisari Plus" ["photo"]=> string(0) "" ["id"]=> int(9347) ["email"]=> string(22) "plusintisari@gmail.com" } } ["description"]=> string(132) "Virginia Green ditemukan terbujur kaku di bawah tumpukan daun. Sehari sebelumnya, ia menghadiri pesta pantai bersama teman-temannya." ["section"]=> object(stdClass)#68 (7) { ["parent"]=> NULL ["name"]=> string(8) "Kriminal" ["description"]=> string(0) "" ["alias"]=> string(5) "crime" ["id"]=> int(1369) ["keyword"]=> string(0) "" ["title"]=> string(24) "Intisari Plus - Kriminal" } ["photo_url"]=> string(112) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2022/04/20/batu-mirah-di-tumpukan-daun-int-20220420042720.jpg" ["title"]=> string(27) "Batu Mirah di Tumpukan Daun" ["published_date"]=> string(19) "2022-04-26 14:42:19" ["content"]=> string(36734) "

Intisari Plus - Virginia Green ditemukan terbujur kaku di bawah tumpukan daun. Sehari sebelumnya, ia menghadiri pesta pantai bersama teman-temannya. Beberapa saksi mata pun dimintai keterangan untuk menemukan siapa pelaku pembunuhan keji itu.

---------------------------------------

Kalau sedang merasa sumpek di Hollywood, saya pergi ke luar kota. Di sana ada sebuah rumah besar, kosong, dan tak terawat. Halamannya luas sekali. Enak buat dipakai latihan menembak. Minggu pagi itu ketika ke sana, saya memarkir mobil tidak jauh dari rumah besar. 

Saya segera merasa bahwa rumah kecil dekat gerbang, sekarang tidak kosong lagi. Soalnya, jendelanya yang menghadap ke jalan, yang tadinya berlubang, kini ditambal dengan karton. Lewat lubang yang dibuat di tengah karton itu saya melihat sepasang mata mengintip. 

"Halo," sapa saya. 

"Halo," sahut pemilik mata itu dengan nada enggan dari balik karton. Pintu rumah kecil itu berderit terbuka, lalu muncullah seorang tua berambut putih. Pria itu bertubuh besar, mungkin sekepala lebih tinggi dari saya. Senyumnya yang aneh itu bukan senyum keramahan, tetapi senyuman orang yang kurang waras. 

"Enyah, kau! Jangan ganggu aku," katanya. 

"Saya tidak bermaksud mengganggu," jawab saya. "Saya datang ke sini untuk latihan. Kita 'kan sama haknya di sini." 

"Cuma aku yang mempunyai hak di sini." 

Bulu kuduk saya berdiri, walaupun saya yakin ia orang sinting yang tidak berbahaya. 

"Saya tidak akan mengganggu Anda. Anda juga jangan mengganggu saya. Adil 'kan?" 

"Kau mengganggu aku dengan berada di sini. Aku tak betah dekat-dekat manusia, dekat-dekat kendaraan. Sudah dua kali ini kau datang mengganggu aku." 

"Ih, sudah sebulan saya tidak ke sini." 

"Pembohong besar!" serunya dengan suara seperti angin menderu. la mengepalkan tinjunya dan tampak siap melakukan kekerasan. 

"Sabar, Pak. Tempat ini cukup luas untuk kita berdua." 

la melihat berkeliling pada pepohonan yang hijau. Lagaknya seperti orang baru terbangun dari mimpi. 

"Kau betul," katanya dengan nada suara berbeda. la tersenyum dan matanya yang jelalatan menatap mobil saya. 

"Bukan kamu, ya, yang datang tadi malam? Saya ingat mobilnya lain." la pun ngeloyor sambil berguman akan mencuci kaus kakinya.

 

"Simpul nenek" 

Saya menuruni jurang untuk tiba di sebuah padang rumput tempat saya biasa menembak. 

Ketika sedang mengisi pistol dengan peluru, saya tertarik pada sebuah benda kecil merah berkilat, seperti mirah di antara dedaunan di tanah. Saya memungutnya, tetapi benda itu menempel pada sesuatu. Benda yang saya kira mirah itu ternyata kuku bercat merah di ujung jari tangan manusia! Tangan itu dingin dan kaku. 

Saya mengais-ngais tumpukan daun di tanah. Di bawahnya terbujur mayat seorang gadis yang mengenakan sweater dan rok biru tua. Rambutnya pirang. Saya taksir umurnya paling-paling 17 tahun. Tapi darah yang mengumpul di kepalanya membuat ia kelihatan tua dan hitam. Lehernya tercekik seutas tambang. Begitu kerasnya cekikan itu sampai tambang hampir tenggelam di tengkuk dengan simpul yang dikenal sebagai "simpul nenek", simpul sederhana yang biasa dibuat anak-anak. 

Dengan dengkul gemetar saya memanjat ke jurang menuju ke jalan yang berlapis kerikil. Di jalan itu saya tidak melihat tanda-tanda bekas ban mobil. Mungkin sudah terhapus oleh hujan besar semalam, tetapi di rumput pada tebing sampai tempat mayat ada tanda-tanda bekas menyeret mayat. 

Lewat jalan kerikil saya pergi ke rumah kecil dekat gerbang. Pintu berderit terbuka, tetapi di dalamnya tidak ada makhluk hidup. Sepasang kaus kaki basah tergantung. Rupanya ditinggalkan tergesa-gesa oleh pemiliknya. 

Saya mendatangi kantor Patroli Jalan Raya di seberang lapangan tempat penyimpanan kayu. Di kantor PJR hari Minggu itu cuma ada seorang wanita berumur 30-an yang bertugas menyampaikan berita lewat radio. Matanya yang hitam itu indah, rambutnya coklat, dan dadanya montok. Sayang, kukunya jorok. 

"Ya, kasihan si Ginnie," katanya setelah ia selesai mengirim berita buruk ke sheriff setempat. 

"Anda kenal Ginnie?" 

"Adik saya kenal. Mereka teman sekolah. Tadi ketika saya masuk kantor pukul 08.00, saya dilapori bahwa dia lenyap entah ke mana." Matanya berkaca-kaca. 

"Green, bapaknya, tadi ke sini dengan seorang guru," sambung wanita itu, "Mudah-mudahan dia tidak cepat-cepat muncul lagi. Soalnya, saya tidak tahu bagaimana harus menyampaikan kabar buruk ini." 

"Sejak kapan gadis itu menghilang?" 

"Baru tadi malam. Pukul tiga dinihari, ayahnya melapor. Tampaknya ia memisahkan diri dari teman-temannya di Pantai Cavern." 

Menurut wanita itu, semalam murid kelas terakhir Union High School mengadakan pesta perpisahan di pantai. 

"Gadis macam apa, sih Ginnie Green itu?" tanya saya. 

"Tidak tahu. Saya tidak begitu kenal." 

"Adik Anda 'kan kenal." 

"Saya tidak membiarkan adik saya bergaul dengan gadis seperti Ginnie Green. Anda paham sekarang?" 

"Saya belum tahu detilnya.” 

"Anda banyak sekali bertanya." 

"Saya tentu saja sangat tertarik, sebab saya 'kan penemunya. Lagi pula saya detektif partikelir." 

"Maaf, saya sibuk," katanya tiba-tiba sambil menghidupkan radionya. la mengirim pesan ke mobil-mobil patroli, memberi tahu Virginia Green sudah ditemukan. 

 

Pantang menolak tantangan 

Rupanya pesan itu tiba ke ayah Ginnie, sebab tidak lama kemudian ia muncul. Keliling matanya merah karena tidak tidur. 

"Saya dengar kau bilang, ia sudah meninggal, Anita." 

"Ya, menyesal sekali demikian, Pak Green." 

Pria itu menundukkan wajahnya seperti orang sedang bersujud. Suasana jadi sunyi sekali. 

Wanita di belakang radio mengulurkan tangannya untuk menyentuh ayah Ginnie dengan air mata berlinang-linang, tetapi ia menarik lagi tangannya dengan kemalu-maluan ketika muncul pria lain. Pria muda itu berkulit kecoklatan karena terbakar sinar matahari. Ia mengenakan kemeja Hawaii. Tampangnya bugar sekali, tetapi matanya risau. 

"Bagaimana kabarnya, Nn.Brocco?" tanyanya. 

"Buruk," jawab wanita itu dengan nada marah. 

"Ada orang membunuh Ginnie Green. Bapak ini detektif. Ia baru menemukan jenazah Ginnie di Jurang Trumbull." 

"Masya Allah!" kata pria itu. 

"Anda mesti mengawasi dia, 'kan?" kata wanita itu lagi. 

Mereka saling melotot. Pria itu kalah. Ia menoleh kepada saya dengan wajah merana. 

"Nama saya Connor, Franklin Connor. Saya rasa, saya memang patut disalahkan dalam hal ini. Saya guru penasihat di sekolah menengah dan bertugas mengawasi pesta seperti yang dikatakan Nn. Brocco." 

"Mengapa Anda tidak melakukannya?" 

"Waktu itu mereka semua kelihatan senang dan aman saja. Semua berpasangan sekeliling api unggun. Saya merusak suasana. Mereka 'kan bukan anak-anak lagi, mereka punya mobil. Jadi saya pulang. Saat itu kebetulan saya juga sedang menunggu telepon dari istri saya." 

"Pukul berapa Anda meninggalkan mereka?" 

"Mestinya hampir pukul 23.00. Mereka yang tidak berpasangan sudah pulang lebih dulu." 

"Siapa pasangan Ginnie?" 

"Saya tidak tahu. Saya tidak terlalu memperhatikan mereka." 

Kemudian sheriff datang. Ia meminta saya ikut di mobilnya untuk menunjukkan tempat Ginnie. Ayah Ginnie ikut. Ia menyetir sendiri Oldsmobile-nya. 

Ketika mereka memeriksa mayat dan keadaan di sekelilingnya, saya lihat Green bersandar ke pohon dan akhirnya duduk di tanah. Saya menawarkan diri untuk mengantarnya pulang. 

"Anda polisi?" tanyanya. 

"Bukan. Saya detektif swasta dari Los Angeles. Nama saya Archer, Lew Archer." 

"Menurut Anda, bukan gelandangan itu yang membunuhnya?" 

"Sulit membayangkan ia bisa melakukannya. Memang kelihatannya ia kuat, tetapi bagaimana mungkin ia bisa mengangkut Ginnie dari pantai? Tidak mungkin pula Ginnie mau ikut secara sukarela dengannya." 

"Tidak tahulah saya," kata ayah Ginnie. "Ginnie agak binal. Ia nekat dan pantang menolak tantangan orang, apalagi kalau yang menantangnya pria."

"Ia pernah punya pacar?" 

"Ia menarik bagi pria. Jangan salah paham. Ginnie bukan gadis nakal. Saya juga salah. Saya tidak mengawasi Ginnie secara semestinya. Saya punya restoran di kota. Baru tengah malam saya sampai di rumah, padahal ia tak punya ibu. Ibunya meninggalkan saya, sudah lama." 

"Kesalahan saya yang terbesar ialah membiarkan ia bekerja di restoran pada akhir minggu. Kira-kira setahun yang lalu 'kan ia sering minta uang untuk membeli pakaian. Saya bilang, ia mesti berusaha sendiri, mesti belajar disiplin. Jadi ia bekerja. Bekerja membuat rapornya acak-acakan. Saya ditegur petugas sekolah. Jadi beberapa bulan yang lalu saya suruh ia berhenti bekerja, tetapi rupanya sudah terlambat. Pak Connor menyalahkan saya." 

Sesudah sunyi sesaat, Green berbicara lagi. "Dia orang baik. Bulan lalu ia memberi les gratis kepada anak saya. Padahal dia sendiri juga sedang mempunyai masalah."

 "Masalah apa?" 

"Sama seperti saya. Istrinya meninggalkan dia." 

 

Mata keranjang 

"Tolong Anda ceritakan apa yang terjadi semalam," pinta saya. 

"Ketika saya tiba pukul 00.31 dia belum pulang. Jadi saya menelepon rumah Al Broca Dia 'kan koki saya yang bertugas malam. Anaknya yang bungsu, si Alice, pergi ke pesta juga di pantai. Katanya, Alice sudah ada di rumah." 

"Alice bilang ia tidak tahu mana Ginnie. Saya datang rumah Pak Connor. Saat itu sudah pukul 01.30. Ia ikut ke rumah saya. Setelah menunggu beberapa lama tanpa hasil kami bersama-sama pergi Pantai Cavern, memeriksa gua-gua. Di sini pun Ginnie tidak ada. Akhirnya Pak Connor setuju kalau saya melapor sheriff. Karena rumah Pak Connor letaknya di pantai, saya menelepon dari sana." 

Kami melewati pantai dan saya minta diajak ke gua-gua itu. Kami cuma menemukan kaleng-kaleng bir kosong dan kondom bekas. 

Ketika itu kami melihat dari iauh sepasang pria dan wanita berpacaran. Pria itu ternyata connor. Mereka saling menjauh ketika melihat kami. 

"Siapa wanita itu?" tanya saya kepada Green. 

"Ny. Connor," jawab Green. 

"Anda bilang ia meninggalkan suaminya." 

"Connor yang bilang tadi malam. Katanya, istrinya pergi meninggalkannya beberapa minggu yang lalu." 

Kami diperkenalkan kepadanya oleh Connor. Ia mengucapkan ikut berduka cita kepada Green, tapi suaranya tidak tulus. 

"Mari minum ke tempat kami," ajak Connor. Tetapi istrinya berkata, "Saya yakin Pak Green dan temannya tidak mau direpotkan oleh kita saat ini. Lagipula sekarang belum tengah hari, Frank." 

Saya mengantarkan Green sampai kantor Patroli Jalan raya. Hatinya sudah agak lega sekarang dan ia bisa pulang sendiri. Berulang-ulang ia mengucapkan terima kasih. Wanita pengirim berita di kantor sedang membersihkan kukunya yang jorok dengan pisau berhulu gading. 

"Sudah tertangkap orangnya?" tanyanya. 

"Sebetulnya saya ingin mengajukan pertanyaan serupa, Nn. Brocco," kata saya. 

"Belum ada," katanya. 

"Tapi pasti ketemu. Sheriff sudah meminta anjing-anjing pelacak dikirim lewat udara." 

"Hebat amat? Saya sih sangsi orang tua itu yang membunuh." 

"Kalau dia tidak membunuh, kenapa dia kabur?" jawab wanita itu ketus. 

"Saya kira karena ia melihat saya menemukan mayat dan merasa pasti ia akan disalahkan." 

Wanita itu terdiam, sambil terus membersihkan kukunya. "Habis kalau bukan dia, siapa?" tanyanya. 

"Barangkali Anda bisa membantu memberi jawaban." 

"Saya membantu Anda? Bagaimana caranya?" 

"Anda 'kan kenal Frank Connor." 

"Saya kenal. Pernah beberapa kali bertemu untuk urusan sekolah adik saya." 

"Kelihatannya Anda sangat tidak suka kepadanya." 

"Ah, sangat tidak suka sih tidak, tapi dia berbahaya buat gadis-gadis." 

"Anda tahu dari mana?" 

"Saya dengar." 

"Apakah desas-desus itu menyangkut juga Ginnie Green?”

Ia mengangguk. 

"Karena itu istrinya meninggalkan dia?"

 "Tidak tahu. Saya tidak pernah melihat Ny. Connor." 

 

Bapaknya kalap! 

Saat itu saya mendengar ribut-ribut di luar. Green melompat ke luar dari mobilnya seraya mengacung-acungkan revolver di seberang jalan. 

"Saya lihat si pembunuh! Ke sana!" serunya. 

"Jangan!" teriak saya. "Serahkan revolver itu." Green nekat menyeberangi jalan empat jalur yang ramai dengari kendaraan. Rem-rem mobil mencicit. 

Orang tua sinting yang saya lihat tadi pagi berlari ke pagar kawat. Green berteriak, "Berhenti, atau aku tembak!" Orang itu nekat juga memanjat. Tiba-tiba terdengar tembakan. Pria tua tinggi besar itu terkejat-kejat, lalu diam, dan berdebam ke tanah. 

Green berdiri di sebelahnya sambil terengah-engah. Pria tua itu masih hidup, walaupun dari mulutnya keluar darah. 

"Jangan tembak, dong. Aku mau memberi tahu sesuatu, tapi takut," katanya ketika saya mengangkat kepalanya. 

"Kenapa takut?" 

"Aku lihat kamu menemukan gadis kecil di bawah daun. Pasti aku disalahkan." 

Di belakang saya Green menyeringai. 

"Gara-gara membunuh?"

 "Bukan. Gara-gara berkotbah di jalan tanpa izin."

 "Gila," kata Green. 

"Tutup mulutmu!" bentak saya pada Green. 

"Apa yang ingin Anda beritahukan?" tanya saya. 

"Semalam saya melihat mobil. Berhenti di bawah tempat perlindungan saya."  

"Mobil apa?" 

"Tidak tahu. Mobil asing, yang bunyinya bisa membangunkan orang mati." 

"Siapa yang mengemudikannya?" 

"Tidak tahu." 

"Pukul berapa?"

"Tidak tahu. Bulan sudah di balik pohon." 

Pria malang itu tidak bisa berbicara apa-apa lagi. Matanya berubah warna dan ia meninggal. 

Green berkata, "Jangan lapor. Kalau kau lapor, aku bilang kau pembohong. Aku warga terhormat di kota ini. Aku punya bisnis yang bisa ambruk. Lagi pula, aku lebih dipercaya daripada kamu." 

"Tutup mulut!" 

"Lagi pula orang tua ini gila. Ia pembunuh gila. Aku punya alasan menembaknya!" sambil mengacung-acungkan revolvernya. 

"Kau tahu kau salah, Green. Berikan senjata itu kepada sebelum kau membunuh lagi.”

"Dengar," katanya. "Mungkin aku salah, tapi aku diprovokasi." la menarik ke luar dompetnya yang tebal dari saku celana. "Ini, aku bayar kau. Katakan saja aku klienmu. Kau tahu 'kan cara mengancing mulut?" Saya meninggalkan dia dengan muak. 

 

Diludahi 

Nona Brocco ada di tempat parkir kantornya. Dadanya terengah-engah, menunggu berita tegang. 

"Green menembak orang tua itu. Mati. Lebih baik Anda panggil anjing-anjing sialan itu." la seperti tersengat. 

"Kenapa marah kepada saya?" 

"Saya marah kepada semua orang." 

"Anda tetap tidak percaya orang tua itu pembunuhnya?" 

"Saya yakin bukan dia. Saya ingin berbicara dengan adik Anda, Alice." 

"Saya saja yang menanyakannya. Nanti saya beri tahu Anda." 

"Ah, saya tidak perlu permisi kepada Anda untuk mewawancarai dia. Kalau Anda tidak mau memberi tahu alamat Anda pun saya bisa melihatnya dari buku telepon." la marah-marah tetapi akhirnya memberi alamatnya. la juga mengaku adiknya sahabat Ginnie. 

Keluarga Brocco ternyata tinggal di daerah permukiman orang-orang menengah bawah. Seorang pria kurus sedang mencuci Fiat merah kecil di halaman rumah. Walaupun umurnya kita-kira 50, tapi rambutnya masih hitam. 

"Pak Brocco?" sapa saya. 

"Saya sendiri." Saya katakan bahwa saya detektif dan saya dikirim Anita Brocco untuk menanyakan sesuatu kepada Alice. 

Alice ternyata mirip betul dengan kakaknya, cuma jauh lebih muda dan jauh lebih langsing. 

Menurut Alice, semalam Ginnie bersama dia, karena mereka tidak punya pasangan. Ginnie memang tidak punya pacar, walaupun sering tergila-gila pada pria, katanya. 

"Apakah ia pergi dengan Pak Connor?" 

"Tidak. Sedikitnya selama saya ada di sana," jawab Alice. Setelah dipancing-pancing, ketahuan Ginnie pergi ke arah rumah Connor kira-kira pukul 23.00. Sampai pulang Alice tidak pernah melihatnya lagi. 

Ketahuan pula bahwa Ginnie mempunyai hubungan akrab dengan Connor, cuma Alice tidak mau mengungkapkannya terang-terangan. Ketika saya mendesak, ayah Alice masuk dan mengusir saya. Ia meludah ketika saya lewat di depannya. 

 

Dua orang yang patut dicurigai 

Saya berniat pergi ke rumah Connor, tetapi saya singgah dulu di restoran milik Green ketika melihat mobilnya ada di situ. 

Saya lega ketika ia bercerita bahwa ia sudah mengakui perbuatannya kepada sheriff dan beberapa waktu lagi akan dihadapkan ke pengadilan.  

"Apakah Ginnie sering bertemu dengan Frank Connor?" tanya saya. 

"Ya," jawabnya. 

"Connor sering datang membantu Ginnie belajar. Kadang-kadang di rumah, kadang-kadang di perpustakaan. Ia tidak meminta bayaran." 

"Baik sekali dia. Ginnie senang kepada Connor?" 

"Oh, senang. Ia menaruh hormat kepada Connor." 

"Jatuh cinta kepadanya?" 

"Jatuh cinta? Masya Allah! Tidak pernah terpikir oleh saya. Kenapa?" 

"Apakah mereka suka berkencan?" 

"Setahu saya tidak. Setidaknya di depan saya." Tiba-tiba matanya menyipit. "Anda kira Connor mempunyai sangkut paut dengan kematiannya?" 

"Mungkin saja. Jangan naik pitam dulu. Anda tahu sendiri apa akibatnya." 

"Pantas Connor aneh sekali semalam." 

"Aneh bagaimana?" 

"Ia tegang sekali semalam dan ketika berada-di pantai hampir histeris." 

"Ia peminum?" 

"Tidak tahu, tapi semalam ia memang minum Bourbon seperti minum air.” 

Green sudah jera rupanya mengejar orang yang ia curigai. "Begini saja, Pak Archer," katanya. "Bagaimana kalau Anda saja yang membuktikan kesalahan Connor? Berapa pun ongkosnya akan saya bayar." 

"Jangan buru-buru," kata saya. "Connor belum tentu bersalah. Bisa saja orang lain." 

"Siapa?" 

"Anda pernah bercerita, putri Anda membantu di restoran. Pada saat itu Al Brocco juga bekerja di situ?" 

"Ya. Dia pandai masak masakan Italia dan sudah 6 atau 7 tahun bekerja pada saya. Eh Anda sangka ia pacaran dengan Ginnie?" 

"Saya justru ingin bertanya kepada Anda." 

"Nonsens. Al terlalu tua, pantas jadi ayahnya. Lagi pula ia sudah terlalu kewalahan menghadapi kedua putrinya, apalagi Anita." 

"Bagaimana hubungannya dengan Ginnie?" 

"Baik. Ginnie satu-satunya yang bisa membuat ia tersenyum. Al 'kan pemurung. Ia pernah mengalami tragedi." 

"Istrinya meninggal?" 

"Lebih buruk daripada itu. Al Brocco membunuh istrinya dengan tangan sendiri. Ia memergoki istrinya serong dengan pria lain dan langsung saja ia menikam istrinya." 

"Ia tidak dihukum?" Seluruh kota berpihak pada Al, sehingga ia cuma dihukum ringan. Ketika keluar dari penjara, ia saya ambil, karena saya kasihan kepada anak-anaknya. Kerja Al baik sekali. Mustahil dia mengulangi kesalahan yang sama?" Green ragu-ragu. 

 

Istri galak 

Saya mendatangi rumah Donnor yang terletak di tepi laut. Saya tersandung gunting kebun di dekat garasinya. Dari jendela garasi ada dua hal yang melarik perhatian saya: mobilnya yang buatan luar negeri itu, yaitu sebuah Triumph, dan sebuah perahu layar yang tali layarnya putih, mirip seperti yang melilit leher Ginnie .... 

Baru saja saya mau memperhatikan lebih saksama, suara seorang wanita membentak dari loteng. "Hei, mau apa kau?" 

Saya tersenyum sambil melengadah kepadanya. "Suami Anda menawarkan minuman tadi pagi, ingat? Tawaran itu masih berlaku?" 

"Tidak! Pergi kau! Suamiku sedang tidur. Kalau kau tidak pergi, aku panggil polisi." 

"Panggil deh. Saya tidak punya apa-apa untuk disembunyikan." 

"Kau kira kami punya?" 

"Coba saja kita lihat nanti kenapa Anda meninggalkan suami Anda?" 

"Bukan urusanmu!" 

"Urusan saya, Ny. Connor. Saya detektif yang menyidik pembunuhan atas Ginnie Green. Apakah Anda meninggalkan Frank gara-gara Ginnie Green?" 

"Tidak! Tidak! Frank tidak mempunyai urusan apa-apa dengan Ginnie Green." 

"Semua orang berpendapat lain." 

"Siapa? Anita Brocco? Wanita itu tidak dapat dipercaya. Bapaknya sendiri pembunuh. Semua orang di kota tahu." 

"Mungkin saja suami Anda begitu juga, Ny. Connor. Lebih baik berterus terang."

Ia naik pitam. Ketika saya memaksa akan masuk ke garasinya, ia memungut gunting dan mendorongkannya kepada saya, seperti induk singa melindungi anaknya. Anak singanya keluar dalam keadaan lesu dan cuma bercelana pendek. 

Giliran dia saya berondong dengan kata-kata. Ia tidak galak seperti istrinya. 

"Pak Connor, Anda pacar Ginnie, 'kan? Ia mengikuti Anda ke rumah ini tadi malam, ya?" kata saya. 

Wajah Connor pucat. Ny. Connor menjatuhkan guntingnya. "Kau tidak membantah, Frank?" katanya. 

"Saya tidak membunuh dia. Sumpah!" kata Connor. "Saya mengaku kami memang di sini semalam, Ginnie dan saya." 

Ny. Connor marah sekali. "Maaf, Stella. Saya tidak mau menyakiti hatimu.lebih banyak lagi. Tapi saya mesti menceritakan yang sebenarnya. Saya bergaul dengan gadis itu setelah kau pergi." 

"Bajingan kau ...!" teriak istrinya dengan suara kasar dan dalam. 

"la semalam ada di sini, Connor?" tanya saya. 

"Ya, tetapi saya tidak mengundangnya. Setelah hal yang saya takutkan terjadi, saya minum banyak-banyak untuk menumpulkan suara hati saya. Saya mabuk tak sadarkan diri. la masih sehat walafiat. Saya baru sadar lagi ketika ayahnya menelepon. Saat itu ia sudah tidak ada di sini." 

 

Ada wanita lain 

Ny. Connor kini tidak memusuhi saya lagi. Ia memusuhi suaminya. Saya dibiarkan memeriksa tali kapal layar milik Connor. Tapi layar gusi (cucur) sebelah kanan terpotong sepanjang kira-kira 1 m. 

"Hei!" seru Connor. Siapa yang mengganggu tali layar saya?" 

Kelihatan betul ia marah. "Kau, Stella?" 

"Aku tak pernah dekat-dekat dengan kapal keparat kesayanganmu," jawab istrinya. 

"Potongannya dipakai menjerat leher Ginnie," kata saya. Namun, saat itu saya yakin bukan Connor pembunuh Ginnie. Pencinta kapal tidak akan menggunting tali kapalnya untuk membunuh sekalipun. 

Lagi pula mustahil simpulnya "simpul nenek". Otomatis ia akan membuat simpul lain. Ny. Connorkah pembunuh yang saya cari? 

"Saya bisa berbuat apa pun, tetapi tidak akan menjebloskan dia agar disangka pembunuh," jawab Stella Connor. "Semalam saya tidak ada di sini, saya di rumah orang tua saya di Long Beach. Saya bahkan tidak tahu Frank berhubungan dengan gadis itu." 

"Lantas mengapa Anda meninggalkan dia sebulan yang lalu?" 

"Dia jatuh cinta kepada wanita lain dan ingin menceraikan saya untuk menikahi wanita itu tetapi ia takut akan posisinya di kota. Tadi pagi ia menelepon. Katanya, ia sudah putus hubungan dengan wanita itu. Jadi saya setuju untuk kembali. 

"Putus hubungan dengan Ginnie?" 

"Bukan Ginnie, tapi Anita Brocco," jawab Ny. Connor. 

"Masya Allah," kata Connor tiba-tiba. "Tadi malam saya melihat Fiat merah Anita diparkir beberapa ratus meter di sini, Kemudian ketika Ginnie datang saya seperti mendengar sesuatu di garasi, tetapi saya terlalu mabuk untuk menyelidikinya. Maka kita tanyai dia." 

"Frank, jangan pergi. Biar dia saja yang bertanya!" seru istrinya. 

 

Dompet ketinggalan 

Saya tiba di kantor Patroli Jalan Raya hampir pukul 16.00, artinya menjelang saat ganti giliran bertugas. 

"Mana Nn. Brocco?" tanya saya. 

"Sedang berdandan di toilet. Sebentar lagi ayahnya menjemput." 

Anita keluar. Wajahnya pucat ketika ia melihat saya. 

"Anita, kukumu bersih sekarang, tapi pagi ini masih kotor bekas dipakai menggali tanah semalam." 

"Tidak," katanya. 

"Kau menunggu dengan seutas tali dan mengalungkannya ke lehernya. Tali itu sekarang terkalung di lehermu juga." 

Wanita cantik itu menyentuh tengkuknya. Seluruh ruangan menjadi sunyi. 

"Dengan apa kau potong tali itu Anita, dengan gunting kebun?" 

Bibir Anita bergerak, tetapi tidak keluar suara. Akhirnya ia mampu juga menjawab. "Saya tergila-gila kepadanya, tetapi ia direbut dari saya. Semuanya berakhir sebelum mulai. Saya tidak tahu harus berbuat apa. Saya ingin ia menderita." 

Anita menunduk seperti melihat ke dadanya yang montok "Saya tidak bermaksud membunuhnya, tapi ketika melihat mereka berdua.... Saya melihatnya dari jendela. Saya teringat pada malam ketika ayah ... ketika ia ... ketika ranjang ibu penuh dengan darah. Waktu itu saya yang harus mencuci seprai." 

Orang di sekeliling kami berguman, lalu seorang polisi bertanya, "Kau membunuh Ginnie Green?" 

"Ya." 

"Kau siap untuk membuat pengakuan?" tanya saya. 

"Ya. Saya ingin berbicara dengan Sheriff Pearsal. Saya tidak mau berbicara di sini, di hadapan teman-teman saya." Ia melihat berkeliling dengan ragu-ragu. 

"Saya akan membawa Anda ke sana." 

Tunggu sebentar," katanya. "Dompet saya ketinggalan di belakang. Saya ambil dulu." 

Ternyata ia tidak keluar-keluar. Kami mendobrak pintu. Kami dapati tubuhnya meringkuk di lantai yang sempit. Pisau kukunya yang berhulu gading menggeletak dekat tangan kanannya. Blus putihnya penuh darah. 

Tak lama kemudian muncul Al Brocco dengan Fiat merah. "Saya agak terlambat," katanya tanpa menyadari apa yang terjadi. "Anita minta mobilnya dicuci dulu. Mana dia?" 

Seorang polisi berdehem dulu sebelum menjawab.

(Ross Macdonald)

" ["url"]=> string(72) "https://plus.intisari.grid.id/read/553246367/batu-mirah-di-tumpukan-daun" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1650984139000) } } }