array(3) {
  [0]=>
  object(stdClass)#57 (6) {
    ["_index"]=>
    string(7) "article"
    ["_type"]=>
    string(4) "data"
    ["_id"]=>
    string(7) "3400977"
    ["_score"]=>
    NULL
    ["_source"]=>
    object(stdClass)#58 (9) {
      ["thumb_url"]=>
      string(111) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2022/08/03/kalung-mutiara_jayden-brandjpg-20220803013743.jpg"
      ["author"]=>
      array(1) {
        [0]=>
        object(stdClass)#59 (7) {
          ["twitter"]=>
          string(0) ""
          ["profile"]=>
          string(0) ""
          ["facebook"]=>
          string(0) ""
          ["name"]=>
          string(13) "Intisari Plus"
          ["photo"]=>
          string(0) ""
          ["id"]=>
          int(9347)
          ["email"]=>
          string(22) "plusintisari@gmail.com"
        }
      }
      ["description"]=>
      string(141) "Sir Septimus selalu mengumpulkan keluarga dan teman untuk merayakan Natal. Namun acara tahun itu, dikacaukan hilangnya sebuah kalung mutiara."
      ["section"]=>
      object(stdClass)#60 (7) {
        ["parent"]=>
        NULL
        ["name"]=>
        string(8) "Kriminal"
        ["description"]=>
        string(0) ""
        ["alias"]=>
        string(5) "crime"
        ["id"]=>
        int(1369)
        ["keyword"]=>
        string(0) ""
        ["title"]=>
        string(24) "Intisari Plus - Kriminal"
      }
      ["photo_url"]=>
      string(111) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2022/08/03/kalung-mutiara_jayden-brandjpg-20220803013743.jpg"
      ["title"]=>
      string(14) "Kalung Mutiara"
      ["published_date"]=>
      string(19) "2022-08-03 13:38:07"
      ["content"]=>
      string(20910) "

Intisari Plus - Sir Septimus selalu mengumpulkan keluarga dan teman untuk merayakan Natal. Namun acara tahun itu, dikacaukan hilangnya sebuah kalung mutiara.

-------------------

Sir Septimus Shale bukan orang yang banyak cingcong. Istrinya yang jauh lebih muda itu diberinya kebebasan penuh. Sir Septimus tidak peduli rumahnya yang kuno itu diberi perabot modern. la juga tidak melarang istrinya berteman dengan para seniman dan penyair yang anti tata bahasa. Bahkan ia tidak keberatan istrinya berdandan menor.

Namun, setahun sekali, pada saat Natal, istrinya harus menuruti kehendaknya. Sir Septimus bersikeras agar Natal dirayakan secara tradisional. la akan membawa keluarganya ke rumahnya yang lain, yang berada di luar kota. Para pelayan diperintahkan menggantungkan daun-daunan dan buah-buahan hiasan Natal di lampu-lampu. Radiator listrik disuruhnya dicabut dari perapian, untuk digantikan dengan kayu bakar. Lalu dikumpulkannya keluarganya dan teman-teman untuk dijamu dengan makanan. Natal gaya zaman baheula.

Setelah memaksa mereka menelan makanan mode zaman bedil sundut itu, mereka diajaknya main tebak-tebakan, lalu diakhiri dengan main sembunyi-sembunyian di dalam gelap.

Karena Sir Septimus kaya-raya, tamu-tamunya menurut saja. Mungkin ada juga yang merasa bosan, tetapi mereka tidak menyatakannya.

Kebiasaan lain yang dilakukan oleh Sir Septimus setiap malam Natal ialah menghadiahkan sebutir mutiara kepada putrinya, Margharita, yang kebetulan berulang tahun tanggal 24 Desember. Walaupun mutiara itu tidak terlalu besar, yaitu cuma lebih besar sedikit dari kacang polong, tetapi kualitasnya tinggi. Tidak heran kalau kalung milik Margharita sampai masuk kolom gosip di koran-koran.

 

Hai, mana kalungmu?

Malam Natal itu Sir Septimus menyerahkan butir mutiara yang ke-21. Penyerahan dilakukan dalam pesta yang dimeriahkan dengan dansa dan pelbagai pidato.

Keesokan malamnya, tanggal 25 Desember, ada perjamuan lagi, walaupun tamunya cuma sebelas orang. Mereka itu: John Shale (adik Sir Septimus) dengan istrinya dan anak mereka, Henry dan Betty; Oswald Truegold (tunangan Betty) yang berambisi menjadi anggota parlemen; George Comphrey (kemenakan Lady Shale) yang berumur 30-an; Lavinia Prescott (teman George); Joice Trivett (teman Henry); Richard dan Beryl Dennison (kerabat jauh Lady Shale) yang hidup berfoya-foya di kota tanpa seorang pun tahu dari mana sumber keuangannya. Masih ada seorang lagi: Lord Peter Wimsey, bujangan putra almarhum Duke of Denver yang kaya-raya. la diundang dengan harapan akan tertarik pada Margharita.

Selain mereka hadir pula sekretaris Sir Septimus, yaitu William Norgate dan sekretaris Lady Shale, Nona Tomkins. Tanpa kehadiran dua orang yang terakhir itu, pesta Natal tidak akan terselenggara dengan lancar.

Sesudah menyantap sup, ikan, kalkun, daging panggang, puding, kue-kue, buah-buahan dan meneguk lima macam anggur, sebagian orang merasa ingin sekali buru-buru mencium bantal. Margharita yang di lehernya terkalung mutiara pun sudah kelihatan lelah. Tetapi tuan rumah masih ingin mengajak tamu-tamunya mengikuti pelbagai permainan di ruang duduk yang terletak di tingkat kedua. Permainan itu dari tahun ke tahun hampir sama saja. 

Mula-mula mereka main 'berebut kursi', diiringi oleh permainan piano Nona Tomkins. Selesai berebut kursi, mereka 'berburu sandal'. Siapa lagi yang kebagian menyediakan sandal untuk disembunyikan lalu dicari-cari kalau bukan Nona Tomkins.

Setelah itu mereka main 'Dumb Crambo'. Dalam permainan ini ada orang yang kebagian pura-pura bisu. la harus 'menerjemahkan' sepatah kata dengan gerakan-gerakan, sementara yang lain mencoba menerka apa yang dimaksudkannya.

Setelah permainan yang penuh gerak itu, William Norgate mengusulkan agar mereka main permainan yang tidak terlalu melelahkan. Sir Septimus memilih main tebak-tebakan lain yang sifatnya lebih tenang. Nama permainan itu: 'Binatang, Sayuran atau Mineral'. Setelah itu rencananya mereka akan main sembunyi-sembunyian.

Orang yang mendapat giliran terakhir untuk menebak dalam permainan 'Binatang, Sayuran dan Mineral' adalah Oswald Truegold. la dikurung dulu di ruangan sebelah, sementara yang lain merundingkan benda apa yang harus ditebak oleh Truegold. 

Pada saat itulah Sir Septimus tiba-tiba berseru kaget, "Hai, Margy! Mana kalungmu?" Putrinya tenang-tenang saja. "Tadi saya lepaskan, Ayah. Takut putus dipakai main 'Dumb Crambo'. Tuh ada di meja. Eh, mana dia? Disimpan Ibu, ya?"

“Tidak!" jawab ibunya cemas. "Kalau Ibu lihat sih pasti Ibu simpankan. Ceroboh betul sih, kamu!" 

"Eh, barangkali Ayah bergurau, nih. Disembunyikan Ayah, ya?" 

Sir Septimus menyangkal keras. Semua orang segera mencari. Di ruang yang rapi dan tidak penuh sesak oleh perabot itu tidak banyak tempat untuk menyembunyikan kalung. 

Setelah sepuluh menit mencari tanpa hasil, Richard Dennison yang tadi duduk dekat dengan meja jadi tampak serba salah.

"Wah, sangat tidak enak nih bagi saya," keluhnya kepada Wimsey.

 

Semua digeledah

Saat itu Oswald Truegold yang 'disimpan' di ruangan sebelah, menjengukkan kepalanya dari pintu. "Lama betul, sih!" katanya. Orang-orang lain baru ingat kepada Truegold yang terlupakan dan juga ingat bahwa dalam permainan 'Dumb Crambo' tadi mereka mempergunakan juga ruangan sebelah. Ruang itu pun ikut diperiksa dengan saksama. Siapa tahu Margharita tadi lupa meletakkan kalungnya di sana.

Setelah setengah jam mencari, tetap saja kalung itu tidak ditemukan. 

"Mestinya ada di salah satu dari ruangan ini," kata Wimsey. "Ruangan sebelah tak punya pintu, sedangkan tak satu pun dari kita keluar dari ruang duduk ini." Sementara itu jendela-jendela yang berdaun tebal terkunci rapat.

Akhirnya William Norgate yang efisien memberi usul, "Saya kira, Sir Septimus, beban pikiran kita akan hilang kalau kita semua digeledah."

Sir Septimus kaget. Sungguh tak pantas tamu-tamunya digeledah. Namun, para tamunya malah menyokong usul Norgate. Jadi pintu pun dikunci, lalu semua digeledah. Kaum pria di ruang duduk, sedangkan kaum wanita di ruangan sebelah.

Hasilnya tetap nihil. Cuma saja ketahuan isi kantung masing-masing. Lord Peter Wimsey membawa-bawa catut, kaca pembesar dan meteran yang bisa dilipat. la memang terkenal sebagai saingan Sherlock Holmes. Oswald Truegold membawa-bawa dua pil untuk menambah darah, yang dibungkusnya di secarik kertas.

Henry Shale mengantungi buku saku The Odes of Horace, sedangkan John Shale berbekal lilin merah untuk menyegel, sebuah jimat kecil dan uang logam 5 shilling.

George Comphrey membawa gunting lipat dan tiga kotak gula! Gula itu jenis yang biasa disuguhkan di restoran-restoran dan restorasi kereta api. Apakah itu gejala kleptomania? 

Norgate yang efisien itu di luar dugaan membawa-bawa sekelos benang putih, tiga utas tali dan dua belas peniti yang tercocok di kartu. Orang-orang lain baru maklum ketika mengingat bahwa sekretaris Sir Septimus itu bertugas mengawasi dekorasi ruangan. 

Semua jadi terbahak-bahak ketika giliran Richard Dennison digeledah. Soalnya, ia membawa-bawa kotak bedak dan setengah kentang. Konon kentang itu penangkal encok, sedangkan benda yang lain milik istrinya.

 

Seperti anjing pelacak

Di ruangan tempat wanita, penemuan malah lebih gawat lagi. Nona Tomkins membawa buku ramalan garis tangan, tiga jepit rambut dan foto bayi. 

Beryl Dennison membawa kotak rokok yang memiliki ruang rahasia. Sebuah surat yang sangat pribadi ditemukan dalam pakaian Lavinia Prescott. Betty Shale membawa catut pencabut alis dan sebungkus puyer putih. Katanya, obat sakit kepala.

Semua tegang ketika di tas Joyce Trivett ditemukan seuntai mutiara. Namun, segera ketahuan bukan itu yang mereka cari. Mutiara itu selain kecil-kecil juga sintetis. Penggeledahan tidak memberi hasil yang diinginkan.

Lalu ada yang mengusulkan agar Sir Septimus memanggil polisi. Sir Septimus jelas tidak mau, sebab ia tidak ingin menjadi bahan berita. la yakin kalung mutiara itu masih ada di sana. Jadi sebaiknya diperiksa lagi dengan saksama. "Ehm, apakah Lord Peter Wimsey yang banyak pengalaman dalam, ehm, peristiwa-peristiwa misterius bisa menolong?" tanyanya.

"Eh?" sahut Wimsey, "Oh, tentu, tentu." Yang lain memberi dukungan.

"Saya coba, ya?" katanya. "Apakah Anda sekalian keberatan kalau Anda semua duduk di ruangan lain? Tapi saya minta Sir Septimus mendampingi saya sebagai saksi.”

Semua tak keberatan. Wimsey menggiring mereka ke ruangan dalam, lalu bersama Sir Septimus memeriksa ruang tamu dan ruangan di sebelahnya sekali lagi. la bukan cuma merangkak-rangkak di lantai, tetapi juga menengadah ke langit-langit. Ketika ia merangkak-rangkak itu Sir Septimus cuma bisa berjalan mengikuti di belakang. Adegan itu mirip anjing yang sedang diajak berjalan-jalan oleh tuannya. Tak ada sejengkal lantai pun dan tak ada sebuah sudut pun dilewatkan.

Di kamar sebelah, pakaian-pakaian yang ada diperiksa satu demi satu. Hasilnya tak ada. Akhirnya Wimsey telungkup di lantai, mengintip ke kolong sebuah lemari baja, yaitu satu-satunya perabot berkaki pendek di sana. 

Tampaknya ada sesuatu yang menarik perhatiannya. la menggulung lengan bajunya dan berusaha menjangkau sesuatu yang terletak jauh di kolong. Ketika ia tidak berhasil mencapai benda yang ia inginkan, dikeluarkannya meteran lipat dari sakunya untuk dijadikan alat penolong. Ternyata benda yang ia keluarkan itu sebatang jarum.

Bukan jarum biasa, melainkan jarum yang halus, mirip yang dipakai oleh ahli serangga untuk menancapkan binatang koleksi mereka yang kecil-kecil. Panjangnya-paling-paling 2 cm. Ujungnya lancip dan pentulnya kecil.

"Astaga! Apa, sih itu?" 

"Ada pengumpul kumbang atau serangga di sini?" tanya Wimsey sambil memeriksa benda itu.

“Saya yakin tidak ada. Coba saya tanyakan." 

"Jangan!" cegah Wimsey. la memandang ke lantai yang licin berkilat, yang memantulkan wajahnya.

“Ah, sekarang saya tahu di mana mutiara-mutiara itu," kata Lord Peter Wimsey tiba-tiba. "Tapi saya tak tahu siapa yang mengambilnya. Harap jangan Anda katakan kepada siapa-siapa kita menemukan jarum ini. Persilakan saja semua tamu untuk kembali ke kamar masing-masing. Tolong kunci ruangan ini dan simpan kuncinya. Sebelum sarapan nanti kita tangkap malingnya."

 

Jadi centeng

Walaupun Sir Septimus merasa tercengang, ia menurut. Malam itu Lord Peter Wimsey bergadang mengamat-amati pintu ruang tamu. Tak seorang pun datang ke dekat tempat itu.

Lord Wimsey membuat catatan: Dalam permainan tebak-tebakan 'Binatang, Sayuran atau Mineral', mereka masing-masing mendapat kesempatan berada sendiri dalam ruangan sebelah. Cuma Joyce Trivett dan Henry Shale yang masuk berdua. Lady Shale, Margharita dan Wimsey tidak kebagian masuk ke sana.

Siapakah yang kira-kiranya di antara sebelas orang yang paling naksir kalung? Semua, kecuali Sir Septimus. Kedua sekretaris selama ini bisa dipercaya, tapi bukan tak mungkin mereka menginginkan benda berharga itu. Suami-istri Dennison terkenal besar pasak daripada tiang. Betty Shale membawa puyer putih yang misterius. Obat bius? Di kota ia juga bergaul di kalangan orang-orang yang tak terlalu bersih. Henry tampaknya 'tak berbahaya', tapi siapa tahu Joyce Trivett mendorongnya? Comphrey diketahui pernah berspekulasi dan Oswald Truegold sering taruhan dalam pacuan-pacuan kuda.

Ketika para pelayan sudah muncul, Wimsey berhenti mencentengi pintu. la pergi ke tempat sarapan. Ternyata ia sudah didahului Sir Septimus, istrinya dan anaknya. Tak lama kemudian tamu-tamu lain muncul. Suasana agak kikuk. Seakan-akan sudah berjanji, tak seorang pun menyebut-nyebut soal kalung.

 

Nanti membawa sial

Sehabis sarapan, Oswald Truegold-lah orang pertama yang berani bertanya, "Malingnya tertangkap, Wimsey?"

"Belum," jawab Wimsey dengan acuh tak acuh. 

Sir Septimus yang sudah bersekongkol dengan Wimsey lantas berkata. "Sungguh menyebalkan. Hr'rm! Tak ada jalan lain daripada melapor kepada polisi, saya kira." 

"Pada hari Natal pula! Hr'rm! Merusakkan suasana. Rasanya muak melihat hiasan ini semua," katanya seraya menunjuk ke kertas-kertas warna dan dedaunan hijau yang menghiasi dinding. 

"Angkat sajalah! Hr'rm! Bakar!" 

"Ah, jangan. Sayang!" kata Joyce. "Kita 'kan sudah bersusah-susah mengerjakannya." 

"Biarkan saja, Paman," kata Henry Shale. "Paman terlalu memikirkan mutiara itu. Pasti nanti ketemu." 

"Anda ingin James dipanggil untuk membenahinya?" tanya Norgate, sang sekretaris. 

"Tidak usah!" kata Comphrey. "Kita saja yang membereskannya. Kita perlu menyibukkan diri untuk melupakan kerisauan." 

"Baik!" kata Sir Septimus. "Mulai saja sekarang! Sebal!" la merenggut sebuah cabang tanaman holly dari atas perapian dan melemparkannya ke api. Segera juga lidah api menjilat-jilat. 

"Bagus buat kayu bakar," kata Richard Dennison. la melompat untuk merenggut mistletoe (benalu yang berdaun dan berbunga kekuning-kuningan serta berbuah putih bulat-bulat) dari lampu gantung.

“Eh, nanti membawa sial kalau diturunkan sebelum tahun baru," komentar Nona Tomkins.

"Itu 'kan cuma takhayul. Semua kita turunkan, dari atas tangga dan di ruang tamu juga." 

"Tidak. Lord Peter bilang mutiaranya tak ada di situ. Pintu ruang tamu sekarang sudah dibuka. Ya, 'kan Wimsey?" 

“Ya. Mutiaranya sudah dibawa pergi dari sini. Saya belum tahu bagaimana. Tapi saya yakin. Saya pertaruhkan reputasi saya deh!" jawab Wimsey. 

"Kalau begitu, ayo deh, Lavinia," ajak Comphrey. "Kau juga Dennison. Kita berlomba ke ruang tamu. Saya akan menangani ruangan di sebelahnya."

“Tapi 'kan polisi akan datang," kata Dennison. "Semua harus dibiarkan seperti semula." 

"Persetan dengan polisi," teriak Sir Septimus. "Mereka tak mau daun-daunan."

 

Dua puluh dua jarum pentul

Oswald Truegold dan Margharita sudah menjambreti holly dan daun ivy dari tangga sambil tertawa-tawa. Semua berpencar. Wimsey diam-diam masuk ke ruang duduk yang sedang diobrak-abrik. Didapatinya George Comphrey dan Lavinia Prescott sedang tertawa-tawa.

"Bantu, dong!" kata Lavinia kepada Wimsey. Wimsey diam saja. la menunggu sampai ruangan bersih lalu menemani mereka ke ruangan bawah. Api perapian sedang menjilat-jilat, karena mendapat umpan. la berbisik kepada Sir Septimus.

Sir Septimus mendekati George Comphrey dan menyentuh bahunya. "Lord Peter ingin berbicara denganmu, Nak," katanya. Comphrey terperanjat dan dengan enggan mengikuti Sir Septimus.

"Pak Comphrey," kata Wimsey. "Saya kira ini milik Anda," katanya seraya mengangsurkan telapak tangannya. Di situ ada 22 jarum halus berpentul kecil.

 

Buah benalu

"Untung Anda menyadari kehilangan kalung itu sebelum permainan sembunyi-sembunyian. Kalau kehilangan ketahuan setelah itu, artinya ruangan yang harus kita selidiki lebih banyak lagi. Lagi pula mustahil pintu semua ruangan mesti kita kunci? Si Pencuri akan lebih leluasa mengambilnya dari tempat persembunyian," kata Wimsey setelah semuanya beres.

"la pernah hadir pada pesta Natal sebelumnya dan tahu pasti akan ada tebak-tebakan 'Binatang, Sayuran dan Mineral'. Jadi ia menyediakan jarum. Ketika Nona Shale mencopot kalung pada saat main 'Dumb Crambo', ia mendapat kesempatan. la cuma tinggal menyambar kalung dari meja pada saat mendapat giliran masuk ke ruangan sebelah. 

Sedikitnya ia mempunyai waktu lima menit untuk sendirian di sana, yaitu pada saat menunggu kita merundingkan kata apa yang harus ditebaknya. la memutuskan benang dengan pisau sakunya, lalu membakar benang-benang itu di perapian. Mutiara-mutiara ditancapkannya ke benalu dengan jarum. 

Benalu itu tergantung tinggi di lampu gantung, tetapi ia bisa mencapainya dengan berdiri di meja kaca, yang bisa diseka agar tidak meninggalkan bekas. la yakin pasti tidak ada orang yang ingat memeriksa benalu. Mutiara-mutiara itu 'kan mirip buah benalu. 

Saya tidak teringat untuk memeriksanya kalau saja tidak ada sebatang jarum pentul yang jatuh. Jarum pentul itu membuat saya berpikir: jangan-jangan kalung itu sudah digunting benangnya dan mutiaranya disimpan tidak dalam bentuk untaian lagi. 

Saya mengambil benalu itu semalam dan menemukan semua mutiara di sana. Kaitan kalung pun ada di situ, di antara daun-daunan. Ini dial"

“Saya tahu Comphreylah orang yang kita cari ketika ia mengusulkan agar kita membereskan sendiri dekorasi Natal dan ia memilih ruangan sebelah. la pasti kaget sekali ketika melihat mutiara yang disembunyikannya sudah hilang."

"Anda segera tahu mutiara itu tergantung di benalu ketika Anda menemukan jarum?" tanya Sir Septimus. 

"Ya." 

"Tapi 'kan waktu itu Anda sama sekali tidak menengadah." 

"Oh, saya melihat pantulannya di lantai yang hitam berkilat. Saat itu saya heran, kok buah benalu mirip betul mutiara," jawab Lord Peter Wim. (Dorothy L Sayers)

" ["url"]=> string(59) "https://plus.intisari.grid.id/read/553400977/kalung-mutiara" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1659533887000) } } [1]=> object(stdClass)#61 (6) { ["_index"]=> string(7) "article" ["_type"]=> string(4) "data" ["_id"]=> string(7) "3401143" ["_score"]=> NULL ["_source"]=> object(stdClass)#62 (9) { ["thumb_url"]=> string(110) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2022/08/03/terpincuk-mutiara_corneliajpg-20220803011013.jpg" ["author"]=> array(1) { [0]=> object(stdClass)#63 (7) { ["twitter"]=> string(0) "" ["profile"]=> string(0) "" ["facebook"]=> string(0) "" ["name"]=> string(13) "Intisari Plus" ["photo"]=> string(0) "" ["id"]=> int(9347) ["email"]=> string(22) "plusintisari@gmail.com" } } ["description"]=> string(131) "Nyonya Evans mengaku panik melihat Dune tewas tergantung di apartemennya. Namun, polisi meyakini ada motif pembunuhan di baliknya." ["section"]=> object(stdClass)#64 (7) { ["parent"]=> NULL ["name"]=> string(8) "Kriminal" ["description"]=> string(0) "" ["alias"]=> string(5) "crime" ["id"]=> int(1369) ["keyword"]=> string(0) "" ["title"]=> string(24) "Intisari Plus - Kriminal" } ["photo_url"]=> string(110) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2022/08/03/terpincuk-mutiara_corneliajpg-20220803011013.jpg" ["title"]=> string(17) "Terpincuk Mutiara" ["published_date"]=> string(19) "2022-08-03 13:10:43" ["content"]=> string(22700) "

Intisari Plus - Sebuah telepon berdering, suara nyonya Evans terdengar parau. Ia panik melihat Dune tewas tergantung di apartemennya. Namun, polisi meyakini ada motif pembunuhan di balik kematian Dune.

-------------------

Tengah malam itu telepon berdering. Terdengar suara seorang wanita, "Pak Wickwire?" 

Dengan mengantuk saya menjawab, "Ya ...." 

Segera saja sejumlah kalimat memberondong kacau. "Saya Frances Dune. Maaf, saya menelepon Anda sekarang, tapi saya tidak bisa tidur. Saya tidak dapat menunggu. Saya harus memberi tahu Anda. Hati nurani saya...." Ia mengambil napas panjang. "Tentang mutiara Wagstaff itu...." Tahu-tahu terdengar suara gedebruk dan telepon jatuh, lalu teriakan panjang yang mengerikan. Teriakan itu makin lama makin sayup. Setelah itu sepi. 

Saya menekan telepon keras-keras ke telinga saya. Frances Dune adalah sekretaris saya dan mutiara Wagstaff adalah benda berharga yang dipercayakan kepada saya. Saya insaf bahwa sekretaris saya mengalami hal yang mengerikan. 

"Polisi! Polisi!" teriaknya. Suara wanita itu bukan suara Frances Dune. 

"Ini bukan polisi! Ada apa?" 

"Oh, Pak Wickwire! Saya tidak tahu Anda masih mendengarkan. Frances Dune ... saya mencoba mencegahnya... Saya tidak bisa...." Suara wanita itu seperti histeris." Saya memotong. 

"Anda siapa?" 

"Saya ... saya Muriel Evans. Saya bekerja di bank Anda. Pak Wickwire, ia bunuh diri ...." Saya teringat pada teriakan ngeri tadi dan hati saya kecut. 

"Anda di mana?" tanya saya dengan suara bergetar. 

"Saya di apartemennya!" 

"Tolong sebutkan alamatnya." Ia menyebutkannya dengan suara yang juga bergetar, tetapi jelas. 

"Panggil polisi. Saya akan segera ke sana. Jangan biarkan orang lain masuk. Oh, ya. Bagaimana cara dia bunuh diri? Anda yakin ia sudah meninggal?" 

Tampaknya Nona Evans harus bersusah payah mengeluarkan suaranya. "Ia melompat ke luar jendela. Apartemennya ini di tingkat kesembilan." Saya merinding.

 

Warisan janda kaya 

Lima belas menit kemudian saya sudah berada di dalam taksi. Saya hampir yakin bahwa saya tahu mengapa Frances Dune bunuh diri. Kadang-kadang, walaupun jarang, karyawan bank yang bertahun-tahun jujur bisa tiba-tiba khilaf. Pernah ada kasir yang dipercaya tahu-tahu kabur melarikan uang. Pernah pula karyawan andalan buron menggondol surat-surat berharga. Kali ini sekretaris saya yang biasanya menjadi teladan rupanya mencuri mutiara-mutiara Wagstaff. 

Nama saya James Wickwire. Saya bankir dan bujangan. Umur saya cukup tua, sehingga saya dijadikan wakil presiden di bank dan dipercaya untuk mengurusi harta para janda kaya. 

Salah seorang janda itu, Ny. Wagstaff. Sudah meninggal dua belas tahun lalu. Ia mewariskan hartanya kepada beberapa ahli waris di bawah umur, yang masih harus menunggu untuk bisa menerima warisan itu sepenuhnya.

Di antara warisan itu terdapat kalung mutiara yang biasa disebut mutiara-mutiara Wagstaff. Sebetulnya kalung itu menyusahkan juga, karena setahun dua kali harus dikeluarkan untuk dikenakan sepanjang hari. 

Bank memang menyediakan pelbagai pelayanan yang kadang-kadang aneh, atas permintaan orang-orang yang banyak simpanannya itu. Ny. Wagstaff meminta agar sedikitnya dua kali setahun mutiaranya menempel sepanjang hari pada kulit wanita. Katanya, kalua Mutiara asli tidak pernah kena badan manusia, maka benda itu akan kehilangan sinarnya. Jadi setahun dua kali, secara bergiliran seorang karyawan wanita dikirim ke ruang tempat penyimpanan barang-barang berharga. 

Di sana seorang petugas akan mengeluarkan mutiara Wagstaff dari kotak beludrunya yang berwarna biru tua dan memasangnya di leher wanita itu. Si wanita itu harus tinggal di situ sepanjang hari sambil membaca buku. Menjelang bank tutup, kalung itu dikembalikan ke kotaknya dan disimpan lagi selama enam bulan.

Saya tidak tahu, betulkah mutiara itu lebih berseri kalau kena kulit manusia. Rasanya sih sama saja. Tapi Ny. Wagstaff meminta begitu dan berpesan wanti-wanti agar permintaannya itu dipenuhi. 

Di dalam taksi saya membayangkan pertemuan saya yang terakhir dengan Ny. Wagstaff. Malam itu saya melihat ia duduk bersandar ke bantal di kamarnya yang mewah dan feminin. Rambut wanita itu sudah putih, tetapi ditata rapi. Tangannya yang mungil tapi sudah penuh urat tanda ketuaan itu mengusap-usap mutiaranya yang berharga. 

"Mutiara ini mesti dipakai, Jim," katanya. "Kalau tidak, sinarnya akan hilang. Salah seorang dari karyawati Anda di bank mesti memakainya. Saya senang Anda memiliki banyak karyawati cantik. Soalnya, mutiara dimaksudkan untuk wanita cantik. Dulu orang bilang saya cantik," katanya dengan mata berbinar. Saya percaya. 

"Suami saya dulu bilang, hanya wanitalah yang betul-betul mencintai mutiara. Keindahan menginginkan keindahan pula." Lalu ia tertawa agak sedih. Ia juga bilang, "Kadang-kadang seorang wanita cantik nekat berbuat apa saja demi perhiasan, demi mutiara seperti ini.

Itulah percakapan saya yang terakhir dengan Ny. Wagstaff. Saya mengatur agar keinginannya dilaksanakan. Cuma saja saya tidak bisa mengadakan kontes kecantikan di bank. Jadi, karyawati cantik atau tidak cantik bisa saja mendapat giliran. Karena itulah sepanjang hari tadi Nona Dune memakainya.

 

Bawel, teliti, efisien 

Tadi pagi, ketika saya datang ke kantor, Nona Dume mengingatkan bahwa hari ini mutiara Wagstaff mesti dipakai. Karena sepanjang hari itu saya harus tugas luar, saya meminta Nona Dune saja yang memakainya. 

Sudah hampir sepuluh tahun ia menjadi sekretaris saya. Orangnya jangkung, usianya 40-an dan ia sama sekali tidak cantik. Tapi ia sangat rapi, sangat efisien, walaupun bawel dan ketelitiannya sering berlebihan. Saya percaya kepadanya. Tak saya sangka .... 

Begitu ia berbicara di telepon tadi, saya segera menduga apa yang terjadi. Sebelum pergi meninggalkan kantor, saya berpesan agar menjelang kantor tutup nanti, mutiara itu . dikembalikan kepada Pak Wazey, manajer ruang penyimpanan barang berharga. Kunci kotak depositnya saya serahkan kepada Pak Wazey. Jangan-jangan Pak Wazey tidak memeriksa lagi isi kotak biru yang diberikan Nona Dune. Pasti dalamnya kosong. 

Rupanya karena merasa menyesal, tengah malam buta Nona Dune menelepon saya untuk mengakui kesalahannya. Daripada menghadapi akibat yang memalukan, ia memilih melompat dari jendela kamarnya. Ah, tragis sekali akhir hidup wanita yang tidak cantik dan pekerja keras itu. Ini semua terjadi gara-gara ia terpincuk keindahan seuntai mutiara. 

Mutiara Wagstaff memang indah. Hal itu tidak bisa diperdebatkan lagi. Tapi zaman sudah berubah. Ketika Ny. Wagstaff menerima mutiara itu dari suaminya, ia masih muda. Suaminya membayar hampir setengah juta dolar untuk memperoleh kalung itu. Namun, kini pasaran mutiara sudah tidak seperti dulu lagi. Harga mutiara merosot gara-gara banyak mutiara indah bisa dihasilkan di peternakan tiram mutiara, 

Taksi tiba di gedung apartemen yang letaknya tidak jauh dari sungai. Mobil-mobil polisi dan ambulans sudah datang. Jendela-jendela sekitar tempat itu semua tampak terang. Banyak kepala dijulurkan untuk menonton. 

Saya diminta mengenali jenazah Nona Dune. Saat itu walaupun saya memakai mantel tebal, saya gemetar. 

Setelah itu saya naik ke apartemen Nona Dune di tingkat kesembilan bersama seorang letnan polisi. Apartemen itu kecil. Kamar tidur Nona Dune menjadi satu dengan kamar duduk. Ada sebuah dapur kecil. Semuanya serba rapi, bersih dan sederhana, sama seperti penampilan Nona Dune. Tidak ada barang mewah di sana. 

Seorang gadis duduk dengan tegang di sebuah kursi. la bangkit ketika melihat kami masuk. Saya ingat-ingat lupa pada wajahnya. Ternyata ia bekerja di bagian pembukuan. Tidak heran kalau saya jarang melihatnya. 

"Saya Muriel Evans, Pak Wickwire," katanya perlahan. Gadis itu langsing, mengenakan pakaian berwarna kelabu. Sebuah mantel berwarna merah ceri tersampir di punggung kursi. Ia mengenakan lipstik dan cat kuku yang serasi. Rupanya ia bisa menguasai diri dalam keadaan yang sungguh tidak mengenakkan itu. 

"Ini nona yang melaporkan kejadian itu," kata saya kepada letnan polisi. 

"Saya perlu meminta keterangan Anda," kata polisi itu. "Maaf, saya harus melakukannya sekarang, pada saat Anda masih kaget."

 

Histeris 

Saya memandang ke sekeliling saya. Gagang telepon sudah di taruh ke tempatnya semula. Sebuah kursi di sisi telepon terguling. Rupanya suara gedebuk yang saya dengar tadi adalah bunyi kursi jatuh. Jendela yang ambangnya bisa dengan mudah dilangkahi masih terpentang. 

"Nona Dune menelepon saya kira-kira pukul 23.00," cerita Nona Evans. "Saya tinggal tidak jauh, cuma terseling dua blok dari sini. Katanya, ia tidak bisa tidur. Ia gelisah dan meminta saya datang. Sebenarnya saya tidak terlalu akrab dengannya. Tapi karena ia termasuk orang penting juga di kantor, ia sekretaris Pak Wickwire, jadi saya datang. Ia bercerita bahwa ia mengambil mutiara-mutiara Wagstaff. Mutiara itu tadinya ditaruh di ruang penyimpanan barang-barang berharga di bank ...." 

"Baik saya terangkan," kata saya. Lalu saya menceritakan secara singkat perihal mutiara itu. 

"Tenangkan diri Anda, Nona Evans. Apakah Nona Dune dalam keadaan histeris ketika Anda datang?" tanya letnan polisi. 

"Ya! Oh, ya! Ia bilang, ia harus berbicara. Ia bercerita, tapi saya tidak percaya. Ia menangis. Saya katakan mungkin ia sakit atau sedang gelisah. Karena tidak tahu harus berbuat apa-apa, saya pergi ke dapur untuk membuatkan kopi. Saat saya di dapur itu saya dengar ia menelepon Pak Wickwire. Saya mendengar ia menceritakan apa yang ia lakukan. Lalu tiba-tiba saja ia menjatuhkan telepon seperti tidak sanggup melanjutkan. Saya keluar dari dapur. Ia sedang membuka jendela. Saya berusaha untuk mencegahnya. Lalu entah apa yang terjadi. Pokoknya, saya tidak bisa mencegah dia ...." 

Nona Evans menutup mukanya dengan kedua belah tangan. Letnan polisi mengelus bahu Nona Evans, untuk menghiburnya. Saya bertanya, "Di mana mutiara-mutiara itu?" 

Nona Evans tersentak. la memandang saya dengan matanya yang biru besar. Walaupun sedang ketakutan ia tampak menarik. "Saya tidak tahu," katanya. "Ia tidak menunjukkannya kepada saya. Itulah yang membuat saya tidak percaya." 

"Kami akan menemukannya," . kata letnan itu. "Entah mutiara itu, entah secarik surat gadai."

 

Kejahatan terencana 

Saya minta izin memakai telepon, tetapi letnan itu berkata sebaiknya saya menggunakan telepon lain. Soalnya, walaupun kasus ini jelas bunuh diri, harus diadakan pemeriksaan menurut aturan-aturan tertentu. Misalnya saja, pemeriksaan sidik jari dan sebagainya., sebab polisi tidak boleh mengabaikan kemungkinan pembunuhan. 

Mata biru Nona Evans menjadi gelap. "Tapi ini jelas bunuh diri. Saya melihat sendiri ...." 

"Saya mengerti," hibur letnan itu dengan simpatik. "Jangan takut. Lagi pula kalau Anda membunuh dia ...." 

"Oh ...!" seru Nona Evans. 

Saya menepuk-nepuk bahunya. "Kalau Anda membunuh dia, tentu Anda buru-buru pergi. Tidak ada yang melihat Anda ke sini 'kan?" 

"Tidak," bisiknya. 

"Nah! Anda 'kan tidak akan menelepon polisi. Kami akan menemukan mutiara itu," kata letnan polisi. 

Dua orang polisi lain masuk ke apartemen, ketika saya keluar lalu turun dengan lift ke lantai dasar. Saya menelepon Pak Wazey dari sana. Pemuda yang bertugas di switchboard kelihatannya menikmati betul kejadian langka ini. 

"Aduh, tidak disangka, ya!" katanya. "Nona Dune memang sangat gelisah, ketika menelepon wanita bermantel merah itu, tapi tak diduga ia bakal ...." 

Saya meminta pemuda itu memanggilkan taksi. 

Bank dikatakan memiliki birokrasi yang rumit. Namun, kalau ada kejadian darurat, birokrasi itu bisa dipotong. Malam itu misalnya, Pak Wazey dan saya pergi ke bank, lalu bersama-sama kami masuk ke ruang tempat penyimpanan benda-benda berharga. Kami membuka kotak beludru tempat menyimpan kalung Wagstaff. Lho! Di dalamnya ada kalung. Namun, mutiara dalam kotak itu jelas bukan mutiara Wagstaff, tapi mutiara tiruan murahan! 

Pak Wazey pucat. "Waktu saya menaruh kotak ini, saya melihat sekilas isinya. Tapi Anda 'kan tahu, saya bukan ahli mutiara," katanya. "Lagi pula yang memberinya orang yang biasa dipercaya, Nona Dune!" 

Tak mungkin pencurian ini dilakukan karena dorongan hati sesaat. Ini kejahatan yang direncanakan. Tapi bukankah Nona Dune tidak pernah ditugaskan memakai kalung mutiara itu sebelumnya? 

Saya meminta daftar nama para karyawati yang pernah ditugaskan mengenakan kalung itu. Pak Wazey memilikinya. Praktis semua karyawati pernah kebagian tugas memakai kalung Wagstaff. Sebagian dari karyawati itu sudah menikah dan berhenti bekerja. Sebagian lagi mendapat kesempatan bukan cuma sekali, tetapi dua tiga kali. Nona Busch tiga kali, Nona Smith dua kali, Nona Evans dua kali, Nona Williams tiga kali. Nona Dune cuma sekali, kemarin. Tapi Nona Dune tahu segala sesuatu tentang mutiara itu dari berkas-berkas yang ada pada saya. la bisa menyiapkan diri. la juga yang mengingatkan saya kemarin bahwa mutiara Wagstaff mesti dipakai. 

Dengan hati berat saya menyaksikan Pak Wazey mengunci kembali ruang tempat penyimpanan barang berharga. Di luar langit gelap dan hujan turun. Saya kembali ke apartemen Nona Dune.

 

Punya pacar? 

Saya meninggalkan apartemen itu belum sampai sejam, tetapi polisi sudah memeriksa seluruh apartemen kecil itu. Tak ada sudut yang dilewatkan. Bahkan pakaian, buku-buku, isi bantal, semua diobrak-abrik. Mutiara Wagstaff tidak ditemukan. Surat gadai pun tidak ada. 

Saya berdiri di dekat ambang jendela, memandang ke bawah. Kepala saya rasanya pusing, karena merasa gamang. Tragis sekali, seuntai mutiara yang dipercayakan kepada saya dibayar oleh Nona Dune dengan nyawanya. 

Saat itu saya jadi teringat kembali kepada Ny. Wagstaff, wanita tua yang masih cantik, ketika saya bertemu dengannya terakhir kali dua belas tahun yang lalu. Kata-katanya pada pertemuan itu seperti mengiang-ngiang di telinga. 

Setelah berpikir-pikir, saya pamit kepada polisi yang menyatakan akan mencari mutiara Wagstaff di pegadaian-pegadaian dan toko-toko permata. 

"Anda tidak keberatan ikut ke rumah saya?" tanya saya kepada Nona Evans. "Saya perlu mendiktekan laporan kejadian ini." 

Nona Evans mengangguk dan mengambil mantelnya. Letnan polisi buru-buru membantunya mengenakan mantel itu. Ketika Nona Evans sudah menuju lift, saya berbalik kembali untuk membicarakan pemakaman Nona Dune dengan letnan polisi dan memberi beberapa instruksi. Setelah itu saya menyusul Nona Evans. 

Dalam perjalanan dengan taksi, kami tidak bisa menemukan kata-kata untuk diucapkan. Di rumah saya menawarkan wiski dengan soda, tapi Nona Evans yang matanya biru indah itu menolak. 

"Apakah Nona Dune mempunyai pacar atau teman laki-laki?" tanya saya. 

"Itulah yang terlintas dalam pikiran saya," kata wanita yang tampaknya bukan orang bodoh itu. "Anda maksudkan seseorang yang mungkin merencanakan hal ini dan mempengaruhi Nona Dune agar mengambil mutiara itu? Ya, satu dua kali saya melihat Nona Dune bersama seorang pria, kelihatannya lebih muda dari padanya. Ah, tapi rasanya kejam memikirkan kemungkinan ini." 

Kami duduk di ruang kerja saya. Saya mengeluarkan sebuah revolver dari laci. Nona Evans tampak kaget sekali. Saya cepat-cepat menghiburnya. "Pria itu sekarang tentu tahu apa yang terjadi. la bisa berbahaya." 

Revolver itu saya isi peluru, lalu saya taruh di meja. Kemudian saya pergi ke ruang sebelah dan membuka pintu yang menghadap ke jalan. Jalanan sepi. Rumah saya pun sepi, sebab tidak ada siapa-siapa. Setelah itu saya mengambil gelas wiski soda saya, lalu pergi ke jendela, yang tirainya tidak saya tutup. Saya memandang keluar. Kaca jendela memantulkan ruangan di belakang saya.

 

Detektifnya sudah meninggal 

Tiba-tiba saya katakan, "Di mana mutiara-mutiara itu?" Wanita bermantel merah itu kelihatan tegang. 

"Anda memakai kalung itu dua kali. Sekali enam bulan yang lalu, sekali lagi satu setengah tahun yang lalu. Pada kali yang kedua, Anda menukarkan mutiara itu dengan mutiara palsu, tetapi tidak ada yang menyadarinya. Sampai kemarin. Nona Dune sadar, kalung yang dipakainya bukan mutiara Wagstaff. Malam ini ia memanggil Anda untuk meminta kalung itu dikembalikan, jadi Anda ...." 

"Sayalah yang melaporkan peristiwa bunuh diri itu. Saya tidak akan melakukannya, kalau saya…”

"Anda terpaksa melaporkannya, sebab petugas switchboard tahu Anda ada di apartemen Nona Dune." 

Dari kaca jendela saya melihat sosok bermantel merah itu bergerak. Tapi saya terus berbicara. "Anda membunuh dia!" 

Saya mendengar ceklekan logam di belakang saya. Saya berbalik. Nona Evans berdiri di samping saya. Ia memang cantik, tetapi seperti api. Ia menodong saya dengan revolver saya sendiri, padahal saya bukan pemberani dan tidak cekatan. 

"Jangan menembak!" kata saya. 

"Saya harus!" jawabnya. Suaranya merdu, sedangkan wajahnya indah seperti bintang. "Mutiara itu ada di apartemen saya. Saya memang berniat menyembunyikannya, tapi sekarang belum keburu. Kalau Anda tidak saya tembak, Anda akan memberi tahu polisi. Anda bertanggung jawab atas mutiara itu dan semua orang tahu bagaimana kesetiaan Anda pada bank kita. Orang akan menarik kesimpulan bahwa ini pun peristiwa bunuh diri." la menaruh jari di pelatuk senjata itu. 

Pada saat itu pintu ruang kerja terpentang dan sejumlah polisi menyerbu masuk. Bunyi tembakan terdengar, tapi saya luput. Peluru melenceng ke langit-langit. 

Ketika Nona Evans sudah dibawa pergi, saya merasa tubuh saya letih sekali. Sebelum meninggalkan apartemen Nona Dune tadi, saya mengatur agar polisi masuk dari pintu depan yang saya pentang. Saya tidak mempunyai cara lain untuk menghadapi Nona Evans, sebab saya tidak mempunyai bukti-bukti. Tapi saya yakin ia bersalah. 

Ternyata ia menyambar gagasan yang saya lemparkan tentang kemungkinan Nona Dune mempunyai pacar. Saya terpaksa mengambil risiko dengan membiarkan Nona Evans memegang revolver. 

"Terima kasih, Letnan," kata saya kepada pak polisi. 

"Anda seorang detektif sejati, Pak Wickwire," katanya. 

"Ah, detektifnya sebenarnya Ibu Wagstaff sendiri. Dialah yang berkata: keindahan menginginkan keindahan pula. Karena itulah kadang-kadang seorang wanita cantik nekat melakukan segala sesuatu demi perhiasan." * (Mignon G. Eberhart)

 

" ["url"]=> string(62) "https://plus.intisari.grid.id/read/553401143/terpincuk-mutiara" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1659532243000) } } [2]=> object(stdClass)#65 (6) { ["_index"]=> string(7) "article" ["_type"]=> string(4) "data" ["_id"]=> string(7) "3110581" ["_score"]=> NULL ["_source"]=> object(stdClass)#66 (9) { ["thumb_url"]=> string(112) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2022/01/24/thumbnail-intisariplus-buku-per-20220124073704.jpg" ["author"]=> array(1) { [0]=> object(stdClass)#67 (7) { ["twitter"]=> string(0) "" ["profile"]=> string(0) "" ["facebook"]=> string(0) "" ["name"]=> string(17) "Dorothy L. Sayers" ["photo"]=> string(0) "" ["id"]=> int(9365) ["email"]=> string(19) "intiplus-9@mail.com" } } ["description"]=> string(56) "Pencurian mutiara terbongkar karena lantai yang kinclong" ["section"]=> object(stdClass)#68 (7) { ["parent"]=> NULL ["name"]=> string(8) "Kriminal" ["description"]=> string(0) "" ["alias"]=> string(5) "crime" ["id"]=> int(1369) ["keyword"]=> string(0) "" ["title"]=> string(24) "Intisari Plus - Kriminal" } ["photo_url"]=> string(112) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2022/01/24/thumbnail-intisariplus-buku-per-20220124073704.jpg" ["title"]=> string(22) "Benalu Berbuah Mutiara" ["published_date"]=> string(19) "2022-01-28 19:56:44" ["content"]=> string(17141) "

Intisari Plus - Sir Septimus Shale bukan termasuk orang yang banyak cingcong. Istrinya yang jauh lebih muda itu diberinya kebebasan penuh. Sir Septimus tidak peduli rumahnya yang kuno itu diberi perabot modern, la juga tidak melarang istrinya berteman dengan para seniman dan penyair yang antitata bahasa. Bahkan ia tidak keberatan istrinya berdandan menor.

Namun, setahun sekali, pada saat Natal, istrinya harus menuruti kehendaknya. Sir Septimus bersikeras agar Natal dirayakan secara tradisional. Ia akan membawa keluarganya ke rumahnya yang lain, yang berada di luar kota. Para pelayan diperintahkan menggantungkan daun-daunan dan buah-buahan hiasan Natal di lampu-lampu. Radiator listrik disuruhnya cabut dari perapian, untuk digantikan dengan kayu bakar. Lalu dikumpulkannya keluarganya dan teman-teman untuk dijamu dengan makanan Natal gaya zaman baheula.

Setelah memaksa mereka menelan makanan mode zaman bedil sundut itu, mereka diajaknya main tebak-tebakan, lalu diakhiri dengan main sembunyi-sembunyian di dalam gelap. Karena Sir Septimus kaya-raya, tamu-tamunya menurut saja. Mungkin ada juga yang merasa bosan, tetapi mereka tidak menyatakannya.

Kebiasaan lain yang dilakukan oleh Sir Septimus setiap malam Natal ialah menghadiahkan sebutir mutiara kepada putrinya, Margharita, yang kebetulan berulang tahun tanggal 24 Desember. Walaupun mutiara itu tidak terlalu besar, yaitu cuma lebih besar sedikit dari kacang polong, tetapi kualitasnya tinggi. Tidak heran kalau kalung milik Margharita sampai masuk kolom gosip di koran-koran.

 

Hai, mana kalungmu?

Malam Natal itu Sir Septimus menyerahkan mutiara yang ke-21 butir. Penyerahan dilakukan dalam pesta yang dimeriahkan dengan dansa dan pelbagai pidato.

Keesokan malamnya, tanggal 25 Desember, ada perjamuan lagi, walaupun tamunya cuma sebelas orang. Mereka itu: John Shale (adik Sir Septimus) dengan istrinya dan anak mereka, Henry dan Betty; Oswald Truegood (tunangan Betty) yang berambisi menjadi anggota parlemen; George Comphrey (kemenakan Lady Shale) yang berumur 30-an; Lavinia Prescott (teman George); Trivett (teman Henry); Richard, dan Beryl Dennison (kerabat jauh Lady Shale) yang hidup berfoya-foya di kota tanpa seorang pun tahu dari mana sumber keuangannya. Masih ada seorang lagi: Lord Peter Wimsey, bujangan putra almarhum Duke of Denver yang kaya-raya. la diundang dengan harapan akan tertarik pada Margharita.

Selain mereka hadir pula sekretaris Sir Septimus, yaitu William Norgate dan sekretaris Lady Shale, Nona Tomkins. Tanpa kehadiran dua orang yang terakhir itu, pesta Natal tidak akan terselenggara dengan lancar.

Sesudah menyantap sop, ikan, kalkun, daging panggang, puding, kue-kue, buah-buahan, dan meneguk lima macam anggur, sebagian orang merasa ingin sekali buru-buru mencium bantal. Margharita yang di lehernya terkalung mutiara pun sudah kelihatan lelah. Tetapi tuan rumah masih ingin mengajak tamu-tamunya mengikuti pelbagai permainan di ruang duduk yang terletak di tingkat kedua. Permainan itu dari tahun ke tahun hampir sama saja.
Mula-mula mereka main "berebut kursi", diiringi oleh permainan piano Nona Tomkins. Selesai "berebut kursi", mereka "berburu sandal". Siapa lagi yang kebagian menyediakan sandal untuk disembunyikan lalu dicari-cari kalau bukan Nona Tomkins.

Setelah itu mereka main "DumbCrambo". Dalam permainan ini ada orang yang kebagian pura-pura bisu. la harus "menerjemahkan" sejumlah kata dengan gerakan-gerakan, sementara yang lain mencoba menerka apa yang dimaksudkannya.

Setelah permainan yang penuh gerak itu, William Norgate mengusulkan agar mereka main permainan yang tidak terlalu melelahkan. Sir Septimus memilih main tebak-tebakan lain yang sifatnya lebih tenang. Nama permainan itu: "Binatang, Sayuran atau Mineral". Setelah itu rencananya mereka akan main sembunyi-sembunyian.

Orang yang mendapat giliran terakhir untuk menebak dalam permainan "Binatang, Sayuran dan Mineral" adalah Oswald Truegold. la dikurung dulu di ruangan sebelah, sementara yang lain merundingkan benda apa yang harus ditebak 'oleh Truegold.

Pada saat itulah Sir Septimus tiba-tiba berseru kaget, "Hai, Margy! Mana kalungmu?"

Putrinya tenang-tenang saja.

"Tadi saya lepaskan, Ayah, Takut putus dipakai main "Dumb Crambo". Tuh ada di meja. Eh, mana dia? Disimpan Ibu, ya?"

"Tidak!" jawab ibunya cemas.

"Kalau ibu lihat sih pasti ibu simpankan. Ceroboh betul sih, kamu!"

"Eh, barangkali Ayah bergurau, nih. Disembunyikan Ayah, ya?"

Sir Septimus menyangkal keras. Semua orang segera mencari. Diruang yang rapi dan tidak penuh sesak oleh perabot itu tidak banyak tempat untuk menyembunyikan kalung.

Setelah sepuluh menit mencari tanpa hasil, Richard Dennison yang tadi duduk dekat dengan meja jadi tampak serba salah.

"Wah, sangat tidak enak nih bagi saya," keluhnya kepada Wimsey.

Semua digeledah

Saat itu Oswald Truegold yang "disimpan" di ruangan sebelah, menjengukkan kepalanya dari pintu. "Lama betul, sih!" katanya.

Orang-orang lain baru ingat kepada Truegold yang terlupakan dan juga ingat bahwa dalam permainan "Dumb Crambo" tadi mereka mempergunakan juga ruangan sebelah. Ruang itu pun ikut diperiksa dengan saksama. Siapa tahu Margharita tadi lupa meletakkan kalungnya di sana.

Setelah setengah jam mencari, tetap saja kalung itu tidak ditemukan.

"Mestinya ada di salah satu dari ruangan ini," kata Wimsey.

"Ruangan sebelah tak punya pintu, sedangkan tak satu pun dari kita keluar dari ruang duduk ini."

Sementara itu jendela-jendela yang berdaun tebal terkunci rapat. Akhirnya William Norgate yang efisien memberi usul, "Saya kira, Sir Septimus, beban pikiran kita akan hilang kalau kita semua digeledah."

Sir Septimus kaget. Sungguh tak pantas tamu-tamunya digeledah. Namun, para tamunya malah menyokong usul Norgate. Jadi pintu pun dikunci, lalu semua digeledah. Kaum pria di ruang duduk, sedangkan kaum wanita di ruangan sebelah.

Hasilnya tetap nihil. Cuma saja ketahuan isi kantung masing-masing. Lord Peter Wimsey membawa-bawa catut, kaca pembesar, dan meteran yang bisa dilipat. la memang terkenal sebagai saingan Sherlock Holmes. Oswald Truegold membawa-bawa dua pil untuk menambah darah, yang dibungkusnya di secarik kertas. Henry Shale mengantungi buku saku The Odes of Horace, sedangkan John Shale berbekal Win merah untuk menyegel, sebuah jimat kecil, dan uang logam 5 shilling.

George Comphrey membawa gunting lipat dan tiga kotak gula! Gula itu jenis yang biasa disuguhkan di restoran-restoran dan restorasi kereta api. Apakah itu gejala kleptomania? Norgate yang efisien itu di luar dugaan membawa-bawa sekelos benang putih, tiga utas tali, dan dua belas peniti yang tercocok di kartu. Orang lain baru maklum ketika mengingat bahwa sekretaris Sir Septimus itu bertugas mengawasi dekorasi ruangan.

Semua jadi terbahak-bahak ketika giliran Richard Dennison digeledah. Soalnya, ia membawa-bawa kotak bedak dan setengah kentang. Konon kentang itu penangkal encok, sedangkan benda yang lain milik istrinya.

 

Seperti anjing pelacak

Di ruangan tempat wanita, penemuan malah lebih gawat lqgi. Nona Tomkins membawa buku ramalan garis tangan, tiga jepit rambut, dan foto bayi. Beryl Dennison membawa kotak rokok yang memiliki ruang rahasia. Sebuah surat yang sangat pribadi ditemui di pakaian Lavinia Prescott. Betty Shale membawa catut pencabut alis dan sebungkus puyer putih. Katanya, obat sakit kepala.

Semua tegang ketika di tas Joyce Trivett ditemukan seuntai mutiara. Namun, segera ketahuan bukan itu yang mereka cari. Mutiara itu selain kecil-kecil juga sintetis. Penggeledahan tidak memberi hasil yang diinginkan.

Lalu ada yang mengusulkan agar Sir Septimus memanggil polisi. Sir Septimus jelas tidak mau, sebab ia tidak ingin menjadi bahan berita. Ia yakin kalung mutiara itu masih ada di sana. Jadi sebaiknya diperiksa lagi dengan saksama.

"Ehm, apakah Lord Peter Wimsey yang banyak pengalaman dalam, ehm, peristiwa-peristiwa misterius bisa menolong?" tanyanya.

"Eh?" sahut Wimsey. "Oh, tentu, tentu." Yang lain memberi dukungan.

"Saya coba, ya?" katanya.

"Apakah Anda sekalian keberatan kalau Anda semua duduk di ruangan lain? Tapi saya minta Sir Septimus mendampingi saya sebagai saksi."

Semua tak keberatan. Wimsey menggiring mereka ke ruangan lain, lalu bersama Sir Septimus memeriksa ruang tamu dan ruangan di sebelahnya sekali lagi. Ia bukan cuma merangkak-rangkak di lantai, tetapi juga menengadah ke langit-langit.

Ketika ia merangkak-rangkak itu Sir Septimus cuma bisa berjalan mengikuti di belakang. Adegan itu mirip anjing yang sedang diajak berjalan-jalan oleh tuannya. Tak ada sejengkal lantai pun dan tak ada sebuah sudut pun dilewatkan. Di kamar sebelah, pakaian-pakaian yang ada diperiksa satu demi satu. Hasilnya tak ada.

Akhirnya Wimsey telungkup di lantai, mengintip ke kolong sebuah lemari baja, yaitu satu-satunya perabot berkaki pendek di sana. Tampaknya ada sesuatu yang menarik perhatiannya. Ia menggulung lengan bajunya dan berusaha menjangkau sesuatu yang terletak jauh di kolong. Ketika ia tidak berhasil mencapai benda yang ia inginkan, dikeluarkannya meteran lipat dari sakunya untuk dijadikan alat penolong. Ternyata benda yang ia keluarkan itu sebatang jarum. Bukan jarum biasa, melainkan jarum yang halus, mirip yang dipakai oleh ahli serangga untuk menancapkan binatang koleksi mereka yang kecil-kecil. Panjangnya paling-paling 2cm. Ujungnya lancip dan pentulnya kecil.

"Astaga! Apa, sih itu?"

"Ada pengumpul kumbang atau serangga di sini?" tanya Wimsey sambil memeriksa benda itu.

"Saya yakin tidak ada. Coba saya tanyakan."

"Jangan!" cegah Wimsey. La memandang ke lantai yang licin berkilat, yang memantulkan wajahnya.

"Ah, sekarang saya tahu di mana mutiara-mutiara itu," kata Lord Peter Wimsey tiba-tiba. "lapi saya tak tahu siapa yang mengambilnya. Harap jangan Anda katakan kepada siapa-siapa kita menemukan jarum ini. Persilakan saja semua tamu untuk kembali ke kamar masing-masing. Tolong kunci ruangan ini dan simpan kuncinya. Sebelum sarapan nanti kita tangkap malingnya."

 

Jadi centeng
Walaupun Sir Septimus merasa tercengang, ia menurut. Malam itu Lord Peter Wimsey bergadang mengamat-amati pintu ruang tamu. Tak seorang pun datang ke dekat tempat itu. Lord Wimsey membuat catatan: Dalam permainan tebak-tebakan "Binatang, Sayuran, dan Mineral", mereka masing-masing mendapat kesempatan berada sendiri dalam ruangan sebelah. Cuma Joyce Trivett dan Henry Shale yang masuk berdua. Lady Shale, Margharita, dan Wimsey tidak kebagian masuk ke sana.

Siapakah yang kira-kiranya di antara sebelas orang yang paling naksir kalung? Semua, kecuali Sir Septimus. Kedua sekretaris selama ini bisa dipercaya, tapi bukan tak mungkin mereka menginginkan benda berharga itu. Suami-istri Dennison terkenal besar pasak daripada tiang. Betty Shale membawa puyer putin yang misterius. Obat bius? Di kota ia juga bergaul di kalangan orang-orang yang tak terlalu bersih. Henry tampaknya "tak berbahaya", tapi siapa tahu Joyce Trivett mendorongnya? Comphrey diketahui pernah berspekulasi dan Oswald Truegold sering taruhan dalam pacuan-pacuan kuda.

Ketika para pelayan sudah muncul, Wimsey berhenti mencentengi pintu. Ia pergi ke tempat sarapan. Ternyata ia sudah didahului Sir Septimus, istrinya, dan anaknya. Tak lama kemudian tamu-tamu lain muncul. Suasana agak kikuk. Seakan-akan sudah berjanji, tak seorang pun menyebut-nyebut soal kalung.

 

Nanti membawa sial

Sehabis sarapan, Oswald Truegold-lah orang pertama yang berani bertanya, "Malingnya tertangkap, Wimsey?"

"Belum," jawab Wimsey dengan acuh tak acuh.

Sir Septimus yang sudah bersekongkol dengan Wimsey lantas berkata.

"Sungguh menyebalkan. Hmm! Tak ada jalan lain daripada melapor kepada polisi, saya kira."

"Pada hari Natal pula! Hmmm! Merusakkan suasana. Rasanyamuak melihat hiasan ini semua," katanya seraya menunjuk ke kertas-kertas warna dan dedaunan hijau yang menghiasi dinding.

"Angkat sajalah! Hr'rm! Bakar!"

"Ah, jangan. Sayang!" kata Joyce. "Kita 'kan sudah bersusah-susah mengerjakannya."

"Biarkan saja, Paman," kata Henry Shale. "Paman terlalu memikirkan mutiara itu. Pasti nanti ketemu."

"Anda ingin James dipanggil untuk membenahinya?" tanya Norgate, sang sekretaris.

"Tidak usah!" kata Comphrey.

"Kita saja yang membereskannya. Kita perlu menyibukkan diri untuk melupakan kerisauan."

"Baik!" kata Sir Septimus.

"Mulai saja sekarang! Sebal!" Ia merenggut sebuah cabang tanaman holly dari atas perapian dan melemparkannya ke api. Segera juga lidah api menjilat-jilat.

"Bagus buat kayu bakar," kata Richard Dennison. Ia melompat untuk merenggut mistletoe (benalu yang berdaun dan berbunga kekuning-kuningan serta berbuah putih bulat-bulat) dari lampu gantung.

"Eh, nanti membawa sial kalau diturunkan sebelum tahun baru," komentar Nona Tomkins.

"Itu 'kan cuma takhayul. Semua kita turunkan, dari atas tangga dan di ruang tamu juga."

"Tidak. Lord Peter bilang mutiaranya tak ada di situ. Pintu ruang tamu sekarang sudah dibuka. Ya, 'kan Wimsey?"

"Ya. Mutiaranya sudah dibawa pergi dari sini. Saya belum tahu bagaimana. Tapi saya yakin. Saya pertaruhkan reputasi saya deh!" jawab Wimsey.

"Kalau begitu, ayo deh, Lavinia," ajak Comphrey. "Kau juga Dennison. Kita berlomba ke ruang tamu. Saya akan menangani ruangan di sebelahnya."

"Tapi 'kan polisi akan datang," kata Dennison. "Semua harus dibiarkan seperti semula."

"Persetan dengan polisi!" teriak Sir Septimus. "Mereka tak mau daun-daunan."

 

Dua puluh dua jarum pentul

Oswald Truegold dan Margharita sudah menjambreti holly dan daun ivy dari tangga sambil tertawa-tawa. Semua berpencar.

Wimsey diam-diam masuk ke ruang duduk yang sedang diobrak-abrik.

Didapatinya George Comphrey dan Lavinia Prescott sedang tertawa-tawa.

"Bantu, dong!" kata Lavinia kepada Wimsey. Wimsey diam saja. Ia menunggu sampai ruangan bersih lalu menemani mereka ke ruangan bawah. Api perapian sedang menjilat-jilat, karena mendapat umpan. Ia berbisik kepada Sir Septimus. Sir Septimus mendekati George Comphrey dan menyentuh bqhunya. "Lord Peter ingin berbicara denganmu, Nak," katanya. Comphrey terperanjat dan dengan enggan mengikuti Sir Septimus.

"Pak Comphrey," kata Wimsey. "Saya kira ini milik Anda," katanya seraya mengangsurkan telapak tangannya. Di situ ada 22 jarum halus berpentul kecil.

"Untung Anda menyadari kehilangan kalung itu sebelum permainan sembunyi-sembunyian. Kalau kehilangan ketahuan setelah itu, artinya ruangan yang harus kita selidiki lebih banyak lagi. Lagi pula mustahil pintu semua ruangan mesti kita kunci. Si pencuri akan lebih leluasa mengambilnya dari tempat persembunyian," kata Wimsey setelah semuanya beres.

"la pernah hadir pada pesta Natal sebelumnya dan tahu pasti akan ada tebak-tebakan "Binatang, Sayuran, dan Mineral".Jadi ia menyediakan jarum. Ketika Nona Shale mencopot kalung pada saat main 'Dumb Crambo', ia mendapat kesempatan. Ia cuma tinggal menyambar kalung dari meja pada saat mendapat giliran masuk ke ruangan sebelah. Sedikitnya ia mempunyai waktu lima menit untuk sendirian di sana, yaitu pada saat menunggu kita merundingkan kata apa yang harus ditebaknya.

“Ia memutuskan benang dengan pisau sakunya, lalu membakar benang-benang itu di perapian. Mutiara-mutiara ditancapkannya ke benalu dengan jarum. Benalu itu tergantung tinggi di lampu gantung, tetapi ia bisa mencapainya dengan berdiri di meja kaca, yang bisa diseka agar tidak meninggalkan bekas. Ia yakin pasti tidak ada orang yang ingat memeriksa benalu. Mutiara-mutiara itu 'kan mirip buah benalu. Saya tidak teringat untuk memeriksanya kalau saja tidak ada sebatang jarum pentul yang jatuh. Jarum pentul itu membuat saya berpikir: jangan-jangan kalung itu sudah digunting benangnya dan mutiaranya disimpan tidak dalam bentuk untaian lagi. Saya mengambil benalu itu semalam dan menemukan semua mutiara di sana. Kaitan kalung pun ada di situ, di antara daun-daunan. Ini dia!"

"Saya tahu Comphrey-lah orang yang kita cari ketika ia mengusulkan agar kita membereskan sendiri dekorasi Natal dan ia memilih ruangan sebelah. Ia pasti kaget sekali ketika melihat mutiara yang disembunyikannya sudah hilang."
"Anda segera tahu mutiara itu tergantung di benalu ketika Anda menemukan jarum?" tanya Sir Septimus.

"Ya."

"Tapi 'kan waktu itu Anda sama sekali tidak menengadah."

"Oh, saya melihat pantulannya di lantai yang hitam berkilat. Saat itu saya heran, kok buah benalu mirip betul mutiara," jawab Lord Peter Wimsey. (Dorothy L. Sayers)

" ["url"]=> string(67) "https://plus.intisari.grid.id/read/553110581/benalu-berbuah-mutiara" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1643399804000) } } }