array(4) {
  [0]=>
  object(stdClass)#61 (6) {
    ["_index"]=>
    string(7) "article"
    ["_type"]=>
    string(4) "data"
    ["_id"]=>
    string(7) "3635969"
    ["_score"]=>
    NULL
    ["_source"]=>
    object(stdClass)#62 (9) {
      ["thumb_url"]=>
      string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2023/01/05/misteri-potongan-mayat-wanita_im-20230105070052.jpg"
      ["author"]=>
      array(1) {
        [0]=>
        object(stdClass)#63 (7) {
          ["twitter"]=>
          string(0) ""
          ["profile"]=>
          string(0) ""
          ["facebook"]=>
          string(0) ""
          ["name"]=>
          string(13) "Intisari Plus"
          ["photo"]=>
          string(0) ""
          ["id"]=>
          int(9347)
          ["email"]=>
          string(22) "plusintisari@gmail.com"
        }
      }
      ["description"]=>
      string(115) "Penemuan korban pembunuhan mutilasi membuat polisi teringat akan kasus yang sama sebelumnya. Apakah pelakunya sama?"
      ["section"]=>
      object(stdClass)#64 (8) {
        ["parent"]=>
        NULL
        ["name"]=>
        string(8) "Kriminal"
        ["show"]=>
        int(1)
        ["alias"]=>
        string(5) "crime"
        ["description"]=>
        string(0) ""
        ["id"]=>
        int(1369)
        ["keyword"]=>
        string(0) ""
        ["title"]=>
        string(24) "Intisari Plus - Kriminal"
      }
      ["photo_url"]=>
      string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2023/01/05/misteri-potongan-mayat-wanita_im-20230105070052.jpg"
      ["title"]=>
      string(29) "Misteri Potongan Mayat Wanita"
      ["published_date"]=>
      string(19) "2023-01-05 19:01:11"
      ["content"]=>
      string(33664) "

Intisari Plus - Penemuan korban pembunuhan mutilasi membuat polisi teringat akan kasus yang sama sebelumnya. Apakah pelakunya sama?

--------------------

Salem, ibu kota negara bagian Oregon, AS, yang indah dan tenteram. Sebelumnya tak pernah terukir dalam sejarah kejahatan. Itulah sebabnya ketika seorang pemancing di sebuah rawa Salem Tenggara, musim semi 19 April 1975, menemukan mayat terpotong-potong, penduduk kota ini gempar. “Semula saya pikir benda yang terapung di balik alang-alang itu maneken yang sering dipajang di etalase toko. Ternyata tubuh manusia!” cerita pemancing tersebut. la baru menyadari hal itu ketika melihat potongan kerangka sendi kaki mencuat dari dalam air. “Sebagian pakaian dan sebuah handuk putih masih menempel di tubuhnya.”

Tanpa menunggu waktu, ia segera melaporkan temuannya tersebut ke kantor polisi terdekat.

Banyak sudah pengalaman para detektif Oregon menyelidiki berbagai kasus pembunuhan, tapi baru sekali ini mereka menyaksikan mayat secara sadis dipotong-potong. Dari potongan berupa sepasang payudara, kepala, dua buah lengan dan kaki serta batang tubuhnya, dipastikan korban adalah wanita. Potongan-potongan daging yang lain sulit diidentifikasi.

Dr. William Brady, patolog dari Oregon yang mengumpulkan potongan tubuh, kaget bagian kelamin mayat ini hilang sama sekali. Namun bagian kepalanya masih utuh. Matanya tertutup rapat, tampak seperti tidur tenang. Kulitnya berwarna gelap, menunjukkan ia berkebangsaaan Spanyol, India atau suku kulit hitam. Walaupun tercampur lumpur, rambut korban tetap berombak berwarna coklat kehitaman. Pada wajahnya terdapat banyak parutan bekas luka. Bisa jadi korban pernah mengalami pukulan hebat di masa lalu.

Pakaiannya berupa celana panjang warna biru, jas bermotif kotak-kotak biru dan abu-abu, sweater putih, celana dalam, serta BH yang terpotong bagian depannya dan pengikat belakangnya hilang. Ada pula sepatu kulit berwarna hitam bertumit sedang. Selain itu, ditemukan pula sebuah kaos kaki pria berwarna abu-abu muda bergaris merah, yang biasa dikenakan orang bekerja di hutan atau berburu.

Sulitnya mengidentifikasi korban lantaran jari-jarinya sudah terkelupas dan ujung-ujung rusak, sehingga sidik jarinya hilang. Apalagi pada jari tangan tak ada cincin atau aksesori lain yang menempel pada untaian rantai kalung perak yang sudah terputus-putus. Yang lebih mengecewakan lagi, tak ditemukan dompet yang mungkin menyimpan SIM atau KTP yang dapat membantu memberikan kunci siapa sebenarnya wanita malang tersebut.

Potongan-potongan tubuh tersebut kemudian dikirim ke kamar jenazah di Golden Mortuary Salem. Dari hasil otopsi diketahui, wanita tersebut berusia sekitar 30 - 40-an, tingginya 160 cm dan beratnya antara 58 - 66 kg. Dari catatan medisnya terungkap, ia pernah melahirkan dan menderita batu empedu.

Diperkirakan wanita ini meninggal sekitar 24 - 36 jam sebelumnya. Diduga ia tewas karena dicekik dengan tali. Pada mata, pipi, jantung dan paru-paru terdapat perdarahan kecil, ditandai dengan titik-titik berwarna merah, berasal dari pembuluh darah kecil.

Polisi kemudian mengecek daftar orang yang belakangan dilaporkan hilang. Namun ternyata tidak satupun cocok dengan deskripsi korban yang sampai saat itu belum diketahui namanya. Mungkin, wanita dewasa ini meninggal dalam waktu singkat. Jadi belum sempat dilaporkan kehilangannya.

Minggu siang telepon di kantor pusat Marion berdering. Suara dari seberang terdengar tergesa-gesa, “Barangkali ini bisa keliru, tapi setelah membaca surat kabar, saya duga korban tersebut adalah wanita penjahit langganan saya. Wanita yang kulitnya agak gelap ini punya beberapa bekas goresan pada mukanya. Katanya, ia berasal dari Carolina Selatan. Namanya, Betty Wilson. Kebetulan saya punya nomor teleponnya. Anda memerlukan?” Petugas Byrnes mencatat nomor telepon tersebut, dengan kode wilayah Scio, sebuah dusun di daerah Linn. Tak lama kemudian nomor itu dihubungi.

Penerima telepon, yang mengaku sebagai kakak Betty Wilson mengatakan, Betty tidak di rumah. Ketika mengetahui bahwa yang menghubungi adalah dari kepolisian, ia bertanya, “Apakah ini laporan orang hilang di kantor polisi Linn? Sejak Jumat memang Betty tidak pulang.” Akhirnya, sang kakak diminta datang untuk mengindentifikasi korban, memang benarlah bahwa korban adalah Betty Lucille Wilson, asal Fayetteville, Carolina Utara.

Betty, menikah pada usia 16 tahun. Selama 9 tahun pernikahannya ia mempunyai 7 anak. Saat terbunuh, anak tertuanya berusia 18, yang bungsu 9 tahun, semua di bawah pengasuhan rumah penitipan anak di Carolina Selatan.

Sudah lama rumah tangga Betty mengalami kesulitan keuangan walaupun ia berusaha ngobyek dengan menerima jahitan. Keluarganya tinggal dalam sebuah karavan tua di pinggiran daerah pembuangan sampah di Fayetteville. Betty pernah mengaku sering kali dipukuli suaminya, Wilson. Rupanya bekas-bekasnya masih tampak pada wajahnya.

Wanita malang ini sudah lama mendambakan cinta kasih dan rasa aman setelah mengalami penderitaan selama 35 tahun. Ia ingin melarikan diri dari penganiayaan suaminya dengan mencari kehidupan baru di kota lain. Akhirnya lantaran tidak tahan menanggung beban, Januari 1975 ia minggat dari rumah dan menumpang di rumah kakaknya di Scio.

Sang kakak menyambutnya dengan senang hati apalagi rumahnya cukup besar. Betty berjanji akan membiayai dirinya begitu ia memulai pekerjaannya lagi sebagai penjahit. la berharap bisa hidup tenteram agar nanti dapat mengirimkan uang ke anak-anaknya. Di rumah kakaknya, Betty menempati sebuah kamar sederhana. “Betty bisa menyelesaikan sepotong pakaian dalam sehari,” cerita kakaknya sedih. “Dengan kepandaiannya, pakaian dari bahan bernilai beberapa dolar saja, bisa tampak seperti 75 dolar.”

Jumat 18 April 1915. Petang itu, bersama pacarnya, keponakan Betty mengajaknya keluar malam. Mereka akan makan malam dan dansa di restoran Pepper Tree di Salem. Malam itu Betty mengenakan celana panjang biru yang baru selesai dibuatnya. la tampak gembira sekali.

Namun sayang kemenakannya yang baru berusia 20 tahun dilarang masuk Pepper Tree, karena masih di bawah umur. Untuk tidak mengecewakan tantenya, keponakan dan pacarnya menyarankan Betty masuk sendiri agar bisa berdansa sebentar. Mereka berjanji akan menjemput kembali sekitar pukul 23.00.

“Ternyata saat kami jemput, Betty mengatakan ia masih betah dan belum ingin pulang,” cerita kemenakannya. “Ia mengatakan akan bertemu kami di apartemen temannya di Stayton.”

Saat bertemu Betty di bar, terlihat ada seorang pria berdiri di belakang Betty. Diduga mereka baru saja berkenalan. Pria itu berambut hitam dan tingginya sekitar 1,90 m.

Seperti telah dijanjikan, dua anak muda itu langsung menyusul Betty ke apartemen temannya di Stayton. Ternyata Betty tidak ke sana. Akhirnya pukul 03.00 dini hari, mereka putus asa dan pulang.

 

Namanya sulit dieja

Sementara itu polisi Oregon dan beberapa penyelam yang meneruskan pencarian di rawa, menemukan lagi beberapa jaringan tubuh lain. Anehnya, di sekitar itu ditemukan banyak sekali batang lollipop

Letnan Byrnes dan McCoy langsung menuju Pepper Tree. Mungkin beberapa petunjuk lain bisa diperoleh dari situ.

Ketika staf restoran ditanya siapa kira-kira pria yang berdansa dengan Betty, Jumat malam itu, mereka tidak dengan mudah mengingatnya, karena ada 250 pengunjung saat itu. Namun, beberapa orang masih ingat memang ada wanita yang mengenakan celana panjang biru stelan yang lafal berbicaranya aksen daerah Selatan. Mula-mula ia duduk bersama dua wanita lebih muda, kemudian ia pindah ke bagian bar. Pelayan bar mengatakan, “Ia tampak begitu gembira dan minum beberapa gelas bir. la membayarnya dengan uang kecil dan dompetnya ditinggalkan begitu saja di situ.”

Detektif McCoy mencoba berdiri dekat kursi bar tempat korban pernah duduk dan melihat ke arah depan. Siapa saja yang duduk di sana akan langsung bertatap muka dengan orang yang duduk di bar, kira-kira jaraknya 5 kursi dari lengkung bar. “Siapa yang duduk di situ saat itu?” tanya McCoy kepada pelayan bar. “Banyak, tapi ada seorang pria yang sekali-kali datang ke klub ini,” katanya.

Pelayan bar ini tidak tahu nama pria tersebut, tapi usianya setengah baya dan datang 3-4 kali seminggu. la masih ingat, seorang wanita terburu-buru mengambil dompet dan baju hangatnya dari tempat duduknya, kemudian bergabung dengan pria itu. “Saya tidak ingat kapan mereka keluar dari klub ini,” katanya.

Jim Byrnes bertanya-tanya, mungkin suami Betty yang suka memukul dan membencinya, mengikutinya sampai jarak 3.000 mil dari tempat tinggalnya untuk mengakhiri hidup istrinya? Kepala detektif Mayor Kiser dari Fayetteville, Carolina Utara segera dihubungi. Ternyata tanggal 17 dan 18 April, Wilson bekerja penuh. Bahkan Sabtu, 19 April pun Wilson tidak ke mana-mana. Jadi pasti pembunuh Betty bukan sang suami.

Walaupun siang-malam para detektif tak hentinya melakukan penyelidikan, pembunuhan sadis tersebut tetap merupakan misteri. Dalam suatu wawancara dengan seorang petani yang tinggal di dekat rawa, diperoleh keterangan bahwa ada mobil pick-up putih yang parkir sebentar dekat rawa, tapi ia tidak mengamati nomornya. Jejak ban mobil dan sepatu pada lumpur dekat rawa ternyata tidak bisa memberikan bukti apa pun karena tanahnya bercampur kerikil.

Minggu 20 April, para detektif menemui sejumlah karyawan kantor penimbunan sampah kalau-kalau mereka pernah melihat kendaraan yang mengangkut jenazah Betty Wilson. Rupanya di sini ditemukan kunci untuk mengungkap siapa pelaku pembunuhan keji ini. Mereka mengatakan, setiap kendaraan yang datang ke situ harus berhenti, membayar dan menyebutkan namanya. “Kami memberikan bon kepada setiap kendaraan,” kata seorang pegawai. “Para pelanggan yang tidak datang teratur mendapatkan bon asli, tapi kami menyimpan tembusannya.”

Detektif menanyakan lebih detail soal kendaraan yang datang pagi hari tanggal 19 April. Tiga kendaraan masuk sebelum pukul 07.45 pada saat shift para karyawan. Dua orang yang mengendarai truk memang pelanggan tetap yang secara rutin menimbun barang rongsokan besar. “Orang ketiga, mengendarai mobil pick-up merek Ford tahun ‘69. Ia seorang asing,” jelas seorang karyawan. “Ketika saya menanyakan namanya, ia menyahut, ‘Anda tidak akan bisa mengeja nama saya. Ini nama saya, Marzuette.’”

Ketika dicek di buku telepon, nama tersebut tidak ada. Namun Byrnes tiba-tiba teringat nama seseorang yang mirip. Ia masih terkenang sewaktu masih calon prajurit patroli di Beaverton, Oregon, sekitar 14 tahun lalu, ia ikut mengejar seorang pembunuh kejam bernama Richard Laurence Marquette.

Sejak semula dalam penyelidikan kasus Betty sebenarnya Byrnes sudah teringat pelaku kejam ini, tapi masih terlalu awal disebutkan. Kini Byrnes mencoba mengenang kembali peristiwa 14 tahun yang lalu itu.

 

Kisah anjing yang menggondol kaki orang 

Kisah kejahatan Marquette yang masih terekam dalam benak Byrnes terjadi pada tanggal 8 Juni 1961. Hari itu seorang ibu rumah tangga di Portland, Oregon, menemukan seekor anjing membawa pulang sebuah tas kertas. Mungkin anjing ini baru saja mengorek sampah. Yang amat mengagetkan, dari dalam tas tersebut tersembul sepotong kaki wanita berukuran kecil, kukunya bercat merah.

Kaki manusia itu belum mengalami kebusukan. Saat potongan mayat diperiksa, sang anjing berlari kencang dan kembali membawa bungkusan lain. Kali ini potongan tangan manusia.

Polisi patroli segera dipanggil untuk memeriksa daerah sekitar mayat ditemukan. Ditemukan lagi sebuah tangan dan tulang paha. Tidak satupun bagian tubuh yang dikubur, semuanya masih segar dan penuh darah setengah kering. Menurut perkiraan, wanita ini meninggal 48 jam sebelumnya. Masih ada bagian tubuh lain yang bisa untuk bahan identifikasi.

Sementara itu polisi memeriksa semua bak sampah, tanah kosong, maupun rumah kosong, siapa tahu masih ada bungkusan lain. Ternyata hanya ibu jari dan 3 jari tangan bisa diambil sidik jarinya, yang lain sudah rusak.

Karena tahun itu belum bisa dilakukan pencocokan sidik jari dengan komputer, FBI hanya menyimpan file sidik jari dari para penjahat ulung. Tanpa adanya satu set sidik jari, detektif Portland mengalami kesulitan mengidentifikasi dengan cepat. 

Para detektif tetap tidak berhasil menemukan sisa-sisa tubuh korban sekalipun telah dicoba lagi dengan bantuan anjing pelacak. Patolog menduga wanita ini masih muda, mungkin berambut coklat, kulitnya halus dan ukuran sepatu nomor 7.

Laporan tentang orang hilang di Portland dan sekitarnya mengatakan, 4 wanita muda tidak muncul selama minggu terakhir. Konsentrasi penyelidikan terutama pada wanita yang hilang sekitar 48 jam sebelum 8 Juni pagi. Melihat bagian tubuh tadi, tampaknya potongan tubuh tidak dimasukkan ke pendingin sebelumnya. Jadi, pasti pembunuhan tidak dilakukan sebelum Senin, 5 Juni!

Wanita pertama yang dilaporkan hilang adalah June Freese, seorang gadis yatim piatu berusia 16 tahun, tinggal bersama bibinya. Namun melihat sepatunya, ukurannya lebih kecil dari sang korban.

Orang hilang kedua, Joan Caudle, asal Portland, 24 tahun. Menurut suaminya, ia pamit belanja, Senin sore 5 Juni. Suaminya tinggal di rumah menjaga kedua anaknya yang masih kecil.

“Joan membawa uang sekitar 100 dolar AS,” kata suaminya. Lelaki ini memang belum melaporkan hilangnya sang istri, karena pikimya ia masih ada urusan lain. “Ibu Joan sakit keras dan membuatnya sedih,” tambah suaminya. Ia mulai curiga saat menelepon sahabat dan sanak saudaranya, tidak satupun tahu di mana Joan. Joan pun tidak menelepon rumah sakit untuk menanyakan ibunya.

Nomor sepatu Joan Caudle ternyata nomor 7. Walaupun 40% wanita di Portland mengenakan sepatu dengan ukuran sama, tapi paling tidak ditemukan satu kemungkinan yang benar.

Wanita ketiga dan keempat yang hilang rupanya tidak dicurigai sebagai korban pembunuhan.

Usaha pencarian bagian tubuh yang lain telah disebarkan, tapi tidak juga ditemukan. Detektif Portland berpendapat bungkusan kaki dan tangan itu dilempar begitu saja dari mobil ke tong sampah. Sejauh ini polisi mau tidak mau hanya mengidentifikasi berdasarkan bagian tubuh yang ada.

Penyelidikan untuk mengungkap siapa pelaku pembunuhan itu menemui kesulitan lantaran tidak lagi ditemukan darah pada potongan tubuh korban.

Para penyelidik kemudian mengumpulkan barang-barang pribadi seperti sikat rambut, botol minyak wangi, dan tempat bedak, milik para wanita yang dilaporkan hilang. Juga diambil sidik jari dari meja dan kusen pintu dari rumah masing-masing. Repotnya, semua wanita yang hilang itu belum pernah diambil sidik jarinya. Kemudian sidik jari tadi dicocokkan dengan sidik jari yang diperoleh dari potongan jari. Akhirnya, lewat proses penyelidikan yang sangat teliti, jawabannya, korban adalah Joan Caudle.

Dengan sedih sang suami menambahkan, “Saya sudah menduga pasti sesuatu terjadi pada diri Joan. Soalnya, waktu ibunya meninggal, ia tidak muncul pada hari pemakamannya.”

Karena orang pertama yang dicurigai sang suami, ia diminta bercerita, “Saat toko-toko buka Senin malam, Joan mengatakan ingin membeli hadiah. Ia menelepon saya sekitar pukul 21.00, akan pulang agak terlambat, naik bus atau taksi.”

“Mungkin istri Anda mampir di bar untuk minum?” 

“Mungkin juga, tapi itu bukan kebiasaan dia.” 

“Apakah pikir Anda, istri Anda menyeleweng?”

“Sama sekali tidak,” kata Caudle. “Ia selalu di rumah bersama anak-anak dan saya pulang setiap malam. la bukan wanita tipe itu.”

Lantas apa saja yang dilakukan Joan antara pukul 21.00 Senin malam itu sampai Kamis pagi waktu potongan tubuh ditemukan? Foto korban segera dimuat di surat kabar Portland, siapa tahu ada orang yang pernah melihatnya.

Benarlah. Sehari kemudian ada seorang wanita muda ingin menyampaikan berita tentang Joan Caudle. “Saya pernah melihat wanita cantik dalam foto itu di sebuah bar di Portland Tenggara. Saat itu saya sedang minum bersama Dick. Pria yang biasanya pakaiannya lusuh malam itu tampak lebih rapi. Rupanya Dick langsung terarik pada wanita cantik itu dan tak lama kemudian menghilang bersama dia,” cerita wanita tersebut.

“Anda yakin dia addlah Joan Caudle?” tanya polisi. 

“Saya yakin karena saya mengamatinya benar-benar. la cantik dan lebih muda dari saya.”

Menurut penuturan wanita tersebut, Dick datang teratur ke bar itu. Usianya sekitar 25 tahun, tingginya kira-kira 1,90 m beratnya.sekitar 85 kg. Rambutnya keriting berwarna coklat muda, matanya biru dan tampangnya lumayan.

“Oh, ya. Dia sering menyebut saya ‘dear’. Katanya saya mempunyai mata seperti deer atau rusa.” Mendengar kata ‘deer’, para detektif langsung ingat pembunuh ini menyembelih dan menguliti tubuh korban seperti seorang pemburu menguliti rusa.

“Saya ingat, pria itu masih muda tapi gigi atas dan bawahnya palsu. Kalau bicara sering terdengar suara gemeletuk, “tambahnya.

Akhirnya polisi mengetahui nama lengkap pria itu Dick Marquette, bekerja di sebuah perusahaan pengangkatan mobil rongsokan. Polisi semakin yakin ketika ada beberapa pengunjung bar juga mengatakan wanita yang hiking itu berada di bar Senin malam bersama Dick.

Di perusahaan rongsokan mobil, seorang pekerja mengatakan Richard L. Marquette memang bekerja di situ tapi sejak Kamis, 8 Juni tidak muncul. “Sisa upahnya belum diambil,” katanya.

Menurut daftar karyawan, alamat rumahnya di sekitar tempat ditemukannya potongan tubuh. Di situ para penyelidik Portland menemukan sebuah rumah dengan dua kamar dikelilingi halaman penuh dengan tumbuhan tidak terawat. Bangunan ini hanya mempunyai satu pintu dan satu jendela, keduanya tertutup.

Polisi langsung bisa masuk karena pintu tidak terkunci. Begitu pintu dibuka, tercium bau busuk, khas bau mayat yang sudah menginap beberapa hari. Ditemukan pula sweater hitam, yang diidentifikasi sebagai pakaian yang dikenakan Joan Caudle saat ia menghilang. Di sebelahnya, ditemukan pakaian dalam wanita dengan sedikit percikan darah. Ada pula sebuah lemari es tua sarat dengan bungkusan-bungkusan besar terbungkus koran. Sungguh mengerikan, ternyata potongan-potongan daging manusia! Kepalanya tidak ada!

Surat perintah segera dikeluarkan untuk menangkap Richard Marquette. Para tetangganya heran, mana mungkin jejaka agak pendiam dan pemalu serta selalu memberi salam hangat kepada tetangga melakukan perbuatan sadis?

Mulai 19 Juni 1961, dibantu FBI pengejaran terhadap Marquette mulai dilaksanakan. Gambar si pembunuh juga disebarluaskan.

Tanpa susah payah, hari berikutnya FBI berhasil menangkap terdakwa di sebuah toko barang bekas. Semula ia menyangkal sebagai pembunuh tapi kemudian ia menyatakan, “Dalam keadaan mabuk, malam itu saya tak sengaja bertemu dengan eks teman sekolah. Saya tidak tahu nama barunya. Lalu ada orang yang menjemputnya. Entah siapa.”

Kemudian ia mengaku Joan dibawa ke rumahnya, “Saat hendak melakukan hubungan seks, tiba-tiba Joan berontak. Dengan sekuat tenaga saya berusaha mencekiknya. Bangun pagi hari, ia sudah meninggal. Saya panik,” ceritanya. Karena ia tidak mempunyai mobil untuk membuangnya, ia memotong-motong tubuh tak bernyawa itu. Menurut pengakuannya, kepalanya dibuang ke Sungai Willamette dekat jembatan Rose Island. Ternyata benar, kepalanya ada di sana.

Pengadilan terhadap Richard Marquette dilaksanakan 28 November 1961. Setelah kesaksian selama 2 minggu, mungkin dengan alasan masih muda dan baru pertama kali melakukan kejahatan, juri memutuskan hukuman seumur hidup. Beruntung pria muda cukup tampan dan pemalu ini mendapat keringanan hukuman walaupun melakukan pembunuhan tingkat pertama sewaktu berusaha memerkosa seseorang. Penduduk Oregon merasa tenang dan percaya Marquette akan berada di penjara seumur hidup.

 

Pembunuhnya sama

Ternyata Richard Marquette tidak mendekam di penjara seumur hidup. Kejahatannya pun segera dilupakan orang sehingga hanya timbul sedikit reaksi saat ia dibebaskan, 5 Januari 1973, 11 tahun kemudian.

Meneliti kembali kisah pembunuhan sadis oleh Michael Marquette, Jim Byrnes semakin yakin bahwa pembunuh Betty Wilson kemungkinan sama. Apalagi sudah ditemukan nama yang mirip. Pengejaran kini mengarah ke Michael Marquette. Ternyata ia sedang magang sebagai tukang leding pada sebuah perusahaan di Salem dan tinggal di sebuah perkampungan mobil rumah (trailer). Dengan segala upaya, akhirnya polisi berhasil menemukan tempat tinggalnya, tidak jauh dari Pepper Tree. Tanggal 21 April 1975, pada saat Byrnes bersama rekannya mendatangi traiIer-nya, ternyata sudah kosong dan dibersihkan. Ia telah melepaskan mobil Ford pickup-camper buatan 1969 dari rumah mobilnya. Tapi akhirnya mereka dapat menemukan tersangka.

Marquette dulu dan sekarang lain. Pria yang kini sudah berusia 40 tahun, tidak lagi kelihatan tampan, tapi tampak tua dan kurus. Saat rumah mobilnya diperiksa, ia tetap tenang dan santai sambil bersandar pada mobil pick-up-nya dan tangannya dilipat. Rupanya psikopat sadis ini pandai bersandiwara sehingga para detektif ragu apakah pelakunya orang yang sama.

Namun kemudian Byrnes menemukan titik-titik darah kering pada daun pintu dan sebuah keran air panas. Sebuah celana pendek dengan noda berwarna merah jambu tergantung pada tangkai shower, juga noda yang sama pada celana jeans.

Di tangga luar, Byrnes menemukan kuku jari yang sudah sobek. “Identifikasi melalui kuku jari bisa lebih baik daripada sidik jari,” komentarnya. Rupanya, sebelum para detektif datang, Marquette telah membersihkan semua kuku yang masih tertinggal. Selanjutnya, detektif membersihkan pekarangan sekitar trailer dengan vacuum cleaner, kemudian meraup semua kotoran kedalam kantung plastik untuk diteliti lebih lanjut.

Seorang detektif tiba-tiba melihat sesuatu berkilap di atas rumput. Ternyata potongan rantai kalung perak! “Ini cocok dengan potongan rantai kalung yang menempel pada janazah korban,” katanya. Juga ditemukan pengikat BH yang terlepas. Dengan ditemukan barang-barang kecil itu sudah hampir bisa dibuktikan siapa pembunuhnya. Walaupun Marquette tetap tenang, ia sebenarnya mulai cemas. Tiba-tiba omongannya agak kacau, “Wah, seandainya saja saya dapat kembali ke masa lalu saya.” Padahal Byrnes tahu benar selama 14 tahun ia mendekam dalam penjara. Mungkin ini sekadar siasat agar detektif tidak mencurigainya. Pertanyaan detektif segera diajukan.

“Apakah Anda pergi ke pangkalan barang rongsokan Sabtu pagi?” 

“Benar, saya ke sana membuang sampah,” jawabnya.

“Apa tanggung jawab Anda terhadap bercak darah yang kami temukan dalam trailer Anda?”

“Saya kira itu bukan darah,” jawabnya tenang.

Ketika ia ditanya apa kegiatannya Jumat petang, ia mengatakan, pergi ke Pepper Tree sebentar untuk minum bir, kemudian kembali ke rumah mobilnya dan tertidur di kursi. Pukul 06.00 paginya, ia membawa sampah ke pusat pembuangan sampah.

“Anda membunuh Betty Wilson?” 

“Tidak!” kilahnya.

Tetapi akhirnya Marquette ditahan atas tuduhan melakukan pembunuhan tingkat pertama. Saat ia harus menggganti pakaiannya dengan pakaian penjara, tampak banyak luka-luka kecil yang hampir kering pada tubuhnya. Namun darah pada luka-luka kecil itu tidak bisa dibuktikan sama dengan darah yang tertinggal pada trailer. Soalnya, kedua golongan darah Marquette dan Betty sama, yakni O-negatif. Kira-kira jarak waktu antara saat jenazah Betty ditemukan sampai penangkapan Marquette, hanya 55 jam 15 menit. Para tetangga terheran-heran saat mendengar Marquette ditahan atas tuduhan sebagai pembunuh. Soalnya ia dipandang sebagai pria yang sempurna: baik dan suka menolong sesama. Ia juga sangat menyayangi binatang piaraannya yakni beberapa ekor kucing.

Detektif juga menemukan peralatan kerja dari kulit berkualitas mahal antara lain sarung pistol besar.

 

Masa kecil tidak bahagia

Masa kecil Marquette memang kurang bahagia. la berasal dari keluarga berantakan, mengalami hidup dengan beberapa ayah yang berlainan dan tidak satu pun menyayanginya. Sebaliknya ketergantungan dirinya pada ibunya berlebihan. Pada usia remaja, Richard Marquette sudah mengikuti wajib militer di Korea. la masuk sebagai polisi militer. Namun berhenti secara terhormat tahun 1953. Hubungannya dengan wanita saat itu boleh dikatakan normal. la pernah berhubungan erat lewat surat dengan seorang wanita tetapi saat ia kembali ke AS, wanita ini telah menikah dengan orang lain. Namun, wanita ini pernah berselingkuh dengan Marquette. Wanita ini pernah mengadukan, mantan pacarnya ingin memerkosanya walaupun kemudian tuduhan dihapuskan setelah Marquette berhasil meyakinkan ia diundang ke kamarnya.

Sejak itu pola penganiayaan terhadap wanita mulai muncul. Marquette selalu berkilah yang mula-mula merayu adalah sang korban. Katanya, ia tidak tahan melihat setiap wanita yang berusaha melawannya. Demikian pula yang dilakukan terhadap Joan Caudle mapun Betty Wilson. Malah kabarnya, Marquette pernah berkencan dengan seorang wanita sampai pada taraf rencana akan menikah dengannya sebelum membunuh Betty. Tapi gagal lagi. Awal Mei 1975, Marquette bersedia memberikan kesaksian atas pembunuhan Betty Wilson dan bersedia direkam dan disiarkan di televisi saat diwawancara detektif.

la mengaku bertemu Betty di Pepper Tree dan mengundang wanita yang tampak kesepian ini datang ke rumah mobilnya. Katanya, Betty bersedia melakukan hubungan intim di ruang keluarganya. la memang telah membuka sebagian pakaiannya, tapi saat diminta melepaskan BH-nya, Betty malah berusaha mengenakan semua pakaiannya kembali. Di sinilah ia berusaha melawannya.

“Ternyata tangannya yang kuat tidak sanggup melawan cekikan saya,” tambahnya. Rupanya, perlakuan sadis ini lebih memuaskan dirinya ketimbang sekadar hubungan intim saja.

Agar darah cepat bersih, Marquette memotong anggota tubuh korban secara vertikal. la bukan pemburu, tapi kebetulan ia pandai memotong kaki dan tangan persis pada sendinya.

Sabtu pagi, sambil membawa tubuh Betty Wilson yang dibungkus handuk dan sarung bantal, ia terlebih dulu menuju pusat pembuangan sampah untuk menimbun dompet korban. Lalu ia membuang potongan tubuhnya di rawa dengan pemikiran pasti akan tenggelam.

Ia mengaku pula pernah melakukan pembunuhan lain, dengan cara yang hampir sama, tidak lama setelah keluar penjara. Ia tidak tahu namanya, tapi wanita ini kena bujuk rayunya saat diajak minum di sebuah bar di Salem. Benar apa yang dikatakan. Polisi akhirnya juga menemukan mayat lain berupa kerangka wanita, tanpa pakaian, tanpa perhiasan, dan tanpa kepala! Jaringan halus ataupun sidik jarinya telah rusak. Identifikasi satu-satunya hanya berdasarkan gigi. Jawab penyelidikan, wanita ini bernama Jane Doe.

30 Mei 1975, Michael Marquette sekali lagi diganjar hukuman seumur hidup. Yang terakhir ini benar-benar sampai ajalnya datang! (Ann Miller)

Baca Juga: Ancaman Itu Jadi Kenyataan

 

" ["url"]=> string(74) "https://plus.intisari.grid.id/read/553635969/misteri-potongan-mayat-wanita" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1672945271000) } } [1]=> object(stdClass)#65 (6) { ["_index"]=> string(7) "article" ["_type"]=> string(4) "data" ["_id"]=> string(7) "3635616" ["_score"]=> NULL ["_source"]=> object(stdClass)#66 (9) { ["thumb_url"]=> string(112) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2023/01/05/tragedi-buah-apel-ok_pixabayjpg-20230105042202.jpg" ["author"]=> array(1) { [0]=> object(stdClass)#67 (7) { ["twitter"]=> string(0) "" ["profile"]=> string(0) "" ["facebook"]=> string(0) "" ["name"]=> string(13) "Intisari Plus" ["photo"]=> string(0) "" ["id"]=> int(9347) ["email"]=> string(22) "plusintisari@gmail.com" } } ["description"]=> string(107) "Sepotong kaki manusia ditemukan di taman. Penyelidikan pun menuntun polisi kepada kasus mutilasi yang aneh." ["section"]=> object(stdClass)#68 (8) { ["parent"]=> NULL ["name"]=> string(8) "Kriminal" ["show"]=> int(1) ["alias"]=> string(5) "crime" ["description"]=> string(0) "" ["id"]=> int(1369) ["keyword"]=> string(0) "" ["title"]=> string(24) "Intisari Plus - Kriminal" } ["photo_url"]=> string(112) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2023/01/05/tragedi-buah-apel-ok_pixabayjpg-20230105042202.jpg" ["title"]=> string(17) "Tragedi Buah Apel" ["published_date"]=> string(19) "2023-01-05 16:22:13" ["content"]=> string(24546) "

Intisari Plus - Sepotong kaki manusia ditemukan di taman. Penyelidikan pun menuntun polisi kepada kasus mutilasi yang aneh.

--------------------

Pada Senin pagi, 27 Februari 1984, Karl Mandel, yang bekerja sebagai tukang kebun, menemukan kaki manusia di antara pohon rhododendron. Meskipun kelihatan kotor, kaki yang dimasukkan ke dalam kantung plastik itu tampaknya masih dalam keadaan baik. Di taman rhododendron itu terdapat berbagai macam bekas wadah lain. Mandel langsung meninggalkan peralatannya dan segera mencari telepon terdekat untuk melapor kepada polisi, yang segera tiba dalam waktu singkat dengan mobil patroli.

Mönchengladbach di Jerman Barat merupakan kota dengan penduduk hampir 300.000 jiwa. Lokasinya di sebelah barat distrik Ruhr yang padat dan memiliki angka kriminalitas yang relatif tinggi.

Polisi patroli yang datang adalah mereka yang berpengalaman dengan temuan seperti itu. Menurut mereka, apa yang ditemukan Mandel memang kaki manusia. Polisi itu menghubungi kantor pusat kepolisian dan menyatakan bahwa ini merupakan suatu pembunuhan.

Meskipun tidak mempunyai bukti apa pun, para polisi itu segera menentukan bahwa pembunuhan itu tidak dilakukan di dalam atau di dekat taman rhododendron di Bunter Garden, taman terbesar di kota itu.

Bunter Garten berarti taman yang berwarna-warni dan dalam waktu setahun taman ini sudah membentang ke arah utara dari pusat kota itu dan menjadi berwarna-warni. Bagaimanapun, pada waktu itu warnanya tampak tidak menarik dan hampir kering.

 

Korbannya laki-laki

Dr. Joachim Krause bisa menjelaskan mengapa tempat itu dipilih sebagai tempat pembuangan tubuh manusia. 

“Bagian-bagian tubuh itu belum lama berada di sini,” kata dokter ahli yang tergabung dalam kelompok penyelidik pembunuhan itu. “Paling lama sekitar 6 - 7 jam lalu,” sambungnya.

“Mungkin beberapa saat menjelang malam,” kata Inspektur Max List. “Bagaimana Anda bisa mengetahui hal itu?”

“Karena beku,” kata si dokter. “Potongan-potongan terbesar masih belum cair.”

“Tetapi apakah Anda akan mengatakan bahwa korban juga dibunuh?” tanya Sersan Detektif Peter Brugge, sambil mengernyitkan dahi.

“Tentu tidak persis demikian,” jawab si dokter. “Kami akan melihat perangkat organ vital laki-laki.”

“Hmmm, ya,” kata Inspektur. “Baiklah. Kumpulkan segala sesuatunya untuk dikirim ke ruang jenazah. Hati-hatilah dengan wadah-wadah itu. Mungkin ada sidik jari di situ.”

Perintah itu langsung diberikan kepada detasemen yang terdiri atas para petugas dan spesialis dari laboratorium polisi dan bagian-bagian lain, yang menunggu dokter itu menyelesaikan pemeriksaan pendahuluan mayat tersebut seperti saat ditemukan.

Dokter bertubuh pendek, berbahu lebar, berambut hitam, brewok, tangan berbulu, dan gesit ini pergi ke ruang jenazah untuk mempersiapkan autopsi. Sementara itu Inspektur dan Sersan mengundurkan diri untuk tidak mencampuri urusan operasi.

“Kita memiliki jari-jari korban,” kata petugas berbaju putih yang mengurus pengumpulan detail sambil menghampiri Inspektur dan Sersan yang sedang berdiri. “Jika sidik jari orang itu ada dalam catatan kita, kita hanya perlu waktu ± 1 jam untuk identifikasi.”

“Baiklah,” kata Inspektur. “Saya akan kembali ke kantor. Kabari saya secepatnya hasil penyelidikan itu,” katanya sambil menghampiri mobilnya dan menuju ke kantor pusat kepolisian.

 

Jigsaw puzzle yang mengerikan

Si Sersan tetap menunggu di situ karena sesuatu yang penting pada suatu kasus dapat ditemukan. Ketika operasi itu hampir selesai, si Sersan kembali ke kantor. Bersama Inspektur, Sersan itu saling bertukar pikiran di bagian penyelidikan kriminal.

“Mereka pikir mereka memiliki seluruh potongan tubuh korban,” katanya sambil menyampirkan jaketnya yang berpenutup kepala di sandaran kursi.

“Sangat tidak umum,” kata Inspektur. “Mungkinkah pembunuhan ini ada hubungannya dengan suatu ritual atau, mungkin, suatu kasus kanibal yang lain.”

Dalam waktu akhir-akhir itu terjadi beberapa kasus kanibalisme di Jerman Barat, meskipun umumnya yang menjadi korban adalah wanita, baik dewasa ataupun anak-anak.

Teori kanibalisme mendapat dukungan ketika laporan autopsi permulaan dikirim lewat siang hari itu. Menurut dr. Krause, yang belum ditemukan adalah lengan, selangkangan, dan pantat. Secara keseluruhan, para petugas telah menemukan 44 potongan. Potongan-potongan itu dikumpulkan pada saat autopsi seperti jigsaw puzzle yang mengerikan dan menunjukkan tubuh seorang laki-laki yang agak kurus berusia di bawah 40 tahun, memiliki tinggi ± 167,5 cm, dan beratnya ± 70 kg.

Di tubuh itu tidak ditemukan tanda-tanda istimewa. Wajahnya tidak bisa dikenali lagi karena kulitnya terbakar. Meskipun demikian, ujung jari tangannya komplet sehingga bisa diperoleh sidik jari yang sempurna, yang kemudian dikirimkan ke bagian penyimpanan data.

Bagian penyimpanan data bisa mengidentifikasi korban secara cepat karena mereka mempunyai data-data dari polisi yang berhubungan dengan data penipuan finansial.

Nama korban Hans Josef Wirtz, berusia 33 tahun, dan bekerja sebagai penata rambut profesional. Alamat terakhirnya yang diketahui adalah suatu blok flat dekat stasiun utama.

Meskipun sudah senja menjelang malam, Sersan Brugge segera pergi bersama-sama sekelompok detektif ke alamat flat yang dikelola oleh Ny. Martina Zimmermann yang berusia 28 tahun. Wanita itu mempunyai 2 orang putra: Brian (11) dan Joe (9). Menurut Ny. Zimmermann, ia sudah bercerai dengan suaminya, Wilhelm Zimmermann.

Ny. Zimmermann mengenal Hans Josef Wirtz, tapi tidak terlalu baik. Korban menyewa sebuah kamar darinya pada suatu waktu, tetapi Hans telah pindah dan Ny. Zimmermann tidak pernah melihatnya lagi lebih dari setahun.

“Bagaimana dengan di kantor pendaftaran penduduk?” tanya Inspektur, ketika ia mendengar laporan Sersan mengenai wawancara itu. “Apakah korban tidak terdaftar?”

Pendaftaran penduduk adalah wajib di Jerman Barat. Seseorang yang pindah alamat tidak boleh lagi terdaftar di alamat lama dan harus terdaftar di alamat baru.

“Sekarang ini tidak ada orang di sana,” kata Sersan. “Saya akan mengeceknya pagi hari.”

Ny. Zimmermann yang cantik dan menarik itu memberi kesan baik pada Sersan. Tapi Sersan merasa terkejut, karena menurut catatan di kantor pendaftaran penduduk, Hans Josef Wirtz masih tinggal di flat itu.

“Kemungkinannya hanya satu: Ny. Zimmermann yang berbohong atau Wirtz pindah tanpa mendaftar kembali,” kata Sersan, “tetapi itu berarti Wirtz tidak jujur.”

“Kita akan memeriksa hal itu dulu dan membebaskan Ny. Zimmermann dari tuduhan,” kata inspektur. “Dari penuturanmu, Ny. Zimmermann tidak kelihatan seperti seorang wanita yang menyewakan pemondokan dan Wirtz punya data meskipun hanya suatu pendaftaran remeh.”

“Aku akan mencarinya di berbagai salon,” kata Sersan. “Jika ia bekerja di suatu tempat di Mönchengladbach, pasti ia ada di salah satu tempat itu. Ia tidak sedang melakukah training apa-apa.”

 

Kolektor binatang berbahaya

Hans Josef Wirtz bekerja di Mönchengladbach dan Sersan segera bisa mengetahui tempat itu. Bagaimana tidak menyenangkannya pun Wirtz tidak terlihat di tempat kerjanya setelah tanggal 29 April malam tahun lalu. Hari Jumat itu ia harus melapor untuk bekerja pada Sabtu pagi, yang merupakan waktu sibuk bagi para penata rambut. 

Ia ternyata tidak melapor dan ketika ditelepon ke flat di mana ia menyewa kamar, diperoleh jawaban bahwa Wirtz tidak lagi tinggal di situ. Wirtz tidak pernah kembali lagi untuk bekerja dan ia memperoleh gaji hampir sebulan penuh yang diletakkan di atas buku-buku pada waktu ia menghilang.

“Tetapi mengapa pemilik tempat itu tidak melaporkan lenyapnya Wirtz?” kata Sersan. “Tampaknya ada sesuatu yang disembunyikan di sini, maupun di sana ....”

“Apakah Ny. Zimmermann yang menjawab telepon itu ketika bos Wirtz menelepon?” kata Inspektur.

“Bukan bosnya yang menelepon,” kata Sersan. “Mereka tidak ingat siapa yang menelepon dan siapa yang menjawab. Yang pasti, hal ini sudah berlangsung setahun yang lalu.”

“Ya, mudah-mudahan demikian,” kata Inspektur, “Baiklah, kini giliran Ny. Zimmermann. Bawa dia masuk untuk ditanyai. Tentu belum ada yang dijadikan tertuduh. Ambil surat perintah untuk menyelidiki flat tersebut. Mungkin kita akan menemukan sesuatu yang menarik.”

Inspektur merasa pusing dengan persoalan ini. Penyelidikan di flat Martina Zimmermann akan menghasilkan sesuatu yang besar dari sekadar sesuatu yang menarik.

“Tidak aneh jika ia berdiri di tengah ruangan dan berkata kepada kami,” kata Sersan. “Tempat ini merupakan kombinasi dari sekumpulan binatang liar dan rumah yang menyeramkan di suatu taman rekreasi.”

Sersan sudah kembali dari flat yang masih diselidiki oleh suatu tim dari laboratorium kepolisian. Meskipun belum selesai, apa yang mereka temukan sudah cukup untuk mengubah Martina Zimmermann dari seorang wanita pemilik pondokan yang dihormati menjadi seorang tertuduh pelaku pembunuhan.

Laporan Sersan cukup mengejutkan sehingga Inspektur segera memerintahkan untuk memindahkan anak-anak Zimmermann ke tempat penampungan yang ada di bawah departemen sosial.

“Aku tidak dapat membiarkan anak-anak itu hidup di lingkungan demikian,” kata sang Inspektur.

Keadaan di dalam flat Zimmermann memang sangat menakutkan, baik bagi anak-anak maupun orang dewasa. Martina Zimmermann memelihara berbagai jenis binatang, tapi semuanya bukan binatang yang umum, seperti berbagai ular, tikus, dan laba-laba raksasa dari daerah tropis. Binatang yang masih bisa disebut umum adalah beberapa ekor hamster, tetapi kemudian binatang itu dibunuh untuk dijadikan makanan bagi ular dan laba-laba, bukan sebagai binatang peliharaan.

Bagaimanapun binatang peliharaan itu juga nasibnya tidak lebih baik daripada hamster. Sebuah Iemari es di dapur berisi berbagai daging ular, laba-laba, tikus, hamster, dan beberapa potong daging manusia yang sudah direbus.

“Pada semua daging ini terdapat bekas gigitan gigi manusia,” kata si petugas yang tergabung dalam kelompok pencari itu. “Aku sudah melihat sesuatu dalam masalah ini, tetapi….”

“Luas biasa,” kata Inspektur. “Aku belum pernah mendengar sebelumnya ada orang yang memakan laba-laba tropis. Aku pikir, masalah ini agak langka. Ada hal lain lagi?”

“Suatu perpustakaan yang lengkap mengenai kekuatan sihir dan ilmu hitam,” sahut si petugas. “la juga merupakan kolektor film video horor dan seks terbesar yang pernah aku lihat. Kita tidak punya waktu untuk melihatnya sekarang, tetapi ada beberapa hal yang sudah aku dengar. Aku sulit percaya bahwa hal ini terjadi di Jerman.”

Meskipun dijadikan tempat untuk mengoleksi buku-buku okultisme, film horor, dan berbagai binatang aneh, flat itu tidak kotor atau berantakan. Kedua anak Zimmermann memiliki kamar sendiri yang teratur, misalnya pakaian tergantung pada tempatnya. Kedua anak itu bersekolah dengan baik. Terlepas dari apa yang menjadi kegemaran Martina Zimmermann, wanita ini merupakan seorang ibu rumah tangga dan ibu yang baik.

Martina Zimmermann juga seorang pembunuh yang baik, seperti diakui sekarang ini, meskipun ia sendiri menyangkalnya. Menurutnya, Hans Josef Wirtz itu tidak mati, tetapi hanya dibantu pindah ke tingkat kehidupan yang lain. Hans pernah menjadi kekasihnya, tetapi mereka tidak bisa hidup bersama, karena hal itu tidak dapat diterima oleh kedua putranya. Karena tidak bisa menerima perpisahan itu, Hans meminta Martina untuk membunuhnya dan Martina memenuhi keinginannya itu. Bagaimanapun prihatinnya, menurut Martina, Hans tidak mati tetapi ada di suatu tempat. Ia berjanji untuk bergabung dengan Hans suatu saat, ketika kedua putranya sudah cukup besar dan bisa mengurus diri mereka sendiri. Martina bermaksud menepati janjinya.

Ketika Martina belum bisa menepati janjinya, polisi sudah merasa tertarik untuk menyelidiki kasus pembunuhan ini. Martina Zimmermann adalah wanita yang menarik, tetapi para polisi merasa ragu bahwa Hans Josef lebih suka mati daripada harus berpisah dengan wanita itu.

Polisi berharap dapat memperoleh informasi dari Ny. Zimmermann sendiri, ketika mereka tidak berhasil mencari orang yang dicurigai atau seseorang yang tahu mengenai detail pembunuhan ini.

 

Dibantu mantan suami

Ternyata mereka keliru. Wilhelm Zimmermann masih mempunyai hubungan baik dengan mantan istrinya. Ia bukan hanya tahu soal pembunuhan itu, tetapi juga memasok gergaji listrik yang digunakan oleh Martina untuk memotong-motong tubuh Hans.

Wilhelm Zimmermann tidak ikut ambil bagian ketika memotong tubuh itu, karena Martina lebih suka melakukannya sendiri. Tapi Wilhelm membantu membawa potongan-potongan mayat itu ke taman, yang dimasukkan ke dalam koper yang diletakkan di rak sepedanya. Wilhelm kemudian menyembunyikan mayat itu di antara tanaman rhododendron.

Wilhelm dijadikan tertuduh yang membantu pembunuhan itu. Akhirnya, ia memperoleh kompensasi karena kerja samanya dalam penyelidikan ini.

Kenyataannya, pernyataan yang lengkap mengenai apa yang diketahuinya mengenai pembunuhan ini, yang dilengkapi dengan detail interes, kegiatan, dan latar belakang istrinya tidak dibutuhkan lagi. Soalnya, Martina yang doyan bicara, sudah mengaku membantu kekasihnya untuk pindah ke dunia yang lebih baik.

Menurut Martina, pembunuhan itu dilakukan secara resmi dan bermartabat.

Pada hari Jumat malam, 29 April 1983, Hans menelan 5 butir tablet tidur dosis tinggi, dan ketika merasa mengantuk, ia masuk ke dalam bathtub. Martina yang telah memakai kimono terbuka memasuki kamar mandi sambil membawa apel dan tali jerat. Martina memberikan apel kepada korban dan menarik tali jerat itu kencang-kencang. 

Setelah meninggalkan mayat itu di dalam bathtub, Martina mengerjakan pekerjaan rumahnya, ketika mantan suaminya pulang. Martina bertanya apakah mantan suaminya memiliki alat untuk memotong tubuh Hans Josef yang akan dimasukkan ke dalam lemari es, karena kalau tidak akan membusuk.

Wilhelm memberi Martina sebuah gergaji listrik berbentuk bulat dan sebuah pisau listrik untuk memahat. Dengan alat-alat ini, Martina berhasil memotong tubuh Hans Josef menjadi potongan-potongan kecil.

Setelah semuanya dilakukan dengan baik, Martina tadinya akan menyimpan kepala Hans Josef sebagai tanda mata. Tapi hal itu tidak dilakukan karena daging tubuh Hans tak layak disimpan.

Para penyelidik tidak menanyai Martina lagi secara persis mengenai bentuk hubungan seksual mereka. Detail-detail yang ada sudah cukup menjijikkan.

Selera seksual Martina Zimmermann tampaknya lebih tidak umum dibandingkan dengan selera seksual kekasihnya yang terakhir. Ia kadang-kadang memperoleh kepuasan seksual dengan melihat ular atau laba-labanya melahap seekor hamster atau tikus. Pada waktu yang lain ia merogoh hati seekor hamster hidup atau tikus dan memakannya.

Segala hal yang dilakukannya itu tidak membuatnya jijik. Justru ia jijik pada tubuhnya sendiri. Menurut dokternya, Martina menderita kelainan yang dikenal sebagai anorexia nervosa dan berat tubuhnya antara 100 dan 200 pon, saat ia makan dengan rakus atau berdiet secara ketat.

Karena tidak bisa mengatasi persoalan ini, Martina menjadi pengguna berat valium, captogan, berbagai obat perangsang lain, obat untuk mengatasi depresi atau halusinasi. 

Namun segala hal yang menimpanya ini konon karena masa kecil yang tidak bahagia.

 

Diajari “esek-esek”sejak lima tahun

Martina dilahirkan dalam suatu keluarga yang tidak konvensional. Oleh kakeknya ia diajari melakukan masturbasi pada usia 5 tahun dan dituntut untuk melakukan striptease oleh ayah tirinya pada usia 11 tahun.

Karena aktivitas seksualnya lebih cepat matang, Martina dimasukkan di tempat penampungan anak-anak yang tak diinginkan. la kembali ke tengah keluarganya pada usia 14 tahun, tapi seketika itu juga ia diperkosa oleh ayah tirinya yang kedua dan dikirim kembali ke tempat penampungan, di mana ia tinggal kurang dari setahun sebelum benar-benar dibebaskan. Pada usia 16 tahun, ia sudah hamil oleh Brian.

Seorang wanita yang memiliki banyak kegiatan, ditambah dengan berbagai binatang peliharaan, film-film horor, dan ilmu hitam, membuat Martina lebih senang melakukan olahraga yang memerlukan tenaga seperti anggar, yoga, dan tenis. Meskipun ada penyeimbangkan antara intelektual dari kegiatan fisiknya, Martina belum merasa puas dengan hidupnya. Dari catatan kedokterannya diketahui Martina pernah empat kali melakukan usaha bunuh diri. Meskipun bersikeras tidak menyesal membunuh Hans Josef, seminggu kemudian setelah pembunuhan itu, Martina berusaha menikam diri sendiri di dada dan lengannya. Hal itu menyebabkan dia luka serius sehingga memerlukan perawatan.

Bagi polisi, pertanyaan terpenting adalah apakah kisah keluarga ini memang benar. Bukti latar belakang itu pasti akan berpengaruh atas keputusan terhadap Martina, yang masih menjadi terdakwa di pengadilan.

Tampaknya hal itu memang benar. Kebanyakan apa yang dikatakan Martina didukung oleh berbagai bukti masa kecilnya yang diperoleh dari departemen sosial. Selain itu pernyataan berbagai saksi, termasuk suaminya sendiri yang berusia 35 tahun, cenderung memberi petunjuk bahwa Martina dengan mudah akan mengatakan hal yang sesungguhnya. Jadi tidak perlu untuk merangkum kisah hidupnya. Hal itu lebih aneh daripada yang diduga.

Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah Martina Zimmermann masih kompeten untuk dijadikan terdakwa. Ia berada di bawah pengawasan dokter jiwa selama hampir 2 tahun. Para dokter menggambarkan bahwa Martina memiliki inteligen dan kemampuan lebih tinggi untuk mengerti sesuatu yang ilegal dan konsekuensi dari tindakannya.

Martina dituduh melakukan pembunuhan pada tanggal 9 Desember 1985 dan selama 9 hari di ruang sidang yang dipadati pengunjung didengar gambarannya mengenai apa yang sebenarnya terjadi. Kasusnya merupakan sesuatu yang tidak umum di Jerman.

Martina tidak menyangkal telah membunuh, tetapi ia meminta belas kasihan pengadilan karena keadaan itu. Hans Josef ingin mati, ulang Martina. Hans tidak bisa hidup tanpa Martina dan begitu pun kebalikannya, tapi hal ini akan memberi contoh yang buruk bagi kedua anaknya. Karena itu Martina menolong Hans untuk berangkat ke kehidupan yang lebih menyenangkan, yang dipilihnya sendiri. Martina tidak menyesali tindakannya karena itulah yang diinginkan oleh korban dan ia bermaksud untuk bergabung dengan Hans secepat mungkin setelah tanggung jawab terhadap putranya berakhir. Menghabisi nyawa Hans Josef bukanlah suatu pembunuhan tetapi merupakan suatu ungkapan rasa cinta.

Hal ini bukanlah suatu pembelaan yang orisinal tetapi pengadilan jelas terpengaruh oleh ketulusan Martina. Meskipun tidak mungkin untuk mengonfirmasikan klaim Martina bahwa Hans Josef dibunuh atas permintaannya sendiri dan ia melakukan sesuai dengan harapan korban, tuduhan terhadapnya diubah dari pembunuh menjadi pembantai manusia.

Pada tanggal 18 Desember 1985 ia dinyatakan bersalah dan dipenjarakan selama 8 tahun. Saat itu tidak ada bantahan ataupun naik banding. Menurut pembela, Martina telah menjalani hukuman selama 2 tahun sebelum putusan pengadilan. Ini berarti ia hanya akan menjalani hukuman selama 6 tahun lagi. Karena berkelakuan baik, umumnya orang boleh berharap untuk menjalani hukuman hanya dua pertiga masa hukuman seluruhnya. 

Artinya, Martina hanya akan menjalani hukuman selama 3 tahun. Setelah menjalani perawatan dokter jiwa selama setahun atas permintaan pihak pengadilan, Martina sudah bisa bebas bersyarat. Ia diharapkan kembali ke masyarakat sebagai manusia yang sudah berubah dan lebih baik. (John Dunning)

Baca Juga: SK

 

" ["url"]=> string(62) "https://plus.intisari.grid.id/read/553635616/tragedi-buah-apel" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1672935733000) } } [2]=> object(stdClass)#69 (6) { ["_index"]=> string(7) "article" ["_type"]=> string(4) "data" ["_id"]=> string(7) "3256240" ["_score"]=> NULL ["_source"]=> object(stdClass)#70 (9) { ["thumb_url"]=> string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2022/04/26/02-01-pak-pos-hilang-tak-berbeka-20220426051932.jpg" ["author"]=> array(1) { [0]=> object(stdClass)#71 (7) { ["twitter"]=> string(0) "" ["profile"]=> string(0) "" ["facebook"]=> string(0) "" ["name"]=> string(13) "Intisari Plus" ["photo"]=> string(0) "" ["id"]=> int(9347) ["email"]=> string(22) "plusintisari@gmail.com" } } ["description"]=> string(123) "Seorang pengantar pos dinyatakan hilang, begitu juga saat kepala pos menggantinya dengan pegawai baru, ia pun turut hilang." ["section"]=> object(stdClass)#72 (7) { ["parent"]=> NULL ["name"]=> string(8) "Kriminal" ["description"]=> string(0) "" ["alias"]=> string(5) "crime" ["id"]=> int(1369) ["keyword"]=> string(0) "" ["title"]=> string(24) "Intisari Plus - Kriminal" } ["photo_url"]=> string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2022/04/26/02-01-pak-pos-hilang-tak-berbeka-20220426051932.jpg" ["title"]=> string(27) "Pak Pos Hilang Tak Berbekas" ["published_date"]=> string(19) "2022-04-26 17:20:25" ["content"]=> string(20400) "

Intisari Plus - Seorang pengantar pos dinyatakan hilang, begitu juga saat kepala pos menggantinya dengan pegawai baru, ia pun turut hilang, sebelum akhirnya ditemukan dalam karton besar di tempat sampah berupa potongan-potongan mutilasi.

-----------------------

Hari Jumat, bulan Januari 1974, Roman Rauch yang berumur 54 tahun lenyap seperti ditelan bumi. la karyawan pos di Kota Gras, Austria. Kerjanya mengantar-antarkan uang.

Di Austria memang ada dua macam tukang pos. Ada yang cuma mengantarkan surat, ada pula yang cuma mengantarkan uang: uang pensiun, uang hasil menang lotre, uang kiriman dari saudara, dan macam-macam lagi. Jadi, petugas kantor pos seperti Rauch membawa banyak uang di tasnya. la mendatangi daerah paling miskin sampai yang paling kaya. Roman Rauch sudah lama sekali menjadi pengantar uang. Selama itu ia tidak pernah dirampok.

Ia senang dengan pekerjaannya. "Aku selalu diterima dengan wajah berseri-seri," katanya kepada istri dan teman-temannya. "Semua orang senang kalau pengantar uang datang."

Pukul 11.30 mestinya Rauch sudah kembali ke kantor pos. Ketika ia belum muncul juga lewat tengah hari, atasannya was-was dan melapor kepada polisi. Soalnya, atasannya takut karyawannya itu dirampok atau siapa tahu khilaf dan melarikan diri karena tergoda uang yang dibawanya.

 

Seperti disihir

Inspektur Arnold Kirschner dan asistennya, Sersan Detektif Joachim Bukovsky, sedang makan siang di warung dekat kantor polisi. Begitu seorang bawahannya menyampaikan laporan, kedua orang itu segera bangkit meninggalkan makanannya tanpa membayar. Pemilik restoran sudah biasa mengalami hal seperti itu. la tahu mereka buru-buru. Besok pasti mereka membayar utang mereka.

Kepala kantor pos sudah menunggu. la menyiapkan rute yang harus ditempuh oleh Rauch pagi itu. Orang-orang harus menerima kiriman uang hari itu pun sudah ia teleponi. Cuma ada enam orang yang tidak bisa dihubungi, sebab mereka tidak memiliki pesawat telepon. Keenam-enamnya pensiunan.

"Rauch terakhir diketahui muncul mengantarkan uang ke rumah Johann Fiedler kira-kira pukul 10.00," kata kepala kantor pos. Mestinya ia sudah tiba ke rumah Ny. Catherine Grobius sekitar pukul 10.45. Namun menurut Ny. Grobius yang saya tanyai lewat telepon, Rauch tidak muncul. Di antara rumah Fiedler dan Grobius terdapat rumah enam pensiunan yang tidak memiliki telepon.

"Berapa banyak Rauch membawa uang," tanya Inspektur.

"Setelah meninggalkan Fiedler, uangnya mestinya tersisa senilai 1.642 dolar 12 sen," jawab kepala kantor pos itu. "Entah berapa yang sempat ia antarkan kemudian."

Inspektur meminta bawahannya memanggil enam anak buah dari kantor polisi untuk mengecek tempat terakhir yang dikunjungi Rauch dan tempat pertama agar daerah sekitar dua tempat itu diperiksa dengan cermat.

Sersan detektif yang kurus, berwajah serius, dan berambut pirang itu segera keluar menelepon ke markas besar dan mobil polisi. Sejam kemudian ia melapor kepada Inspektur.

"Daerah itu penuh toko," katanya. "Rauch membayar 102 dolar kepada Simon Landauer di Jl. Buelow kira-kira pukul 10.12. Mestinya ia tiba di rumah Leon Preis kira-kira pukul 10.20 untuk mengantar uang 106 dolar 34 sen, tetapi ia tidak muncul. Jadi, ia hilang di antara dua tempat itu. Kalau ia mengambil jalan terdekat, mestinya ia melewati Jl. Schoenau yang berupa deretan toko. Tidak ada sebuah gang pun untuk melenyapkan diri."

"Mungkinkah Landauer atau Preis agak ... serakah?" tanya Inspektur.

"Serakah sih bisa saja, Pak. Tetapi rasanya mereka tidak bakal mampu meringkus Rauch. Landauer umurnya 84 dan Preis 76 serta hampir buta. Mencapai pintu rumah saja mereka harus bersusah payah."

"Aneh. Bagaimana mungkin seorang pengantar pos berseragam bisa tiba-tiba menghilang di tengah jalan ramai yang dipagari toko seperti Jl. Schoenau? Apakah ada orang yang melihatnya lewat di jalan itu?"

Bawahannya menggelengkan kepala.

"Kita juga tidak bakal memperhatikannya, Pak. Soalnya, seorang tukang pos sudah dianggap sebagai bagian dari jalan, seperti halnya tiang listrik atau tempat sampah. Paling-paling yang menyadari kehadirannya cuma orang yang kenal secara pribadi dengannya."

"Ia sering mengantarkan uang ke jalan itu?"

"Jarang. Tempat bisnis itu biasanya melakukan transaksi lewat bank. Menurut kepala kantor pos, pengantaran uang terakhir oleh petugas pos ke jalan itu terjadi enam bulan yang lalu."

"Kalau begitu cari terus. Mana mungkin tukang pos segemuk itu bisa lenyap begitu saja. Ia mesti berada di sekitar tempat itu, hidup ataupun mati."

Polisi ternyata tidak sanggup menemukan Rauch, walaupun tempat itu seperti disisiri. Setiap rumah didatangi, diperiksa sampai ke para-paranya.

 

Pak Inspektur tercengang

Terpaksalah kepala kantor pos mempekerjakan karyawan baru untuk melayani rute tersebut. Mereka memilih seorang pemuda berumur 20 tahun yang belum lama bekerja di sana. Namanya Gerhart Rosenberg.

Sementara itu Sersan Detektif Bukovsky tetap penasaran.

"Mustahil ia masih ada di sana. Kami memeriksa setiap rumah, bahkan lemari-lemari pun kami buka. Mungkin saja ia kabur membawa sisa uang yang mesti ia antarkan. Lumayan kan uang 1.500 dolar. Pada saat kita susah-susah mencarinya, siapa tahu ia sedang enak-enakan ditemani gadis-gadis cantik Pantai Riviera."

"Mana mungkin dengan uang hanya 1.500 dolar. Di bank tabungan ia memiliki 5.000 dolar dan uang itu tetap utuh. Kalau ia mau berbuat yang bukan-bukan ‘kan uang itu enaknya ia bawa sekalian," jawabnya.

Inspektur Detektif Kirschner yakin Rauch masih tetap berada di sekitar tempat ia menghilang. Ia menduga Rauch sudah tewas, dibunuh orang yang menginginkan uang yang dibawanya.

"Namun, Pak, kita memeriksa tempat itu dengan cermat tiga jam setelah ia mendatangi Landauer. Mana mungkin pembunuhnya keburu menyingkirkan mayatnya begitu cepat? Atau mungkin pembunuhnya sopir truk atau pengantar barang yang membawa pikup tertutup. Si pembunuh mengajaknya menumpang, lalu membunuhnya dan membawa mayatnya ke tempat lain."

"Ini berarti Rauch kenal baik dengannya dan percaya kepadanya. Soalnya, ia 'kan tukang pos yang berpengalaman. Mustahil ia mau diajak menumpang oleh orang asing pada saat membawa uang dinas."

Polisi pun meneliti sanak keluarga Rauch, teman-teman dekatnya, juga rekan-rekan sekerjanya. Rauch meninggalkan seorang istri dan dua anak yang sudah dewasa. Anak-anak itu tidak tinggal bersamanya.

Bulan Januari berlalu, disusul Februari dan kemudian Maret. Polisi masih juga tidak berputus asa. Tahu-tahu tanggal 1 April Gerhart Rosenberg, pemuda yang menggantikan Rauch, lenyap pula! Saat itu ia membawa 7.600 dolar.

Inspektur Detektif Kirschner benar-benar tercengang, sebab cara Rosenberg menghilang sama betul dengan pendahulunya. Ia terakhir mengantarkan uang ke rumah Landauer, tetapi tidak pernah muncul di rumah Preis.

 

Para pensiunan protes

Polisi tahu mereka harus bertindak dengan cepat dan tepat. Pasti ada orang yang merampok dan membunuh pengantar uang. Kalau dua kali pengantar uang hilang tak berbekas, berarti mereka akan mengundang lebih banyak orang melakukan kejahatan serupa. Padahal berapa juta orang yang tergantung hidupnya dari uang antaran si tukang pos di negara itu?

Sersan Detektif Bukovsky diperintahkan oleh atasannya untuk meneliti para pengendara truk dan kendaraan yang memakai bak tertutup dan sebagainya. Diperkirakan pelaku kejahatan adalah orang yang kenal baik pada Rauch maupun Rosenberg.

Ternyata Rauch dan Rosenberg tidak saling mengenal dan lingkungan pergaulan mereka berbeda. Rekan-rekan sekerja yang mengenal kedua orang itu semua sedang bertugas pada saat Rauch maupun Rosenberg lenyap.

"Kalau begitu teori kita tidak benar. Mungkin yang mesti kita selidiki bukan pengendara truk dan sebagainya ataupun orang-orang yang mengenal mereka berdua. Coba kita pusatkan perhatian pada orang-orang yang tinggal di Jl. Schoenau dan sekitarnya."

"Yang kenal pada Rauch dan Rosenberg, ya orang-orang yang biasa menerima kiriman uang lewat kantor pos," kata Bukovsky. "Mereka itu pensiunan dan beberapa pedagang di jalan itu Rauch dan Rosenberg lenyap setelah mengantarkan uang Landauer dan belum sampai ke rumah Preis. Hampir dipastikan ia lewat Jl. Schoenau. Berarti ia juga lewat di depan Jl. Chlodwitz 144. Kami sudah melewati jalan itu ratusan kali, memeriksa setiap bangunan di sana, baik pada hari mereka menghilang maupun sesudahnya. Kenyataannya, bayangan mereka pun tidak kami temukan."

"Siapa pun orang yang menyembunyikan Rauch dan Rosenberg, jelas ia orang yang cermat, sampai kita tidak bisa menemukan jejak keduanya. Betapapun kita harus tetap melakukan penyelidikan. Kantor pos menolak mengantarkan uang ke rute tersebut, tetapi para pensiunan protes. Mereka menolak datang mengambil sendiri ke kantor pos, sebab kata mereka, mencapai pintu rumah saja kadang-kadang mereka harus merangkak, mana bisa mereka pergi jauh-jauh. Akibatnya, kantor pos minta bantuan polisi mendampingi pengantar uang di rute itu. Namun bagaimana kalau si penjahat ganti memilih rute lain? Nanti semua pengantar pos di negara ini harus didampingi polisi."

 

Dipincuk wanita

Akhirnya, Inspektur Detektif memerintahkan bawahannya memeriksa orang-orang yang lewat antara rumah Simon Landauer dan rumah Leon Preis pada hari Rauch dan Rosenberg lenyap, antara pukul 10.00 - 11.00.

"Sudah dilakukan, Pak. Sampai lima kali. Tidak ada bukti-bukti mereka melakukannya."

"Sekarang catat siapa saja penghuni rumah-rumah antara kedua orang itu. Minta orang-orang menyelidiki apakah di antara mereka ada yang membeli barang-barang mahal atau tiba-tiba membayar utang yang mendesak. Catat secara terpisah rumah-rumah yang pada saat itu tidak ada penghuni prianya. Aku yakin Rauch dan Rosenberg dibunuh dan mereka bukan dibunuh di jalan, melainkan di dalam rumah. Siapa tahu ada wanita yang berhasil memancing mereka untuk singgah."

Terpaksa Sersan Detektif mengikuti permintaan atasannya. la biasa bekerja dengan baik, walaupun sebetulnya ia tidak merasa penyelidikan itu ada gunanya.

Ia menyerahkan daftar beberapa wanita yang pada tanggal 4 Januari dan tanggal 1 April itu sendirian saja di rumah.

"Pak, tapi mereka bukan jenis wanita yang bisa memancing pria,” katanya. "Walaupun dua di antaranya pasti mampu mencekik dua orang pengantar pos, tidak seorang pun di antara mereka tiba-tiba tampak lebih longgar keuangannya dibandingkan dengan sebelum Rauch lenyap."

"Kau sudah menyelidiki para pedagang?"

"Ada sembilan toko. Toko penjual bahan pangan Schmitt, toko daging Hold, Kafe Sinar Matahari, toko buku bekas Ziegler, toko penjual alat-alat tulis, koran, dan majalah Beisel, kantor realestat Hahn, toko roti Foerster, toko cita Huber, dan Kafe Huber. Semuanya toko kecil-kecil milik pribadi, kecuali Kafe Sinar Matahari yang merupakan salah satu dari rangkaian kafe di negara itu.

Tahun itu tidak ada yang bisnisnya lebih maju dari biasa. Bahkan Hold, Ziegler, dan Huber mengalami kesulitan uang. Ziegler dan Huber dikejar utang.

"Si Hold bagaimana? Mana mungkin ia kesulitan uang, kalau kita lihat harga daging sedang baik sekarang?"

"Tampaknya ia besar pasak daripada tiang. Ia baru mewarisi toko ayahnya dua tahun yang lalu dan kini tinggal di apartemen bagus di Jl. Schiller dengan pacarnya, Christa Pfeifer (20). Gadis itu suka barang mewah. Utangnya ada juga. Ia masih menunggak pajak dan mempunyai tunggakan di pejagalan."

"Apartemennya dia beli sebelum atau sesudah Rauch dan Rosenberg hilang?" tanya Inspektur.

"Sebelumnya, kira-kira 1,5 tahun yang lalu, tidak lama setelah mendapat warisan."

"Sudah kau selidiki tokonya?"

"Sudah. Tidak ada pintu keluar dari belakang tokonya. Para saksi mata menyatakan ia tidak pernah keluar dari tokonya tanggal 4 Januari dan 1 April pagi. Ia 'kan sendirian di toko. Kalau tokonya ditinggal, mesti ditutup. Kenyataannya hari-hari itu buka sepanjang hari."

"Kau periksa tokonya pada saat Rauch dan Rosenberg lenyap?"

Periksa dong, Pak. Masa tidak. Tokonya kecil saja. Di belakang toko cuma ada ruangan kecil untuk duduk-duduk. Ia tak mempunyai pintu belakang ataupun jendela. Ruang bawah tanah pun tidak ada. Ada roti isi sosis yang ia jual kepada anak-anak sekolah. Rasanya lumayan juga, saya mencobanya satu."

"Kalau ia tidak meninggalkan toko, tidak memiliki tempat untuk menyembunyikan mayat, berarti ia tidak bisa membunuh tukang pos. Kecuali kalau korbannya cepat-cepat ia potong-potong untuk dijual sebagai steak atau daging panggang," kata Inspektur. "Lagi pula untuk apa seorang tukang pos masuk ke toko daging? Masuk ke kafe sih bisa saja."

"Jadi bagaimana sekarang, Pak?"

"Ya, teruskan penyelidikan kita."

 

Kotak karton di tempat sampah

Tiga hari berlalu, Sersan Detektif tidak mendapat hasil apa-apa. Pada hari ketiga, secara tidak sengaja ada orang menemukan sebuah kotak karton besar di tempat sampah yang biasanya dikumpulkan oleh dinas kebersihan. Isinya potongan tubuh manusia! Polisi cepat dipanggil. Menurut ahli forensik, potongan-potongan mayat itu adalah Roman Rauch.

Karena mayat Rauch ditemukan di tempat pembuangan sampah, lantas polisi memeriksa tempat penumpukan sampah yang lain, yaitu di tempat yang dulunya tempat penggalian batu. Di sana ditemukan sebuah kotak karton lain, yang isinya mayat Rosenberg.

Dokter ahli forensik merasa bersyukur karena udara dingin membantu mengawetkan mayat. Keadaannya tidak terlalu busuk. Dari hasil autopsi diketahui kedua tukang pos itu tewas dikapak bagian belakang kepalanya. Diketahui sesaat sebelum meninggal keduanya melahap roti sosis. Inspektur Detektif Kirschner menyeringai.

"Mayat ini bukan dipotong-potong oleh amatir," kata dokter.

"Uh, apakah yang memotong-motong seorang dokter?" tanya Inspektur dengan harap-harap cemas.

"Bukan," jawab dokter itu. Potongannya bukan potongan seorang dokter, tetapi seperti potongan seorang tukang daging.

"Hold!" seru Inspektur dan bawahannya berbarengan.

Mengapa Sersan Detektif Bukovsky tidak berhasil menemukan Rauch maupun Rosenberg, ketika ia memeriksa toko daging Hold tidak lama setelah kedua tukang pos itu lenyap?

"Ah, saya memang kurang teliti!" kata Bukovsky. Ia ingat pada saat ia datang ke tempat si tukang daging, Hold yang berumur 26 tahun itu berdiri di belakang meja tempat melayani pembeli, karena ketika itu ada orang membeli steak dan sebagainya. Daging itu ia ambil dari lemari pendingin di kolong meja tempat ia melayani pembeli. Rupanya mayat korbannya ia tutupi dengan tumpukan daging.

Namun, bagaimana membuktikan bahwa Karl Hold yang membunuh kedua tukang pos itu?

 

Gara-gara tampan

Nasib baik mereka alami ketika seorang karyawati perusahaan realestat yang letaknya di seberang toko Hold mau menyatakan di bawah sumpah bahwa ia melihat Gerhart Rosenberg memasuki toko Hold tanggal 1 April pagi itu, tetapi tidak pernah keluar lagi. Mengapa Gertrud Falschegger ingat? Gadis itu terkesan pada ketampanan Rosenberg dan setiap kali menunggu pemuda itu lewat.

Sersan Detektif Bukovsky mendatangi pula binatu-binatu. Di sebuah binatu ia mendapat keterangan bahwa pada tanggal 5 Januari dan tanggal 2 April, Hold mengirimkan karpet ruang duduknya yang kecil di belakang toko untuk dibersihkan dengan dry-cleaning. Petugas di toko binatu tidak ingat lagi apa yang dibersihkan dari karpet pada tanggal 5 Januari, tetapi mereka ingat bahwa karpet yang dikirimkan kepada mereka tanggal 2 April dinodai oleh darah. Namun, karena Hold itu tukang daging, mereka menganggapnya lumrah saja karpetnya kena noda darah.

Keterangan lain diperoleh dari seorang pelanggan Hold. Tanggal 2 April toko daging Hold tutup sebentar lewat tengah hari. Mungkinkah detik itu ia sibuk memotong-motong tubuh korbannya untuk dimasukkan ke kotak karton? Ia tidak perlu sengaja tutup toko sehari setelah Rauch dibunuh, sebab hari itu hari Minggu dan semua toko tutup.

Akhirnya, mereka menahan Karl Hold. Sesudah diinterogasi beberapa jam, ia mengaku. "Saya perlu uang," katanya.

Ternyata Rauch mempunyai kebiasaan membeli roti sosis setiap hari. Tanggal 4 Januari itu ia disuguhi kopi oleh Hold di kamar duduknya yang kecil di belakang toko. Saat ia sedang makan roti sosis kepalanya dipukul dengan kapak. Rauch tewas seketika. Jenazahnya ditaruh dalam lemari pendingin, ditutupi dengan potongan-potongan daging.

Sayangnya, Rauch tidak membawa banyak uang. Jadi, ia mengulangi perbuatan nekatnya sekali lagi terhadap Rosenberg.

Karl Hold dinyatakan bersalah melakukan dua pembunuhan yang direncanakan lebih dahulu, namun ia luput dari hukuman mati. Tanggal 23 Agustus 1974 ia dijatuhi hukuman seumur hidup. Kalau sudah menjalani dua belas tahun penjara, ia berhak untuk menikmati kehidupan di luar penjara.

(John Dunning)

 

" ["url"]=> string(72) "https://plus.intisari.grid.id/read/553256240/pak-pos-hilang-tak-berbekas" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1650993625000) } } [3]=> object(stdClass)#73 (6) { ["_index"]=> string(7) "article" ["_type"]=> string(4) "data" ["_id"]=> string(7) "3133914" ["_score"]=> NULL ["_source"]=> object(stdClass)#74 (9) { ["thumb_url"]=> string(112) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2022/02/08/ditemukan-2-koper-tak-bertuanjp-20220208070815.jpg" ["author"]=> array(1) { [0]=> object(stdClass)#75 (7) { ["twitter"]=> string(0) "" ["profile"]=> string(0) "" ["facebook"]=> string(0) "" ["name"]=> string(10) "Tom Tullet" ["photo"]=> string(0) "" ["id"]=> int(9391) ["email"]=> string(20) "intiplus-34@mail.com" } } ["description"]=> string(105) "Mayat korban mutilasi yang ditemukan dalam 2 koper terpisah. Pelakunya ternyata orang yang menyayanginya." ["section"]=> object(stdClass)#76 (7) { ["parent"]=> NULL ["name"]=> string(8) "Kriminal" ["description"]=> string(0) "" ["alias"]=> string(5) "crime" ["id"]=> int(1369) ["keyword"]=> string(0) "" ["title"]=> string(24) "Intisari Plus - Kriminal" } ["photo_url"]=> string(112) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2022/02/08/ditemukan-2-koper-tak-bertuanjp-20220208070815.jpg" ["title"]=> string(29) "Ditemukan 2 Koper Tak Bertuan" ["published_date"]=> string(19) "2022-02-08 19:28:20" ["content"]=> string(26474) "

Intisari Plus - Kadang-kadang detektif yang berpengalaman pun masih bisa tercengang pada metode pembunuhan. Bukan cuma pada cara para kriminal mencabut nyawa seseorang, juga bagaimana mereka berupaya menghilangkan identitas korban. 

Inilah yang dialami oleh Inspektur Kepala Roy Yorke dan pembantunya, Sersan George Atterwill, pada tanggal 5 April 1968 pagi-pagi benar. Mereka menemukan sepenggal badan atas seorang wanita. Penggalan tubuh itu terbungkus dalam sebuah koper berwarna hijau yang terkunci.

Koper itu kata Inspektur Kepala Sidney Seymour dari Kepolisian West Millands kepada petugas seksi pembunuhan, diambil di Stasiun Wolverhampton dari kereta api pukul 10.40 yang berangkat dari London. 

Dua orang pengemudi yang sedang bebas tugas melihat koper itu dalam sebuah gerbong kosong, lalu membawanya ke kantor yang mengurus barang-barang yang tertinggal. Koper itu dibuka di situ juga dengan harapan bisa diketahui siapa pemiliknya.

 

Tergeletak di bawah meja

Isinya ternyata mayat seorang wanita Asia yang diperkirakan usianya sekitar 25 - 30 tahun. Kepala, badan bagian bawah, dan tungkainya tidak ada. Tubuh itu berbaju kain wol berwarna merah jambu, pullover biru, pakaian model India biru dengan bordir putih - yang disebut kaniz - blus dalam dari katun dan BH berwarna putih buatan India. 

Ada empat gelang metal rancangan India berwarna putih pada lengan kirinya. Tampaknya koper buatan Inggris yang dipakai menaruh tubuh itu masih baru. Mereknya Spartan dan ukurannya dua kaki kali satu kaki sepuluh inci. Penggalan tubuh bagian atas dan pakaiannya itu terbungkus dalam sebuah kain hijau persegi empat.

Sersan Detektif Leslie Whitehouse dari Wolverhampton memotret potongan tubuh itu tanpa mengubah letaknya. Lalu dikirimkannya pada dr. Richard Marshall, patolog kantor pusat yang tergabung pada Wolverhampton Royal Hospital.

Detektif Yorke mula-mula mendatangi cabang jalan kereta api Bushbury, tempat kereta api dilangsir, dan memeriksa ruangan gerbong yang memuat koper tersebut. Selama seminggu itu para ahli mencari tanda-tanda yang mungkin ditinggalkan orang yang membuang koper. 

Sidik jari diambil dari setiap gerbong, setiap barang, walaupun kelihatannya tak berguna diambil untuk pemeriksaan.

Kereta api listrik ekspres itu meninggalkan Euston pada pukul 10.40, berhenti di Rugby, Coventry, Birmingham, dan pada pukul 00.52 tiba di Wolverhampton. Yorke ingin tahu siapa-siapa saja yang menumpang kereta api ini, di mana saja mulai naik, dan di mana mereka turun. 

Dia mengorganisasikan para detektif dari seksi pembunuhan supaya pergi ke Euston, lalu orang-orang dari kepolisian melacak stasiun-stasiun terdekat di antara dua kota tujuan kereta api tersebut.

Orang yang bertugas mengawasi penumpang bernama Terrance Proudman, tinggal di Wolverhampton. Menurutnya kepada para detektif, sudah banyak penumpang yang masuk ke dalam kereta api yang menuju Euston itu sebelum lampunya dinyalakan pada pukul 10.10. 

Kereta itu terdiri atas enam gerbong kelas dua di bagian depan, lalu sebuah gerbong restorasi, dan diikuti oleh empat gerbong kelas utama serta sebuah gerbong barang yang terletak paling belakang.

Pada kereta itu ada sensus, dan Proudman melaporkan bahwa 160 penumpang naik mulai dari Wuston. Di Conventry kereta mengangkut 129 penumpang dan dari Birmingham ke Wolverhampton hanya 12 orang.

Kondektur Thomas Rea dari Warley Staffordshire melaporkan pada detektif, dialah yang mengecek karcis-karcis di gerbong kelas dua di sebelah gerbong restorasi, di mana koper itu ditemukan. Ada 30 penumpang, tetapi dia tak memperhatikan adanya koper itu.

Kedua pengemudi yang menemukan koper itu mengambil tempat duduk di bagian gerbong yang bersebelahan dengan gerbong restorasi tersebut. Di situ terdapat gang di antara meja. 

Koper tergeletak di bawah meja kedua sebelah kiri, menghadap ke arah depan kereta api. Barang itu mereka serahkan kepada Leslie Stevens dari Wolverhampton, petugas yang mengurus barang-barang yang tertinggal, yang lalu membukanya dan memanggil polisi.

 

Korban wanita Asia

Bagaimana ceritanya sampai koper itu berpindah dari satu tangan ke tangan yang lain, itu sangat penting bagi penyelidikan, sehingga nantinya tidak ada satu pun mata rantai yang terlewatkan.

Mulanya kereta berangkat dari Liverpool menuju Euston dan di sana naik satu tim pembersih yang menyikat kursi dan mengelap semua meja. Tapi mereka tak melihat koper. Jadi, cukup beralasan untuk menyimpulkan bahwa koper itu dimuatkan ke dalam kereta di Stasiun Euston atau salah satu stasiun pemberhentian sebelum Wolverhampton.

Tim Yard yang pergi ke Euston berhasil menemukan satu-satunya orang yang bertugas memeriksa karcis pada malam kejadian di jalur kereta nomor enam, yaitu William Fauz. Menurutnya, lampu untuk penumpang pada waktu itu sudah menyala. 

Dia bisa memperhatikan satu-persatu pe- numpang. Dia ingat melihat seorang laki-laki kulit berwarna membawa sebuah koper. Laki-laki itu memasuki pagar peron sebelum kereta memasuki jalur enam. Tadinya kereta itu berada di jalur tujuh sebelum dilangsirkan.

Laki-laki itu minta izin masuk kereta tapi tak diperbolehkan. Ternyata dia kembali lagi setelah kereta api itu masuk ke jalur pemberangkatan. Koper itu tetap dibawanya dan ia menyusuri sepanjang jalur sampai tak kelihatan lagi. Kira-kira 15 menit sampai setengah jam kemudian dia keluar dari pagar peron. 

Mantelnya masih dipakai, tetapi koper tak ada lagi di tangannya. Faux ingat, laki-laki itu menyodorkan karcis untuk tujuan ke Wolverhampton. Dia melubangi karcis tersebut. Dipikirnya laki-laki itu tidak kembali lagi ke peron, karena kalau kembali ia tentu harus melihat karcis yang telah dilubangi tersebut.

Petugas pemeriksa karcis dan petugas sensus yang bertugas di pintu pagar Wolverhampton bersikeras tidak melihat seorang laki-laki kulit berwarna turun dari kereta yang dimaksud.

Ada dua orang penumpang lagi yang menyatakan kepada Yorke, koper itu dinaikkan ke kereta di Euston. Salah seorang bernama Frank Parkes dari Staffordshire, yang sedang mengadakan perjalanan ke Birmingham. Hari sudah malam waktu dia naik ke kereta dan dia mengambil tempat duduk tepat di meja, di mana koper itu ditemukan. 

Ketika lampu dinyalakan dia memang merasa ada sesuatu di bawah mejanya: sebuah koper. Sama sekali tidak ada yang menjenguk koper itu sepanjang perjalanan, ataupun duduk di kursi sebelahnya. Waktu dia turun dari kereta, koper itu tetap tak ada yang mengambil.

Seorang penumpang lainnya yang melakukan perjalanan bersama istrinya di bagian gerbong yang sama, sama-sama memperhatikan barang itu waktu akan turun. Merekalah orang terakhir yang turun. Rencananya mereka akan melapor, tapi akhirnya memutuskan untuk tak usah mencari perkara.

Sementara itu Inspektur Kepala mengadakan konferensi pers dan minta informasi tentang seorang wanita Asia muda yang menghilang. Mungkin ia meninggalkan rumahnya atau asramanya. Para sopir taksi, kendaraan sewaan, atau bus malam juga diminta laporannya bila menjumpai orang yang naik kereta malam di Euston atau tempat-tempat perhentian lainnya.

 

Biru, kuning, dan hijau berbintik-bintik

Kehebohan kedua menyusul di tengah hari pertama itu. Di bawah jembatan Sungai Roding di Jl. Romford, Ilford, ditemukan sebuah koper lain lagi. Koper kedua. 

Seorang wanita melihatnya tergeletak di genangan air, lalu melaporkannya kepada polisi. Agen polisi yang dipanggil untuk membuka koper itu lalu minta pertolongan lewat radionya setelah melihat kaki manusia di dalamnya.

Sersan Detektif Stephenson mengambil alih tugas dan segera menemukan isi yang lain. Potongan tubuh bagian bawah terbungkus dalam sebuah kain hijau dan hitam. Warna koper itu coklat kemerah-merahan. Inspektur Kepala Emlyn Howells, dari bagian pembunuhan setempat, menangani perkembangan baru ini dan berhubungan erat dengan Yorke di Wolverhampton.

Sersan Detektif Atterwill yang bekerja dengan Yorke di Wolverhampton pergi ke Ilford dan menyaksikan penggalan badan bagian bawah itu. Dia membawanya pada dr. Marshall yang memeriksanya hari itu juga.

Yorke mencari saksi dan beberapa orang kemudian mengaku melihat koper itu lebih awal daripada yang dilaporkan. Yang paling awal melihatnya adalah seorang penjaga lalu lintas. Katanya, dia melihat benda itu pukul 11.15, tanggal 5 April.

Dr. Marshall mengemukakan kepada Yorke bahwa penggalanpenggalan dari dua koper itu berasal dari satu badan yang sama. Penemuannya ini berdasarkan tes susunan kulit, juga organ-organ dalamnya semua saling mencocoki. 

Golongan darah yang ada pada tiga penggalan itu identik. Ahli patologi mengatakan bahwa tubuh itu ada kemungkinan dipotong-potong dengan benda tajam seperti pisau atau benda tajam lainnya. 

Terlepas dari pemenggalan bagian-bagian tubuh, tak nampak tanda-tanda kekejaman. Tetapi terdapat tiga ciri khas pemilik tubuh itu: sebuah tahi lalat di atas dada sebelah kiri, kuku yang mulai panjang di kelingking kanan, dan parut bekas luka pada salah satu kaki di atas pergelangan. 

Goresan luka itu bekas operasi dan sekurang-kurangnya lima bekas jahitan. Menurut dr. Marshall, luka itu bekas irisan ahli bedah untuk memberi infus intravenous atau transfusi. Biasanya hal itu dilakukan kalau nadi di lengan tidak bisa dimanfaatkan setelah perdarahan hebat.

Warna di sekitar kulit bagian tubuh yang terpotong mengherankan Yorke. Di satu sisi berwarna biru dan kuning, sedangkan di sisi lain warnanya hijau berbintik-bintik. Dia mengajukan masalah ini dalam rapat harian. 

Seorang agen polisi muda menyatakan sebuah toko dekat Kantor Polisi Ilford menjual semacam sabit. Warna sabit itu biru di satu sisi pisaunya dan kuning di sisi lain, yang kalau tercampur darah menghasilkan bintik-bintik hijau.

 

Sudah tidak perawan

Isi perut dan organ tubuh lainnya diperiksa di Forensic Science Laboratory di Birmingham. Di dalam perut terdapat Phenobarbitone dalam jumlah yang sama seperti yang dikandung 30,5 grain tablet (1 grain = 0,065 gram). 

Meskipun jumlah darah dalam tubuh tersebut hanya tinggal sedikit, tetapi mengingat reaksi Phenobarbitone itu lambat, dr. Marshall bisa memastikan kematian bukan disebabkan oleh tablet itu.

Wanita itu, menurutnya, sudah mati tak kurang dari 12 jam yang lalu, bahkan bisa lebih dari 25 jam yang lalu. Dia tidak sedang mengandung, tetapi jelas bukan perawan lagi. Wanita ini juga belum pernah melahirkan dan diperkirakan usianya antara 18-30 tahun.

Seorang dokter ahli kandungan, dr. H.J. Fischer, menguatkan pendapat itu. Katanya, si wanita tidak pernah mengandung lebih dari 28 minggu. Tetapi bukan berarti ia tak pernah mengandung. Banyak petunjuk bagus, tetapi Yorke berharap bisa menemukan kepala yang diperkirakan ada dalam koper yang lain lagi. 

Kalau kepala wanita itu ketemu, secara positif bisa ditentukan siapa korban itu. Dia meminjam sebuah helikopter milik RAF untuk terbang melintasi sepanjang jalan rel dari Euston sampai Wolverhampton. Siapa tahu koper yang diharapkan itu dilempar orang lewat jendela di tengah perjalanan. 

Beberapa manusia katak juga dipekerjakan oleh Yorke untuk menyelami Sungai Roding dan sungai-sungai lain serta danau di daerah Ilford dan juga mengarahkan satu tim detektif untuk menampung kereta api jurusan Euston - Wolverhampton dengan pesan mengawasi apa pun yang mungkin berisi kepala manusia. Tim lainnya lagi berjalan kaki melacaki jalan-jalan.

Gambar wajah seorang laki-laki kulit berwarna yang dibuat menurut gambaran saksi mata dipublikasikaan lewat berbagai surat kabar, lengkap dengan foto gelang dan pakaian wanita itu. 

Yorke banyak mendatangi masyarakat Asia dan dari situ ia tahu pakaian korban merupakan rajutan tangan. Poster dengan foto yang sama pun dibuat dalam tiga bahasa utama India, yaitu Urdu, Punjabi, dan Gujareti. Ribuan poster serupa diedarkan di kalangan masyarakat imigran di Inggris.

Dari daerah-daerah Birmingham dan Wolverhampton muncul sembilan orang India yang ingin memeriksa teka-teki baju rajutan yang sempat membingungkan para ahli itu. Menurut mereka, pola rajutan itu merupakan warisan dari ibu untuk putrinya di desa-desa terpencil di Punjab.

Wanita korban itu bercelana panjang dari katun yang menunjukkan bahwa ia menuruti kebiasaan kaum Sikh.

Salah satu koper itu berkualitas murahan, buatan suatu daerah di Delhi dan sama sekali bukan kualitas ekspor. BH yang dipakainya biasanya dikenakan oleh para wanita petani di daerah Punjab, sebelah utara Delhi.

Berdasarkan rambut bagian kelamin yang tampaknya dicukur tiga atau empat bulan sebelumnya dan bekas jahitan di kaki, para detektif mencari wanita India atau Pakistan yang pernah menjalani pemeriksaan ginekologi, di sekitar area imigran.

 

Tak pernah muncul lagi

Ketika penyelidikan sedang berlangsung, para detektif Yard menerima panggilan penting dari kepolisian di Wanstead. Kepala korban telah ditemukan.

Hari Selasa, 8 Mei, lebih dari setengah bulan setelah badan yang pertama ditemukan, seorang laki-laki bernama Howard Perry bersepeda pulang dari kerjanya dan teralang kepadatan lalu lintas waktu akan menyeberang. 

Tiba-tiba dia melihat sebuah ransel tergeletak sejauh 3 m darinya. Ransel itu lebih bagus dari miliknya sendiri, katanya dalam hati. Dia menyeberang dan bermaksud memeriksa isi ransel itu. Sebuah buntalan yang dibungkus kain putih terjatuh ke tanah. 

Waktu diperhatikan dengan lebih saksama, ternyata benda itu kepala manusia. Langsung diteleponnya polisi. Lagi-lagi Sersan Detektif Stephenson yang menanganinya. Langsung ransel beserta isinya dibawa ke Ilford untuk diperiksa oleh dr. Marshall. Kepala itu dibungkus robekan kain handuk dan ditempatkan dalam bungkus Koran Daily Telegraph, 11 Maret 1968.

Dokter menemukan dua retakan besar pada tulang tengkorak. Sebuah pada pelipis kiri dan sebuah lagi pada bagian atas kepala. Kemungkinan keduanya disebabkan oleh pukulan benda tumpul. Mungkin sebuah palu.

Kesabaran dan ketelitian detektif akhirnya membuahkan hasil juga. Seorang wanita dengan usia dan kebangsaan yang diharapkan polisi, pernah masuk Barking Hospital, Upney Lane, di Barking, pada tanggal 20 November 1967. Namanya Sarabjit Kaur. 

Ia tinggal di Uphall Road, Ilford. Dulu yang memeriksanya dr. Joan Ellen Wates, seorang ginekolog. Padanya Sarabjit mengaku melakukan hubungan seksual pada bulan September 1967. Dokter yakin pasiennya sudah pernah melakukannya sebelumnya dan saat itu jelas sedang hamil 20 minggu. Perjanjian untuk pemeriksaan kontinu sebelum persalinan dibuat, tetapi pasien ini sendiri tak pernah muncul-muncul lagi.

 

Ingin menikah tapi tak disetujui

Seluruh badan itu kini sudah ada di tangan Detektif Kepala Yorke dan dikirim ke bagian anatomi Guy's Hospital Medical School. Yang menanganinya, Prof. Roger Warwick, menyimpulkan umur korban berkisar antara 16 -18 tahun. Foto wajah wanita itu dibuat dan ditunjukkan pada dokternya dulu, dr. Watts. Tapi dokter wanita itu tak bisa mengenalinya lagi.

Dr. Watts memiliki catatan dokter sebelumnya yang mengirim Sarabjit padanya, dr. Gabriel Merriman. Dr. Merriman mengenali Sarabjit. la pula yang memberi diagnosis kehamilan Sarabjit. Sarabjit meminta obat untuk mengugurkan kandungannya. Lalu dokter ini kehilangan jejak Sarabjit karena dia harus meninggalkan Ilford.

Tinggi gadis itu kira-kira 150 cm dan bobotnya sekitar 40 kg, sesuai dengan data catatan rumah sakit. Daerah di mana dia tinggal tidak jauh dari tempat badan bagian bawah dan kepalanya ditemukan. Penyelidikan membuktikan bahwa gadis yang sama itu menghilang dari kediamannya sudah berminggu-minggu.

Suatu keterangan dari nyonya pemilik rumah di Uphall Road menjadikan segalanya kongkret. Sarabjit menyewa tempat itu selama beberapa minggu pada bulan November 1967. Induk semangnya tahu ia memeriksakan diri pada seorang dokter di Ilford Lane. 

Gadis itu pernah mengatakan, keluarganya telah kembali ke India, tetapi kemudian dia mengaku minggat karena bersikeras akan kawin dengan seorang pemuda di India. Ayahnya melarang dan memukulnya, bahkan mencoba mencekiknya.

Pemilik rumah itu tidak tahu di mana keluarga Sarabjit tinggal, tetapi gadis itu pulang ke rumahnya dan kembali lagi bersama ayah-ibunya untuk mengepak barang-barang mereka. Pemilik rumah bertemu dengan ayah Sarabjit pada hari Paskah. 

Menurut ayahnya, dia mendatangkan kekasih anaknya lalu menikahkan mereka dan kini tinggal di Southhall. Sebelum ayah-anak itu berpisah, dia mengaku merasa berbahagia karena Sarabjit kini tak tinggal bersamanya lagi. Soalnya, mereka tidak cocok.

Kain hijau pembungkus badan korban dikenali oleh pemilik rumah sebagai milik Sarabjit, demikian pula blus pendek dan gelang.

 

Mengancam sang ayah

Setelah menyelidiki lebih lanjut, diketahui ayah Sarabjit berusia 39 tahun, seorang Sikh dari Punjab dan namanya Suchnam Singh Sandhu. Dia seorang opas mesin yang dahulunya adalah kepala sekolah. Keluarga itu tinggal di Sibley Grove, Bow, lalu ke Fanshawe Avenue, Barking.

Pada tanggal 11 Mei Inspektur Detektif Jim Smith dan Sersan Detektif David Stephenson datang menemui Suchnam Singh. Mula-mula laki-laki ini mengaku hanya mempunyai dua anak perempuan. Setelah didesak barulah mengakui anak perempuannya yang lain adalah Sarabjit.

Sarabjit adalah yang tertua. Dia meninggalkan rumah tanpa sepengetahuannya. Ketika polisi minta foto Sarabjit, pria itu menjawab tidak punya. Detektif menemukan dua buah foto di kamar atas yang wajahnya amat mirip dengan wajah mayat yang ditemukan. Ayah Sarabjit diminta ikut ke Kantor Polisi Ilford.

Di situ Suchnam Singh diminta mengenali mayat. Benarkah itu mayat Sarabjit? Tetapi rupanya ia tak mau diajak bekerja sama. Katanya, Sarabjit meninggalkan rumah pada bulan Februari 1967 dan dia tidak tahu di mana anak itu sekarang. 

Dia menyangkal mengetahui Sarabajit hamil. Dia juga mengaku tidak mengenali pakaian dan koper yang ditemukan. Tetapi dia tak membantah pernah bilang kepada bekas induk semang anaknya bahwa anaknya sudah kawin dan tinggal di Southhall.

Baru pada pemeriksaan keesokan harinya dia mau mengatakan mungkin anaknya sudah mati. Tapi tak lebih dari itu. Hari berikutnya ia minta bertemu dengan Yorke sendirian dan membuat pengakuan sepenuhnya.

Bahasa Inggris Suchnam amat baik. Suaranya begitu tenang, hingga membuat seluruh ceritanya mendirikan bulu kuduk pendengarnya.

Tanggal 4 April dia tak bekerja. Istrinya pergi. Anak-anak lainnya ke sekolah. Sarabjit sudah tinggal di rumah selama beberapa hari. Dia dan anak gadisnya itu meributkan perkawinan yang diinginkan Sarabjit dengan seorang pria beristri yang tinggal di India. 

Sarabjit ingin menyuruh kekasihnya itu membunuh atau menceraikan istrinya agar mereka berdua bisa menikah. Sarabjit berkata kepadanya bahwa ia sudah minum racun dan menulis surat yang menyatakan akan bunuh diri, karena ayahnya tidak menyetujui laki-laki pilihannya.

 

Anak kesayangan

Kemudian pagi itu juga Sarabjit mengatakan akan menulis surat lagi yang menyalahkan ayahnya perihal bunuh dirinya. Ayahnya akan dihukum gantung. Laki-laki itu jadi naik darah dan hilang kesabarannya. Dia memungut palu yang biasanya digunakan untuk memecah arang dan memukul kepala Sarabjit dua kali. Gadis itu pun jaruh ke lantai.

Suchnam segera mengganti baju piyamanya dan berjalan ke Ilford untuk membeli kapak di toko yang letaknya dekat dengan kantor polisi. Tak lebih dari setengah jam setelah memukul anaknya, dia pulang ke rumah, berganti piyama kembali, dan mulai memotong-motong tubuh anaknya. Sarabjit mencoba mencengkeram kapak itu ketika lehernya akan dipotong, sehingga jempol tangannya terluka.

Suchnam membungkus badan yang sudah jadi mayat itu dengan tas plastik besar dan mengeringkan darahnya di kamar mandi. Piyamanya yang berlumuran darah itu serta kapaknya, ditaruh di tempat pembuangan sampah. Palunya dibuang di Barking.

Kemudian dia mengepak anggota badan yang sudah terpisah-pisah itu ke dalam koper dan ransel, kemudian mengangkutnya ke Euston. Di sebuah papan nama dia membaca nama Kota Wolverhampton Dibelinya selembar tiket, diletakkannya koper itu di dalam kereta api, lalu ia pulang ke rumahnya. 

Dia membawa koper yang berikut dengan naik bus ke Ilford. Dia bermaksud melapor kepada polisi. Tapi kemudian niatnya berubah. Kantor polisi cuma dilewatinya dan koper itu dilemparkan dari jembatan ke dalam sungai. Hari berikutnya dia mengangkut ransel yang berisi kepala ke dalam mobilnya dan meninggalkannya di dekat beberapa bus di Wanstead Flats.

Yorke, yang kini sudah pensiun, tak pernah bisa melupakan cerita paling seram yang pernah didengarnya. Suara ayah gadis itu begitu tenang, terus terang, dan hampir tak bisa dipercaya.

Yang menimbulkan iba di hatinya adalah kenyataan bahwa Sarabjit adalah anak kesayangan ayahnya. Ayahnya ingin anaknya ini menjadi dokter. Tetapi Sarabjit begitu membuat keluarganya malu. Gadis itu hamil.

Menurut polisi, Sarabjit sudah diaborsi oleh dokter Asia yang mungkin sudah diatur oleh keluarganya. Ini mengingat luka bekas jahitan pada pahanya.

Pengakuan seseorang tidak atau belum membuat para detektif puas. Mereka mengadakan pengecekan lagi. Mereka mendapatkan nama Suchnam Singh bekerja pada sebuah perusahaan kimia. Dengan demikian dia dapat dengan mudah mendapatkan pil Phenobarbitone

Tas plastik yang dipakainya juga tersedia di tempamya bekerja. Bekas-bekas darah terlihat di pipa saluran berbentuk U pada kamar mandi rumah Suchnam Singh. Sidik jari Sarabjit dapat ditemukan pada kartu absen tempat dia bekerja.

Suchnam diadili di Old Bailey. Dia mengatakan dirinya tidak bersalah. Namun bukti begitu banyak dan hanya dalam tempo 90 menit juri memutuskan dia bersalah. Suchnam Singh dijatuhi hukuman penjara seumur hidup. (Tom Tullet)

" ["url"]=> string(74) "https://plus.intisari.grid.id/read/553133914/ditemukan-2-koper-tak-bertuan" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1644348500000) } } }