array(1) {
  [0]=>
  object(stdClass)#49 (6) {
    ["_index"]=>
    string(7) "article"
    ["_type"]=>
    string(4) "data"
    ["_id"]=>
    string(7) "3350359"
    ["_score"]=>
    NULL
    ["_source"]=>
    object(stdClass)#50 (9) {
      ["thumb_url"]=>
      string(112) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2022/06/29/drakula-haus-cinta_igam-ogamjpg-20220629070704.jpg"
      ["author"]=>
      array(1) {
        [0]=>
        object(stdClass)#51 (7) {
          ["twitter"]=>
          string(0) ""
          ["profile"]=>
          string(0) ""
          ["facebook"]=>
          string(0) ""
          ["name"]=>
          string(13) "Intisari Plus"
          ["photo"]=>
          string(0) ""
          ["id"]=>
          int(9347)
          ["email"]=>
          string(22) "plusintisari@gmail.com"
        }
      }
      ["description"]=>
      string(127) "Mayat-mayat perempuan ditemukan dalam keadaan mengenaskan, tampak ada bekas gigitan di leher atau paha. Apakah ini ulah drakula"
      ["section"]=>
      object(stdClass)#52 (7) {
        ["parent"]=>
        NULL
        ["name"]=>
        string(8) "Kriminal"
        ["description"]=>
        string(0) ""
        ["alias"]=>
        string(5) "crime"
        ["id"]=>
        int(1369)
        ["keyword"]=>
        string(0) ""
        ["title"]=>
        string(24) "Intisari Plus - Kriminal"
      }
      ["photo_url"]=>
      string(112) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2022/06/29/drakula-haus-cinta_igam-ogamjpg-20220629070704.jpg"
      ["title"]=>
      string(18) "Drakula Haus Cinta"
      ["published_date"]=>
      string(19) "2022-06-29 19:07:20"
      ["content"]=>
      string(40303) "

Intisari Plus - Mayat-mayat perempuan ditemukan dalam keadaan mengenaskan, tampak ada bekas gigitan di leher atau paha. Apakah ini ulah drakula atau seseorang yang sakit jiwa?

------------------

Gumpalan awan gelap melayang rendah, seakan-akan menyapu wajah bulan yang pucat. Mendekati tengah malam, angin kencang meratap di antara batu-batu nisan Permakaman Hamburg-Ohlsdorf di Jerman Barat. Sementara itu titik-titik hujan menampari jendela-jendela kamar mayat yang gelap. 

Bangsal tempat mayat-mayat dibaringkan tidak diberi penerangan maupun pemanasan. Toh jasad-jasad yang sedang menunggu dimakamkan tidak memerlukannya. Bahkan bangsal itu pun tidak dikunci, apalagi dijaga. Soalnya, penghuninya takkan melarikan diri. Tidak ada pula manusia yang mau masuk ke sana, kecuali orang gila.

Namun, ketika lonceng gereja berdentang 12 kali, ada sesuatu yang bergerak di bangsal yang gelap dan dingin itu. Kedengaran bunyi korek api digesekkan, lalu cahaya lilin yang kekuning-kuningan menyebabkan bayang-bayang aneh di dinding seakan-akan menari-nari. 

Terdengar tutup peti-peti jenazah didorong, disusul gemeresek kertas penutup mayat. Jasad-jasad yang ada di sana masih telanjang, belum didandani. Salah satu di antaranya ialah jasad Kathe Bauer, seorang gadis berumur 12 tahun. Ban belakang sebuah mobil telah menggilas wajahnya yang cantik. Karena itulah peti jenazahnya tidak akan dibuka pada upacara pemakamannya hari Minggu.

 

Mayat-mayat bangun

Keesokan harinya, 15 April 1971, petugas kamar mayat bernama Gerd Fröhlich, datang ke tempatnya bekerja pukul 08.15. Fröhlich bukanlah manusia penakut atau penjijik. Tapi begitu masuk ke bangsal tempat menaruh mayat, ia terkejut setengah mati.  

Beberapa peti jenazah terbuka. Mayat-mayat duduk bersandar di peti masing-masing. Yang paling mengerikan ialah jenazah Kathe. Pergelangan tangan kirinya luka dalam. Cairan kental kehitam-hitaman dari nadinya menodai luka itu dan juga pelbagai bagian tubuhnya: bibirnya, payudaranya .... Seakan-akan ada makhluk yang mengisap nadinya lalu menciumnya. Ada juga bekas-bekas gigitan di paha dan lehernya.

Di nadi kirinya terdapat pula darah makhluk hidup yang kelihatan relatif masih segar, berbeda dengan darah mayat yang menggumpal kecokelatan. 

Sementara itu di tepi-tepi peti didapati sisa-sisa lilin yang habis terbakar. Lilin itu milik kamar jenazah. 

Fröhlich segera berlari ke WC dan muntah-muntah. Setelah menyeka mulutnya, ia terhuyung-huyung ke kantornya untuk menelepon polisi. la mampu menggambarkan keadaan di bangsal secara jelas, sehingga Inspektur Frank Luders dari Departemen Penyidikan Kriminal merasa perlu datang sendiri. 

Luders ditemani asistennya, Sersan Detektif Max Peters dan dr. Ludwig Strauβ. Strauβ segera memeriksa mayat Kathe Bauer, sementara Peters menaburi tepi-tepi peti jenazah dengan bubuk khusus untuk mencari sidik jari. 

"Banyak sekali sidik jari di sini," katanya. "Mereka merampok benda-benda dalam peti barangkali." 

"Huh! Merampok? Mayat-mayat ini dipakaikan baju pun belum! Boro-boro dibekali barang berharga," jawab dr. Strauβ.

"Mungkin mereka tidak tahu kalau mayat-mayat ini belum dibekali apa-apa," komentar Inspektur. 

Dr. Strauβ berpendapat lain. la merasa kamar mayat ini kedatangan pemakan mayat yang nekrofili, yaitu seorang yang memiliki dorongan untuk menyetubuhi mayat.

Ada sebagian kecil daging mayat yang hilang di tempat yang memperlihatkan bekas gigitan. Selain itu nadi di pergelangan tangan jenazah menunjukkan bekas diisap.

"Di luka pergelangan kiri ini terdapat darah makhluk hidup. Tampaknya ia mencoba bertukar darah dengan mayat," tambah dr. Strauβ. "Ada hal lain yang tidak berhasil dilakukannya, walaupun ia sudah berusaha, yaitu memerkosa mayat." 

"Berarti ia penderita penyakit jiwa yang berbahaya," komentar Inspektur Luders. 

"Ya!”

"Kalau begitu, kita harus segera menangkapnya, supaya ia tidak mempraktikkannya pada manusia hidup."

Luders pun segera mengerahkan orang-orangnya untuk mengusut. Namun, mereka tidak mampu menemukan petunjuk sedikit pun perihal identitas si pengunjung kamar mayat yang ganjil itu. 

Semua kantor polisi di Jerman dikirimi keterangan perihal peristiwa aneh tersebut, tetapi Desa Bisselmark yang terletak ± 60 km di sebelah timur Hamburg tidak mendapat keterangan itu, sebab di desa yang sangat kecil itu tidak ada kantor polisi.

Tanggal 17 April 1971 pagi, pemilik perusahaan pengurus jenazah di desa itu merasa kaget sekali ketika membuka ruang tempat jenazah disemayamkan. Saat itu cuma ada satu jenazah di sana, yaitu seorang wanita umur 40-an, yang meninggal karena kanker dua hari sebelumnya. 

Wanita itu didapati dalam keadaan duduk bersandar di petinya dengan lutut tertekuk. Pakaian dalamnya tergunting. Kedua matanya melek, karena diganjal dengan batang korek api. Di sekeliling peti terdapat sisa lilin yang dipasang membentuk lingkaran. Terdapat pula bekas-bekas sepatu, seakan-akan seseorang melakukan tarian aneh di situ. Bekas lumpur itu jelas, sebab semalam turun hujan.

Saking terkejut dan juga karena takut disangka sebagai pelaku perbuatan yang tidak senonoh itu, buru-buru mayat dirapikannya. Dibersihkannya lantai sampai tidak tertinggal bekas sedikit pun. la tidak berani menceritakan peristiwa itu kepada siapa pun.

 

Pencuri kepala

Pulau Sylt di Laut Utara terkenal sebagai perkampungan nudis terbesar di Jerman, bahkan di Eropa. 

Tanggal 4 Mei 1971, belum banyak turis nudis berlibur ke sana. Westerland, kota utama di pulau itu, masih sepi pengunjung. Pukul 08.00 Pendeta Harold Segel masuk ke gerejanya. Didapatinya peti jenazah Ny. Gertraud Frankle terbuka. Wanita berumur 52 tahun itu meninggal dua hari sebelumnya akibat gangguan pembuluh darah. Jenazahnya masih terbaring rapi dengan mata terkatup. Namun, dari dadanya menonjol hulu pisau berburu.

Buru-buru Pendeta Segel memanggil polisi. Menurut dokter dari Departemen Penyidikan Kriminal, itu adalah pisau cendera mata khas Sylt, mirip pisau berburu zaman dahulu. Benda tajam itu dihujamkan dengan keras ke dada kiri mayat, menembus jantungnya, lalu diputar 180°. 

Polisi tidak menduga ini perbuatan pemakan mayat. Mereka menyangka, ini tentu ulah musuh keluarga almarhumah. Sampai berbulan-bulan mereka tidak mampu menemukan petunjuk ke arah si pelaku.

Tanggal 30 Mei tahun itu juga, terjadi peristiwa yang menggemparkan di Flensburg, sebuah kota Jerman yang berbatasan dengan Denmark. 

Kota itu oleh sebagian orang dijuluki Kota Maksiat, karena merupakan markas penjualan barang-barang yang biasa dijumpai di sex-shop

Peristiwa yang menggemparkan itu bukan terjadi di markas penjualan barang-barang maksiat, melainkan di Permakaman Mühlen.

Malam itu bulan hampir purnama. Keesokan paginya, seorang wanita muda bernama Marion Steiger berlari terbirit-birit di jalan dekat kuburan, lalu pingsan di trotoar. Untung, sekitar kuburan itu ada rumah-rumah. 

Seorang ibu rumah tangga cepat-cepat menelepon polisi dan ambulans. Ketika wanita muda itu siuman kembali, kelihatan benar ia sangat terguncang. Ceritanya kacau. 

Akhirnya, polisi membiarkan petugas ambulans membawa wanita itu ke rumah sakit. Mereka sendiri pergi ke jurusan yang ditunjukkan oleh nyonya rumah sebagai tempat kedatangan sang Wanita Muda.

Di jurusan itu cuma ada kuburan. Ketika polisi menjenguk ke permakaman itu, mereka menemukan tas tidak jauh dari pintu gerbang. Di dalam tas itu ada kartu identitas wanita muda itu dan beberapa barang pribadi. Tak jauh dari sana mereka menemukan sebelah sepatu wanita. Lebih jauh kemudian ditemukan sepatu yang sebelah lagi. Setelah itu mereka menemukan bunga yang rupanya rontok dari karangannya. Dengan mengikuti rontokan bunga, mereka tiba di suatu tempat yang tidak menunjukkan keanehan apa-apa. 

"Coba, cari makam seseorang bernama Steiger," kata polisi yang paling senior dari ketiga petugas patroli. "Jangan-jangan ada binatang menggali makam itu."

Ternyata makam Helga Steiger baik-baik saja. Namun, ketika mereka menoleh ke barisan makam yang bersebelahan, terlihat bekas tanah galian. 

"Perampok makam!" seru seorang di antara mereka seraya berlari untuk memeriksa. Temannya secara otomatis mencabut pistol untuk berjaga-jaga. Namun, bukan perampok makam yang mereka jumpai.

Sebuah makam digali sampai seluruh petinya kelihatan. Salah satu ujung peti dijebol dan mayat di dalamnya ditarik sampai bersikap duduk. Tangan mayat terletak di bagian tutup peti yang utuh, seperti posisi tangan murid SD yang sedang menyimak. Mayat itu mestinya laki-laki, sebab mengenakan setelan jas. Namun, kepalanya lenyap dipancung. Tidak heran kalau Marion Steiger semaput!

Menurut dr. Theodore Fichtenbauer yang diperbantukan ke Departemen Penyidikan Kriminal di Kepolisian Flensburg, jangan-jangan ada orang yang memerlukan tengkorak. Mungkin seorang pemuja setan, atau orang yang menuntut ilmu gaib, atau bisa juga seorang mahasiswa kedokteran. 

"Kalau mahasiswa kedokteran," kata Fichtenbauer, "paling-paling ia baru duduk di tingkat satu. Soalnya, leher ini dipotong kasar, mungkin dengan pisau daging." 

Dua hari kemudian, seorang bernama Karl Konzemius menemukan daging tengkorak itu dalam gubuk di kebunnya, tetapi tengkoraknya tidak ada. 

 

Drakula atau pemuja setan? 

Inspektur Richard Brinkmann menduga perbuatan keji ini dilakukan oleh pemuja setan, yang beberapa tahuh terakhir bermunculan di pelbagai tempat. Jadi selama satu setengah tahun ia melakukan penyidikan yang cermat di kalangan pemuja setan. Hasilnya nihil. 

Seperti polisi Hamburg, Inspektur Brinkmann pun mengirimkan edaran ke semua kantor polisi di Jerman. la segera mendapat tanggapan dari polisi Hamburg dan Westerland. Pengurus mayat di Bisselmark pun membaca berita di koran tentang peristiwa-peristiwa aneh yang keji itu. Diam-diam ia mengirim keterangan pada polisi mengenai pengalamannya sendiri. Cuma ia meminta agar identitas mayat yang diceritakannya itu dirahasiakan. 

Inspektur Brinkmann yakin, pemuja setan ini memiliki jaringan luas, sedikitnya di Hamburg, Sylt, dan Flensburg. Asistennya mempunyai pendapat yang berbeda. 

"Peristiwa-peristiwa ini tidak memiliki pola yang sama," katanya. "Flensburg merupakan tempat satu-satunya di mana ada bagian tubuh yang dibawa pergi dan ada indikasi seksual yang jelas. Di Bisselmark korbannya wanita dan juga menunjukkan indikasi seksual, walaupun dalam derajat yang kurang dibandingkan dengan di Hamburg. Di Westerland korban tidak diganggu, kecuali ditikam di bagian jantung."

"Hal ini bisa menunjukkan bahwa insiden-insiden ini dilakukan oleh pelaku yang berbeda-beda, atau oleh satu orang yang tidak mengikuti pola yang rasional. Saya cenderung menduga yang terakhir," kata asisten itu.

"Saya kira selama cuma mengganggu mayat, ia tidak berbahaya bagi manusia hidup, walaupun perbuatannya itu keji dan menyusahkan," kata asisten itu pula. 

"Menurut Theodore, orang itu cerophile, pencinta mayat," kata bosnya. "Tapi kalau mencintai mayat, mengapa ia menikam dan bahkan memancung mayat? Selain itu, apa betul ia tidak berbahaya bagi manusia hidup? Coba lihat laporan ini. Apakah ini bukan perbuatannya?”

Menurut laporan itu, pada tanggal 27 Juni 1971, serombongan penduduk Feucht berjalan-jalan di hutan, di barat daya kota mereka. Feucht terletak ± 8 km dari Nürnberg, sebuah kota besar di Jerman Selatan. Tahu-tahu mereka menemukan mayat seorang wanita dekat jalan setapak. 

Kemudian wanita itu dikenali sebagai Martha Krüger, seorang ibu rumah tangga berumur 36 tahun. Penduduk Feucht itu tewas akibat peluru senapan kaliber .22 yang menembus pelipis kirinya. Selain itu di tubuhnya terdapat 14 bekas tusukan pisau yang dalam dan lebarnya bervariasi. Beberapa di antara luka itu memperlihatkan bekas gigitan dan sidik bibir manusia. Diperkirakan pembunuh menggigit dan meminum darah korbannya.

"Itu sih Drakula, bukan pemakan bangkai!" seru asisten Inspektur Brinkmann. 

Menurut laporan itu pula, di atas mayat Martha Krüger dijumpai anaknya yang berumur 3 tahun, Lydia Krüger. Gadis itu menangis ketakutan dan tubuhnya berlumur darah ibunya. Lydia ternyata tidak diganggu sedikit pun. Menurut keterangannya kepada para penemunya dan kemudian kepada polisi, "Ibu jatuh. Bapak itu menusuknya dengan pisau. Terus, bapak itu mau memakan Ibu."

"Pembunuh itu pasti orang gila yang mengira dirinya Drakula," komentar-sersan yang menjadi asisten Inspektur Luders. 

Drakula-drakulaan itu tidak meninggalkan jejak, kecuali bekas gigitan yang ternyata sama dengan gigitan pada mayat Kathe Bauer di Hamburg.

"Mustahil!" kata sersan itu. "Baru sekali ini saya mendengar ada pemakan mayat merangkap vampir. Vampir 'kan pengisap darah. Darah mayat 'kan tidak diisap." 

"Bisa," jawab atasannya. "Asal belum lama meninggalnya. Menurut Theodore, darah mayat mula-mula mengental, lalu menjadi cairan kekuning-kuningan.”

 

Drakula membaca koran

Tanggal 7 November 1971, untuk pertama kalinya pemakan mayat/vampir/pencinta mayat atau orang gila itu beraksi di tempat yang sama dengan yang pernah dikunjunginya. 

Beberapa hari sebelumnya, yaitu tanggal 3 November, George Weichert (40) dan putrinya Steffi (15), menumpang sebuah mobil. Di perjalanan, pengemudi mobil tidak bisa menguasai kemudi. Mobil nyelonong ke luar dari jalan, lalu terguling-guling beberapa kali sebelum terjatuh ke hutan yang letaknya ± 30 m dari jalan.

Kecelakaan itu terjadi di persimpangan jalan ke Feucht, ± 1 km dari hutan tempat Martha Krüger ditikam. 

Anehnya, sopir mobil itu hanya memar-memar, tetapi George Weichert tewas seketika. Putrinya luka parah dan meninggal di rumah sakit keesokan harinya. Tanggal 6 November, mereka dimakamkan bersebelahan di Permakaman Nürnberg.

Tanggal 7 November 1971 pagi, seorang pemuda bernama Horst Weber bermaksud mengunjungi makam salah seorang kerabatnya. Ketika itulah ia menyaksikan pemandangan yang paling menyeramkan dalam hidupnya.

Steffi Weichert sudah digali dari kuburnya. la duduk telanjang bulat di samping lubang kuburnya, dengan bersandar ke tumpukan tanah. Kepalanya menengadah dan matanya yang tidak bersinar lagi itu melotot. 

Darah segar menitik dari bibirnya ke dagu dan dada gadis cantik ini. Ketika angin bertiup, rambutnya yang pirang itu berkibar, seakan-akan mayat itu bergerak.

Horst Weber sebenarnya tidak percaya cerita Drakula. Saat itu matahari baru mengintip di langit November yang kelam. Menyaksikan adegan yang mengerikan itu, segera saja Horst Weber mengambil langkah seribu. 

Sebagai warga negara yang bertanggung jawab, ia langsung berlari ke arah kantor polisi yang lumayan jauh dari sana. Untunglah di perjalanan ia berpapasan dengan polisi yang sedang patroli.

"Ada vamp ...! Ada yang tidak beres di kuburan!" katanya. Tadinya ia ingin memberi tahu ada vampir, tetapi takut polisi tidak percaya. Salah-salah ia diangkut ke kantor polisi untuk diperiksa oleh psikiater. Ternyata polisi malah berseru. 

"Astaga! Vampir mendapat mangsa lagi! Eh, Bung! Tolong cepat beri tahu rekanku di kantor. Aku butuh bantuan. Sekarang aku akan mengejar ke kuburan."

Polisi itu mengeluarkan pistolnya sebelum berlari ke arah kuburan. Horst Weber, seperti layaknya orang Jerman yang taat pada peraturan, melaksanakan pesan polisi itu, walaupun ada rasa waswas keterangannya akan dianggap isapan jempol seorang sinting. Ternyata polisi yang menerima kedatangannya segera percaya.

Beberapa orang polisi segera berangkat dengan mobil, sementara sersan yang bertugas di kantor menelepon Inspektur Julius Misner yang menangani kasus Krüger. Minggu pagi itu Inspektur ada di rumahnya. la menjemput asistennya, Sersan Detektif Hans Bohm dan dr. Jurgen Platt. 

"Ini sih bukan vampir. Ini gadis yang tewas akibat kecelakaan hebat. Mungkin karena kecelakaan lalu lintas," kata dokter. 

"Orang yang menemukannya, melapor melihat vampir. Mungkin karena ia ketakutan," jawab Inspektur. "Anda dulu memeriksa jenazah Martha Krüger dan Anda pernah diberi tahu perihal pemakan mayat atau vampir yang terjadi di Jerman Utara. Apakah jenis kasusnya sama?"

Dokter mengangguk dan memeriksa jenazah dengan saksama. 

"Darah di mulutnya bukan darahnya," katanya. "Orang itu mencium mayat ini dengan mulut penuh darah. Mungkin darahnya sendiri. Kejadiannya kira-kira tengah malam. Di payudara kiri ada sayatan. la mengisap darah korbannya yang sudah tidak segar lagi karena gadis muda ini sudah meninggal 3 atau 4 hari. Ada bagian daging di sayatan ini yang dikunyah."

"Dalam kasus di Hamburg, ia melukai dirinya sendiri dan menekankan lukanya ke pergelangan tangan mayat gadis itu." 

"Di sini prinsipnya sama. Seperti di Hamburg ia berusaha memerkosa mayat, tetapi tidak berhasil. Pelakunya mestinya sama." 

"Seorang nekrofil dan seorang pemakan mayat hanya akan mengganggu mayat. Tapi kalau orang itu menganggap dirinya vampir, kita akan menemukan kasus seperti Martha Krüger. Mungkin ia mengisap darah mayat hanya karena tidak berhasil memperoleh darah manusia hidup." Begitu pendapat dr. Platt.

"Saya bukan ahli psikologi abnormal," kata Inspektur Misner. "Tapi saya mempunyai banyak pengalaman menangani kejahatan seksual. Biasanya pelakunya mula-mula cuma sekadar mempertontonkan hal yang tidak perlu diperlihatkannya kepada wanita dan anak-anak, ada pula yang makin lama makin parah, sampai memperkosa dan membunuh." 

"Kalau kasus-kasus di Jerman Utara dan Selatan ini dilakukan oleh satu orang, berarti cuma dari pengganggu mayat, ia berkembang Iebih parah sampai menjadi pembunuh manusia, lalu merosot menjadi pembongkar mayat lagi," komentar sersannya. "Apakah mungkin hal seperti itu terjadi? Ataukah ia sekadar orang gila?"

"Saya tidak tahu. Pemakan mayat ataupun orang gila, ia tidak meninggalkan jejak, kecuali darahnya, telapak sepatu, dan bekas gigitan. Mungkin ia licin sekali, mungkin pula ia cuma beruntung," jawab atasannya. 

"Oh, ya, masih ada hal lain," sambung Misner. "Ia pasti pembaca koran, sebab ia tahu siapa yang baru dikubur dan di mana. la tidak mengganggu makam lain."

 

Petugas permakaman dimata-matai

Mulai hari itu, diam-diam polisi Nürnberg menghadiri pemakaman gadis-gadis muda yang meninggal. Dengan berpakaian preman mereka mengawasi para pelayat.

Tugas itu tidak berat. Yang berat ialah tugas menunggui makam pada malam hari yang dingin dan gelap. Biasanya polisi yang paling muda dan paling barulah yang harus melakukan hal ini. Tidak jarang mereka pura-pura sakit supaya terhindar dari kewajiban itu. 

Akhirnya pekerjaan yang sia-sia itu dihentikan. 

"Jangan-jangan pemakan mayat keparat itu sudah kembali ke Utara," kata Inspektur Misner. 

la keliru. Si pemakan mayat masih berkeliaran di Selatan. Cuma saja ia lebih berhati-hati. 

Pada awal Mei 1972, George Warmuth, petugas tempat penitipan mayat di Permakaman Nürnberg Barat, mengeluh kepada istrinya.

" Ellie, aku curiga, ada yang menggerayangi jenazah-jenazah. Tapi mana mungkin sih, ya?" 

"Mustahil! Siapa sih yang mau berbuat demikian?" jawab Ellie. 

Mereka belum pernah mendengar tentang mayat Steffi Weichert. Soalnya, polisi Jerman tidak membeberkan kejadian itu kepada umum, supaya orang yang dicurigai tidak bisa berkata bahwa mereka mengetahui hal itu dari koran.

Warmuth bahkan tidak tahu bahwa selama 5 bulan tempat kerjanya dan ia sendiri pernah diamat-amati polisi. Begitu pula rekan-rekannya. 

"Siapa ya, yang iseng?" tanya Warmuth kepada istrinya. "Jangan-jangan salah seorang dari penggali kubur. "Kan mereka sudah terbiasa dengan mayat. Orang lain sih boro-boro mau dekat-dekat."

"Apa untungnya menggerayangi mayat?" tanya istrinya yang bekerja sebagai pembersih kamar mayat. "'Kan mereka belum dipakaikan perhiasan dsb." 

"Malam ini aku ingin mengintip, supaya bisa menangkap basah orang itu," jawab suaminya.

Kalau saja George Warmuth tahu ada pemakan mayat di Nürnberg, pasti dia agak gentar, walaupun sebagai veteran perang ia merasa dirinya tidak takut kepada apa pun.  

Malam itu, selesai makan, ia tidak menonton acara TV kegemarannya. la menyelinap ke kantornya dan duduk menunggu dengan sabar di dalam gelap. 

Tanggal 5 Mei 1972 itu cuaca menyenangkan, sebab sudah awal musim semi. Beberapa saat sebelum pukul 22.00, didengarnya derit pintu menuju ke ruang tempat peti jenazah biasa diletakkan sebelum dibawa ke makam. Pintu itu terbuka dan tertutup dengan perlahan. Warmuth berdiri. la tahu ke mana tujuan orang yang membuka dan menutup pintu itu. Pasti ke ruang bawah tanah, tempat mayat-mayat ditaruh.

la berniat mendahului orang itu. Tangga memang berada dekatnya. Rencananya, Warmuth akan bersembunyi di salah sebuah relung yang ada di ruang bawah tanah itu. Alangkah terkejutnya ia ketika tiba, karena ruang itu terang. Apakah orang itu mampu mendahuluinya secara gaib lalu menyalakan lampu? 

Lalu Warmuth teringat bahwa istrinya tadi membersihkan ruang itu. Walaupun sudah terbiasa dengan pekerjaannya, Ellie tidak berani berada di sana dalam keadaan gelap. Jadi setiap kali selesai bekerja, ia membiarkan lampu menyala. Maklum tombol lampu berada di tengah, bukan dekat tangga. la takut berjalan dalam gelap sepanjang setengah ruangan. 

Cepat-cepat Warmuth mematikan lampu, lalu masuk ke salah sebuah relung. Tak lama setelah itu kedengaran bunyi langkah menuruni tangga. Orang itu berjalan tanpa ragu-ragu ke tengah, lalu menyalakan lampu. Tampaknya ia hafal di mana ada tombol lampu. Begitu lampu menyala, Warmuth tercengang, sebab itu bukan karyawan tempat penitipan mayat. Bahkan Warmuth belum pernah melihatnya. Kalau saja Warmuth tahu, bahwa orang itu adalah pemakan mayat yang dicari-cari polisi Nürnberg, ia pasti lebih tercengang lagi.

 

Orang cebol

Orang itu jauh dari menyeramkan. Tubuhnya agak kontet dan tidak kekar. Rambutnya gelap, bergelombang, dan hidungnya bulat. Pria itu mengenakan kacamata berbingkai metal, yaitu jenis kacamata murah yang bisa dibeli dengan asuransi kesehatan.

Walaupun penampilannya begitu, tetapi dengan tidak ragu-ragu ia mendekati peti jenazah berisi seorang wanita berumur 37 tahun yang baru dibawa ke tempat penitipan mayat itu sehari sebelumnya. 

Warmuth mengira pria itu membuka mulut mayat untuk mencari gigi emas. Ternyata ia keliru. Si Cebol memegang pipi mayat dan mencium bibir mayat itu. Saking tidak menduga, Warmuth sampai melompat dan kaki celananya tersangkut sesuatu sampai ia terjerembab ke lantai. 

Warmuth mengira si Cebol akan terkejut dan kabur. Ternyata pria itu tetap menekankan bibirnya ke bibir mayat, seakan-akan tidak terjadi sesuatu di dekatnya.

Warmuth bangkit, lalu menjambret pundak si Cebol. 

"Hei! Apa-apaan kau!" seru Warmuth. 

Si Cebol berbalik dan mencabut pistol otomatis dari balik jasnya. Sebelum Warmuth yang tinggi besar sempat bereaksi, perutnya sudah kena tembak. la terjatuh kembali. Sementara itu si Cebol dengan tenangnya menyimpan kembali pistolnya, lalu berlari menaiki tangga.

Dengan bersusah payah Warmuth merangkak ke kantornya dan menelepon ambulans yang khusus disediakan untuk keadaan gawat darurat. Setelah menelepon Warmuth pingsan. 

Untung saja ambulans datang dengan segera, kalau tidak Warmuth pasti tewas kehabisan darah. Peluru 7.65 mm menembus usus besar, usus kecil, dan kandung kemihnya. Berkat penanganan yang cepat, 48 jam kemudian ia sudah mampu menggambarkan tamu aneh yang menembaknya itu. Saat itu hari Minggu, 6 Mei 1972, Inspektur Misner khusus datang ke rumah sakit.

Di kantor polisi, pelukis mencoba melukiskan si penembak berdasarkan keterangan yang diberikan oleh Warmuth. Keterangan itu direkam dalam kaset. Belum lagi lukisan rampung, Inspektur Misner sudah ditelepon dari Desa Lindelburg ± 20 km di sebelah timur Nürnberg. Peneleponnya penjaga hutan bernama Werner Baranek. 

Keterangan Baranek tidak keruan, karena ia belum pulih dari rasa kaget.

"Tenang. Coba tenangkan diri dulu," kata Inspektur. "Siapa menembak siapa?" Baranek yang baru berlari 3 km mencoba mengatur napasnya yang terengah-engah.

"Pasangan muda itu memarkir Mercedesnya, ± 100 m dari belokan di Wolkersdorf. Saya datang dari Lindelburg, kira-kira setengah jam yang lalu. Saya lihat mobil itu. Pintu-pintunya terbuka. Saya lihat pria bertubuh kecil, berkacamata, dan bertopi kulit sedang melakukan entah apa dekat mobil itu. Ketika melihat saya, ia kabur. la menunggang sepeda motor merahnya dan melaju ke Wolkersdorf. 

"Karena merasa curiga, saya hampiri mobil itu. Saya lihat seorang remaja pria di bangku depan dan seorang gadis muda di bangku belakang. Keduanya berselubung selimut di mobil. Ketika saya tarik selimut mereka, ternyata keduanya penuh darah. Mereka sudah tewas. Saya segera melepaskan tiga tembakan pemberi isyarat ke udara, tetapi tidak ada orang yang mendengarnya. Akhirnya, saya berlari ke Lindelburg untuk menelepon."

"Tinggallah di tempat Anda berada sekarang. Kami segera berangkat ke sana," jawab Inspektur. 

Misner memerintahkan anak buahnya agar mengerahkan kendaraan ke Lindelburg. 

"Kita bawa gambar yang dibuat berdasarkan keterangan Warmuth. Kita cari pria kecil berkacamata yang mengendarai sepeda motor merah."

Sore itu, dr. Platt menyatakan bahwa peluru yang berhasil dikeluarkan dari jenazah Marcus Adler (24) dan Ruth Lissy (18), sama dengan yang diambil dari perut George Warmuth. Adler adalah pemilik perusahaan transportasi di Bruchsal, 75 km dari Nürnberg. la datang mengunjungi tunangannya, Ruth Lissy, lalu rupanya mereka berpacaran di tempat sepi. Setelah itu mereka tidur di mobil. Seorang di depan seorang di belakang. Menurut rekonstruksi kemudian, si Cebol mendekati dan menembak kepala mereka. Keduanya tewas seketika. Si Cebol menembak Ruth sekali lagi di bawah payudara kiri dan mengisap darahnya. Sidik bibirnya dijumpai juga di kepala Adler.  

Pada saat ia mulai menggerayangi mayat Ruth, muncullah Baranek. 

"Pria itu sangat berbahaya," kata Inspektur Misner. "Soalnya, ia bukan cuma merupakan ancaman bagi orang mati, tetapi juga bagi manusia hidup." 

Karena itulah polisi Nürnberg melakukan patroli gencar. Setiap pengendara sepeda motor merah dihentikan, sedangkan gambar yang dibuat berdasarkan keterangan Warmuth dipasang di tempat-tempat umum. Menurut Warmuth dan Baranek, gambar itu mirip dengan pria kecil yang mereka lihat. Stasiun-stasiun radio dan TV pun berulang-ulang meminta bantuan masyarakat untuk membantu polisi. 

 

Mustahil dia

Empat hari lewat sejak poster-poster dipasang oleh polisi. Radio dan TV belum berhenti menyiarkan permintaan bantuan. Namun, belum juga ada hasilnya.

Sementara itu Helmut Kostan, seorang karyawan perusahaan transportasi yang sudah setengah umur merasa gundah. Pria bertubuh kekar itu belasan kali ingin melapor kepada polisi, tetapi ia ragu-ragu. 

"Mustahil rekan sekerjaku bisa berbuat keji begitu?" pikirnya. Kostan dengan saksama membaca berita mengenai kasus pembunuhan atas Marcus Adler dan Ruth Lissy. Menurut Baranek, pria yang diduga keras sebagai pembunuh kedua orang muda itu mengenakan topi kulit dan mengendarai sepeda motor merah. Rekan sekerja di sebelahnya, Kuno Hofmann yang biasa memuat barang ke truk bersama dia, kadang-kadang memakai topi kulit dan sepeda motor merah. Hofmann pun bertubuh kecil, berambut gelap bergelombang, berhidung bulat, dan memakai kacamata berbingkai logam dari asuransi kesehatan.

Kata George Warmuth, penembaknya mengenakan setelan jas bergaris-garis kelabu dan cokelat, sweater hitam atau biru tua, dan sepatu hitam bergesper logam berkilat. Sebulan sebelumnya, Helmut Kostan pernah melihat Kuno Hofmann mengenakan pakaian seperti itu. 

Menurut Warmuth, orang itu tidak terkejut ketika ia jatuh keserimpet. Hal itu tidak mengherankan bagi Kostan, sebab Kuno Hofmann bisu tuli!

Walaupun gambaran itu tepat sekali dengan gambaran Kuno Hofmann, Kostan masih ragu-ragu. la takut menuduh orang yang tidak bersalah. Kuno Hofmann boleh bisu tuli, tetapi kerjanya cekatan. la juga disukai rekan-rekannya di perusahaan Demerag Transport. Soalnya, ia tidak mungkin cekcok mulut dengan siapa pun. 

Namun, tanggal 10 Mei 1972, Kostan terdorong untuk melapor juga. Soalnya, ketika tiba di kantor pagi-pagi, ia melihat Kuno Hofmann memakai setelan kelabu yang rapi, bukan pakaian kerja. Menurut mandor, Kuno Hofmann minta berhenti. Pada secarik kertas, Hofmann menulis bahwa ia akan ke Hamburg. 

Dua menit kemudian, Kostan sudah berada di telepon umum. la berbicara dengan Sersan Bohm di markas besar polisi.

"Mungkin ia bukan orang yang Anda cari," katanya. "Tapi kok penampilannya sama. Lebih baik Anda cepat datang, sebab sebentar lagi ia akan pergi. la tinggal menunggu gajinya dibayarkan." 

Kurang dari 2 menit kemudian, sersan dan tiga rekannya sudah ngebut di jalan dalam mobil polisi yang sirenenya meraung-raung. Ketika mereka tiba, seorang pria kecil berkacamata melangkah ke luar dari kantor sambil memegang sampul gajinya.

 

Sering digebuki

Kuno Hofmann bukanlah orang yang pandai. la bukan pula pemberani. Penampilannya mencerminkan dirinya: pemalu dan terbelakang mental. 

Begitu mobil polisi masuk halaman Demerag Transport dan para detektif melompat ke luar, ia segera kabur. Namun, mana mungkin langkahnya yang pendek itu bisa mengalahkan langkah para polisi yang lebih muda, lebih kuat, dan lebih gesit. Sekejap saja ia sudah dibekuk. 

Tak lama kemudian mobil-mobil patroli tiba dan Hoffmann dibawa dengan salah sebuah di antaranya ke kantor Departemen Penyidikan Kriminal. Sementara itu Sersan Bohm dan beberapa rekannya menuju ke kediaman Hofmann, yang alamatnya mereka peroleh dari Demerag.

Di kamar sewaan Hofmann, mereka menemukan sebuah pistol otomatis Czech VZOR 7.65 mm, Penelitian balistik kemudian membuktikan bahwa itulah pistol yang dipakai membunuh Marcus Adler dan Ruth Lissy serta melukai George Warmuth. Dijumpai pula tengkorak yang dicuri di Flensburg. Tengkorak itu sudah licin digosok.

Selain itu dijumpai pelbagai buku saku tentang ilmu gaib, vampir, dan setan. Hofmann rupanya menganggap isinya serius. 

Di kantor polisi, Hofmann yang berumur 41 tahun itu mengakui sebagian besar kejahatan yang dituduhkan kepadanya. la bahkan menambahkan sejumlah lagi yang tidak diketahui oleh polisi. 

Ternyata ia putra seorang penjahat profesional. Ayahnya yang pernah dihukum 19 kali itu sering menggebuki Kuno dan kakak laki-lakinya ketika mereka masih kecil, sampai keduanya menjadi bisu tuli. Pernah kedua lengan Kuno sampai patah. Gebukan di luar batas yang diterimanya semasa kecil itu memengaruhi juga kecerdasannya. IQnya cuma 70. 

la juga menghadapi masalah seksual, sampai kakak perempuannya pernah menyarankan agar ia membeli boneka karet yang dijual di sex shop untuk mengendalikan dorongan yang tidak normal. 

Ternyata Hofmann bukan orang baru untuk polisi. Cuma saja bukan karena melakukan kejahatan seksual. la sering kali mencuri dan dijatuhi hukuman penjara. Kalau dijumlahkan, hukuman itu seluruhnya mencapai 9 tahun penjara.

Sebenarnya ia mampu mencari nafkah secara memadai. Hidupnya pun tidak kesepian, sebab ia mempunyai kakak laki-laki dan perempuan dan sering tinggal bersama mereka. la juga disukai oleh kaum pria rekannya bekerja. 

Masalah besar yang dihadapinya adalah seks. la tidak mendapat kepuasan di rumah-rumah pelacuran, sebab yang dicarinya adalah cinta. la ingin mempunyai keluarga. Pernah ia jatuh cinta pada seorang gadis bisu tuli pula. Rencana pernikahan mereka berantakan, ketika orang tua gadis itu mengetahui Hofmann pernah masuk penjara. 

Tak lama setelah itulah ia senang membaca buku-buku sihir kuno. Hofmann minum darah mayat dan berusaha berhubungan intim dengan jasad-jasad tidak bernyawa, karena ia yakin hal itu akan mengubahnya menjadi besar, kuat, dan tampan. Pria yang besar, kuat, dan tampan bisa menikah dan memiliki keluarga.

Ketika darah mayat yang sudah meninggal beberapa hari ternyata tidak mempan, ia beralih ke darah segar dengan membunuh Adler - Lissy. Waktu itu ia sedang lewat di dekat tempat mereka memarkir mobilnya. Keduanya sedang tidur. Ternyata darah mereka pun tidak mempan. la menarik kesimpulan bahwa hal itu disebabkan karena Ruth Lissy bukan perawan lagi.

Di penjara ia tetap yakin bahwa darah perawan bisa mengubahnya menjadi besar, kuat, dan tampan. Jadi ia rajin menulis surat ke pihak yang berwenang, agar sudi mengirimkannya beberapa liter darah segar yang diambil dari perawan. la tidak pernah diadili karena dianggap tidak mampu mempertanggungjawabkan perbuatan-perbuatannya. la dikirim ke rumah perawatan untuk penderita penyakit jiwa dan akan tinggal di sana sampai akhir hayatnya. 

Sejak itu tak ada lagi kuburan dibongkar dan orang dibunuh untuk diisap darahnya. (John Dunning)





" ["url"]=> string(63) "https://plus.intisari.grid.id/read/553350359/drakula-haus-cinta" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1656529640000) } } }