array(4) {
  [0]=>
  object(stdClass)#61 (6) {
    ["_index"]=>
    string(7) "article"
    ["_type"]=>
    string(4) "data"
    ["_id"]=>
    string(7) "3517446"
    ["_score"]=>
    NULL
    ["_source"]=>
    object(stdClass)#62 (9) {
      ["thumb_url"]=>
      string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2022/10/09/kuncinya-si-anak-haram_quin-stev-20221009064132.jpg"
      ["author"]=>
      array(1) {
        [0]=>
        object(stdClass)#63 (7) {
          ["twitter"]=>
          string(0) ""
          ["profile"]=>
          string(0) ""
          ["facebook"]=>
          string(0) ""
          ["name"]=>
          string(13) "Intisari Plus"
          ["photo"]=>
          string(0) ""
          ["id"]=>
          int(9347)
          ["email"]=>
          string(22) "plusintisari@gmail.com"
        }
      }
      ["description"]=>
      string(138) "Kepada tetangga, Pauline Mitchell memberi tahu jika suaminya tewas terbujur kaku di kamar tidur. Padahal ia merasa tidak mendengar apapun."
      ["section"]=>
      object(stdClass)#64 (8) {
        ["parent"]=>
        NULL
        ["name"]=>
        string(8) "Kriminal"
        ["show"]=>
        int(1)
        ["alias"]=>
        string(5) "crime"
        ["description"]=>
        string(0) ""
        ["id"]=>
        int(1369)
        ["keyword"]=>
        string(0) ""
        ["title"]=>
        string(24) "Intisari Plus - Kriminal"
      }
      ["photo_url"]=>
      string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2022/10/09/kuncinya-si-anak-haram_quin-stev-20221009064132.jpg"
      ["title"]=>
      string(22) "Kuncinya si Anak Haram"
      ["published_date"]=>
      string(19) "2022-10-09 18:43:58"
      ["content"]=>
      string(26544) "

Intisari Plus - Kepada tetangga, Pauline Mitchell memberi tahu jika suaminya tewas terbujur kaku di kamar tidur. Padahal ia merasa tidak mendengar apapun.

-------------------

Pukul 06.25, 27 Mei 1981. Suatu hari yang cerah di musim gugur di Sydney, Australia, ketika Christine Lane (28) terbangun oleh suara gedoran pintu di bungalonya yang beralamat di 41 Clarke Avenue, timur laut kota. Segera saja ia melihat jam, lalu melompat dari tempat tidur. Dari jendela kamar tidurnya yang bisa melihat ke pintu depan, ia melihat tetangganya Pauline Mitchell (31) bertelanjang kaki dan masih menggunakan gaun tidur menggedor-gedor pintunya.

Christine segera membuka pintu depan rumahnya. Pauline yang histeris langsung jatuh di pelukannya.

“Jimmy! Ada sesuatu yang terjadi pada Jimmy. la terbujur di lantai ruang tidur dengan darah keluar dari mulutnya,” kata Pauline tersedu-sedu.

Christine segera membimbing Pauline masuk ke ruang tamu dan mendudukkannya di sofa. Ia kemudian keluar rumah, dan agak ragu-ragu, menyeberang jalan untuk kemudian masuk ke rumah Pauline yang pintu depannya masih terbuka. Kebimbangan Christine lebih karena ia berpikir siapa tahu James Mitchell diserang oleh pencuri. Mitchell, pemilik jaringan bengkel yang sukses, kalau tidak kaya, ya tentu berkecukupanlah.

Begitu di dalam, Christine tidak melihat ada penyusup masuk rumah. Di kamar tidur ia melihat Mitchell seperti yang digambarkan Pauline. la tidak tahu apakah Mitchell pingsan atau sudah meninggal.

Christine yang sudah pernah kursus Palang Merah langsung mau bertindak, namun segera setelah melihat situasinya, ia berpikir bahwa semua ini di luar kemampuannya. Maka tanpa mendekati Mitchell ia segera berlari ke ruang tamu dan segera menelepon layanan darurat ambulans.

Setelah petugas ambulans datang dan memeriksa Mitchell, baru diketahui bahwa Mitchell sudah tewas. Tak ada tanda-tanda kehidupan baik melalui napas atau jantungnya. Petugas ambulans tadi menemukan luka yang dalam di tubuh Mitchell bagian kiri. Dalam laporan ke humas polisi Sydney ia menyebutkan bahwa luka itu kelihatannya diakibatkan oleh pisau. la pun berkesimpulan bahwa ini pembunuhan. Petugas penerima telepon kemudian menyuruhnya mengamankan tempat kejadian perkara (TKP) sampai polisi datang. Dua mobil patroli terdekat juga sudah disuruh merapat ke TKP.

Mobil patroli polisi pertama datang sekitar lima menit kemudian. Mereka langsung konfirmasi dengan petugas ambulans. Mitchell masih terbujur kaku di lantai ruang tidur dan - memang - seperti kasus pembunuhan.

 

Bukan pencurian 

Pukul 07.05 Inspektur yang bertugas di Bagian Pembunuhan datang di kantor polisi. Ia langsung membuat kopi dan menyalakan rokoknya. Lelaki tegap dan besar serta berpenampilan intelek itu pun mulai mendengarkan laporan koordinator. Segera saja ia memanggil asistennya yang sedang ngopi di luar kantor untuk bergegas ke Clarke Avenue.

Di TKP sudah banyak orang berkerumun, dan Christine pun memperkenalkan dirinya sebagai orang yang memanggil polisi. la juga memberi tahu bahwa janda korban ada di ruang tamu rumahnya, di seberang TKP. Semua orang kini tahu bahwa Mitchell sudah tewas.

Sementara Sersan minta pernyataan dari janda korban, Inspektur masuk ke TKP dan melihat korban. Hanya melihat, tidak mendekati. Ia kemudian keluar dan menyeberang jalan menuju rumah Christine. la berpikir bahwa mungkin bisa diperoleh beberapa informasi untuk mendapat petunjuk siapa pembunuhnya.

Pauline Mitchell tidak memiliki dugaan siapa pembunuh suaminya. la menduga ada penyusup, mungkin pencuri. la tidur nyenyak malam itu dan tidak mendengar sesuatu yang mencurigakan sampai terdengar suara suaminya jatuh dari tempat tidur. Refleks ia langsung bangun dan mendapati sang suami tidak ada di sampingnya. Ia menyangka suaminya pergi ke kamar mandi. Namun mengapa lampunya tidak menyala? Tiba-tiba saja ia dikejutkan dengan kaki yang menjuntai di bagian bawah tempat tidur. la kaget ketika melongok ke bawah dilihatnya sang suami tergeletak dengan mulut mengeluarkan darah. Pauline berpikir bahwa suaminya terluka akibat jatuh dari tempat tidur.

Tidak bisa membangunkan sang suami, Pauline pun keluar rumah dan langsung menuju ke rumah Christine Lane untuk minta pertolongan. la tidak melihat seseorang pun di rumah itu dan pintu depan terkunci seperti biasanya.

Inspektur meminta Sersan untuk merekam pernyataan Ny. Mitchell tadi dan menuju ke mobil polisi. la kemudian menelepon markasnya dan minta Bagian Koroner datang ke TKP sebab James Mitchell meninggal secara tidak wajar. Mayat tidak akan dipindah sebelum salah seorang petugas dari bagian koroner datang ke TKP.

Tak seberapa lama seorang dokter yang bertugas sebagai asisten koroner tiba di TKP. Setelah memeriksa mayat korban, ia melaporkan bahwa Mitchell meninggal akibat tikaman tunggal yang kalau tidak mengenai jantung, ya merobek beberapa pembuluh utama di sekitar jantung. Mitchell sudah meninggal sekitar sejam yang lalu, dan menurut pendapatnya, ia ditusuk selagi tidur pulas. 

Dokter berbadan tinggi dan menggunakan kacamata berantai logam itu kemudian membawa mayat Mitchell ke rumah mayat polisi untuk melakukan autopsi. Ambulans yang sudah sedari tadi menunggu pun melarikan mayat Mitchell membelah kerumunan orang. Inspektur tak menemukan petunjuk di lokasi atau di tubuh korban. Hanya informasi dari bagian koroner tadi yang sejauh ini baru diperoleh.

Dokter keluarga Mitchell dipanggil untuk memberikan obat penenang kepada janda Mitchell agar dapat menemani Inspektur melihat-lihat rumah. Siapa tahu ada yang hilang dan bisa menunjukkan siapa pembunuh Mitchell. Ternyata tidak ada barang yang raib, meski di rumah itu terdapat sejumlah uang tunai dan beberapa perhiasan berharga. Hal itu tidak mengejutkan Inspektur. Meski yang lain berpendapat bahwa ini peristiwa pencurian, namun ia - dengan segudang pengalamannya - tak segera berasumsi seperti itu.

Pencuri masuk ke rumah tentu untuk mendapatkan harta benda. Terkadang ia melukai atau membunuh seseorang agar tidak tertangkap atau dikenali. Namun, aneh menurutnya kalau seorang pencuri menikam orang yang sedang tertidur. Bukankah harusnya ia senang bahwa pemilik rumah yang disatroni tertidur? Dari situlah ia berkesimpulan bahwa apa pun motif pembunuhan ini, pasti bukan urusan curi-mencuri. Ini urusan pribadi!

 

Tak ada unsur asmara

Berhubung tidak menemukan secuil pun petunjuk di TKP, Inspektur mengajak Sersan kembali ke kantor. “Mulailah membentuk tim untuk menyelidiki kasus ini. Selidikilah hubungan antara Mitchell dan para karyawannya. la merupakan pemilik beberapa bengkel yang terkenal. Tentu ia pernah memiliki permasalahan dengan salah satu karyawannya. Cari tahu apakah ada karyawan yang dipecat belakangan ini dan apakah ada ancaman yang ditujukan ke Mitchell,” Inspektur langsung memberi perintah ke Sersan.

“Anda yakin ini perbuatan karyawannya?” Sersan bertanya. 

“Tidaklah. Aku tidak yakin pada segala hal untuk kasus ini. Selain menyelidiki hubungan Mitchell dengan karyawannya, telusuri pula kegiatan pribadi Mitchell belakangan hari. Seorang pria kaya dalam usia mendekati lima puluh tahunan biasanya memiliki gundik atau terlibat asmara dengan istri orang lain.”

“Ny. Mitchell masih menarik kok! Usianya juga dua puluh tahun lebih muda. Lagi pula, menurut pengakuannya, Ny. Mitchell baru menikah pada 7 Mei 1976,” timpal Sersan.

“Ya, baru berusia lima tahun perkawinannya. Hmm ... tapi pria paruh baya yang kaya ‘kan gampang bosan,” sergah Inspektur. 

“Untuk Ny. Mitchell, apakah Anda tidak terpikir untuk menyelidiki kehidupan pribadinya?” tanya Sersan.

“Ya, tentu saja. Untuk itu, selidiki saja sendirian he .. he .. he... Aku tahu arah pembicaraanmu. Aku justru takut malah Ny. Mitchell yang punya pacar baru.”

Namun ketakutan Inspektur berlebihan. Pauline Mitchell berasal dari kota kecil bernama Ravely, tempat orangtuanya tinggal. Di sana masih ada adik Pauline yang masih berusia 14 tahun. Ny. Lois Hewitt (51), ibunda Pauline, sepertinya memutuskan memiliki anak lagi saat usianya sudah beranjak tua. Hewitt sendiri bukanlah orang yang terkenal, sopan, dan berasal dari kelas menengah.

Sebelum menikah dengan Mitchell, Pauline memiliki beberapa pacar. Ia bekerja sebagai pelayan di Mikado, restoran yang cukup punya nama di Sydney. Mitchell merupakan pengunjung tetap restoran itu. Mereka bertemu di awal tahun 1976 dan memutuskan menikah pada tanggal 7 Mei tahun itu juga.

“Benar ‘kan Bos! Tidak ada unsur asmara di sini. Saya sudah bertanya ke dua pria mantan kekasih Pauline. Menurut mereka, Pauline bukanlah tipe wanita yang tergila-gila oleh seks. Ia normal sih, dan ia takkan sampai hati membunuh suami demi memperoleh ‘daun muda’. Mitchell pun sayang kepada Pauline,” Sersan melaporkan hasil penelusurannya.

“Jangan pernah meremehkan wanita! Satu hal yang pasti, ia takkan menusuk sendiri suaminya. Saya sudah membaca laporan lengkap hasil autopsi. Mereka sudah bisa memastikan bahwa Mitchell ditusuk dengan pisau pukul 06.20, plus minus lima menit. Ny. Mitchell tentu tidak memiliki waktu untuk melemparkan pisau dan lari menyeberang ke rumah Christine. Sesuai dengan bentuk lukanya, pisau yang dipakai berjenis pisau berburu dengan mata pisau di satu sisi dan panjangnya sekitar 7 inci. Pisau itu menembus rusuk dan memotong bagian bawah jantung. Mitchell meninggal tanpa punya kesempatan untuk bangun.”

“Jadi, pelakunya bukan Ny. Mitchell atau kekasihnya; dan sejauh yang kita ketahui, sepertinya tidak melibatkan gundik atau suami kekasih Mitchell. Pauline sepertinya merupakan kekasih pertama Mitchell. Secara pergaulan, Mitchell orangnya pemalu. Lagi pula tidak ada petunjuk bahwa Mitchell memiliki kekasih sebelum menikah dengan Pauline, ataupun sesudahnya,” simpul Sersan.

“Ya sudah kalau begitu. Kita kembali ke awal. Ia bermasalah dengan salah seorang karyawannya, dan karyawan ini kemudian balas dendam. Bagaimana dengan tim penyelidik para karyawan?” tanya Inspektur. 

“Payah Bos! Tak banyak informasi yang diperoleh. Akan saya kabari jika ada informasi yang menarik.” tukas Sersan.

 

Berkat “surat aneh”

Hasil nyata baru datang dua hari kemudian. James Cox (22), seorang mekanik mobil, pernah bekerja di bengkel Mitchell selama dua bulan di musim semi tahun 1981. la dipecat oleh Mitchell karena menabrakkan mobil pelanggan yang ia gunakan tanpa izin. Cox, tentu saja, bukanlah satu-satunya pegawai Mitchell yang dipecat. Namun ia pegawai yang terakhir dipecat dan kesalahannya itu amat fatal. Menurut beberapa cerita, ia berusaha menyerang Mitchell dengan menggunakan obeng. Sayangnya, meski berumur, Mitchell bukanlah lelaki loyo. Cox malah memperoleh bogem mentah dari bosnya.

Teman kerja Cox, tak seorang pun dari mereka menyukai Cox, melaporkan bahwa Cox melakukan ancaman terhadap Mitchell. Ia bahkan membuat gerakan tubuh dengan menggerakkan jari melintang di depan leher. Polisi tidak terkejut dengan niat Cox itu sebab meski masih muda catatan kejahatan Cox cukup panjang. Terutama kasus penyerangan; penyerangan dengan senjata api dan kendaraan curian. Bertubuh kurus dengan rambut pirang nan ikal, wajah manis tanpa cambang dan janggut, membuat Cox tampak lebih muda daripada umurnya.

Hakim memperlakukan Cox seperti pemuda nakal, yang diprotes oleh polisi. Mereka berpikir bahwa kelakuan Cox sudah membahayakan, lebih dari tindakan seorang pemuda bengal. “Kok sekarang pengadilan cenderung memaafkan segala hal yang diperbuat pemuda di bawah umur 25 tahun dan menganggapnya sebagai kenakalan guyon. Tak peduli seberapa banyak mereka melakukannya,” gerutu Inspektur sambil memerintahkan Sersan untuk menangkap dan menahan Cox.

“Wah, perlu waktu untuk mengecek apakah ia bekerja di bengkel lain. Lagi pula tidak ada jaminan ia masih berada di Sydney. Jika saya dalam posisi dia lo Bos!” canda Sersan. 

Nyatanya James Cox tidak seperti yang dibayangkan Sersan. Ia ditemukan masih berada di Sydney. la pun ditangkap dan didakwa sebagai pembunuh James Mitchell. Motifnya ada. la pernah berkelahi dengan Mitchell sebelum korban ditemukan tewas. la memiliki rekam kejahatan dengan kekerasan, termasuk menggunakan pisau. la memiliki kesempatan untuk menduplikasi kunci rumah bosnya. la pun dikenal sebagai pencuri dan mungkin sedang merencanakan pencurian di rumah bosnya sebagai tindakan balas dendam. “Ah, sebuah kasus yang sederhana ternyata,” gumam Inspektur.

Benarkah begitu? Ternyata tidak, terutama setelah Inspektur menerima surat aneh dari seorang wanita berumur 29 tahun dan bertanda tangan Ny. Joan Headley. Dalam suratnya itu, Ny. Headley menyatakan bahwa suaminya, Peter (35) memiliki affair dengan Pauline Mitchell. Headley memiliki cottage kecil di pantai antara Sydney dan Ravely. la yakin ke sanalah mereka bermesraan. Yang bikin heran, ia menambahkan bahwa Peter dan Pauline telah memiliki affair sejak 15 tahun silam dan mereka memiliki anak haram. Dalam surat itu disebut pula bahwa Peter Headley pernah bekerja di bengkel Mitchell selama beberapa tahun.

Surat itu hampir saja dibuang oleh Inspektur kalau ia tidak cermat membaca. Dalam surat itu tertulis juga alamat Ny. Headley. Dengan segera ia menyuruh Sersan untuk mendatangi Ny. Headley dan mengorek keterangan soal affair Pauline dengan Peter.

 

Kepergok tetangga

Sekembali dari penyelidikan, wajah Sersan terlihat bingung. Joan Headley termasuk tipe wanita yang sangat hormat pada suami, istri rumahan, dan “seliar” ayam betina. Ia yakin bahwa Pauline pernah pacaran dengan suaminya saat mereka masih remaja; dan pacaran itu berbuah seorang anak. la tidak tahu apa yang terjadi dengan anak itu, tapi ia memperkirakan bahwa Pauline membunuh jabang bayi tersebut.

Joan juga bercerita bahwa temannya memberi tahu Peter pernah bertamu ke rumah Mitchell saat Mitchell tidak ada di rumahnya. Pauline dan Peter kemudian pergi berdua.

“Apakah kamu tahu siapa teman yang memberi tahu itu?” potong Inspektur. 

“Ya, Christine Lane,” jawab Sersan.

“Kamu maksud Christine yang tinggal di seberang rumah Pauline? Yang memanggil polisi saat terjadi pembunuhan itu?” 

“Ya, betul. Orang yang sama. Namun itu sebuah kebetulan bahwa Christine berteman dengan Joan. Nah, Joan kemudian menyelidiki cottage suaminya; dan memang benar, jejak kehadiran Pauline ada di sana. Setelah pembunuhan Mitchell itu Joan lalu berpikiran bahwa Pauline dan Peter bersekongkol untuk membunuh Mitchell dan menguasai jaringan bengkel Mitchell. Peter kemudian menceraikan istrinya dan menikahi Pauline. Cerita pun berakhir dengan bahagia, kecuali bagi Ny. Headley dan Mitchell.”

“Sepertinya Ny. Headley tahu banyak hal tentang suaminya. Apalagi yang dikatakan Joan, khususnya dalam hubungannya dengan Christine? Apakah kau sudah mengecek pernyataan Joan dengan bertanya kepada Christine?” kata Inspektur.

“Ya, sudah. Menurutnya ia melihat setidaknya tiga kali Peter datang ke rumah Mitchell. Saat pertama kali datang, sekitar Juni tahun lalu, ia tidak begitu peduli sebab dikiranya Peter disuruh Mitchell mengambil sesuatu. Tapi ketika kunjungan berikutnya diikuti dengan kedua orang itu pergi bersama, ia berkesimpulan bahwa sesuatu yang menyenangkan terjadi di antara mereka berdua. Ia pun memberi tahu Headley dan ia jadi merasa kasihan pada temannya itu.”

“Oke, lalu mengapa Christine tidak memberi tahu hal ini? Harusnya ia sadar bahwa langkahnya ini bisa menyeret Joan menjadi terdakwa.” 

“Ya, dibilangnya sih karena ia tidak ditanya soal itu. Harusnya kita mewawancarainya saat mencari keterangan ke para tetangganya. Namun kita sepertinya melupakan dia karena faktor orang yang menelepon polisi.” 

“Wah, ini kecerobohan yang bisa mengacaukan penyidikan. Kita telah mengubek-ubek seluruh kota memburu Cox, dan ternyata Peter Headley ini enak-enak saja di depan batang hidung kita. Oke, apa yang kalian tunggu? Cepat tangkap dia dan bawa kemari!” perintah Inspektur kepada anak buahnya.

“Didakwa dengan alasan apa? Pembunuh James Mitchell? Kita tidak punya keping-keping bukti bahwa ia terlibat. Kita bahkan tidak punya bukti ia memiliki affair dengan Ny. Mitchell. Kentara sekali Joan cemburu dan apa yang bisa dikatakan oleh Christine Lane adalah ia melihat salah satu karyawan suami Ny. Mitchell datang ke rumah bosnya. Kita tidak bisa menuduh dengan bukti-bukti tadi. Sudah pasti baik Peter Headley atau Pauline Mitchell akan menyangkalnya.”

Inspektur tercenung. “Ya, benar juga kamu. Kita setidaknya harus bisa menunjukkan ada hubungan antara Ny. Mitchel dan Headley, lebih dari hubungan istri bos dengan karyawannya. Bahkan tuduhan affair mereka saat masih muda ....” 

“Bagaimana dengan anak haramnya? Ny. Headley menyebutnya bahwa mereka memiliki seorang anak, dan sejauh ini ia berkata jujur.”

“Bisa juga,” ujar Inspektur. 

“Tapi, bagaimana melacak anak haram yang lahir 14 atau 15 tahun yang lalu?” 

Tiba-tiba saja wajah Sersan berubah sumringah. “Barbara Hewitt berumur 14 tahun!” teriak Sersan kegirangan. 

“Barbara? Bukankah itu adiknya Ny. Mitchell?” tanya Inspektur. 

“Benarkah begitu?” jawab Sersan.

“Kita tidak pernah menyelidiki hal itu. Ny. Hewitt merawat Barbara sejak kecil dan Barbara tahunya Ny. Hewitt adalah ibunya.” 

“Peter Headley mungkin tahu,” kata Sersan.

“Memang ia mau berterus terang kepadamu?” sergah Inspektur. 

“Kalau begitu, kita tanyakan ke dokter yang membantu melahirkannya saja. Bisakah seorang gadis melahirkan anaknya begitu saja dan kemudian memberikannya ke ibunya untuk dirawat?” usul Sersan.

“Bisa saja. Oke, tanyakan ke dokter keluarga Hewitt, siapa tahu ada keterangan yang bisa mengarah ke titik terang kasus ini.”

 

Saling tuduh

Dokter keluarga Hewitt di Ravely memang memiliki informasi yang sangat berguna. la justru mengira Barbara merupakan anak adopsi keluarga Hewitt. Tidak mungkin ia anak asli sebab Barbara tercatat lahir 4 Mei 1967, sementara ia melakukan pengangkatan rahim pada Ny. Hewitt pada tanggal 10 Maret 1966.

“Nah, jika Ny. Hewitt memiliki seorang bayi pada bulan Mei 1967, tentu itu sebuah mukjizat yang bisa masuk Guinness Book of Records,” kata Sersan kepada Inspektur.

“Oke, oke ... cukup. Sekarang panggil Headley dan Ny. Mitchell. Kita lihat apa yang bisa diperoleh dari interogasi mereka. Kita harus bisa ‘mengadu’ mereka berdua.”

Sebenarnya Inspektur tidak begitu optimis dengan caranya. Peter Headley dan Pauline Mitchell ditangkap, dibawa ke kantor polisi dan ditanya apakah mereka saling kenal satu sama lainnya. Pauline bilang bahwa seumur-umur ia tidak pernah bertemu muka atau mendengar nama Peter Headley. Headley bilang Pauline Mitchell merupakan istri bosnya yang terakhir. Ia pernah melihat sekali atau dua kali saat yang bersangkutan datang ke bengkel.

Pauline kemudian dikonfrontasikan dengan kenyataan bahwa rahim ibunya sudah diangkat jauh sebelum Barbara lahir. Jadi, apakah Pauline merupakan ibu Barbara? Pauline menjadi gugup dan keteguhan hatinya pun luluh. Ia akhirnya mengakui bahwa Barbara adalah anak hasil dari hubungannya dengan Peter Headley ketika ia berusia 16 tahun. Sayangnya, Peter tidak mau bertanggung jawab ketika tahu ia hamil. Ia pun melahirkan di rumah dan orangtuanya mau merawat Barbara sebagai anaknya sendiri. Barbara tidak diberi tahu soal kenyataan ini. Namun ia masih bersikukuh bahwa ia tidak berhubungan lagi dengan Peter semenjak kawin dengan James Mitchell.

Peter kemudian dikonfrontasi soal pernyataan Pauline bahwa ia adalah ayah kandung Barbara. Dengan begitu, seharusnya ia mengenal Pauline luar dalam. Bukti bahwa Peter telah berbohong kepada polisi membuatnya salah tingkah. la pun mencoba membangun kembali kredibilitasnya. Ia pun menyatakan bahwa pernah bertemu secara tidak sengaja dengan Pauline di sebuah pasar swalayan pada 10 Juni 1980. Pertemuan itu kemudian membangkitkan kenangan masa lalu sehingga mereka pun berselingkuh.

Inspektur menjadi tahu bahwa kedua orang itu telah berbohong kepada polisi. la pun memutar otak untuk terus mengadu pernyataan-pernyataan kedua orang itu agar salah satu atau keduanya terpojok. Fokusnya adalah mencari siapa pembunuh James Mitchell. Peter atau Pauline? 

Pauline yang down duluan. Ketika diajak mengarungi kembali masa lalu mereka yang indah, Pauline menolaknya. Namun Peter mengancam akan membuka rahasia Barbara. Pauline merasa ketakutan jika Mitchell tahu akan hal ini. Ia tidak mau diceraikan atau diperkarakan oleh Mitchell. Terus terang ia tidak ingin kehilangan Mitchell.

Pauline pun menerima ajakan selingkuh Peter dalam beberapa kesempatan, baik di rumah Pauline atau di cottage milik Peter. Lalu Peter mengutarakan bahwa ia berniat menceraikan istrinya dan menikahi Pauline. Salah satu pengganjal ya Mitchell, yang harus dilenyapkan.

Pengakuan Pauline ini kemudian diperdengarkan kepada Peter yang langsung menjadi histeris. la pun berteriak bahwa bukan dirinya pembunuh Mitchell, tetapi Pauline. Versi Peter, Pauline ingin menguasai bisnis suaminya dan berjanji kepada Peter akan berbagi saham jika Peter sanggup membunuh Mitchell. 

Begitulah interogasi selanjutnya berkutat soal siapa yang membunuh Mitchell. Pauline bilang Peter. Kata Peter, Pauline yang melakukannya. Namun juri memercayai keduanya. Pada tanggal 27 Juli 1981 keduanya dinyatakan bersalah atas perencanaan pembunuhan dan dijatuhi hukuman seumur hidup. (John Dunning)


Baca Juga: Sasarannya Janda Kaya

 

" ["url"]=> string(67) "https://plus.intisari.grid.id/read/553517446/kuncinya-si-anak-haram" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1665341038000) } } [1]=> object(stdClass)#65 (6) { ["_index"]=> string(7) "article" ["_type"]=> string(4) "data" ["_id"]=> string(7) "3448586" ["_score"]=> NULL ["_source"]=> object(stdClass)#66 (9) { ["thumb_url"]=> string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2022/08/31/akibat-perangkap-cinta-masa-lalu-20220831013047.jpg" ["author"]=> array(1) { [0]=> object(stdClass)#67 (7) { ["twitter"]=> string(0) "" ["profile"]=> string(0) "" ["facebook"]=> string(0) "" ["name"]=> string(13) "Intisari Plus" ["photo"]=> string(0) "" ["id"]=> int(9347) ["email"]=> string(22) "plusintisari@gmail.com" } } ["description"]=> string(150) "Pauline berencana membunuh suaminya, James Mitchell. Jerat cinta masa lalunya dengan Headley, menyebabkan terjadinya pembunuhan tragis terhadap James." ["section"]=> object(stdClass)#68 (7) { ["parent"]=> NULL ["name"]=> string(8) "Kriminal" ["description"]=> string(0) "" ["alias"]=> string(5) "crime" ["id"]=> int(1369) ["keyword"]=> string(0) "" ["title"]=> string(24) "Intisari Plus - Kriminal" } ["photo_url"]=> string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2022/08/31/akibat-perangkap-cinta-masa-lalu-20220831013047.jpg" ["title"]=> string(32) "Akibat Perangkap Cinta Masa Lalu" ["published_date"]=> string(19) "2022-08-31 13:31:23" ["content"]=> string(23846) "

Intisari Plus - Pauline berencana membunuh suaminya, James Mitchell. Jerat cinta masa lalunya dengan Headley, menyebabkan terjadinya pembunuhan tragis terhadap James.

-------------------

Christine Lane, gadis bujangan berumur 28 tahun, terbangun dengan kaget. Pintu rumahnya digedor-gedor orang. la melirik beker: baru pukul 06.25. la melompat dari ranjang, lalu mengintip dari jendela. 

Tanggal 27 Mei 1981 itu cuaca cerah. Seorang wanita rupawan berambut kemerah-merahan menggedor-gedor pintu rumah Christine di Clarke Avenue 41, Sydney, Australia, sambil berteriak-teriak histeris. Wanita itu tetangganya, Pauline Mitchell, yang berumur 31 tahun. la bertelanjang kaki dan cuma memakai pakaian tidur tembus pandang yang nyaris tidak sampai menutup pinggul. 

Setelah yakin yang menggedor pintu itu bukan kriminal, Christine berlari membukakan pintu. Pauline segera menubruknya.

"Si Jimmy!" katanya sambil tersedu-sedu. "Entah kenapa dia. Dia menggeletak di lantai. Dekat ranjang. Dari mulutnya keluar darah!" 

Christine Lane menghela tetangganya ke ruang duduk dan menyuruhnya duduk di sofa. la sendiri kembali ke muka pintu rumahnya. Pintu rumah di seberangnya dilihatnya terpentang. Setelah ragu-ragu sejenak, ia menyeberangi jalan, memasuki rumah itu dan menuju ke kamar tidur.

Tadi ia ragu-ragu, karena mengira jangan-jangan James Mitchell yang berumur 51 tahun itu diserang seseorang, mungkin maling. Mitchell, pemilik sejumlah bengkel yang laris itu, termasuk orang berada kalau tidak mau dikatakan kaya. 

Di rumah tetangganya itu Christine Lane tidak melihat tanda-tanda bekas kemasukan maling, tetapi Mitchell dijumpainya terbaring dekat ranjang di kamarnya. Darah mengalir dari mulutnya, persis seperti dikatakan oleh istrinya. Darah yang tergenang cukup banyak. Mitchell entah cuma tak sadarkan diri entah sudah tewas. Ia tergolek tidak bergerak sedikit pun dan matanya terkatup. 

Christine pernah belajar memberikan pertolongan pertama pada kecelakaan di Palang Merah, tetapi keadaan Mitchell dianggapnya sudah berada di luar kemampuannya untuk menolong. Jadi, ia tidak mendekati tetangganya itu. Ia berlari ke ruang tamu dan menelepon lembaga yang memberi pelayanan ambulan.

 

Dikira sedang ke WC 

Petugas ambulans memeriksa detak jantung dan napas Mitchell. Tidak ada tanda-tanda kehidupan. Ia malah menemukan luka yang dalam di sisi kiri pria itu. Ia menduga luka bekas tusukan pisau. Cepat-cepat diteleponnya polisi dari radio telepon di ambulansnya. "Kemungkinan pria itu dibunuh," katanya. 

Petugas di kantor polisi memintanya menunggui mayat sampai polisi datang. Tidak lama kemudian dua mobil patroli tiba dengan selang waktu 5 menit. Para polisi dari mobil patroli pertama membenarkan dugaan si petugas ambulans. 

Pukul 06.55 inspektur polisi yang bertugas di bagian pembunuhan tiba di kantornya. Ia sedang menghirup kopi, ketika bawahannya datang melaporkan penemuan mayat seorang pria yang dicurigai menjadi korban pembunuhan. Inspektur yang tinggi besar dan tampak cerdas itu mendengarkan laporan dengan berdiam diri. Begitu laporan selesai, ia mengajak asistennya, seorang sersan detektif, untuk ikut serta ke Clarke Avenue. 

Di mobil ia menceritakan apa yang didengarnya tadi dari laporan di kantor. Laporan itu tidak lengkap. Identitas orang yang dicurigai sebagai korban pembunuhan itu belum ada. 

Ketika mereka tiba, hampir semua tetangga Mitchell sudah berkumpul di muka rumahnya. Christine Lane menyambut inspektur dan memperkenalkan diri sebagai orang yang memanggil ambulans. Ia juga memberi tahu bahwa janda Mitchell berada di rumahnya di seberang jalan. 

Sersan detektif pergi ke seberang untuk meminta keterangan dari Ny. Mitchell, sedangkan inspektur polisi masuk ke kamar tempat mayat untuk melihat mayat itu. Namun, ia tidak mendekat. Kemudian ia menyeberang untuk ikut mendengarkan duduk perkara dari janda korban. 

Pauline Mitchell berkata, ia tidak tahu siapa kiranya yang menginginkan nyawa suaminya. Mungkin maling. Ia bukan orang yang mudah terbangun dari tidur. Jadi, dia tidak mendengar apa-apa sampai suaminya jatuh berdebum dekat ranjang. Ketika terbangun oleh suara keras itu, mula-mula ia bingung karena suaminya tidak ada di sebelahnya. Disangkanya suaminya sedang ke kamar kecil. Namun, ia heran karena lampu kamar kecil tidak dinyalakan. Ia memanggil-manggil. Tidak ada jawaban. 

Dengan perasaan takut dinyalakannya lampu, lalu ia bangkit. Ketika itulah kaki suaminya tampak di ujung ranjang. Ia menjenguk ke bawah ranjang dan mendapatkan dirinya tepat berhadapan muka dengan wajah suaminya yang mulutnya mengeluarkan darah. Ia mengira suaminya terluka karena terjatuh dari ranjang. Tetapi setelah suaminya tidak bisa disadarkan, ia berlari untuk minta tolong ke seberang. Pintu depan rumahnya terkunci seperti biasa. Ia juga tidak memergoki orang di dalam rumahnya.

 

Bukan maling 

Setelah selesai mendengar keterangan yang direkam itu, inspektur dan sersan detektif pergi ke mobil polisi untuk menelepon markas besar, meminta dikirimkan tim dari laboratorium polisi. Kantor dokter polisi dihubungi juga. Soalnya, jelas James Mitchell tidak meninggal secara wajar. Ternyata kantor dokter polisi sudah mendapat kabar, sehingga tidak lama kemudian seorang dokter tiba di tempat kejadian. 

Dari hasil pemeriksaan di tempat itu, dokter melaporkan bahwa pisau mungkin menembus jantung atau merusakkan beberapa pembuluh darah utama sekitar jantung. Mitchell diperkirakan tewas belum sampai satu jam dan rupanya ditusuk pada saat tidur. 

Dokter itu lalu berangkat untuk menunggu mayat diangkut ke tempatnya berdinas, supaya bisa diautopsi. Ambulans polisi sudah siap, tetapi harus menunggu kedatangan para teknisi dari laboratorium dulu. Para teknisi ternyata tidak bisa menemukan sesuatu yang berarti di tempat kejadian maupun pada mayat. Yang dapat mereka pastikan hanyalah Mitchell ditikam pada saat tidur telentang. Dalam keadaan sekarat ia terjerembap ke lantai. 

Saat itu dokter keluarga Mitchell sudah dipanggil dan ia memberi Ny. Mitchell obat penenang. Jadi, janda itu tidak bisa menemani inspektur memeriksa rumah untuk memberi tahu kalau-kalau ada benda berharga yang hilang. 

Tampaknya tak ada benda yang hilang, sebab sejumlah besar perhiasan Ny. Mitchell kelihatan tidak terganggu. 

Inspektur tidak heran. Kalau perampok atau maling masuk ke rumah orang lain, maksudnya pasti untuk mengambil uang atau barang berharga. Mereka mungkin saja membunuh orang kalau kepergok, karena khawatir dikenali. Namun, mustahil kalau maling menikam orang yang sedang tidur. 

Setelah menyuruh mengangkut mayat ke tempat dokter polisi, ia mengajak asistennya pulang ke kantor. 

"Sebagai langkah pertama," katanya kepada asistennya, "bentuk suatu tim untuk menyelidiki hubungan Mitchell dengan para karyawannya. Ia pemilik banyak bengkel. Mungkin saja sekali-sekali ia bertengkar dan kalau-kalau ia menerima ancaman." 

"Bapak yakin pembunuhnya karyawannya?" tanya sang sersan detektif. 

"Saya tidak bisa menentukannya sekarang. Selain tugas tadi, saya minta engkau juga menunjuk sekelompok orang untuk meneliti kegiatan pribadi Mitchell. Orang kaya berumur awal 50-an bisa saja mempunyai wanita simpanan atau berhubungan intim dengan istri orang lain." 

Asistennya menyumbangkan pikiran, "Ny. Mitchell cantik dan 20 tahun lebih muda daripada suaminya. Menurutnya, ia baru menikah dengan Mitchell tanggal 7 Mei 1976." 

"Sudah lima tahun. Pria kaya umur 50-an cepat bosan," komentar atasannya cepat. 

"Bapak tidak mau menyelidiki kehidupan Ny. Mitchell?" tanya sersan detektif itu. 

"Harus dong," jawab atasannya. 

"Yang satu ini Namanya tercatat pernah melakukan sejumlah pelanggaran harus kau tangani sendiri. Siapa tahu ia mempunyai kekasih."

 

Masih kuat dan gesit 

Pauline Mitchell berasal dari kota kecil Ravely. Orang tuanya masih tinggal di sana dengan adik perempuannya, Barbara (14). Rupanya ibunya, Lois Hewitt, yang kini berumur 56 tahun, baru mendapat anak lagi di usia senja. Keluarga Hewitt biasa saja. Mereka orang baik-baik dan termasuk golongan menengah. 

Paulie pernah berpacaran dengan beberapa pemuda sebayanya, tetapi belum pernah menikah sampai bertemu dengan Mitchell. Pertemuan terjadi di sebuah restoran anggun di Sydney, tempat Mitchell biasa datang untuk makan. Ketika itu awal tahun 1976 dan Pauline sedang bekerja sebagai pelayan restoran. 

Sepanjang penyelidikan, ia tidak diketahui mempunyai kekasih. "Bodoh sekali kalau ia berbuat serong," kata sersan detektif. Mitchell sangat besar perhatiannya dan istrinya mendapat apa saja yang diinginkannya. Lagi pula, menurut dua pria bekas pacarnya, Pauline bukanlah orang yang terlalu suka pada seks. "Ia normal dan bukan jenis orang emosional yang bisa membunuh suaminya demi pria lain yang lebih muda." 

"Jangan terlalu yakin," kata inspektur. "Tetapi apa pun latar belakang pembunuhan itu, Mitchell bukan ditikam oleh istrinya. Menurut laporan autopsi, kematian diperkirakan pukul 06.20. Bisa kurang atau lebih 5 menit. Mitchell tidak mungkin mempunyai waktu untuk menyembunyikan pisau sebelum menggedor rumah tetangganya. 

Menurut cetakan luka, pisau yang dipakai menikam ialah sejenis pisau berburu yang cuma satu sisinya tajam. Panjang luka itu 7 inci. Pisau itu masuk dari celah rusuk dan menembus bagian bawah jantung. Mitchell mungkin tewas tanpa sempat terbangun dulu." 

Menurut hasil penyelidikan, Mitchell juga tidak mempunyai simpanan. Ia tidak pernah terlihat serius dengan wanita, kecuali dengan Pauline. Mitchell agak pemalu. 

Dua hari kemudian datang laporan penyelidikan tentang karyawan bengkel-bengkel milik Mitchell. Diketahui bahwa musim semi 1981, seorang montir bernama James Cox (22) dipecat oleh Mitchell setelah dua bulan bekerja. Soalnya, ia memakai mobil seorang pelanggan tanpa permisi dulu dan mobil itu tabrakan. 

Cox bukan satu-satunya karyawan yang pernah dipecat oleh Mitchell, tetapi kasus Cox adalah yang terakhir terjadi. Ia marah sekali ketika dipecat. Menurut keterangan beberapa orang, ia berusaha menusuk Mitchell dengan obeng, tetapi Mitchell berhasil merobohkannya, sebab walaupun umurnya lebih dari setengah abad, Mitchell masih gesit dan kuat. 

Dua rekan sekerja Cox yang tampaknya tidak senang pada montir muda itu memberi tahu polisi bahwa Cox mengancam akan membuat perhitungan terhadap Mitchell. 

Polisi tidak meragukan keterangan mereka, sebab Cox pelanggan polisi. Walaupun usianya masih muda, tetapi catatan perihal pelanggaran-pelanggaran yang dibuatnya sudah panjang. Ia pernah menyerang orang lain dengan tangan kosong maupun dengan senjata tajam. Ia juga pernah mencuri sepeda motor. Dalam semua perkara itu Cox mengaku bersalah. la cuma dihukum ringan, karena memberi kesan baik. Ia langsing, berambut pirang berombak. Wajahnya klimis dan tampak jauh lebih muda daripada umurnya. Secara emosional mungkin ia memang belum matang. 

Kalau hakim bersikap murah hati kepadanya, tidak demikian dengan polisi yang menganggapnya sebagai orang yang berbahaya. 

Inspektur memerintahkan bawahannya untuk mencari Cox. Ternyata ia tidak bisa ditemukan di Sydney. Polisi mencurigai Cox sebagai pembunuh Mitchell: ia mempunyai motif. Ia bertengkar dengan Mitchell belum lama ini. Namanya tercatat pernah melakukan sejumlah pelanggaran, di antaranya ia diketahui pernah menyerang seseorang dengan pisau. 

Ia diketahui pernah mencuri. Mungkin saja ia pernah mendapat kesempatan memalsu kunci majikannya ketika bekerja di bengkel Mitchell, sebab kunci-kunci rumah disatukan dalam satu gelang dengan kunci kontak mobil. Siapa tahu ia mempergunakan kunci palsu untuk masuk ke rumah bekas majikannya dan menikam sang bekas majikan yang pernah memecatnya itu.

 

Anak gelap 

Perkara pembunuhan Mitchell pun terkatung-katung. Tahu-tahu polisi menerima surat aneh dari seorang wanita berumur 29 tahun yang mengaku bernama Joan Headley. Kata wanita itu, suaminya, Peter, yang berumur 35 tahun, adalah pacar Pauline Mitchell. Keluarga Headley memiliki rumah peristirahatan kecil di pantai antara Sydney dan Ravely. Ny. Headley yakin suaminya biasa membawa Pauline ke sana. Ia menulis bahwa Peter dan Pauline sudah menjalin hubungan intim 15 tahun yang silam dan mereka sempat memperoleh anak di luar nikah. 

Isi surat itu kelihatannya ngawur, karena polisi sudah cukup saksama menggali masa lalu Pauline Mitchell. Mereka tidak pernah mendapat keterangan dari siapa pun bahwa ia pernah berpacaran dengan Peter Headley, apalagi mempunyai anak gelap. Namun, memang mereka tidak sampai menggali ke masa 15 tahun yang silam. Soalnya, ketika itu Pauline baru berumur 16 tahun. 

Dalam suratnya, Ny. Headley menjelaskan bahwa suaminya bekerja di bengkel Mitchell. Kalau saja surat itu tanpa alamat, polisi pasti membuangnya ke keranjang sampah tanpa berusaha menyelidiki kebenarannya. Karena Ny. Headley memberi nama dan alamat jelas, polisi menaruh perhatian juga. 

Di salah sebuah bengkel Mitchell ternyata benar ada karyawan lama yang bernama Peter Headley. Latar belakang Ny. Headley diselidiki juga. Diketahui ia ibu rumah tangga baik-baik. la yakin betul suaminya berpacaran dengan Pauline, ketika Pauline masih remaja dan hubungan itu membuahkan seorang anak. la tidak tahu apa yang terjadi dengan anak itu. ia yakin Pauline membunuh anak gelap itu ketika baru dilahirkan. 

Katanya, yang merisaukannya ialah Peter pernah kelihatan menjemput Pauline dari rumah keluarga Mitchell pada saat James Mitchell tak ada di rumah dan kedua orang itu pergi bermobil berdua entah ke mana. 

"Dari mana Ibu tahu suami Ibu pergi berdua dengan Ny. Mitchell?" tanya polisi. 

"Dari teman saya, Christine Lane." 

"Christine Lane? Maksud Ibu, wanita yang tinggal di seberang rumah keluarga Mitchell?" 

"Ya." 

Kata Ny. Headley, ia pergi ke rumah kecil yang merupakan tempat peristirahatannya dan menemukan bekas-bekas kehadiran seorang wanita di sana. Ia mengira suaminya mengajak Pauline ke sana. Ia yakin Pauline dan Peter merencanakan pembunuhan atas James Mitchell supaya Pauline mendapat warisan banyak bengkel. Ia yakin kemudian suaminya akan minta cerai supaya bisa menikah dengan Pauline. 

Sersan detektif mendatangi Christine Lane untuk meminta penegasan. Menurut tetangga Mitchell itu, ia melihat Headley tiga kali datang ke rumah seberang saat James Mitchell tidak ada di rumah. Kedatangannya yang pertama adalah tanggal 10 Juni 1980. Peristiwa itu tidak ia beritahukan kepada Joan Headley, sebab ia mengira Mitchell menyuruh karyawannya itu datang ke sana untuk mengambil sesuatu. 

Ketika ia melihat Headley dan Ny. Mitchell bermobil berdua, ia jadi curiga. Baru beberapa bulan sebelum pembunuhan terjadi, ia memberi tahu Joan Headley perihal Peter yang dipergokinya tiga kali pergi berdua dengan Ny. Mitchell pada saat suami wanita itu sedang tidak berada di rumah. 

"Mengapa Ibu tidak memberi tahu kami pada saat mayat Pak Mitchell ditemukan?" tanya polisi. 

"Habis, saya tidak ditanyai apa-apa," jawab wanita itu. Polisi sadar bahwa mereka alpa. Christine Lane, yang melaporkan penemuan James Mitchell dalam keadaan bergeming tanggal 27 Mei 1981 itu luput dari perhatian polisi. Ia tidak ditanyai perihal tetangganya. Akibatnya, polisi sibuk mencari James Cox di seluruh Australia. 

"Bawa Peter Headley ke sini," perintah inspektur. 

"Apa alasan kita, Pak? Kita belum punya bukti bahwa ia terlibat pembunuhan atas Mitchell. Kita bahkan tidak punya bukti bahwa ia terlibat urusan cinta dengan Ny. Mitchell. Istrinya jelas sangat cemburu pada Pauline Mitchell. Pasti Headley dan Ny. Mitchell akan menyangkal kalau ditanyai." 

"Kau benar." 

"Kalau saja kita bisa mencari jejak dari anak tidak sah yang dilahirkan Pauline Hewitt 15 tahun atau 14 tahun yang lalu," kata sersan detektif. Tiba-tiba wajahnya berubah. 

"Barbara Hewitt berumur 14 tahun," katanya. 

"Barbara? Adik Ny. Mitchell itu?" tanya inspektur. 

"Apa betul adiknya?" 

"Coba kita seli-diki, walaupun Ny. Hewitt pasti akan menyangkal, sedangkan Barbara sendiri pasti tidak tahu." 

"Headley pasti tahu." 

"Apakah ia mau mengaku?" 

"Apakah kelahiran itu dilakukan di rumah tanpa pertolongan dokter atau orang lain?" 

"Bisa saja. Mode melahirkan di rumah sakit 'kan belum terlalu lama terjadi. Dulu orang biasa melahirkan di rumah dengan pertolongan bidan atau orang yang berpengalaman. Coba tanyakan dokter keluarga Hewitt di Raveley." 

Dokter keluarga Hewitt menyatakan ia selalu menganggap Barbara sebagai putra angkat Ny. Hewitt, sebab tidak mungkin Ny. Lois Hewitt melahirkan pada tanggal 4 Mei 1967. Dokter ini telah mengangkat kandungan Ny. Hewitt pada tanggal 10 Maret 1966. Bukan cuma rahimnya yang diangkat tetapi juga kedua indung telurnya.

 

Mendengar namanya pun belum pernah 

Walaupun inspektur tidak terlalu optimistis, Peter Headley dan Pauline Mitchell dibawa juga ke kantor polisi. Mereka ditanyai apakah mereka saling mengenal. Ny. Mitchell menyangkal pernah melihat Headley. Ia bahkan belum pernah mendengar nama pria itu, katanya. Headley menyatakan ia tahu bahwa Pauline Mitchell istri majikannya almarhum, Ia melihat wanita itu sekali atau mungkin dua kali ketika berkunjung ke bengkel. 

Polisi lalu berkata kepada Pauline Mitchell bahwa Ny. Lois Hewitt tidak mungkin melahirkan setelah tanggal 10 Maret 1966, karena rahim dan indung telur Ny. Hewitt diangkat hari itu. Jadi, Barbara tidak mungkin anak ibu Ny. Mitchell. Bukankah Barbara anak Ny. Mitchell sendiri? 

Pauline menjadi gugup. Ia menangis dan mengaku bahwa Barbara betul putri kandungnya. Katanya, ia hamil akibat hubungannya dengan Peter Headley pada umur 16 tahun. Ia melahirkan di rumah dan oleh orang tuanya anak itu diakui sebagai anak mereka. Barbara sendiri sampai saat itu belum tahu. 

Pauline menyangkal mengadakan hubungan kembali dengan Headley, setelah ia menikah dengan James Mitchell. 

Headley dikonfrontasikan dengan keterangan Pauline Mitchell. Kata polisi, Headley memberi keterangan palsu kepada polisi karena menyangkal mengenai Ny. Mitchell. 

Headley terpaksa mengakui bahwa secara tidak terduga-duga ia bertemu Pauline lagi di pasar swalayan tanggal 10 Juni 1980. Mereka pun menjalin hubungan yang terputus sekitar 15 tahun sebelumnya. 

Polisi kini mempunyai bukti bahwa baik Peter Headley maupun Pauline Mitchell berdusta kepada polisi sebelumnya. Headley dan Ny. Mitchell dikorek keterangannya dengan cerdik sekali. Akhirnya, Pauline Mitchell tidak berdaya lagi. Ia mengaku Headley membunuh suaminya. Katanya, ia tidak mau berhubungan kembali dengan Headley, tetapi Headley mengancam akan membuka rahasia perihal Barbara kepada suaminya, sehingga ia terpaksa menuruti keinginan Headley. Ia takut kalau Mitchell tahu, ia akan diceraikan, padahal ia tidak mau kehilangan suaminya. 

Ternyata tindakannya keliru, sebab Headley tidak puas hanya dengan mengadakan pertemuan intim dengannya di Clarke Avenue dan di rumah peristirahatan Headley, tetapi juga ingin menceraikan istrinya dan menikah dengan Pauline. Karena itulah Headley membunuh Mitchell. 

Rekaman pengakuan Ny. Mitchell diputar di hadapan Headley. Headley kalap. Ia berteriak-teriak. Katanya, bukan dia yang merencanakan pembunuhan atas Mitchell, tetapi Pauline. Katanya, Pauline ingin mewarisi bengkel-bengkel dan uang Mitchell. Ia berjanji akan memberi Headley bagian apabila Headley mau membunuh suaminya. 

Keduanya terus saling menyalahkan. Juri percaya kepada mereka berdua. Tanggal 27 Juri 1981 mereka dinyatakan bersalah dan hakim menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup bagi keduanya, karena terbukti melakukan pembunuhan yang direncanakan. (John Dunning)

" ["url"]=> string(77) "https://plus.intisari.grid.id/read/553448586/akibat-perangkap-cinta-masa-lalu" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1661952683000) } } [2]=> object(stdClass)#69 (6) { ["_index"]=> string(7) "article" ["_type"]=> string(4) "data" ["_id"]=> string(7) "3401120" ["_score"]=> NULL ["_source"]=> object(stdClass)#70 (9) { ["thumb_url"]=> string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2022/08/03/akibat-perangkap-cinta-masa-lalu-20220803011322.jpg" ["author"]=> array(1) { [0]=> object(stdClass)#71 (7) { ["twitter"]=> string(0) "" ["profile"]=> string(0) "" ["facebook"]=> string(0) "" ["name"]=> string(13) "Intisari Plus" ["photo"]=> string(0) "" ["id"]=> int(9347) ["email"]=> string(22) "plusintisari@gmail.com" } } ["description"]=> string(136) "Pauline secara sengaja telah merencanakan pembunuhan kepada suaminya. Cinta masa lalunya dengan Headley disebut-sebut menjadi pemicunya." ["section"]=> object(stdClass)#72 (7) { ["parent"]=> NULL ["name"]=> string(8) "Kriminal" ["description"]=> string(0) "" ["alias"]=> string(5) "crime" ["id"]=> int(1369) ["keyword"]=> string(0) "" ["title"]=> string(24) "Intisari Plus - Kriminal" } ["photo_url"]=> string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2022/08/03/akibat-perangkap-cinta-masa-lalu-20220803011322.jpg" ["title"]=> string(32) "Akibat Perangkap Cinta Masa Lalu" ["published_date"]=> string(19) "2022-08-03 13:13:49" ["content"]=> string(23744) "

Intisari Plus - Pauline secara sengaja telah merencanakan pembunuhan kepada suaminya, James Mitchell. Ia yang kepalang terjerat cinta masa lalunya dengan Headley, menyebabkan pembunuhan tragis terhadap James.

-------------------

Christine Lane, gadis bujangan berumur 28 tahun, terbangun dengan kaget. Pintu rumahnya digedor-gedor orang. la melirik beker: baru pukul 06.25. la melompat dari ranjang, lalu mengintip dari jendela. 

Tanggal 27 Mei 1981 itu cuaca cerah. Seorang wanita rupawan berambut kemerah-merahan menggedor-gedor pintu rumah Christine di Clarke Avenue 41, Sydney, Australia, sambil berteriak-teriak histeris. Wanita itu tetangganya, Pauline Mitchell, yang berumur 31 tahun. la bertelanjang kaki dan cuma memakai pakaian tidur tembus pandang yang nyaris tidak sampai menutup pinggul. 

Setelah yakin yang menggedor pintu itu bukan kriminal, Christine berlari membukakan pintu. Pauline segera menubruknya.

 "Si Jimmy!" katanya sambil tersedu-sedu. "Entah kenapa dia. Dia menggeletak di lantai. Dekat ranjang. Dari mulutnya keluar darah!" 

Christine Lane menghela tetangganya ke ruang duduk dan menyuruhnya duduk di sofa. la sendiri kembali ke muka pintu rumahnya. Pintu rumah di seberangnya dilihatnya terpentang. Setelah ragu-ragu sejenak, ia menyeberangi jalan, memasuki rumah itu dan menuju ke kamar tidur.

Tadi ia ragu-ragu, karena mengira jangan-jangan James Mitchell yang berumur 51 tahun itu diserang seseorang, mungkin maling. Mitchell, pemilik sejumlah bengkel yang laris itu, termasuk orang berada kalau tidak mau dikatakan kaya. 

Di rumah tetangganya itu Christine Lane tidak melihat tanda-tanda bekas kemasukan maling, tetapi Mitchell dijumpainya terbaring dekat ranjang di kamarnya. Darah mengalir dari mulutnya, persis seperti dikatakan oleh istrinya. Darah yang tergenang cukup banyak. Mitchell entah cuma tak sadarkan diri entah sudah tewas. Ia tergolek tidak bergerak sedikit pun dan matanya terkatup. 

Christine pernah belajar memberikan pertolongan pertama pada kecelakaan di Palang Merah, tetapi keadaan Mitchell dianggapnya sudah berada di luar kemampuannya untuk menolong. Jadi, ia tidak mendekati tetangganya itu. Ia berlari ke ruang tamu dan menelepon lembaga yang memberi pelayanan ambulan.

 

Dikira sedang ke WC 

Petugas ambulans memeriksa detak jantung dan napas Mitchell. Tidak ada tanda-tanda kehidupan. Ia malah menemukan luka yang dalam di sisi kiri pria itu. Ia menduga luka bekas tusukan pisau. Cepat-cepat diteleponnya polisi dari radio telepon di ambulansnya. "Kemungkinan pria itu dibunuh," katanya. 

Petugas di kantor polisi memintanya menunggui mayat sampai polisi datang. Tidak lama kemudian dua mobil patroli tiba dengan selang waktu 5 menit. Para polisi dari mobil patroli pertama membenarkan dugaan si petugas ambulans. 

Pukul 06.55 inspektur polisi yang bertugas di bagian pembunuhan tiba di kantornya. Ia sedang menghirup kopi, ketika bawahannya datang melaporkan penemuan mayat seorang pria yang dicurigai menjadi korban pembunuhan. Inspektur yang tinggi besar dan tampak cerdas itu mendengarkan laporan dengan berdiam diri. Begitu laporan selesai, ia mengajak asistennya, seorang sersan detektif, untuk ikut serta ke Clarke Avenue. 

Di mobil ia menceritakan apa yang didengarnya tadi dari laporan di kantor. Laporan itu tidak lengkap. Identitas orang yang dicurigai sebagai korban pembunuhan itu belum ada. 

Ketika mereka tiba, hampir semua tetangga Mitchell sudah berkumpul di muka rumahnya. Christine Lane menyambut inspektur dan memperkenalkan diri sebagai orang yang memanggil ambulans. Ia juga memberi tahu bahwa janda Mitchell berada di rumahnya di seberang jalan. 

Sersan detektif pergi ke seberang untuk meminta keterangan dari Ny. Mitchell, sedangkan inspektur polisi masuk ke kamar tempat mayat untuk melihat mayat itu. Namun, ia tidak mendekat. Kemudian ia menyeberang untuk ikut mendengarkan duduk perkara dari janda korban. 

Pauline Mitchell berkata, ia tidak tahu siapa kiranya yang menginginkan nyawa suaminya. Mungkin maling. Ia bukan orang yang mudah terbangun dari tidur. Jadi, dia tidak mendengar apa-apa sampai suaminya jatuh berdebum dekat ranjang. Ketika terbangun oleh suara keras itu, mula-mula ia bingung karena suaminya tidak ada di sebelahnya. Disangkanya suaminya sedang ke kamar kecil. Namun, ia heran karena lampu kamar kecil tidak dinyalakan. Ia memanggil-manggil. Tidak ada jawaban. 

Dengan perasaan takut dinyalakannya lampu, lalu ia bangkit. Ketika itulah kaki suaminya tampak di ujung ranjang. Ia menjenguk ke bawah ranjang dan mendapatkan dirinya tepat berhadapan muka dengan wajah suaminya yang mulutnya mengeluarkan darah. Ia mengira suaminya terluka karena terjatuh dari ranjang. Tetapi setelah suaminya tidak bisa disadarkan, ia berlari untuk minta tolong ke seberang. Pintu depan rumahnya terkunci seperti biasa. Ia juga tidak memergoki orang di dalam rumahnya.

 

Bukan maling 

Setelah selesai mendengar keterangan yang direkam itu, inspektur dan sersan detektif pergi ke mobil polisi untuk menelepon markas besar, meminta dikirimkan tim dari laboratorium polisi. Kantor dokter polisi dihubungi juga. Soalnya, jelas James Mitchell tidak meninggal secara wajar. Ternyata kantor dokter polisi sudah mendapat kabar, sehingga tidak lama kemudian seorang dokter tiba di tempat kejadian. 

Dari hasil pemeriksaan di tempat itu, dokter melaporkan bahwa pisau mungkin menembus jantung atau merusakkan beberapa pembuluh darah utama sekitar jantung. Mitchell diperkirakan tewas belum sampai satu jam dan rupanya ditusuk pada saat tidur. 

Dokter itu lalu berangkat untuk menunggu mayat diangkut ke tempatnya berdinas, supaya bisa diautopsi. Ambulans polisi sudah siap, tetapi harus menunggu kedatangan para teknisi dari laboratorium dulu. Para teknisi ternyata tidak bisa menemukan sesuatu yang berarti di tempat kejadian maupun pada mayat. Yang dapat mereka pastikan hanyalah Mitchell ditikam pada saat tidur telentang. Dalam keadaan sekarat ia terjerembap ke lantai. 

Saat itu dokter keluarga Mitchell sudah dipanggil dan ia memberi Ny. Mitchell obat penenang. Jadi, janda itu tidak bisa menemani inspektur memeriksa rumah untuk memberi tahu kalau-kalau ada benda berharga yang hilang. 

Tampaknya tak ada benda yang hilang, sebab sejumlah besar perhiasan Ny. Mitchell kelihatan tidak terganggu. 

Inspektur tidak heran. Kalau perampok atau maling masuk ke rumah orang lain, maksudnya pasti untuk mengambil uang atau barang berharga. Mereka mungkin saja membunuh orang kalau kepergok, karena khawatir dikenali. Namun, mustahil kalau maling menikam orang yang sedang tidur. 

Setelah menyuruh mengangkut mayat ke tempat dokter polisi, ia mengajak asistennya pulang ke kantor. 

"Sebagai langkah pertama," katanya kepada asistennya, "bentuk suatu tim untuk menyelidiki hubungan Mitchell dengan para karyawannya. Ia pemilik banyak bengkel. Mungkin saja sekali-sekali ia bertengkar dan kalau-kalau ia menerima ancaman." 

"Bapak yakin pembunuhnya karyawannya?" tanya sang sersan detektif. 

"Saya tidak bisa menentukannya sekarang. Selain tugas tadi, saya minta engkau juga menunjuk sekelompok orang untuk meneliti kegiatan pribadi Mitchell. Orang kaya berumur awal 50-an bisa saja mempunyai wanita simpanan atau berhubungan intim dengan istri orang lain." 

Asistennya menyumbangkan pikiran, "Ny. Mitchell cantik dan 20 tahun lebih muda daripada suaminya. Menurutnya, ia baru menikah dengan Mitchell tanggal 7 Mei 1976." 

"Sudah lima tahun. Pria kaya umur 50-an cepat bosan," komentar atasannya cepat. 

"Bapak tidak mau menyelidiki kehidupan Ny. Mitchell?" tanya sersan detektif itu. 

"Harus dong," jawab atasannya. 

"Yang satu ini Namanya tercatat pernah melakukan sejumlah pelanggaran harus kau tangani sendiri. Siapa tahu ia mempunyai kekasih."

 

Masih kuat dan gesit 

Pauline Mitchell berasal dari kota kecil Ravely. Orang tuanya masih tinggal di sana dengan adik perempuannya, Barbara (14). Rupanya ibunya, Lois Hewitt, yang kini berumur 56 tahun, baru mendapat anak lagi di usia senja. Keluarga Hewitt biasa saja. Mereka orang baik-baik dan termasuk golongan menengah. 

Paulie pernah berpacaran dengan beberapa pemuda sebayanya, tetapi belum pernah menikah sampai bertemu dengan Mitchell. Pertemuan terjadi di sebuah restoran anggun di Sydney, tempat Mitchell biasa datang untuk makan. Ketika itu awal tahun 1976 dan Pauline sedang bekerja sebagai pelayan restoran. 

Sepanjang penyelidikan, ia tidak diketahui mempunyai kekasih. "Bodoh sekali kalau ia berbuat serong," kata sersan detektif. Mitchell sangat besar perhatiannya dan istrinya mendapat apa saja yang diinginkannya. Lagi pula, menurut dua pria bekas pacarnya, Pauline bukanlah orang yang terlalu suka pada seks. "Ia normal dan bukan jenis orang emosional yang bisa membunuh suaminya demi pria lain yang lebih muda." 

"Jangan terlalu yakin," kata inspektur. "Tetapi apa pun latar belakang pembunuhan itu, Mitchell bukan ditikam oleh istrinya. Menurut laporan autopsi, kematian diperkirakan pukul 06.20. Bisa kurang atau lebih 5 menit. Mitchell tidak mungkin mempunyai waktu untuk menyembunyikan pisau sebelum menggedor rumah tetangganya. Menurut cetakan luka, pisau yang dipakai menikam ialah sejenis pisau berburu yang cuma satu sisinya tajam. Panjang luka itu 7 inci. Pisau itu masuk dari celah rusuk dan menembus bagian bawah jantung. Mitchell mungkin tewas tanpa sempat terbangun dulu." 

Menurut hasil penyelidikan, Mitchell juga tidak mempunyai simpanan. Ia tidak pernah terlihat serius dengan wanita, kecuali dengan Pauline. Mitchell agak pemalu. 

Dua hari kemudian datang laporan penyelidikan tentang karyawan bengkel-bengkel milik Mitchell. Diketahui bahwa musim semi 1981, seorang montir bernama James Cox (22) dipecat oleh Mitchell setelah dua bulan bekerja. Soalnya, ia memakai mobil seorang pelanggan tanpa permisi dulu dan mobil itu tabrakan. 

Cox bukan satu-satunya karyawan yang pernah dipecat oleh Mitchell, tetapi kasus Cox adalah yang terakhir terjadi. Ia marah sekali ketika dipecat. Menurut keterangan beberapa orang, ia berusaha menusuk Mitchell dengan obeng, tetapi Mitchell berhasil merobohkannya, sebab walaupun umurnya lebih dari setengah abad, Mitchell masih gesit dan kuat. 

Dua rekan sekerja Cox yang tampaknya tidak senang pada montir muda itu memberi tahu polisi bahwa Cox mengancam akan membuat perhitungan terhadap Mitchell. 

Polisi tidak meragukan keterangan mereka, sebab Cox pelanggan polisi. Walaupun usianya masih muda, tetapi catatan perihal pelanggaran-pelanggaran yang dibuatnya sudah panjang. Ia pernah menyerang orang lain dengan tangan kosong maupun dengan senjata tajam. Ia juga pernah mencuri sepeda motor. Dalam semua perkara itu Cox mengaku bersalah. la cuma dihukum ringan, karena memberi kesan baik. Ia langsing, berambut pirang berombak. Wajahnya klimis dan tampak jauh lebih muda daripada umurnya. Secara emosional mungkin ia memang belum matang. 

Kalau hakim bersikap murah hati kepadanya, tidak demikian dengan polisi yang menganggapnya sebagai orang yang berbahaya. 

Inspektur memerintahkan bawahannya untuk mencari Cox. Ternyata ia tidak bisa ditemukan di Sydney. Polisi mencurigai Cox sebagai pembunuh Mitchell: ia mempunyai motif. Ia bertengkar dengan Mitchell belum lama ini. Namanya tercatat pernah melakukan sejumlah pelanggaran, di antaranya ia diketahui pernah menyerang seseorang dengan pisau. Ia diketahui pernah mencuri. Mungkin saja ia pernah mendapat kesempatan memalsu kunci majikannya ketika bekerja di bengkel Mitchell, sebab kunci-kunci rumah disatukan dalam satu gelang dengan kunci kontak mobil. Siapa tahu ia mempergunakan kunci palsu untuk masuk ke rumah bekas majikannya dan menikam sang bekas majikan yang pernah memecatnya itu.

 

Anak gelap 

Perkara pembunuhan Mitchell pun terkatung-katung. Tahu-tahu polisi menerima surat aneh dari seorang wanita berumur 29 tahun yang mengaku bernama Joan Headley. Kata wanita itu, suaminya, Peter, yang berumur 35 tahun, adalah pacar Pauline Mitchell. Keluarga Headley memiliki rumah peristirahatan kecil di pantai antara Sydney dan Ravely. Ny. Headley yakin suaminya biasa membawa Pauline ke sana. Ia menulis bahwa Peter dan Pauline sudah menjalin hubungan intim 15 tahun yang silam dan mereka sempat memperoleh anak di luar nikah. 

Isi surat itu kelihatannya ngawur, karena polisi sudah cukup saksama menggali masa lalu Pauline Mitchell. Mereka tidak pernah mendapat keterangan dari siapa pun bahwa ia pernah berpacaran dengan Peter Headley, apalagi mempunyai anak gelap. Namun, memang mereka tidak sampai menggali ke masa 15 tahun yang silam. Soalnya, ketika itu Pauline baru berumur 16 tahun. 

Dalam suratnya, Ny. Headley menjelaskan bahwa suaminya bekerja di bengkel Mitchell. Kalau saja surat itu tanpa alamat, polisi pasti membuangnya ke keranjang sampah tanpa berusaha menyelidiki kebenarannya. Karena Ny. Headley memberi nama dan alamat jelas, polisi menaruh perhatian juga. 

Di salah sebuah bengkel Mitchell ternyata benar ada karyawan lama yang bernama Peter Headley. Latar belakang Ny. Headley diselidiki juga. Diketahui ia ibu rumah tangga baik-baik. la yakin betul suaminya berpacaran dengan Pauline, ketika Pauline masih remaja dan hubungan itu membuahkan seorang anak. la tidak tahu apa yang terjadi dengan anak itu. ia yakin Pauline membunuh anak gelap itu ketika baru dilahirkan. 

Katanya, yang merisaukannya ialah Peter pernah kelihatan menjemput Pauline dari rumah keluarga Mitchell pada saat James Mitchell tak ada di rumah dan kedua orang itu pergi bermobil berdua entah ke mana. 

"Dari mana Ibu tahu suami Ibu pergi berdua dengan Ny. Mitchell?" tanya polisi. 

"Dari teman saya, Christine Lane." 

"Christine Lane? Maksud Ibu, wanita yang tinggal di seberang rumah keluarga Mitchell?" 

"Ya." 

Kata Ny. Headley, ia pergi ke rumah kecil yang merupakan tempat peristirahatannya dan menemukan bekas-bekas kehadiran seorang wanita di sana. Ia mengira suaminya mengajak Pauline ke sana. Ia yakin Pauline dan Peter merencanakan pembunuhan atas James Mitchell supaya Pauline mendapat warisan banyak bengkel. Ia yakin kemudian suaminya akan minta cerai supaya bisa menikah dengan Pauline. 

Sersan detektif mendatangi Christine Lane untuk meminta penegasan. Menurut tetangga Mitchell itu, ia melihat Headley tiga kali datang ke rumah seberang saat James Mitchell tidak ada di rumah. Kedatangannya yang pertama adalah tanggal 10 Juni 1980. Peristiwa itu tidak ia beritahukan kepada Joan Headley, sebab ia mengira Mitchell menyuruh karyawannya itu datang ke sana untuk mengambil sesuatu. Ketika ia melihat Headley dan Ny. Mitchell bermobil berdua, ia jadi curiga. Baru beberapa bulan sebelum pembunuhan terjadi, ia memberi tahu Joan Headley perihal Peter yang dipergokinya tiga kali pergi berdua dengan Ny. Mitchell pada saat suami wanita itu sedang tidak berada di rumah. 

"Mengapa Ibu tidak memberi tahu kami pada saat mayat Pak Mitchell ditemukan?" tanya polisi. 

"Habis, saya tidak ditanyai apa-apa," jawab wanita itu. Polisi sadar bahwa mereka alpa. Christine Lane, yang melaporkan penemuan James Mitchell dalam keadaan bergeming tanggal 27 Mei 1981 itu luput dari perhatian polisi. Ia tidak ditanyai perihal tetangganya. Akibatnya, polisi sibuk mencari James Cox di seluruh Australia. 

"Bawa Peter Headley ke sini," perintah inspektur. 

"Apa alasan kita, Pak? Kita belum punya bukti bahwa ia terlibat pembunuhan atas Mitchell. Kita bahkan tidak punya bukti bahwa ia terlibat urusan cinta dengan Ny. Mitchell. Istrinya jelas sangat cemburu pada Pauline Mitchell. Pasti Headley dan Ny. Mitchell akan menyangkal kalau ditanyai." 

"Kau benar." 

"Kalau saja kita bisa mencari jejak dari anak tidak sah yang dilahirkan Pauline Hewitt 15 tahun atau 14 tahun yang lalu," kata sersan detektif. Tiba-tiba wajahnya berubah. 

"Barbara Hewitt berumur 14 tahun," katanya. 

"Barbara? Adik Ny. Mitchell itu?" tanya inspektur. 

"Apa betul adiknya?" 

"Coba kita seli-diki, walaupun Ny. Hewitt pasti akan menyangkal, sedangkan Barbara sendiri pasti tidak tahu." 

"Headley pasti tahu." 

"Apakah ia mau mengaku?" 

"Apakah kelahiran itu dilakukan di rumah tanpa pertolongan dokter atau orang lain?" 

"Bisa saja. Mode melahirkan di rumah sakit 'kan belum terlalu lama terjadi. Dulu orang biasa melahirkan di rumah dengan pertolongan bidan atau orang yang berpengalaman. Coba tanyakan dokter keluarga Hewitt di Raveley." 

Dokter keluarga Hewitt menyatakan ia selalu menganggap Barbara sebagai putra angkat Ny. Hewitt, sebab tidak mungkin Ny. Lois Hewitt melahirkan pada tanggal 4 Mei 1967. Dokter ini telah mengangkat kandungan Ny. Hewitt pada tanggal 10 Maret 1966. Bukan cuma rahimnya yang diangkat tetapi juga kedua indung telurnya.

 

Mendengar namanya pun belum pernah 

Walaupun inspektur tidak terlalu optimistis, Peter Headley dan Pauline Mitchell dibawa juga ke kantor polisi. Mereka ditanyai apakah mereka saling mengenal. Ny. Mitchell menyangkal pernah melihat Headley. Ia bahkan belum pernah mendengar nama pria itu, katanya. Headley menyatakan ia tahu bahwa Pauline Mitchell istri majikannya almarhum, Ia melihat wanita itu sekali atau mungkin dua kali ketika berkunjung ke bengkel. 

Polisi lalu berkata kepada Pauline Mitchell bahwa Ny. Lois Hewitt tidak mungkin melahirkan setelah tanggal 10 Maret 1966, karena rahim dan indung telur Ny. Hewitt diangkat hari itu. Jadi, Barbara tidak mungkin anak ibu Ny. Mitchell. Bukankah Barbara anak Ny. Mitchell sendiri? 

Pauline menjadi gugup. Ia menangis dan mengaku bahwa Barbara betul putri kandungnya. Katanya, ia hamil akibat hubungannya dengan Peter Headley pada umur 16 tahun. Ia melahirkan di rumah dan oleh orang tuanya anak itu diakui sebagai anak mereka. Barbara sendiri sampai saat itu belum tahu. 

Pauline menyangkal mengadakan hubungan kembali dengan Headley, setelah ia menikah dengan James Mitchell. 

Headley dikonfrontasikan dengan keterangan Pauline Mitchell. Kata polisi, Headley memberi keterangan palsu kepada polisi karena menyangkal mengenai Ny. Mitchell. 

Headley terpaksa mengakui bahwa secara tidak terduga-duga ia bertemu Pauline lagi di pasar swalayan tanggal 10 Juni 1980. Mereka pun menjalin hubungan yang terputus sekitar 15 tahun sebelumnya. 

Polisi kini mempunyai bukti bahwa baik Peter Headley maupun Pauline Mitchell berdusta kepada polisi sebelumnya. Headley dan Ny. Mitchell dikorek keterangannya dengan cerdik sekali. Akhirnya, Pauline Mitchell tidak berdaya lagi. Ia mengaku Headley membunuh suaminya. Katanya, ia tidak mau berhubungan kembali dengan Headley, tetapi Headley mengancam akan membuka rahasia perihal Barbara kepada suaminya, sehingga ia terpaksa menuruti keinginan Headley. Ia takut kalau Mitchell tahu, ia akan diceraikan, padahal ia tidak mau kehilangan suaminya. 

Ternyata tindakannya keliru, sebab Headley tidak puas hanya dengan mengadakan pertemuan intim dengannya di Clarke Avenue dan di rumah peristirahatan Headley, tetapi juga ingin menceraikan istrinya dan menikah dengan Pauline. Karena itulah Headley membunuh Mitchell. 

Rekaman pengakuan Ny. Mitchell diputar di hadapan Headley. Headley kalap. Ia berteriak-teriak. Katanya, bukan dia yang merencanakan pembunuhan atas Mitchell, tetapi Pauline. Katanya, Pauline ingin mewarisi bengkel-bengkel dan uang Mitchell. Ia berjanji akan memberi Headley bagian apabila Headley mau membunuh suaminya. 

Keduanya terus saling menyalahkan. Juri percaya kepada mereka berdua. Tanggal 27 Juri 1981 mereka dinyatakan bersalah dan hakim menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup bagi keduanya, karena terbukti melakukan pembunuhan yang direncanakan.  (John Dunning)

" ["url"]=> string(77) "https://plus.intisari.grid.id/read/553401120/akibat-perangkap-cinta-masa-lalu" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1659532429000) } } [3]=> object(stdClass)#73 (6) { ["_index"]=> string(7) "article" ["_type"]=> string(4) "data" ["_id"]=> string(7) "3350649" ["_score"]=> NULL ["_source"]=> object(stdClass)#74 (9) { ["thumb_url"]=> string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2022/06/29/karena-kakak-keras-kepala_sj-obj-20220629072424.jpg" ["author"]=> array(1) { [0]=> object(stdClass)#75 (7) { ["twitter"]=> string(0) "" ["profile"]=> string(0) "" ["facebook"]=> string(0) "" ["name"]=> string(13) "Intisari Plus" ["photo"]=> string(0) "" ["id"]=> int(9347) ["email"]=> string(22) "plusintisari@gmail.com" } } ["description"]=> string(149) "Pauline harus merawat ibunya yang sudah tua, sedangkan ia sendiri pernah dirawat di RSJ. Suatu seorang dokter memaksa kakknya turut menjaga sang Ibu." ["section"]=> object(stdClass)#76 (7) { ["parent"]=> NULL ["name"]=> string(8) "Kriminal" ["description"]=> string(0) "" ["alias"]=> string(5) "crime" ["id"]=> int(1369) ["keyword"]=> string(0) "" ["title"]=> string(24) "Intisari Plus - Kriminal" } ["photo_url"]=> string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2022/06/29/karena-kakak-keras-kepala_sj-obj-20220629072424.jpg" ["title"]=> string(25) "Karena Kakak Keras Kepala" ["published_date"]=> string(19) "2022-06-29 19:24:37" ["content"]=> string(33746) "

Intisari Plus - Pauline harus merawat ibunya yang sudah tua, sedangkan ia sendiri pernah dirawat di RSJ. Suatu hari, sang Ibu bercerita kepada Marjorie, kakak Pauline, bahwa adiknya sedang dekat dengan seorang dokter. Tak lama, dokter itu pun memaksa agar Marjorie mau turut menjaga sang Ibu juga.

------------------

Orang pertama yang memberi tahu Marjorie tentang teman pria Pauline adalah Mama. Bukan Pauline sendiri.

"Bagaimana Mama tahu?" tanya Marjorie tak sadar bahwa itu pertanyaan konyol - bukankah selama ini Mama hanya ditemani oleh Pauline.

"la datang ke sini tadi malam. Dari kamar tidur, aku dapat mendengar suaranya yang berkata, 'Bicara sebagai seorang dokter, Pauline ...' Aku menduga mereka berkenalan saat Pauline dirawat di tempat itu."

Marjorie tidak suka mendengar kata tempat itu. Sungguh bodoh - berpikiran sempit, tapi tempat perawatan orang gila tetaplah tempat perawatan orang gila. Toh, ia sulit menerima kenyataan bahwa adiknya pernah dirawat di sana. Hal yang sungguh memalukan keluarga.

"Mungkin ia sedang menjalankan tugas profesinya," sahut Marjorie. "Kenapa Mama tidak menanyainya?"

"Aku tidak ingin melakukannya. Kamu tahu seperti apa Pauline." Majorie pun bisa memahami.

Mereka segera diam karena Pauline telah muncul lagi membawa seperangkat jamuan minum teh. la mengoleskan mentega pada sepotong kue, memotong kecil-kecil, memasang serbet ke leher Mama, dan melakukan semuanya dengan tenang, tanpa sepatah kata pun.

"Mengapa kamu pakai cangkir keramik Cina yang paling bagus?" tanya Mama.

Marjorie baru akan memprotes, namun Pauline cepat memotong, "Sudahlah. la 'kan tidak bisa melihat. Kau tahu sendiri betapa buruk penglihatannya." Pauline tersenyum manis pada Mama. "Ya, kami menggunakan cangkir keramik terbaik itu," lalu membersihkan ujung bibir Mama dengan tisu.

Setelah pertemuan singkat itu Marjorie pamit pulang. la tak bisa berlama-lama di rumah Mama karena banyak urusan penting dengan anak-anak dan George - suaminya - yang harus diselesaikannya. Seperti biasa, Mama bisa mengerti itu. 

Sabtu siang ia menjenguk Mama lagi, "hanya mampir" dalam perjalanan ke toko. 

"la datang lagi tadi malam," Mama berbisik. 

“Siapa?"

"Dokter teman pria Pauline, ia datang malam sekali. Aku membunyikan bel memanggil Pauline karena aku ingin ke kamar kecil. Sekitar pukul 23.00 setelah kembali ke kamar tidur, aku mendengar suaranya.”

Saat itu Pauline sedang di pekarangan mengangkat jemuran yang telah kering. Ketika ia masuk ke rumah, Marjorie mengamati wajah adiknya dengan saksama. Pauline nampak sangat kelelahan. Tubuhnya yang tinggi kurus dan kehitaman, terlihat makin kurus. 

Bahkan celana panjang gombrang model kuno yang dikenakan tampak kedodoran menggantung begitu saja di pinggulnya yang tak berlekuk. Matanya yang bergaris hitam pertanda kurang tidur berkaca-kaca, mungkin karena obat-obatan yang harus diminum sekeluarnya dari tempat itu.

"Apakah aku kelihatan jorok, atau ... begitu cantiknya aku hingga kau terkesima melihatku?" ujar Pauline memecah keheningan.

"Maaf, aku melamun," Marjorie menjawab sambil bergegas pamit karena takut toko yang ditujunya keburu tutup.

 

Perawan tua yang sibuk

Setelah berbelanja, ia pun pulang dengan sekumpulan masalah ruwet membebani pikirannya. Namun ia mampu bersabar menunggu anak-anaknya keluar rumah sebelum menceritakan masalahnya pada George. Brian (17) dan Susan (16), tanpa memperhitungkan usia muda mereka, memang anak yang penuh pengertian. 

Mereka mampu menyadari bahwa nenek mereka yang sering disebut sebagai Nanna - cara mereka menyebut Mama - layak diperlakukan sebagai "orang tua yang tercinta". Mereka tidak akan pusing bila harus serumah dengan Nanna. Malah mereka mampu beriba hati pada Bibi Pauline yang tentu merasa bosan tidak pernah bisa ke luar rumah.

"Pauline punya pacar, George." 

"Ah, kamu bercanda."

"Tidak. Menurut cerita Mama, ia dokter yang ditemui Pauline ketika dirawat di Hightrees. la telah dua kali singgah di malam hari dan pulang hampir tengah malam." 

"Ya, selamat untuk Pauline, ia sekarang sudah 40 tahun jika bisa benar-benar beruntung," ujar George. 

"Bukan 40, tapi 42. Kau tahu persis 'kan ia 7 tahun lebih muda daripadaku," Marjorie menukas. 

"Tapi nampaknya justru sebaliknya. Banyak orang menduga kau yang lebih muda," George tersenyum penuh arti pada istrinya, lalu mulai membuka koran edisi hari itu. 

"Dengar dulu, George! Tolong, jangan membaca sekarang. Aku belum selesai bicara. George, kalau ... kalau ia harus menikah?" Marjorie mengucapkannya dengan napas berat, seberat tekanan perasaan yang seakan tengah menindihnya. "Kalau ia harus menikah dengan dokter itu?"

"Apa, Pauline si Perawan Tua?"

“Ya, mengapa tidak? Aku tahu ia tidak muda lagi dan tidak cukup menarik, tapi kapan sebaiknya menurutmu seorang wanita pantas menikah ... maksudku. Aku tidak peduli apa pendapat anak-anak muda sekarang, pada dasarnya semua wanita ingin menikah. Mengapa Pauline tidak?"

"Pria itu harus benar-benar ingin menikahinya."

"Ya, tapi coba lihat sekarang. la dokter, dan Pauline selalu ingin menjadi dokter, hanya Mama tidak mengizinkannya. Maka ia memilih menjadi perawat. Kalau mau, kemampuan bicaranya jauh di atas yang kumiliki. Bisa jadi mereka punya banyak kesamaan."

"Syukurlah kalau begitu, apa lagi yang harus kukatakan."

"Tapi George, bagaimana dengan Mama? Dokter sangat terikat dengan tugas-tugas beratnya. la tentu tidak mau dekat dengan Mama. Kau tidak tahu bagaimana menjengkelkannya Mama. Mama bisa membangunkan Pauline 4 - 5 kali dalam semalam. la membunyikan bel di samping tempat tidurnya hanya untuk minta dilayani hal-hal sepele. Begitu terus. 

Pauline memang tidak pernah mengeluh, tapi kadang-kadang aku menangkap kesan ia akan melakukan apa saja agar bisa membebaskan diri dari situasi itu. Aku juga bingung mengapa ia tidak mau mengatakan betapa repotnya dia ketika Mama pertama kali kena serangan jantung, agar Mama tidak harus pulang ke rumah dan ...."

"Tenang Marje. Tidakkah emosimu terlalu terbakar untuk sesuatu yang tidak pasti?" George menyahut kalem. "Sepanjang yang kita ketahui, si Dokter Anu baru ke rumah dua kali dan mungkin saja nanti ia tidak datang-datang lagi."

Ketakutan paling besar dalam kehidupan Marjorie adalah: suatu saat Mama akan tinggal bersamanya. la sendiri tidak tahu bagaimana selama ini ia bisa mengatur sedemikian rupa agar terbebas dari tanggung jawab merawat Mama.

 

Ogah tapi kasihan

Sesungguhnya Marjorie memiliki rumah besar, sehingga Mama bisa mendapatkan kamar tidur sendiri. la tidak bekerja, sementara anak-anak sudah bisa mengurus diri sendiri. Sungguh Marjorie beruntung memiliki adik perempuan Pauline. 

Bayangkan, seandainya ia justru memiliki adik laki-laki, tentu ia tidak mau - sebagaimana pada umumnya pria - berhenti bekerja, memberikan tempat tinggalnya, menghabiskan seluruh hidupnya untuk merawat Mama yang rewel.

Namun Marjorie sadar tidak bisa meminta bantuan George dan anak-anak dalam merawat Mama. Meski George akan menurut tanpa banyak protes atas invasi ibu mertua ke rumahnya. Toh, bukan George dan anak-anak yang akan dibangunkan Mama di malam hari yang bisa jadi sedang senewen soal kepanasan, rematik, obat tetes mata, dan susu panas.

Marjorie memang selalu khawatir tentang Pauline. Saat kanak-kanak, Pauline cenderung menarik diri dari lingkungan, berjam-jam ia mengurung diri dalam kamar yang tertutup rapat. Saat itu, Marjorie ingat, Pauline memiliki teman khayalan. 

Sebetulnya ini hal yang lazim - karena ia melihat gejala yang sama ditunjukkan oleh Susan, anaknya. Tapi Pablo, teman khayalan Pauline, bertahan sampai ia berumur belasan, dan sering digunakan sebagai corong untuk mengutarakan perasaannya. Si Pablo ini hilang saat Pauline menginjak masa puber. 

Sejak itu Marjorie tidak ingat lagi kapan adiknya pernah mencetuskan perasaannya. Ketika ia diberi tahu tentang rumah perawatan untuk Mama yang biayanya £ 60 seminggu, tak ada jalan lain ia harus mengorbankan pekerjaannya dan kembali ke rumah. Saat itu dengan wajah datar tanpa ekspresi, ia hanya berucap, "Berarti aku tidak mempunyai pilihan lain."

Tak pernah sekalipun ia mengajukan adanya pilihan kemungkinan lain pada Marjorie. Namun, sejak itu Pauline yang dulu selalu menciumnya ketika bertemu atau berpisah, tidak pernah lagi melakukannya. Mereka tidak pernah lagi saling cium pipi. Tidak saat untuk kedua kalinya Mama kena serangan jantung, tidak juga saat Pauline di Hightrees. Tugas beratnya dalam merawat Mama tak juga mampu membukakan sedikit mulut tipis Pauline untuk memprotes Mama.

"Mama membangunkanku tengah malam dan lagi pada pukul 04.00 dan 05.00. Namun ia masih juga mengompol. Aku selesai mencuci semuanya pukul 08.00, lalu membereskan ruang duduk. Aku pergi ke toko namun lupa membawa resep Mama, jadi aku harus balik dulu ke rumah."

Seketika Marjorie diliputi dengan perasaan bersalah dan malu selama pemaparan tugas ini. Bahkan ia menggigil ketika Pauline mengalihkan pandangan padanya dengan mata mendelik yang untuk sementara mampu menyembunyikan kepahitannya. Mata Pauline bisa bicara, meski bibirnya terkatup rapat.

Setiap kali Marjorie minta maaf tidak bisa menjenguk, Pauline hanya mengatakan, "Tidak apa-apa. Jangan terlalu repot." Ketika ia meminta Pauline untuk sedikit ceria, "Aku baik-baik saja. Tinggalkan aku sendiri," sahutnya.

 

Termakan pengaduan

Beberapa minggu kemudian ketika mengunjungi Mama, Marjorie mencium ada sesuatu yang telah membuat Mama marah. Mama cemberut dan melihat Pauline dengan pandangan marah. Sementara Pauline hanya duduk tenang. 

la nampaknya tak berniat meninggalkan Mama hanya dengan Marjorie, meski ia tahu betapa sesungguhnya Mama ingin berduaan dengan kakaknya. Untung, pukul 15.00 tukang penatu datang, Pauline harus cekcok dengan tukang penatu selama 5 menit karena nampaknya ada sarung bantal yang hilang.

"Pria itu kemari lagi tadi malam, Marjorie. Malah ia masuk ke kamar dan bicara langsung padaku. la membentak dan mengata-ngatai aku," ujar Mama pahit.

“Apa maksud Mama?”

“Aduh sayangku, semoga ia tidak segera kembali. Aku mendengar ia berbicara tadi malam. Aku tidak bisa tidur karena kegerahan, maka aku minta Pauline membawakan selimut dari bulu angsa.” 

“Aku harus membunyikan bel beberapa kali sebelum ia datang," Mama menarik napas dan sedikit gelagapan. "Yang kutahu kemudian dokter itu telah masuk langsung ke kamar dan mulai membentak-bentak."

"Mama, tolong katakan padaku sebelum Pauline kembali."

"Katanya, aku seharusnya mengerti bahwa aku adalah wanita yang beruntung. Aku orang yang mementingkan diri sendiri dan senang menuntut. Aku membuat anak perempuanku mengalami gangguan saraf, dan jika ... jika aku tidak berhenti membangunkannya di malam hari dia akan punya kehidupan yang lainnya dan ... oh, Marjorie, sungguh menyakitkan.” 

“Aku mulai menangis. Kupikir ia akan memeluk dan menenangkanku, ternyata ia diam saja berdiri membelakangi pintu masuk, mengalangi sinar lampu dari luar kamar, menggeleng-gelengkan kepalanya dan terus mengata-ngatai aku ...."

"Astaga!" sekarang waktunya Marjorie pikir harus berbicara dengan Pauline, ia menarik napas dengan sedih. Mengapa semua ini terjadi? Harus ada seseorang yang memberi tahu Pauline kenyataan yang mungkin tidak disadarinya ini. la ke ruang belakang dan berpapasan dengan sang Adik.

"Mama tidak mau apa-apa sejak pagi tadi," Pauline mulai berbicara.

"Ya, aku tidak heran. Bukan maksudku mengritikmu, tapi seharusnya kau tidak membiarkan orang - maksudku orang asing - membuat marah Mama."

Pauline meletakkan keranjang cucian yang berat itu di atas meja dapur. la nampak lebih lelah daripada hari-hari sebelumnya. Kulit wajahnya lebih suram seperti kurang tidur. la bersungut-sungut sambil mengangkat bahu, "Kau percaya padanya? Kau percaya begitu saja cerita sampah itu?" 

"Maksudmu kau tidak punya teman dokter? la tidak masuk ke kamar Mama dan membentak-bentak dia tadi malam? Jadi, itu semua hanya khayalan?" 

"Ya, itu hanya khayalannya. la mulai pikun sekarang," Pauline menjawab dengan tenang sambil mengisi ceret air. 

"Tapi Mama tidak pernah berkhayal. la mengaku mendengar suaranya dan melihatnya sendiri." 

"la tidak bisa melihat, penglihatannya tidak baik. Itu hanya mimpi." Pauline tak mudah menerima pendapat Marjorie. 

Untuk sesaat Marjorie yakin telah dibohongi. Tapi ia pun sulit berbagi rasa dengan Pauline. Apa yang sesungguhnya terjadi? Apakah Pauline yang berusaha menutupi kehadiran teman prianya, ataukah benar Mama yang sudah 80 tahun, setengah buta dan mungkin pikun seperti pendapat Pauline, akan membesar-besarkan mimpi buruk itu? Atau pula itu sebenarnya cetusan kata hati Mama.

 

Punya nama Rusia

Takut hal itu akan semakin memusingkan kalau ia harus mengunjungi kembali Mama nanti, Marjorie memutuskan menelepon Mama dan mengatakan tidak bisa datang. Namun, di seberang sana terdengar suara pria menjawab teleponnya.

"Halo?" 

"Maaf, mungkin saya salah sambung. Saya ingin bicara dengan Nona Pauline Needham."

"Nona Needham sedang beristirahat. la memerlukannya."

Suara itu milik seseorang yang berbudaya, berpendidikan, dan berwibawa. "Apakah ini Ny. Crossley?"

Dengan setengah menahan napas, Marjorie membenarkan pertanyaan itu. la berniat mengajukan dua pertanyaan, pertama apakah Mama dalam keadaan baik, dan kedua siapa pria itu sebenarnya? Namun sebelum pertanyaan itu diucapkannya, pria itu telah memotong jawabannya dengan meluncurkan banjir nasihat.

"Ny. Crossley, sebagai dokter saya tidak menganggap telah ikut campur dengan urusan Anda. Sesungguhnya Anda termasuk orang yang tidak bertanggung jawab dengan situasi rumah di sini. Saya telah lama berharap bisa mengatakan ini pada Anda. Bagi saya, menurut cerita adik Anda, tidak ada alasan sama sekali bagi Anda tidak mau berbagi merawat ibu Anda ...."

"Saya tidak, saya ....," Marjorie gugup, seperti disambar petir.

"Tidak, Anda tidak menyadarinya, bukan? Mungkin Anda memang tidak pernah mau berpikir soal itu dengan serius. Ibu Anda seorang yang sangat penuntut, dan mementingkan diri sendiri. Saya telah berbicara langsung dengannya, meskipun hampir tidak ada gunanya mengatakan hal kebenaran pada orang seumur dia dalam keadaan seperti itu."

Marjorie merasakan amarah menggelegak di dadanya terhadap Pauline. "Saya seharusnya dinasihati dokter ibu saya. Saya tidak tahu apakah orang luar...."

Kalimat terakhir Marjorie rupanya telah menyinggung bagian yang paling sensitif. "Saya teman dekat saudara Anda, Ny. Crossley, mungkin satu-satunya teman sejati baginya. Tolong jangan sebut saya sebagai orang asing. Sekarang jika Anda memperhatikan adik Anda, saya akan sangat menghargai bila Anda…”

"Saya tidak mau bicara soal itu. Ini bukan urusan Anda!" Marjorie berteriak.

la lalu memberi tahu George.

"Nampaknya, mereka telah merencanakan matang-matang semua ini, George, ia bermaksud menikahi Pauline, namun pertama-tama ia akan menyingkirkan Mama, ia akan melemparkan Mama padaku dan kemudian mereka akan menikah dan ... Oh, George, apa yang harus kulakukan?"

Tidak seperti biasanya, Marjorie tidak mengunjungi Mama ataupun Pauline. Marjorie memperpanjang sakit kepala dan memelihara sakitnya melewati dua kali masa kunjungannya. Tapi ia masih menyempatkan menelepon dan menjelaskan kondisinya itu. 

Dengan tangan gemetar ia memutar nomor telepon rumah Mama, sementara jantungnya berdebar keras khawatir kalau-kalau pria jahat itu yang akan menerimanya. Tapi untung bukan. Ternyata, Pauline yang menerimanya dengan sikap yang kasar, lain dari biasanya. 

Marjorie tidak menyebut sedikit pun tentang teman dokternya, meskipun ketika memindahkan gagang telepon pendengar, ia mendengar dengung suara pria tersebut di ruangan itu di latar belakang tengah berbicara dengan Mama.

 

Mama telah berubah

Akhirnya, George dan Brian yang mau menyediakan waktu mengunjungi Mama. Mereka mengaku tidak melihat teman Pauline. Namun, Nanna yang banyak cerita tentang dia, menilainya sebagai pria yang menarik.

"Dia punya nama Rusia," ujar George, meskipun ia tidak bisa mengingat nama sebenarnya.

"la tinggal di Kensington, punya tempat praktik yang besar. Salah satu rumah besar yang ada di Campden Hill. Kamu tahu tempat yang kumaksud 'kan? Pauline pernah merawat seseorang di salah satu rumah di wilayah itu setahun yang lalu. Sungguh suatu kebetulan."

Marjorie tidak mau peduli dengan kata kebetulan itu.

"Apakah ia akan menikahi adikku?”

"Nampaknya begitu, dari apa yang dikatakan Nanna tentang apa yang ia maui.”

“Apa maksudmu?" 

"Ya, waktu Bibi Pauline ke dapur mengambilkan kopi, Nanna mengatakan bagaimana pria itu memuji-muji kecantikan dan kebaikannya."

"Nanna telah berubah. la tidak pernah bisa memuji bibimu,"ujar Marjorie sewot.

"la telah berubah. la berusaha untuk tidak mengalangi kalau Pauline ingin pergi dan menentukan sendiri nasibnya. Mungkin Mama tinggal bersama kita. Dokter Anu itu pun menyetujui rencana Mama. Mungkin ini jalan yang terbaik. Jika Mama menjual rumahnya dan kita boleh mendapatkan sebagian uang itu, kita bisa membangun beberapa ruangan ...," George menjelaskan.

Aku tidak pernah menganggap sebagai suatu keadilan. Bila Pauline selama hidupnya harus menanggung Mama sendiri. Kasihan Pauline ...," tambah George.

"Tidak! Aku tidak ingin melakukannya. Tidak boleh ada orang yang memaksaku untuk melakukannya!" jerit Marjorie.

Untuk sementara waktu Marjorie masih sering mengeluh sakit di sekujur tubuh kapan saja ia mau. Sebisa mungkin ia menghindari berhubungan dengan rumah Mama. Komunikasi yang terjalin baik selama ini putus begitu saja. 

Kalaupun ia keluar rumah, Marjorie berusaha memilih jalan yang tidak mendekati rumah Mama. Keluarganya pun - George, Brian, dan Susan - tidak berani mengusik Marjorie dengan topik pembicaraan keluarga Mama, atau Marjorie akan menjadi histeris.

Sampai suatu hari George berkata, "Di kantor aku ditelepon oleh teman pria Pauline."

"Aku tidak mau tahu, George. Itu bukan urusannya. Sudah kukatakan aku tidak ingin Mama tinggal di sini dan tidak pernah ingin."

"Nyatanya, ia beberapa kali meneleponku sebelum ini, hanya saja tidak kukatakan padamu, karena aku melihat kau akan sedih."

"Memang itu membuatku sedih. Apalagi aku sedang sakit.

“Tidak!" ujar George dengan sikap tegas yang tidak pernah ditampilkannya, "Kau sangat sehat. Orang sakit tidak akan bisa menyantap makanan seperti cara makanmu itu. Pauline-lah yang sesungguhnya sakit. la yang sesungguhnya tak berdaya. Pria itu mengatakan dengan cara yang sangat sopan, sungguh orang yang berpendidikan. Tapi tetap saja kita harus melakukan sesuatu."

"Pria lain biasanya akan berterima kasih bila istrinya mampu mencegah ibu mertuanya untuk tinggal bersama, kau justru sebaliknya."

"Ya, aku memang bukan pria jenis itu. Aku tidak keberatan mengeluarkan biaya tambahan. Kita akan melakukannya sesuai tanggung jawab masing-masing, demikian juga Brian dan Sue. Tidakkah kau sadar, sudah tiba giliran kita. Pauline sudah dua tahun melayani Mama."

Marjorie mulai sesenggukan mendengar apa yang dikatakan suaminya. "Pauline punya pil dari rumah perawatan itu, morfin, dan aku tidak tahu apa lagi. Mungkin bisa sebagai jalan - apa namanya? - eh euthanasia. Seharusnya memang ada cara agar orang tua seperti Mama tidak lagi menderita.”

Menatap lekat Marjorie, mata George menyipit. "Tidak ada. Tidak ada orang lain, hanya kita, Marge. Jadi, cobalah buka sedikit pikiranmu."

Marjorie bisa membayangkan apa yang akan terjadi. Perlu waktu berbulan-bulan untuk menjual rumah Mama, lalu menggunakannya untuk menambah ruang di rumahnya. Mungkin perlu waktu setahun untuk membangunnya. 

Bahkan ketika sedang dalam proses pembangunan, Mama sudah akan masuk ke rumah dan mengacaukan segalanya. Padahal Marjorie tidak muda lagi, umurnya tidak lagi tiga puluhan. 

Marjorie tidak yakin apakah ia akan cukup berani untuk menjatuhkan dirinya di tangga, mengalami patah kaki, sehingga keluarganya akan mengerti bahwa mereka tidak mungkin merawat Mama.

Sementara semua itu terjadi padanya, Pauline akan tinggal di Campden Hill yang megah dengan sebutan Ny. dr. Anu, dengan suami baru yang kaya, terpandang, dan berpendidikan. Berpesta dan bergaul dengan ahli bedah dan para profesor atau siapa saja yang terkenal. Jalan-jalan ke luar negeri. Sungguh Marjorie tak tahan lagi.

Tidak, ia tidak ingin merusak hubungan persaudaraan dan gila karenanya. la harus tegar dan tetap baik. la akan menawarkan diri untuk menjaga Mama, sementara Pauline bisa berjalan-jalan. la akan membantu apa saja, asalkan bukan menempatkan Mama di rumahnya. la tidak ingin terperangkap seperti yang dialami Pauline.

 

Akhir penderitaan

Akhirnya, Marjorie memutuskan datang ke rumah Mama. Ia menduga akan disambut dengan kemarahan dan kekesalan Pauline serta Mama karena lama tak menjenguknya. Ternyata sebaliknya, Mama masih tetap sama, senang kalau bisa bertemu dengannya, sangat ingin bercakap-cakap berdua dan berusaha yakin bahwa Marjorie benar-benar sudah lebih baik.

Lain lagi dengan Pauline, si Calon Pengantin ini justru tampak kurusan, dan di wajahnya tampak garis-garis kehitaman, dan keriput sehingga kulitnya seperti kulit kismis. Marjorie mengikutinya ke dapur ketika ia mulai menyeduh teh dan mengumpulkan keberaniannya.

"Bagaimana keadaanmu selama ini, Pauline?"

"Baik-baik saja. Sama seperti biasanya." Tanpa ditanya ia meneruskan, "Mama selalu membangunkanku empat kali dalam semalam. la jatuh di lorong kamar dan aku harus menuntunnya kembali ke kamar. Tukang penatu tidak datang, jadi aku harus mencuci sendiri. Sungguh repot mengeringkan cucian, apalagi kalau hujan banyak turun seperti sekarang ini."

"Kupikir, aku bisa datang dua malam dalam seminggu dan menemaninya sehingga kau bisa pergi berjalan-jalan. Tidak ada alasan bagiku mengapa harus menolak membantumu mencuci, 'kan aku bisa melakukannya dengan mesin cuciku. Bagaimana pendapatmu? Aku bisa melakukan itu setiap minggu."

Pauline hanya mengangkat bahunya, "Sudahlah, tak usah repot."

"Ya, kau bisa bilang begitu. Tapi jika kau terus saja mengeluh, apa yang harus kulakukan?"

"Aku tidak mengeluh."

"Mungkin tidak. Tapi bagi orang lain itu kedengaran seperti keluhan. Kau tahu betul apa yang kumaksudkan. Aku tidak bisa hanya diam dan membiarkan semua gangguan itu begitu saja." 

"Aku seharusnya tidak melibatkan suami untuk mengatasi semua ini." 

Marjorie segera mengeluarkan unek-uneknya. "Lebih baik aku berterus terang, aku tidak bisa membawa Mama tinggal bersamaku. Aku akan melakukan apa saja sesuai kemampuanku, tapi tidak yang satu itu. Tak seorang pun bisa memaksaku." 

Pauline tidak menjawab. Marjorie belum pernah menghadapi suasana yang setidak nyaman itu. Di anak tangga teras, ketika pulang, Marjorie mengatakan, "Katakan saja kapan kau ingin aku datang dan beri tahu George kalau ia sudah waktunya mengambil cucian." 

Tentu saja ia tidak menelepon. Marjorie tahu ia tidak akan menelepon. Apa pula gunanya jalan-jalan di malam hari kalau Pauline memang tidak ingin keluar, toh ia senang ada di rumah dengan dokternya.

“Mama tidak akan tinggal di sini," katanya pada George. "Itu sudah pasti. Aku sudah menjelaskan dan menyelesaikannya dengan Pauline. la akan mampu mengatasinya bila aku mau sedikit membantunya.”

"Bukan itu yang dikatakan dokter padaku."

"Itulah yang kukatakan sekarang." Marjorie tidak suka dengan cara George memandangnya, ogah-ogahan. "Dia telah mencuci minggu ini, dan minggu depan tukang penatu tinggal mengambil seprai dan bahan yang berat-berat. Mungkin kita bisa ke sana Jumat dan mengumpulkan segala tetek bengek untuk dicuci dengan mesin kita."

Pada hari Kamis, Marjorie menelepon. la memilih pagi hari takut kalau yang mengangkat sang Dokter. Biasanya dokter 'kan penuh dengan acara kunjungan di pagi hari. Pauline yang menjawab.

"Baik. Besok, kalau kau mau." 

"Semoga kau senang, Pauline," kata Marjorie, merasa bahwa saudara perempuannya akhirnya akan berterima kasih padanya.

la menambahkan bahwa ia akan datang pukul 19.00. Namun sayang, tepat pada waktunya George belum juga tiba, maka ia menelepon ibunya. Tidak apa-apa kalau memang Pak Dokter Anu yang menjawab teleponnya. Itu juga untuk menunjukkan bahwa ia bukan jenis yang tidak pedulian seperti yang pernah dituduhkan. 

Ternyata benar, dokter itu menyapanya dengan cukup sopan, "Jadi, Bapak dan Ibu Crossley tidak bisa datang sampai pukul 20.30? Tidak apa-apa," katanya menambahkan bahwa ia masih tetap akan di sana dan akan senang sekali akhirnya dapat berjumpa dengan mereka.

"Akhirnya, kita akan bertemu juga dengannya," ujar Marjorie ketika George muncul di pintu rumah. "Sekarang jangan lupa, aku mengharapkan dukunganmu untuk menolak alasan apa saja agar Mama tinggal serumah dengan kita. Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh."

Rumah Mama nampak gelap dan lampu ruang tamu tidak juga dinyalakan ketika Marjorie berulang kali menekan bel rumah.

"Kau bawa kunci?" tanya George. 

"Ada di tasku. Oh, George kau pikir....? Maksudku ...?"

"Aku tidak tahu, cepat buka pintu ini." 

Tak seorang pun nampak di ruang tamu atau ruang lainnya di lantai bawah. Marjorie yang telah menyalakan lampu segera naik ke lantai atas, diikuti George di belakangnya. Di tengah tangga ia mendengar suara pria bicara dengan tenang namun penuh wibawa. Suara itu datang dari kamar Mama, dengan pintu yang sedikit terbuka.

"Itu jalan terbaik, Pauline. Aku memberinya 200 mg, dilarutkan dalam susunya. la tidak akan menderita. la hanya akan tertidur, Pauline."

Marjorie ternganga. la segera menggandeng George, bergantung di pundaknya. Begitu George didorong mendahului, ia mendengar suara itu lagi, suara yang sama yang diulang-ulang dengan irama hipnotis yang sama tenangnya.

"Aku memberinya 200 mg dilarutkan dalam susunya. la tidak akan kesakitan. Itu satu-satunya cara. Aku melakukannya untukmu Pauline ...."

George mendorong pintu kamar. Mama bersandar pada kepala tempat tidur, setengah terduduk, wajahnya agak bengkak. Matanya yang buruk penglihatannya membelalak. Tidak ada orang lain di kamar itu, hanya ... Pauline.

Pauline berdiri ketika mereka memasuki kamar itu, dan mengangguk dengan sikap yang tenang. la meletakkan jarinya di mata Mama dan mengatupkan kelopak matanya. Marjorie berdiri kaku, badannya seperti lumpuh, seperti orang dihipnotis.

Dengan suara berwibawa, dalam, dan berpendidikan, suara yang biasa terdengar lembut di telepon itu sekarang menyampaikan ucapan simpati atas rasa kehilangan Marjorie, ia mengatakan, "Apa kabar? Saya dr. Pavlov. Sayang sekali, kita bertemu dalam suasana seperti ini…”

Marjorie menjerit histeris! (Ruth Rendell)

" ["url"]=> string(70) "https://plus.intisari.grid.id/read/553350649/karena-kakak-keras-kepala" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1656530677000) } } }