array(1) {
  [0]=>
  object(stdClass)#49 (6) {
    ["_index"]=>
    string(7) "article"
    ["_type"]=>
    string(4) "data"
    ["_id"]=>
    string(7) "3805143"
    ["_score"]=>
    NULL
    ["_source"]=>
    object(stdClass)#50 (9) {
      ["thumb_url"]=>
      string(102) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2023/07/28/mengejar-setan-apijpg-20230728054025.jpg"
      ["author"]=>
      array(1) {
        [0]=>
        object(stdClass)#51 (7) {
          ["twitter"]=>
          string(0) ""
          ["profile"]=>
          string(0) ""
          ["facebook"]=>
          string(0) ""
          ["name"]=>
          string(5) "Ade S"
          ["photo"]=>
          string(54) "http://asset-a.grid.id/photo/2019/01/16/2423765631.png"
          ["id"]=>
          int(8011)
          ["email"]=>
          string(22) "ade.intisari@gmail.com"
        }
      }
      ["description"]=>
      string(144) "Gruezi-Falschmelder kerap membuat ulah di Swiss. Ia membakar beberapa tempat dan memberi laporan palsu kepada polisi mengenai lokasi kebakaran. "
      ["section"]=>
      object(stdClass)#52 (8) {
        ["parent"]=>
        NULL
        ["name"]=>
        string(8) "Kriminal"
        ["show"]=>
        int(1)
        ["alias"]=>
        string(5) "crime"
        ["description"]=>
        string(0) ""
        ["id"]=>
        int(1369)
        ["keyword"]=>
        string(0) ""
        ["title"]=>
        string(24) "Intisari Plus - Kriminal"
      }
      ["photo_url"]=>
      string(102) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2023/07/28/mengejar-setan-apijpg-20230728054025.jpg"
      ["title"]=>
      string(18) "Mengejar Setan Api"
      ["published_date"]=>
      string(19) "2023-07-28 17:40:33"
      ["content"]=>
      string(23699) "

Intisari Plus - Gruezi-Falschmelder kerap membuat ulah di Swiss. Ia membakar beberapa tempat dan memberi laporan palsu kepada polisi mengenai lokasi kebakaran. Selama beberapa tahun polisi dibuat pusing oleh ulahnya.

----------

Selama bulan-bulan terakhir itu di Indonesia terjadi beberapa kebakaran hebat secara berturut-turut. Tiga yang paling besar antara lain: kebakaran di Tanjung Priok tanggal 24 Mei dengan korban jiwa 73 orang dan kerugian sebesar kurang lebih 500 juta rupiah; kebakaran di PLTU Ujung Pandang dengan kerugian 200.000 USD pada tanggal 21 Juni; kebakaran Markas Komdak XVIII Ujung Pandang tanggal 1 Agustus dengan kerugian 100 juta rupiah.

Masih belum jelas apakah kebakaran beruntun itu hanya suatu kebetulan atau ada unsur kesengajaan, misalnya kejahatan atau subversi.

Perkara kriminal berikut ini menyangkut bencana kebakaran di Swiss antara tahun 1958 sampai 1960. Pelakunya yang terkenal dengan nama Gruezi-Falschmelder atau juga si setan api. Ia bak hantu yang selalu saja berhasil lolos dari kejaran polisi.

Gruezi adalah ucapan salam yang lazim di Swiss. Falschmelder berarti pelapor palsu. Penyebar kebakaran yang misterius itu disebut “Gruezi-Falschmelder” karena ia selalu mulai dengan salam gruezi bila melaporkan peristiwa kebakaran kepada polisi. Dan laporannya palsu. Artinya, ia mengatakan kepada polisi lewat telepon bahwa di tempat X terjadi kebakaran. Padahal si jago marah sedang melalap tempat lain.

Dengan laporannya yang palsu itu ia memancing barisan pemadam kebakaran ke suatu tempat. Ini membuat mereka tidak bisa bergerak cepat untuk memadamkan api yang mengamuk di tempat di mana oknum misterius itu mengobarkan api.

Si setan api mulai beraksi bulan September 1958. Sasarannya adalah sebuah rumah taman di perkampungan 11 di Zurich. Itu terjadi pada 18 September, di tengah hari siang hari bolong. 2 hari kemudian, tanggal 20 September terjadi kebakaran di tiga tempat. Salah satunya adalah bangunan di lapangan Stasiun Oerlikon. Untung, kebakaran lekas diketahui hingga akibatnya tidak seberapa.

Polisi meningkatkan kewaspadaan. Tapi akhirnya kebakaran terjadi lagi. Selanjutnya adalah di peron Stasiun Oerlikon. Untuk mempermainkan dinas kebakaran, si Gruezi-Falschmelder mengatakan kepada polisi bahwa ada kebakaran di sebuah gedung bioskop di bagian lain Kota Zurich.

Setelah itu keadaan reda sampai bulan Februari 1959. Di bulan Februari, setan api berulah lagi. Beberapa kebakaran melanda rumah di berbagai penjuru kota. Bulan April 1959, pada suatu malam 3 bangunan menjadi mangsa api, dua di dekat stasiun utama Zurich, satu di pinggiran kota. Pada peristiwa yang terakhir itu, seorang petani menjadi korban; gudangnya tempat menyimpan produksi dan alat-alat pertanian terbakar. Untung usaha menahan api bisa cepat dilakukan. Terlambat sedikit saja, seluruh rumah petani itu pasti akan habis terbakar.

Seakan-akan masih belum puas dengan perbuatan biadabnya, setan api malam itu juga masih menerjang sebuah barak penyimpan bahan-bahan bangunan di perkampungan yang sama.

Polisi melakukan beberapa upaya untuk menangkap si setan api. Mereka menyadap telepon di kantor dinas kebakaran. Dengan cara ini polisi bermaksud untuk merekam suara Gruezi-Falschmelder. Rekaman suara itu akan digunakan sebagai bukti apabila mereka nanti berhasil menangkapnya.

Selain itu, pimpinan dinas kebakaran mengeluarkan instruksi kepada para anak buahnya agar tidak memberi reaksi apa pun kepada si setan api. Cukup menyatakan terima kasih sambil mengajaknya bicara selama mungkin. Ini untuk memberi kesempatan pada bagian kontrol agar bisa mengambil tindakan.

Tetapi rupanya penyebar kebakaran itu sudah curiga. Dia selalu waspada. Kebanyakan si setan api bicara singkat saja. Begitu selesai menyampaikan laporan palsunya, langsung ia meletakkan gagang telepon.

Satu kali polisi hampir berhasil menangkapnya, yaitu pada tanggal 2 April 1959. 

Gruezi, di sini Notzli dari firma Nageli-Eschmann,” ujar setan api lewat telepon. “Di perkampungan kami ada kebakaran. Di Siewerdstrasse 7. Terjadi ledakan dalam sebuah laboratorium. Jatuh korban satu orang, ia terluka. Dapatkah saudara menelepon rumah sakit? Atau saya saja yang menelepon kesana?”

Telepon datang dari sebuah kedai minum di Bahnhofstrasse. Sebuah mobil patroli segera menuju ke sana. Sayang, ketika para petugas sampai di kedai minum tersebut, ternyata si setan api sudah kabur.

Tapi gadis pelayan kedai minum itu masih ingat orangnya. Baru saja ia menggunakan telepon di situ. Oknum itu adalah seorang pemuda berusia sekitar 20 tahun, bertubuh ramping, tingginya 1,75 m. Pakaiannya berwarna gelap. Pelayan kedai melihatnya jelas ketika pemuda itu membayar biaya telepon. Sehabis membayar, pemuda itu segera berlari ke halte trem di depan kedai tersebut. Ia langsung meloncat masuk ke dalam trem nomor 7 yang saat itu kebetulan lewat. 

Polisi mengajak gadis pelayan kedai itu masuk ke dalam mobil patroli untuk mengejar trem itu. Pada halte yang ketiga setelah halte stasiun, trem sudah terkejar. Pelayan kedai mencari-cari wajah anak muda yang dilihatnya. Tapi orangnya sudah tidak ada. Barangkali ia sudah turun di salah satu halte yang sebelumnya.

Pengejaran gagal. Tapi paling tidak polisi sekarang sudah mempunyai sekadar gambaran bagaimana kira-kira rupa dan wujud buronan mereka.

Oknum penyebar kebakaran ini tampaknya penderita kelainan jiwa. Orang seperti itu disebut piromania, yaitu orang yang tergila-gila pada api. Seorang kleptomania merasakan dorongan yang tak tertahankan untuk mencuri. Sedangkan piromania, dia keranjingan api. la menikmati pemandangan nyala api yang dikobarkannya.

Jadi, pikir polisi, oknum misterius itu kemungkinan besar akan menyelinap di tengah-tengah keramaian yang berkerumun melihat kebakaran. Itu dilakukan untuk menikmati pemandangan api yang berkobar-kobar. Maka setelah pemergokan setan api di Bahnhofstrasse, tiap kali ada kebakaran, polisi menyebar orang-orangnya untuk mencari Gruezi-Falschmelder di tengah-tengah kerumunan. Namun ternyata upaya itu tidak membuahkan hasil. 

Kini polisi lebih teliti mempelajari cara-cara setan api melakukan kegiatan biadabnya. Satu hal yang menarik perhatian. Oknum itu tidak pernah menggunakan bahan bakar seperti bensin atau minyak tanah. la memilih cara yang lebih ia sukai dan menuntut kesabaran. Diketahui kemudian, si setan api menggunakan koran yang dibakar dengan korek api biasa. Ia memulainya dari tempat yang mudah dilalap api, misalnya gudang yang terbuat dari papan atau bagian rumah yang berdinding kayu.

Cara yang dipraktikkannya ini memang lebih aman dan menjamin kerahasiaan. Koran dan korek api mudah disimpan dan dibawa ke mana-mana tanpa menarik perhatian. Lain halnya jika orang menggunakan bensin atau jenis minyak lain. Ia harus membawa kaleng, botol, atau jeriken yang mudah dilihat orang. Lagi pula barang ini bisa tertinggal di tempat kejadian. Ini berarti bahwa pelakunya meninggalkan jejak yang dapat ditelusuri. 

Karena tak ada jejak lain maka polisi terpaksa hanya berpegang pada suara si setan api. Suara itu, seperti telah disebutkan diatas, sudah sejak lama direkam dengan tape recorder.

Akan tetapi suara rekaman itu tidak dapat memberi petunjuk yang pasti. Memang, setan api mempunyai logat dari daerah tertentu di Swiss. Tapi ada puluhan anak muda seusia dia, yang memiliki logat yang sama, mempunyai suara seperti oknum tersebut. Lagi pula, siapa tahu, pemuda itu menutup mulutnya atau gagang telepon dengan kain ketika berbicara dengan polisi. Hingga suaranya berubah dan sukar dikenali seandainya nanti setan api itu tertangkap dan diperiksa suara aslinya.

Begitulah waktu berlalu tanpa polisi bisa berbuat banyak. Sampai akhirnya seorang anggota kepolisian Zurich menemukan sebuah artikel dalam sebuah majalah Amerika.

Artikel itu membahas soal sebuah alat modern yang ditemukan di Amerika Serikat dan dapat merekam suara dalam bentuk gambar.

Alat ini bukan sekadar “pemotret suara” manusia. Lebih dari itu, pesawat tersebut dapat mengurai kata-kata yang diucapkan, menganalisa unsur-unsur vokal dan konsonannya, serta merekam unsur itu dalam bentuk gambar getaran suara.

Para ahli yang mengembangkan sistem analisa suara ini bertolak dari kenyataan bahwa suara setiap orang mempunyai ciri khas yang ditentukan oleh mulut, rongga hidung, serta tenggorokannya. Setiap orang mempunyai suara dengan nada dan warnanya yang khas yang dapat dibedakan dengan suara orang lain.

Penyelidikan lebih lanjut menunjukkan bahwa ciri khas suara ini tidak berubah jika orang yang bersangkutan bicara pelan atau cepat, dengan nada tinggi atau rendah. la boleh berbisik atau berteriak, berbicara dibuat-buat, menirukan cara bicara orang lain. Namun ciri khas suaranya tetap tidak dapat berubah.

Jika ia berbicara dengan mulut yang ditutup dengan sapu tangan, ciri-ciri suaranya tidak dapat dihilangkan. Bahkan jika orang yang bersangkutan kehilangan gigi atau diambil amandelnya, perubahan suaranya tidak begitu berarti hingga masih dapat dikenali dengan spektograf suara tadi.

Maka atas dasar sifat-sifatnya yang khas, rekaman suara dengan alat modern itu disebut sebagai “sidik jari suara manusia”.

Untuk mengenali suara orang dengan sistem ini, ada syarat yang harus dipenuhi yaitu harus tersedia dua kata yang sama, yang diucapkan oleh orang yang bersangkutan. Tujuannya agar keduanya dapat dibandingkan satu sama lain dengan spektogram suara tersebut.

Mengenai si setan api, kata-kata yang sama itu sudah tersedia dalam pita rekam. Itu adalah kata “gruezi” yang setiap kali diucapkannya jika ia menyampaikan laporan palsu tentang kebakaran lewat telepon.

Mungkin alat modern penganalisa suara itu bisa membantu menyediakan bukti kesalahan si setan api. Maka polisi Zurich meminta bantuan FBI di Amerika untuk mendapatkan alat tersebut. Dan segera alat ini berhasil diperoleh, dikirim ke Bern lewat dinas luar negeri, lengkap dengan ahli yang dapat menggunakan alat tersebut.

Satu tahun berlalu tanpa ada kegiatan apa-apa dari setan api. Tapi tiba-tiba tanggal 8 Oktober 1960, ia muncul lagi jam 23.00 malam. Saat itu terjadi kebakaran di rumah bertingkat tiga di Schlossgasse 1, namun api dengan cepat dapat dikuasai oleh dinas kebakaran. Setengah jam kemudian api berkobar di Ankengasse 4 di rumah bertingkat 5. Kali ini dinas kebakaran juga berhasil mengatasinya. 

Polisi segera membawa spektograf ke markas dinas kebakaran dan menghubungkannya dengan telepon di sana. 14 hari berlalu sebelum Gruezi-Falschmelder muncul lagi. Jago merah kini menyerang rumah bertingkat empat di Oberen Zaune 8. Api baru diketahui setelah menyala tinggi sampai ke atap. Untung tuan rumah sedang keluar, hingga bisa terhindar dari maut.

Jelas setan api kini semakin nekat. Ia memilih rumah tinggal sebagai sasaran. Masyarakat gelisah. Sementara itu spektograf suara sudah berhasil merekam percakapan setan api lewat telepon. Ternyata oknumnya sama dengan orang yang sudah beroperasi sejak tahun 1958.

Akhirnya tanggal 22 Oktober 1960, suatu kebetulan menolong usaha polisi. Hari itu jam 23.00 malam, seorang anak muda umur 18 tahun bernama Reto M pulang. Ketika sedang menaiki tangga yang menuju ke rumahnya di Krebsgasse 7, Reto berpapasan dengan seorang pemuda yang tidak dikenalnya.

Rupanya pemuda ini terkejut melihat Reto. Ia tampak gelagapan ketika ditanya hendak mencari siapa. Pemuda yang tidak dikenal itu kemudian menjawab jika ia mencari rumah Robert Muller yang katanya tinggal di situ. Reto dengan tegas menyatakan tidak ada orang dengan nama itu. Baru saja Reto hendak mempersilahkan pemuda asing itu pergi, tiba-tiba ia melihat asap keluar dari balik sebuah pintu. Tanpa pikir panjang, Reto lari ke pos polisi terdekat. Karena gugup, ia lupa mencegah pemuda asing itu lari.

Setelah memberitahu dinas kebakaran, Reto melapor kepada polisi sambil melukiskan rupa pemuda yang mencurigakan itu. Mobil polisi bergerak mencarinya. Sementara itu Reto lari kembali ke rumahnya, dengan dua orang polisi, untuk mencegah meluasnya api. Ketika mobil pemadam kebakaran datang, ternyata ada dua rumah lain di situ yang mulai dilahap api.

Setelah mobil pemadam kebakaran beraksi, Reto dan beberapa polisi mengawasi daerah sekitar. Mereka berjaga-jaga kalau si setan api menyelinap di tengah-tengah orang yang berkerumun di sekitar tempat kejadian. 

Menurut Reto, pemuda yang mencurigakan itu tingginya sekitar 1,75 m, umurnya sekitar 20 tahun, perawakan langsing, rambutnya hitam, agak berombak dan tersisir ke belakang. Pakaiannya setelan abu-abu muda. Ia mengenakan kemeja putih tanpa dasi.

“Kalau saya melihatnya, pasti saya dapat mengenalinya,” kata Reto. Lama ia berjalan kian kemari, mencari-cari. Akhirnya Reto melihat pemuda misterius itu. “Itu orangnya,” ia berbisik kepada polisi.

“Jangan sampai orang itu melihat Anda. Nanti dia curiga. Tinggal di sini saja. Saya yang mendekatinya,” kata polisi.

Dengan sangat hati-hati polisi menyelinap mendekati pemuda itu, yang berdiri di deretan paling akhir, di belakang orang-orang yang mengerumuni tempat kebakaran.

Pergerakan polisi mula-mula berjalan seperti diharapkan. Tapi si setan api seolah-olah mempunyai indra yang tajam saat bahaya mengancamnya. Ketika jarak antara polisi dan dia tinggal beberapa meter, tiba-tiba pemuda itu menengok ke belakang dan melihat polisi. Dengan cepat ia menerobos orang yang berdesakan dan berlari ke seberang jalan.

Kini Reto meninggalkan tempat di mana ia mengawasi gerak-gerik pemuda yang mencurigakan itu. Ia melihat pemuda itu masuk ke dalam kafe di dekat situ dan menghilang. 

“Di kafe itu ada dua pintu keluar,” kata Reto. “Ayo, ikut saya. Nanti saya tunjukkan,” katanya kepada polisi yang menemani. 

Saat Reto dan polisi berada di pintu keluar yang satunya, pemuda itu misterius itu keluar.

“Berhenti atau saya tembak!” teriak polisi. 

Mulanya pemuda itu berhenti dengan ragu-ragu. Lalu ia mencoba untuk melarikan diri. Polisi mengacungkan pistolnya. Pada saat itu, Reto meloncat dan menubruk pemuda itu. Keduanya jatuh dan bergumul di taman. Sebelum dapat berdiri lagi, pemuda misterius itu sudah tertangkap oleh polisi.

Sampai di pos polisi, pemuda itu digeledah dan diperiksa. Ia mengaku bernama Paul K dan menyangkal pernah bertemu dengan Reto.

“Ia pasti salah lihat,” kata Paul K. 

“Kenapa kamu lari?” tanya polisi.

“Saya tidak mau ribut karena urusan yang bukan-bukan.”

Saku Paul K digeledah dan polisi menemukan satu kotak korek api. Semua berjumlah 32 korek api dan beberapa batang telah digunakan untuk menyulut api.

“Apa salahnya mengantongi satu kotak korek api?” tanya Paul K ketus.

Sementara itu para ahli dari dinas kebakaran memeriksa tempat kejadian dan dua rumah lain di dekatnya yang malam itu juga mengalami kebakaran. Di ketiga tempat kebakaran itu, mereka menemukan beberapa batang korek api yang sudah digunakan. Ketika batang korek api ini diperiksa, tangkainya ternyata cocok dengan korek api yang ditemukan di saku Paul K. Tidak diragukan lagi bahwa ialah penyebab kebakaran.

Selain itu, polisi melihat bahwa tangga menuju rumah yang terbakar itu baru saja di cat dan catnya berwarna hijau muda. Ternyata pada telapak sepatu Paul K terdapat noda-noda cat hijau muda, yang pasti berasal dari tangga yang baru dicat itu.

Bukti ini diajukan kepada Paul K. Tapi ia tetap menyangkal telah mengobarkan api. Setelah didesak-desak terus, akhirnya ia hanya mengakui pembakaran di Krebsgasse 7 saja. Lainnya tidak. 

Paul K tidak tahu bahwa polisi masih punya “senjata” lain untuk memaksanya mengakui semua perbuatannya. Itu adalah bukti rekaman suaranya melalui telepon.

Polisi tinggal memancing keluarnya salam gruezi dari mulut Paul K dan merekam salam itu dengan spektograf suara. Setelah itu, semua bukti telah terkumpul. Dan pancingan itu memang berhasil.

Paul K akhirnya mengakui bahwa ia bertanggung jawab atas kebakaran di Krebsgasse 7. Tapi polisi menghendaki pengakuan atas semua kebakaran yang dilakukan oleh Gruezi-Falschmelder sejak tahun 1958. Untuk mendapatkan pengakuan itu, polisi berusaha menelusuri sejauh mungkin masa lalu Paul K.

Sejak kecil pemuda ini ternyata menunjukkan kecenderungan gemar berbuat kejahatan. Di sekolah dasar, ia sering mencuri barang-barang temannya. Ia juga kerap kali mengambil barang dagangan dari toko milik ayahnya dan menjualnya lewat iklan. Uang hasil penjualan digunakannya sendiri.

Paul K kemudian menjadi murid seorang pelukis. Kadang-kadang ia membantu membuat lukisan di rumah para pemesan. Kesempatan ini ia gunakan untuk mencuri pula. Bulan Agustus 1958 ia beberapa kali mencuri sepeda, buku tabungan serta uang di berbagai rumah. Karena itu, ia berurusan dengan pengadilan dan dijatuhi hukuman penjara. Ini terjadi pada tanggal 1 Oktober 1958. Tentunya inilah sebabnya maka sekitar waktu itu, kegiatan si penyebar kebakaran tidak terasa.

Paul K keluar dari penjara tanggal 26 Januari 1959. Seperti disebutkan diatas, bulan Februari 1959 Gruezi-Falschmelder muncul lagi. Tanggal 4 April, tahun yang sama, Paul K ditangkap polisi lagi karena kasus pencurian. Kali ini ia agak lama meringkuk di penjara. Tahun 1960 ia keluar. Dan bulan Oktober tahun itu, wabah kebakaran di Zurich kembali merajalela dan kini rumah penduduk menjadi sasarannya.

Data-data tentang riwayat hidup hidup Paul K cocok dengan hilang dan munculnya si setan api. Tapi kecocokan itu tidak bisa dijadikan bukti utama bahwa dialah setan api itu. Namun itu bisa menjadi satu bukti kuat. Dan petunjuk-petunjuk ini disangkal tegas oleh terdakwa. Harus dicari jalan agar Paul K mengakui sendiri seluruh perbuatannya. 

Untuk memaksanya mengaku, polisi memutuskan untuk menghadapkan Paul K dengan rekaman suaranya sendiri dalam pemeriksaan berikutnya.

“Kami punya bukti-bukti bahwa Anda selalu menelepon polisi dan memberi informasi palsu setiap kali ada kebakaran,” polisi membuka serangan.

Paul K masih bisa tertawa mendengar kata polisi ini. “Sungguh, saya tidak tahu apa yang Anda maksud. Tidak masuk akal jika mengaitkan saya dengan penelepon itu,” katanya.

“Terserah,” jawab polisi sambil mengeluarkan tape recorder dari laci mejanya. “Anda bisa mendengar suara Anda sendiri tiap kali ada kebakaran selama 2 tahun terakhir ini.”

Pesawat perekam diputar dan terdengarlah berkali-kali suara Gruezi-Falschmelder.

Paul K sesaat tampak tertegun, tapi masih bisa menguasai dirinya. Ia hanya angkat bahu dan menggerak-gerakkan tangannya seperti orang menangkis pukulan.

Polisi tidak memberikan kesempatan berpikir tenang, tapi langsung menyerangnya dengan bukti yang terakhir.

“Ini belum semua. Kami masih ada simpanan bukti satu lagi. Kami telah menganalisa suara Anda secara ilmiah. Lihatlah gambar-gambar ini yang mencerminkan suara Anda setelah dianalisa unsur-unsurnya. Selalu persis sama, bukan?”

Sekarang Paul K sudah tidak bisa berkutik lagi. Dengan air muka kaget, ia memandangi gambar-gambar yang disodorkan di bawah matanya. Ia hanya bisa bergumam, “Saya tidak tahu... Saya belum pernah mendengar tentang ini ... Lebih baik saya mengakui semua dengan terus terang.”

(Hanns Walther)

Baca Juga: Manusia-manusia Kebal Api

 

" ["url"]=> string(63) "https://plus.intisari.grid.id/read/553805143/mengejar-setan-api" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1690566033000) } } }