array(2) {
  [0]=>
  object(stdClass)#53 (6) {
    ["_index"]=>
    string(7) "article"
    ["_type"]=>
    string(4) "data"
    ["_id"]=>
    string(7) "3561362"
    ["_score"]=>
    NULL
    ["_source"]=>
    object(stdClass)#54 (9) {
      ["thumb_url"]=>
      string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2022/11/11/dna-kembar-tiga-buka-rahasia_cot-20221111041108.jpg"
      ["author"]=>
      array(1) {
        [0]=>
        object(stdClass)#55 (7) {
          ["twitter"]=>
          string(0) ""
          ["profile"]=>
          string(0) ""
          ["facebook"]=>
          string(0) ""
          ["name"]=>
          string(13) "Intisari Plus"
          ["photo"]=>
          string(0) ""
          ["id"]=>
          int(9347)
          ["email"]=>
          string(22) "plusintisari@gmail.com"
        }
      }
      ["description"]=>
      string(133) "Seorang peramal tewas terbunuh di Mendelia. Di planet itu, peramal merupakan profesi yang sangat disegani. Siapa berani melakukannya?"
      ["section"]=>
      object(stdClass)#56 (8) {
        ["parent"]=>
        NULL
        ["name"]=>
        string(8) "Kriminal"
        ["show"]=>
        int(1)
        ["alias"]=>
        string(5) "crime"
        ["description"]=>
        string(0) ""
        ["id"]=>
        int(1369)
        ["keyword"]=>
        string(0) ""
        ["title"]=>
        string(24) "Intisari Plus - Kriminal"
      }
      ["photo_url"]=>
      string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2022/11/11/dna-kembar-tiga-buka-rahasia_cot-20221111041108.jpg"
      ["title"]=>
      string(28) "DNA Kembar Tiga Buka Rahasia"
      ["published_date"]=>
      string(19) "2022-11-11 16:11:24"
      ["content"]=>
      string(33909) "

Intisari Plus - Seorang peramal tewas terbunuh di Mendelia. Di planet itu, peramal merupakan profesi yang sangat disegani. Siapa berani melakukannya?

-------------------

“Ada kasus baru untukmu,” kata atasanku, Raymond Chen. “Seorang peramal terbunuh di Roda Empat,” kata pria berperawakan gemuk, tak suka berolahraga, tapi gemar makanan berlemak itu.

“Baranski sudah di tempat kejadian perkara (TKP),” lanjutnya.

Aku terbeliak. Peramal tewas dibunuh? Ini menarik. 

Segera kuambil scanner (alat pemindai) forensik saku milikku sebelum meninggalkan Kedai Polisi. Begitulah nama tempatku bekerja, bukan Kantor Polisi. Jika ada yang butuh bantuan polisi, warga tinggal menyewa di Kedai Polisi. Dalam kasus ini, kami disewa Asosiasi Peramal yang sangat kaya. Bagi setiap warga Mendelia, mengunjungi peramal untuk mengetahui “nasib” wajib hukumnya.

Mendelia, wahana di ruang angkasa, terdiri atas lima modul, masing-masing berbentuk seperti roda pedati dengan jari-jari mengarah ke as roda. As setiap modul dihubungkan satu sama lain oleh sebuah poros panjang. Jari-jari berupa lorong itu berhubungan dengan bagian lingkaran roda. Lewat lorong-lorong itulah warga Mendelia melakukan perjalanan dari satu modul ke modul lain. Seluruh modul berputar sehingga tercipta gaya gravitasi di bagian lingkaran roda, sementara poros penghubung modul bergravitasi nol. Permukiman Mendelia merupakan wilayah hunian yang serba sempurna. Nyaris tak pernah ada pembunuhan di sana.

Kedai Polisi berada di Roda Dua. Bangunan-bangunan di Mendelia - yang puncaknya mengarah ke as roda - didirikan di permukaan lingkaran roda mirip pipa raksasa. Jalan masuk ke Kedai Polisi dekat sekali dengan transit loop Roda Dua (transit loop itu jalur robocab, taksi robot, yang melaju berkat teknologi maglev, magnetic levitation).

Aku mencegat taksi. Setelah mengakses kartu debitku untuk ongkos, taksi itu melesat menuju TKP. Suzanne Baranski sudah menunggu di luar kantor korban. Ia polwan yang baik, tapi terlalu muda untuk menangani sendiri sebuah kasus pembunuhan. Sudah kesekian kali aku kerja bersama dengannya. Aku juga pernah menontonnya bermain selo dalam orkestra simfoni. Ini contoh baik tentang Mendelia.

Suze lahir bukan dari golongan keluarga yang biasa mengirim anaknya belajar musik. Tetapi beberapa saat setelah Suze lahir, peramal keluarganya menyatakan ia berbakat musik. Penghasilannya sebagai pemusik dirasa kurang memadai - itu sebabnya ia menjadi polisi - meski ia tetap mengembangkan bakatnya.

 

Didatangi pemuda gondrong

“Hai, Toby,” tegur Suze. Rambutnya merah dipotong pendek, matanya hijau besar. Kami berpakaian preman, tidak seperti polisi saingan kami dari Spitpolish, Inc. yang berseragam.

Ia menyuruhku masuk lewat pintu terbuka. Pada hologram di dekat pintu terbaca: “Peramal Skye Hissock. Kenali Masa Depan Anda! Ahli Membaca Masa Depan, Anak-anak Maupun Dewasa.”

Di lobi tampak pajangan yang tak lazim untuk kantor peramal yakni kartun-kartun tokoh politik. Kartun-kartun itu rupanya karya Skye, tampak dari tanda tangan yang tertera.

“Mayatnya di ruang pribadi,” kata Suze sambil berjalan ke sana. 

Mayat Skye Hissock terduduk di belakang meja. Kepalanya luka parah, bercak darah dan isi kepalanya menempel di dinding dan bufet di belakang meja.

“Tampaknya akibat ledakan,” kata Suze. “Mungkin miliaran watt dayanya.” 

Kuamati ruangan mewah itu.

“Lihat ini,” teriak Suze dari atas bufet. Efek ledakan itu menjatuhkan sebuah ukiran kecil dari dinding - benda itu terbelah dua, tergeletak di lantai. Suze mencari-cari sesuatu di tempat benda itu mula-mula digantung. “Ada kamera video tersembunyi di sini.”

Jantungku berdetak keras. Kami kesulitan membuka bufet itu karena pintu-pintu gesernya seperti dilem oleh darah yang membeku. Di dalamnya memang kami temukan kamera perekam. Kutekan tombol pembuka di meja Skye untuk mengeluarkan monitor berlayar datar. Seperti dugaan kami, kamera itu sengaja dirancang agar gambarnya dapat diputar di monitor meja itu.

Gambar di layar monitor diambil dengan sudut pengambilan dari belakang meja Skye. Di layar tampak pintu kantor pribadi Skye terbuka, lalu masuk seorang pemuda. Kira-kira 18 tahun, usia pas bagi warga Mendelia untuk diramal. Rambutnya pirang, gondrong sebahu. la mengenakan t-shirt bergambar logo grup musik multimedia tersohor di Mendelia, The Cassies.

“Halo, Dale,” terdengar suara, tentu suara Skye. “Terima kasih kamu datang.”

Kami sudah mendapatkan sosok, nama depan, serta nama grup band favorit pemuda itu. Kalaupun nama belakang Dale tidak tercatat dalam daftar janji di komputer Skye, kami tidak akan kesulitan melacaknya.

“Kau tahu,” kata suara Skye, “hukum mewajibkan setiap warga untuk diramal dua kali selama hidup. Yang pertama dilakukan sesaat setelah lahir, dihadiri orang tua. Peramal hanya menyampaikan hal-hal yang perlu diketahui di masa kecilmu. Lalu, di usia 18 tahun, kamu sendiri bertanggung jawab secara hukum atas setiap perbuatanmu. Saat itulah kamu akan tahu segala hal tentang dirimu. Mau dengar berita baik atau berita buruknya lebih dulu?”

Ini dia, pikirku. Skye pasti mengutarakan hal yang tidak mengenakkan Dale dan membuat si pemuda marah lalu menembak Skye. 

Dale menelan ludah. “E, e… kabar baiknya dulu saya kira.”

“Baik,” kata Skye. “Pertama, kau anak cemerlang, tidak jenius tapi di atas rata-rata. IQ-mu sekitar 126-132. Kau berbakat musik - apa orang tuamu mengatakannya? Baik. Kuharap mereka mendorongmu.”

“Betul,” kata Dale mengangguk. “Saya belajar piano sejak umur empat tahun.” 

“Bagus. Menyia-nyiakan bakat termasuk perbuatan jahat. Kau punya bakat khusus di bidang matematika. Biasanya itu berpasangan dengan bakat musik, jadi masuk akal. Memori visualmu sedikit di atas rata-rata, meski kemampuanmu menghafal agak payah. Kau akan menjadi pelari jarak jauh yang baik, tetapi ....”

Aku meminta Suze untuk mempercepat tayangan.

“Sekarang, kabar buruknya.” Segera kuminta Suze melepas tombol begitu terdengar kalimat itu. “Sayang ada banyak kabar buruk, meski kecil-kecil, tidak sampai menghancurkan. Rambutmu rontok di usia sekitar 27 tahun dan mulai beruban menjelang umur 32. Memasuki 40, kepalamu nyaris botak.”

Kulihat tak ada alasan kuat bagi Dale untuk membunuh Skye. Sebelum pergi, Dale mengambil printout hasil ramalan. Tayangan habis. Siapa pun pembunuh Skye pasti muncul setelah Dale pergi. Sementara ini Dale menjadi tersangka pertama kecuali ada yang terlewatkan ketika tayangan dipercepat. Sejauh ini belum kami temukan motif Dale untuk membunuh sang peramal.

 

Resepsionisnya pemuda remaja

Selanjutnya aku memeriksa efek ledakan di tubuh Skye. Pembuluh darahnya rata-rata terbakar. Yang kuketahui, senjata peledak hanya dibuat di dua tempat, yaitu Tokyo di Bumi dan New Monty di Mendelia. Kalau peledak buatan New Monty, kami akan kerepotan. Untung, peledak itu bikinan Bumi. Pasalnya, setiap peledak bikinan Bumi harus meninggalkan tanda khusus sehingga dapat dilacak siapa pemiliknya.

Tanda itu kurekam lalu kukirim ke Kedai Polisi lewat compad (komputer genggam)-ku. Raymond Chen yang akan mengirim pesan ke Bumi untuk mengecek pola tanda khususnya. Aku juga meminta Suze memeriksa daftar klien Skye, aku sendiri memeriksa keluarganya. Kendati secara genetik tidak logis, kenyataannya banyak kasus pembunuhan dilakukan oleh kerabat dekat korban.

Skye (51) mulai meramal pada umur 23 setelah meraih gelar doktor di bidang genetika. la tidak menikah, kedua orang tuanya sudah lama meninggal. la punya adik laki-laki, Rodger Hissock namanya. Beristrikan Rebecca Connolly, pasangan ini punya dua anak. Yang pertama Glen, baru memasuki usia 18, dan adiknya, Billy, delapan tahun. Rodger tinggal di Roda Empat dan kantornya di Roda Satu.

Di Mendelia tidak ada pajak warisan, jadi seluruh harta Skye langsung jatuh ke tangan Rodger, kecuali ada surat wasiat yang amanatnya lain. Ini bisa menjadi motif pembunuhan. Tapi kenyataannya, Rodger sudah kaya raya. Mereka punya pabrik daur ulang atmosfer Mendelia. 

Namun aku tetap ingin mengorek keterangannya. Bukan hanya karena sejak zaman Kain dan Abil antar-saudara bisa saling bunuh, tetapi program otorisasi kunci pintu sidik jari di kantor pribadi Skye hanya untuk empat orang, yaitu Skye, petugas kebersihan kantornya - kini sedang dimintai keterangan oleh Suze, Jennifer Halasz - peramal yang sekali tempo mengambil oper klien Skye saat Skye cuti, dan Rodger.

Rodger mempekerjakan seorang resepsionis manusia. Biasanya, perusahaan memilih resepsionis dewasa yang cekatan. Malah ada yang jor-joran mempekerjakan wanita cantik berambut pirang dengan payudara “super” montok hasil operasi. Tetapi selera Rodger lain. Resepsionisnya pemuda lemah gemulai yang cenderung feminin. la tampak lebih tua dari usianya, mungkin baru 14 tahun.

 

Tanpa alibi

Kantor Rodger amat mewah, jauh lebih hebat dari kantor Skye. Benda-benda seni dari berbagai belahan dunia dipajang di wadah-wadah dari kristal. Karpetnya tebal sekali sampai sepatuku terbenam. Rodger menyalamiku, genggamannya terasa menjepit. Badannya kekar, lehernya kokoh, rambutnya banyak yang hitam, dan matanya abu-abu.

“Halo, apa yang bisa saya bantu?” sapanya. 

“Saya Toby Korsakov dari Kedai Polisi. Kami disewa Asosiasi Peramal.”

“Astaga. Ada apa dengan Skye?” kata Rodger. 

Melihat reaksi orang - yang patut diduga sebagai tersangka - ketika diberi tahu soal kasus pembunuhan, tentu berguna. Biasanya, orang yang merasa bersalah akan berlagak bego. Tapi melihat Rodger dengan cepat dapat mengaitkan asosiasi itu dengan saudaranya, aku menjadi tidak terlalu curiga.

“Maaf, saya membawa berita duka. la meninggal.” 

Mata Rodger terbeliak. “Apa yang terjadi?” 

“la dibunuh.” 

“Dibunuh,” kata Rodger dengan nada kurang percaya. 

“Benar. Anda tahu ada yang menginginkan kematiannya?”

“Bagaimana dia dibunuh?” tanya Rodger. Aku agak jengkel karena pertanyaanku tak dijawab. Banyak kasus pembunuhan terkuak gara-gara tersangka tanpa sadar menyebutkan detail tindak kriminalnya lebih dulu. 

“la ditembak dengan peledak dari jarak dekat,” jawabku. 

“Oh, Skye tewas,” lenguh Rodger. Tubuhnya merosot dari kursi, matanya sembap. “Anda tahu siapa pelakunya?” 

“Belum. Kami sedang melacak tanda khusus pada peledaknya. Tetapi tidak ada tanda-tanda orang masuk secara paksa, dan, well ...” 

“Ya?”

Well, hanya empat orang yang dapat masuk ke kantor Skye.” Rodger mengangguk. “Saya dan Skye. Yang lain?” 

“Petugas kebersihan dan peramal lain.” 

“Mereka sudah Anda periksa?”

“Sedang dilakukan rekan saya. Termasuk memeriksa semua orang yang pernah bikin janji dengan Skye beberapa waktu terakhir. Mereka mungkin masuk atas kemauan Skye.”

Hening sejenak. 

“Di mana Anda antara pukul 10.00 - 11.00 tadi?” 

“Di sini.” 

“Resepsionis Anda bisa menjamin?” 

“Ee ... tidak. Saya membebaskan dia setengah hari tiap Rabu untuk kursus bahasa Prancis. Peramalnya bilang, ia punya bakat belajar bahasa.”

“Apakah ada yang menelepon Anda selama dia pergi?” 

“Mungkin. Tapi saya tidak pernah menjawab sendiri compad saya. Jujur saja, saya senang kalau tidak ada orang menghubungi saya setengah hari itu. Saya bisa membereskan banyak pekerjaan. Lagi pula Skye ‘kan saudara saya ....”

“Saya tidak menuduh Anda, Mr. Hissock.” 

“Jika saya naik taksi ke sana pun, rekening saya pasti berkurang.” 

“Kecuali Anda berjalan kaki.” Bila mau repot, orang bisa berjalan kaki melalui lorong jari-jari. 

Aku mengalihkan pembicaraan. 

“Apakah Skye peramal yang baik?” 

“Terbaik dari yang pernah ada. Ia membacakan nasib saya saat saya mulai berumur 18. Skye sembilan tahun lebih tua dari saya. Saya memilihnya, karena ia baru merintis praktik meramal.”

“Apakah Skye juga meramal anak-anak Anda?” 

Rodger tampak ragu-ragu. “Yeah, yeah, tapi hanya saat mereka bayi. Saat berusia 18 tahun Glen pergi ke peramal lain. Tahu kenapa? Karena Skye tidak memberinya diskon.”

Compad-ku berkedip-kedip saat aku duduk di taksi. Ketika kunyalakan, wajah Raymond Chen nongol di layar. “Sudah ada informasi registrasi peledak. Peledak itu milik Rodger Hissock. la membelinya 11 tahun lalu,” katanya.

Karena punya otorisasi pintu kantor Skye, Rodger leluasa keluar-masuk kantor kakaknya. la jadi punya kesempatan untuk membunuh Skye. Kini giliran mencari motifnya. Aku akan mengorek keterangan dari anggota keluarganya.

Glen Hissock (18) sedang studi teknik mesin di Universitas Francis Crick di Roda Tiga. la sangat mirip ayahnya. Tubuhnya bak atlet pegulat, rambut hitam, dan mata abu-abu keperakan. Berbeda dengan ayahnya yang ramah dan kasar, Glen tampak pendiam, suaranya pun lirih dan gugup.

“Saya ikut berduka,” kataku karena ia pasti sudah diberi tahu soal kematian pamannya. 

“Anda menyukai dia?” tanyaku lagi 

“Dia oke.” 

“Hanya oke?”

Yeah.” 

“Di mana Anda antara pukul 10.00 dan 11.00 tadi pagi?” 

“Di rumah.” 

“Ada orang lain di sana?” 

“Tidak. Ayah-ibu bekerja, Billy sekolah.” Ia menatap saya untuk pertama kalinya. “Anda menuduh saya?” 

Sesungguhnya tidak, semua bukti mengarah ke ayahnya. Aku menggeleng, lalu berkata, “Saya dengar Anda baru saja diramal.”

“Benar.” 

“Tapi tidak oleh paman Anda. Kenapa?” 

Ia mengangkat bahu. “Cuma enggan saja. Saya memilih peramal secara acak dari direktori online.” 

“Ada yang aneh dalam ramalan itu?” 

“Itu rahasia,” katanya sambil memandangku tajam.

 

Teka-teki kamar mandi

Dua ratus tahun lalu, tepatnya pada 2029, Laboratorium Nanosistem Palo Alto (LNPA) mengembangkan komputer molekuler (setingkat molekul). Sejarah mencatat, selama Perang Salju, Amerika Serikat menggunakannya untuk menceraiberaikan Bogota menjadi atom-atom.

Namun, setiap persoalan dapat diatasi. Hamasaki dan Dejong, dua peneliti dari LNPA terkejut melihat hasil karya mereka disalahgunakan seperti itu. Mereka lalu menciptakan dan mengedarkan nano-Gorts - mesin-mesin superkecil (hanya dapat dilihat dengan mikroskop) yang dapat menggandakan diri, melacak, dan menghancurkan komputer-komputer molekuler itu, agar peristiwa seperti Bogota tidak terjadi lagi.

Kami memiliki mesin-mesin nano-Gorts-buatan LNPA itu. Namun, kami juga punya mesin pelindung molekuler yang lain, namanya Helix-Gorts. Isunya, Asosiasi Peramal bertanggung jawab atas keberadaan mesin-mesin itu, tetapi setelah diusut-usut, ternyata tak ada bukti. Helix-Gorts mencegah setiap upaya terapi gen. Kami dapat memberi tahu seseorang tentang segala sesuatu pada DNA-nya, tetapi kami tidak dapat berbuat apa-apa terhadap yang tersurat di situ.

Compad-ku berkedip lagi. 

Tampang Suze muncul di layar. “Hai, Toby. Sampel DNA Skye sudah kubawa ke Rundstedt.” Rundstedt; juga peramal, kami sewa untuk tugas forensik. 

“la sudah membaca DNA Skye. Tidak ada yang menonjol. Skye bukan penjudi yang kompulsif, atau pecandu obat, atau suka mengambil istri orang. Sifat-sifatnya jauh dari motif untuk melakukan pembunuhan. Menurut Rundstedt, Skye tidak suka berdebat,” Suze nyerocos.

“la juga tidak menemukan petunjuk Skye orang yang pantas dibunuh,” tambahnya. 

Aku mengangguk. “Terima kasih, Suze. Ada petunjuk lain dengan klien-klien Skye?” 

“Sudah kutelusuri, tapi alibi mereka kuat.”

“Teruskan tugasmu. Aku mau menemui Rebecca Connoly. Dah!” 

Kadang aku bertanya apakah profesiku sebagai polisi sudah di jalur yang benar. Ketika diramal pada umur 18, aku bakal menjadi polisi hebat. Namun, aku masih ragu. Padahal hasil ramalan tidak pernah meleset, sebab faktor genetik mendasari hampir setiap karakter manusia - mulai dari rasa percaya diri, kepicikan, rasa humor, keinginan mengoleksi benda, bakat olahraga, sampai kecenderungan perilaku seksual, dsb.

Terkadang aku suka bertanya-tanya bagaimana orang-orang di bagian lain di jagad ini bisa maju tanpa peramal.

Mereka harus berjuang untuk hidup, memilih sendiri pekerjaan yang tepat, kadang tidak tahu kalau punya bakat tertentu, bahkan tidak tahu harus berbuat apa untuk merawat kesehatan.

Rebecca Connolly, istri Rodger Hissock itu, ada di rumah ketika aku tiba. Ruang tamu pun tak kurang mewah. Mereka benar-benar kaya, maka makin sulit dipercaya mereka membunuh Skye. 

Rebecca memang cantik. la tampak 20 tahun lebih muda dari usianya yang 44 tahun. Dengan terapi gen di Mendelia hal itu dimungkinkan, yakni dengan bedah plastik. Rambutnya merah tembaga, matanya keunguan.

“Halo, Detektif Korsakov. Kata suami saya, Anda akan mampir,” tegurnya. la geleng-geleng kepala, “Skye malang. Lelaki baik hati.” 

Rebecca adalah orang pertama dari keluarga Skye yang tulus menyatakan hal yang baik tentang Skye pribadi - meski dapat saja itu hanya untuk mengalihkan kecurigaan. “Anda kenal baik dia?”

“Jujur saja tidak. la dan Rodger tidak begitu dekat. Dulu, di awal-awal kami menikah, ia sering kemari. Tetapi setelah Glen lahir, ia tidak lagi sering datang. Entah kenapa. Selama 18 tahun ini ia bukan bagian penting dalam kehidupan kami.” 

“Tetapi sidik jari Rodger bisa diterima oleh kunci pintu kantor Skye?”

“O, ya. Saya anggota Dewan Direktur pada TenthGen Computing, Detektif. Kami mengadakan rapat pemegang saham pagi tadi. Mungkin 800 orang melihat saya berada di sana.”

Aku mengajukan beberapa pertanyaan lagi, namun motif Rodger Hissock belum juga kutemukan. “Terima kasih atas kerja sama Anda, Ny. Connolly. Omong-omong, boleh numpang ke kamar kecil?”

“Silakan. Ada satu di bangsal dan satu di lantai atas.” 

Kamar mandi di atas tampaknya lebih menjanjikan untuk melaksanakan maksudku. Di kamar mandi aku mengeluarkan pemindai forensik untuk mencari sampel DNA. Alat cukur, sisir, dan handuk menjadi tempat terbaik untuk menemukan contoh DNA. Tapi yang terbaik sikat gigi. Aku memindai apa saja, namun ada yang ganjil. Pada pemindai terbaca DNA seorang wanita, ditandai dengan adanya pasangan kromosom XX. Tapi DNA laki-laki hanya satu. Padahal di rumah ini ada tiga laki-laki: Rodger, Glen, dan Billy.

Kamar mandi ini digunakan oleh keempat anggota keluarga itu. Buktinya, ada empat handuk, empat sikat gigi, dan di pinggir bak mandi tergeletak mainan milik anak laki-laki. Mereka pasti juga memakai kloset duduk di sini, tapi hanya dua orang yang meninggalkan jejak genetik.

 

Ayahnya mandul

Kendati perbuatanku itu melanggar hak sipil, sampel DNA dari laki-laki yang kudapat di kamar mandi keluarga Hissock itu kubawa ke Dana Rundstedt untuk dibaca. Hasilnya luar biasa.

Setelah DNA itu dibaca, hasilnya cocok dengan fakta-fakta ini. Pertama, hanya Rodger yang punya akses bebas ke kantor Skye. Kedua, senjata itu milik Rodger. Ketiga, hanya dua orang menggunakan kamar mandi. Keempat, Skye tak suka berdebat. Kelima, Glen amat mirip ayahnya, bedanya ia pendiam dan pemurung. Keenam, Glen datang ke peramal lain. Ketujuh, selera Rodger mengenai resepsionis tidak lazim.

Seluruh fakta itu cocok. Ray Chen yang akan memilih mana yang bisa jadi bukti hukum sebelum kasus ini dibawa ke pengadilan.

Aku menuju Roda Tiga untuk menangkap si pembunuh. 

“Jangan bergerak,” kataku. “Anda kami tangkap.” 

“Atas tuduhan apa?” jawab Glen Hissock. 

Aku menariknya masuk ruangan kosong. “Pembunuhan paman Anda, Skye Hissock. Atau harus saya sebut ‘kakak’ Anda?” Kata-kata terakhir itu agak tendensius.

“Apa maksud Anda?” jawab Glen dengan suara lirih dan gugup. 

“Saya prihatin atas peristiwa yang menimpa Anda,” kataku.

Rodger memang bersalah telah melakukan perbuatan tidak terpuji, yang oleh masyarakat Mendelia dianggap sekeji pembunuhan. Pasti luka mental itu yang membuat Glen jadi pemurung dan pendiam. Tapi aku tidak membiarkan Glen lolos.

“Kapan perbuatan tak senonoh itu mulai dilakukan?” 

Ia terdiam sejenak, lalu sedikit mengangkat bahu seolah sadar tidak perlu berpura-pura lagi. “Ketika saya berumur 12 - segera setelah saya puber. Tidak setiap malam memang. Tapi cukup sering. Bagaimana Anda tahu?”

Kukatakan yang sebenarnya. “Hanya ada dua DNA yang berbeda di rumah Anda - satu perempuan, satunya laki-laki. Saya telah membaca DNA laki-laki itu. Saya mencari sifat yang mungkin menunjukkan motif bagi ayah Anda. Apa yang saya temukan?”

Glen hanya menatapku. 

“Ketika ayah Anda diramal setelah lahir, mungkin orang tuanya diberi tahu bahwa ia mandul. Buktinya ada di DNA ayah Anda: tidak mampu memproduksi sperma yang bisa hidup lama.” Aku terdiam sambil mengingat hal-hal detail lain. “Tetapi peramal itu tidak tahu apa akibatnya jika seseorang memiliki varian gen ABL-419d dengan lebih dari seratusan perulangan basa T-A-T. Fungsi varian gen itu baru diketahui saat ia menjelang umur 18 tahun, ketika ia mengunjungi kakaknya, Skye, untuk diramal.”

Glen diam mematung. 

“Skye berbohong pada ayah Anda. Skye memang memberi tahu soal kesuburannya, tetapi tidak menjelaskan arti varian gen itu.”

Glen akhirnya bicara, dengan suara getir. “Mungkin ayah tahu. Saya pernah menemuinya dan berkata, ‘Kalau ayah tahu punya gen dengan incestuous pedophilia (dorongan untuk berhubungan seksual dengan anak sendiri - Red.), kenapa tidak minta nasihat ahli? Kenapa pula ayah bisa punya anak?’” 

“Ayah Anda memang tidak tahu ‘kan?”

Glen menggeleng. “Paman Skye sialan tidak mengatakannya pada ayah.” 

“Skye mungkin punya pertimbangan. Masalah itu tidak akan muncul karena ayah Anda mandul. Tapi ayah Anda kaya raya. la ingin punya pewaris atas kekayaannya. Karena itu ....”

“Ia menciptakannya,” sahut Glen muak.

 

Melindungi Billy

Kupandangi Glen dari ujung kaki sampai ujung rambut. Aku belum pernah bertemu dengan manusia hasil kloning. la seratus persen persis ayahnya. Tetapi layaknya setiap keluarga, pasangan Hissock - Connolly bukan saja menginginkan keturunan, tetapi juga “anak cadangan”. Billy, 10 tahun lebih muda dari Glen, juga duplikat genetik Rodger Hissock, hasil dari DNA Rodger yang ditaruh pada sel telur Rebbeca. Ketiga lelaki itu meninggalkan jejak DNA yang sama di kamar mandi – betul-betul DNA identik. 

“Apakah anda sadar kalau Anda hasil kloning?” tanyaku.

“Saya baru saja tahu. Sebelum menemui seorang peramal, saya ingin tahu hasil ramalan ketika saya baru lahir. Ternyata tidak ada. Ayah tidak mau, sebab toh sama dengan milik ayah. Ketika peramal yang saya kunjungi menyatakan bahwa saya juga mandul, saya baru sadar.”

“Lalu Anda mengambil senjata ayah Anda. Karena sidik jari kalian sama persis, Anda dapat membuka kunci pintu sidik jari ....”

Glen mengangguk. Suaranya sengit, “Ayah tidak pernah tahu ada yang salah dengan dirinya, sehingga tidak pernah bisa dibantu. Paman Skye tidak mengatakan apa-apa padanya. Bahkan setelah ayah mengklon dirinya sendiri, paman tetap bungkam.” Sorot mata Glen memancarkan amarah. “Hidup kita tidak berjalan sebagaimana seharusnya jika peramal tidak mengatakan kebenaran. Kita tidak dapat memainkan kartu kita jika tidak tahu apa kartu di tangan kita. Skye layak mati.”

“Anda juga ingin menghukum ayah Anda.” 

Glen menggeleng, “Saya hanya ingin melindungi Billy. Ayah akan terbukti bersalah, tetapi ia tidak akan dihukum seumur hidup. Ia dapat membayar pengacara terbaik di Mendelia yang akan berjuang agar ayah dijatuhi hukuman minimal sebagai pelaku pembunuhan, yaitu....”

“Sepuluh tahun.” Aku mulai paham, “Dalam 10 tahun itu Billy sudah dewasa sehingga bebas dari ancaman perbuatan Rodger.”

Glen mengangguk. 

“Tetapi Rodger juga dapat mengatakan bahwa Anda hasil kloningnya. Ia bisa bebas. Kecurigaan jatuh pada Anda.” Suara Glen terdengar lebih dewasa. “Jika ayah membuka rahasia itu, saya pun akan membeberkan rahasianya. Hukuman bagi penganiaya anak-anak minimal juga 10 tahun. Sama saja ‘kan?”

“Bedanya, sebagai pembunuh ia akan tinggal di penjara, sedangkan sebagai penderita pedofilia hidupnya akan hancur,” tambahnya sambil menatap lurus ke arahku. 

Kubiarkan dia keluar ruangan dan memanggil taksi. Kasus ini nyaris, atau bahkan sudah, menjadi kejahatan yang sempurna. (Robert J.Sawyer)


Baca Juga: Cinta Ditolak, Jarum Bertindak

 

" ["url"]=> string(73) "https://plus.intisari.grid.id/read/553561362/dna-kembar-tiga-buka-rahasia" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1668183084000) } } [1]=> object(stdClass)#57 (6) { ["_index"]=> string(7) "article" ["_type"]=> string(4) "data" ["_id"]=> string(7) "3124186" ["_score"]=> NULL ["_source"]=> object(stdClass)#58 (9) { ["thumb_url"]=> string(106) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2022/02/03/racun-dan-cinta-lizziejpg-20220203121540.jpg" ["author"]=> array(1) { [0]=> object(stdClass)#59 (7) { ["twitter"]=> string(0) "" ["profile"]=> string(0) "" ["facebook"]=> string(0) "" ["name"]=> string(11) "Frank Jones" ["photo"]=> string(0) "" ["id"]=> int(9388) ["email"]=> string(20) "intiplus-31@mail.com" } } ["description"]=> string(121) "Peramal cantik ini menjadi wanita pertama di Kanada yang mati di tiang gantungan gantung dengan disaksikan ribuan orang. " ["section"]=> object(stdClass)#60 (7) { ["parent"]=> NULL ["name"]=> string(8) "Kriminal" ["description"]=> string(0) "" ["alias"]=> string(5) "crime" ["id"]=> int(1369) ["keyword"]=> string(0) "" ["title"]=> string(24) "Intisari Plus - Kriminal" } ["photo_url"]=> string(106) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2022/02/03/racun-dan-cinta-lizziejpg-20220203121540.jpg" ["title"]=> string(22) "Racun dan Cinta Lizzie" ["published_date"]=> string(19) "2022-02-03 12:15:51" ["content"]=> string(28144) "

Intisari Plus - Tak banyak yang tahu latar belakang keluarganya, masa kecil, serta tingkahnya yang kadang-kadang susan dimengerti. Namun harus diakui, kesan pertama yang terpancar dari wanita ini secara keseluruhan menarik. 

Dari rambut pirangnya yang cepak tersisir rapi ke belakang, ditambah perawakannya yang langsing, boleh dibilang Lizzie Tilford termasuk wanita yang tidak begitu sulit membuat pemuda jatuh hati. Kenyataan itu sangat disadari Lizzie, bahkan sejak ia masih gadis. 

Sejarah perkawinannya mencatat nama tiga pria yang pernah singgah dalam hidupnya. Namun yang lebih membedakan dia dari teman-teman sebayanya adalah keberanian mengambil keputusan penting yang kadangkadang berdasarkan pada alasan naif. 

Bayangkan! Hanya demi uang 5 shilling, enteng saja ia memutuskan menikahi Fred Yates, pria tampan yang baru dikenalnya beberapa minggu. Pasalnya, ia merasa gengsi bertaruh dengan cewek-cewek teman sekolahnya. "Bagi saya itu merupakan tantangan yang orang lain tidak berani melakukan," akunya. 

Bahtera perkawinan dini yang terjadi pada saat usia Lizzie baru 15 tahun itu pagi-pagi sudah harus kandas, bahkan sebelum sempat berlayar. "Kami sempat hidup bersama selama seminggu sebelum akhirnya berpisah. Sejak itu saya tak pernah melihatnya lagi," ujarnya. 

Bagaikan sesuatu yang tak bisa dipercaya, setelah itu, Lizzie berkecimpung dalam banyak kegiatan sosial. Juga aktif dalam kegiatan keagamaan yang mempertemukannya dengan William Walker. Pria inilah yang kemudian menjadi suami keduanya.

Tahun 1928, pasangan ini pindah ke Woodstock, Kanada, dengan keempat anaknya. Semula Walker mencoba untuk menjadi petani tapi dasar memang tidak berbakat, upayanya gagal. 

Kehidupan Walker semakin tragis. la jatuh sakit, menjadi buta, dan tersiksa berbulan-bulan sebelum akhirnya meninggal tanggal 19 Februari 1929. Menurut laporan dokter, penyebab kematiannya tumor otak. 

Untuk menyambung hidup sehari-hari, Lizzie dengan ketabahan yang luar biasa bekerja di sebuah pabrik sepatu. Waktu senggangnya digunakan untuk praktik sebagai peramal nasib, bakat spiritual yang memang sudah dimilikinya sejak dewasa. Pelanggannya tak hanya kaum wanita Woodstock, melainkan juga kaum pria. 

Kegiatan yang cukup sibuk itu mempertemukannya dengan seorang pria berumur 31 tahun, Tyrrell Tilford. Nampaknya Lizzie yang kala itu sudah mendekati setengah abad tertarik juga. 

Tanpa perlu "pacaran" lama, tanggal 10 November 1930, untuk ketiga kalinya Lizzie menikah meski nampaknya kedua orang tua Tyrrell tidak begitu menyukai sang menantu. 

Tapi toh mereka tetap berbaik hati dengan membuatkan rumah bagi pasangan ini di pojok halaman belakang kediaman mereka yang luas di Cronyn Street. 

 

Jeritan di pagi hari

Bahtera perkawinan pasangan ini nampaknya lancar-lancar saja, sampai suatu ketika terjadilah sebuah musibah. Jumat pagi, 29 Maret 1935, James Tilford (74) mertua Lizzie, mendengar suara pintu belakang rumahnya diketuk berulang kali. 

Menurut perkiraannya pastilah itu ulah si Dino, anjing mereka yang semalam lupa masuk rumah. Karena merasa terganggu, akhirnya ia memutuskan untuk membuka pintu. Dilihatnya Tyrrell dalam keadaan menyedihkan. 

Wajahnya biru sembap, dengan posisi setengah berlutut tangannya gemetar mencoba meraih gerendel pintu. Begitu pintu dibuka, Tyrrell sempoyongan tersuruk ke rumah. 

Setelah dipapah ke ranjang, Tyrrell bergumam, "Ayah, aku mau mati." Dadanya nampak sesak, napasnya terengah-engah. "Aku kena racun arsenik. Lihatlah lidahku, nyaris terkoyak-koyak." Dalam keadaan demikian, Tyrrell sempat mengatakan bahwa ini semua gara-gara Lizzie dan dua anaknya. 

Tyrrell juga melaporkan, .melihat Bill Blake, teman istrinya yang selalu bertandang ke rumah mereka pura-pura ingin belajar ilmu meramal, pernah mengintipnya dari balik tirai jendela kamar tidurnya. Saat itu ia mendengar suaranya, "Gila, ia memiliki racun yang cukup untuk membunuh 20 orang." 

Kemudian Tyrrell meminta ibunya menelepon apotek milik Keith untuk menanyakan apakah ada kiriman racun arsenik ke rumah mereka. Jawaban yang didapat, sudah berminggu-minggu tidak ada pesanan obat dari mereka. 

"la bohong, Bu!" potong Tyrrell begitu mendengar jawaban dari toko tersebut lewat ibunya. Sementara itu dengan perawatan seadanya, Tyrrell beristirahat di rumah orang tuanya. 

Terdorong oleh rasa curiga, Tilford memanggil dokter keluarga mereka, dr. Hugh Lindsay. Setelah dicocokkan, ternyata kapsul-kapsul obat pusing kepala yang biasanya diberikan dr. Lindsay berbeda dengan apa yang dibuat dan diberikan Lizzie kepada Tyrrell. 

Sabtu malam, kondisi Tyrrell semakin memburuk kalau tidak boleh dibilang sekarat. "Tolong panggilkan Lizzie," pintanya kepada saudarasaudaranya. 

Merasa tidak suka sang suami berada di rumah mertua, begitu datang Lizzie langsung membujuk Tyrrell. "Sayang, kau 'kan tahu," kata Lizzie lirih sambil menggenggam tangan suaminya, ... mestinya kau tak perlu ke sini." 

Namun dengan perlahan Tyrrell mendorong tubuh istrinya. "Kau telah tega dan sadar meracuniku, Lizzie. Tak lama lagi aku akan mati." Ketika wanita ini mencoba untuk menenangkan suaminya serta menghibur, sang mertua lan tas memotong, "Hei perempuan bodoh, tidakkah kau lihat putraku sedang sekarat?" 

"Sayang, jangan berkata begitu. Percayalah, kau tidak akan meninggalkan kita," katanya tanpa memperhatikan hardikan sang mertua. 

"Ya, aku akan segera mati," desak Tyrrell, "Kalau aku mati, kau akan bebas memiliki pacarmu Bill Blake dan tanah pertanian itu." 

Dengan melihat anggota keluarganya yang lain ia melanjutkan, "Setelah aku meninggal, lakukan autopsi. Periksalah isi perutku, pasti ada racun arsenik. Lizzie, kau telah membunuh dua suamimu terdahulu tapi setelah ini kau tak akan bisa lagi melakukannya." 

Merasa dipojokkan oleh suami beserta keluarganya dengan menahan amarah Lizzie lalu menelepon apotek Keith, menanyakan apakah dia mengirimkan racun arsenik ke rumah. 

Sengaja ia menjauhkan gagang telepon dari telinga agar orang-orang di rumah itu bisa mendengar jawaban dari sana. "Kalau memang tidak ada kiriman arsenik, saya minta kau jadi saksi." katanya. 

Sementara itu Tyrrell yang nampak pucat, dengan suara tersengal-sengal karena sulit bernapas memanggil ibunya ke ranjangnya seraya berkata, "Aku akan menciummu untuk yang terakhir kalinya. Ma." 

Tanpa tahu harus berbuat apa, kedua suami istri gaek itu lantas ke luar ruangan, meninggalkan Lizzie yang sedang menjaga Tyrrell. Hari itu Tyrrell segera dipindahkan ke rumahnya sendiri. 

 

Menggali kuburan

Senin pagi ketika bangun tidur, Ny. James Tilford mendengar suara orang berteriak-teriak dari arah rumah Tyrell. Dengan tergesa-gesa ia pergi ke luar, tapi tidak mendapatkan apa-apa. 

Untuk mengobati rasa penasaran ia segera menelepon rumah anak-menantunya. Kebetulan yang menerima Lizzie. "Bu,ia baik-baik saja. Kemarin sudah bisa makan bistik, aprikot, bahkan es krim." 

Tapi kelegaan yang dirasakan nyonya tua cerewet ini tak berlangsung lama. Keesokan harinya telepon rumahnya berdering, memberitahukan bahwa Tyrrell telah meninggal pukul 05.00. 

Dr. Lindsay yang baru saja datang dari luar kota, merasa kebingungan ketika dimintai visum kematian Tyrrell. Tapi setelah berkonsultasi dengan petugas kamar mayat dan jaksa setempat, ia membuat visum et lepeitum kematian Tyrrell akibat influenza dan serangan jantung. 

Sama sekali ia tidak menyinggung-nyinggung soal racun arsenik, yang  menurutnya hanya merupakan gosip semata. Tentu saja yang paling panik sepeninggal Tyrrell adalah Lizzie. Kekhawatiran ibu 4 anak ini terutama kalau keluarga Tilford melapor kepada polisi. 

Di pemakaman, ia mengatakan sesuatu kepada temannya, "Untuk meyakinkan jenazah almarhum tidak diapa-apakan, saya sendiri yang memandikannya." Lizzie baru nampak lega setelah yakin tubuh suaminya tidak diautopsi, sampai saat diturunkan ke liang lahat. "Hal yang sama juga saya lakukan terhadap suami pertama (Mungkin yang dimaksudkan adalah Walker)." 

Meski yakin suaminya sudah dikuburkan, toh malam hari ia tetap resah, tidak bisa tidur. Ia lalu menyuruh-salah seorang anaknya menjaga kuburan Tyrrell agar tidak digali orang. 

Ketika Frank Tilford, salah seorang adik suaminya menelepon, Lizzie langsung mengadu bahwa keluarga Tilford tetap saja melancarkan tuduhan bahwa dialah dalang kematian suaminya. "Saya tidak terima tuduhan itu. Mana buktinya? Tunggulah, akan saya tuntut! Mereka harus membuat permintaan maaf di semua surat kabar terbitan Kanada." 

Selang beberapa hari kemudian, beredar gosip ternyata ada bekas-bekas bungkus racun strychnine danarsenik di rumah keluarga Lizzie. Konon, racun itu dipakai untuk memberantas tikus. Bak luka lama yang digaruk, gosip itu segera meracuni keluarga Tilford. Tom serta saudara-saudara Tyrrell memutuskan untuk menyelidiki apakah memang betul Lizzie membeli racun. 

"Astaga, Lizzie!" kata Tom suatu hari ketika masuk ke rumah Lizzie, "Kauharus mengusir tikus-tikus ini.Ada seekor yang menabrak kakiku ketika masuk tadi." 

"Tom, di sini tak pernah ada tikus!" jawab Lizzie serta merta. la juga menyangkal, tidak ada secuil punracun tikus di rumah itu. "Kalau nggak percaya, nanti saya tanyakan kepada almarhum abangmu," ujar Lizzie. 

"Bagaimana kau bisa lakukan hal itu?" 

"Bagiku gampang! Kau 'kan tidak percaya soal kebatinan," katanya. 

Tanpa sepengetahuan Lizzie dan anak-anaknya, keluarga Tilford menghubungi polisi untuk menyelidiki kasus kematian Tyrrell. 

Suatu malam, dengan diterangi cahaya lampu minyak kuburan Tyrrell digali. Beberapa anggota badannya diambil untuk dianalisis di laboratorium forensik. Sebelum fajar menyingsing jenazahnya sudah dikuburkannya kembali seperti semula. 

Prof. Joselyn Rogers, dari Universitas Toronto yang terkenal dengan julukan Detektif Kimia sehubungan dengan keterlibatannya dalam beberapa penyelidikan kriminal, tanpa banyak kesulitan berhasil mendapatkan jawaban atas teka-teki penyebab kematian si korban. la menemukan 2 butir arsenik dalam perut Tyrrell, jumlah yang lebih dari cukup untuk mematikan seseorang.

 

Saksi kunci

Proses penyelidikan polisi berlangsung agak lamban. Buktinya, sebulan kemudian kasus pembunuhan ini baru diajukan ke meja hijau. Saksi pertama yang diajukan adalah Victor King. Pemuda kurus 19 tahun ini sehari-harinya bertugas sebagai asisten apoteker Keith. 

Dari buku ekspedisi penjualan obat dan zat kimia yang dipegangnya, tercatat ada order pengiriman arsenik 2 ons ke rumah Tilford tertanggal 20 Maret. Isabella (16), putri Lizzie yang meneken tanda terimanya. Tanda tangan ini bisa dibuktikan di buku pengiriman tersebut.Demikian ia bersaksi. 

Isabella yang dipanggil menjadi saksi pada kesempatan berikutnya mengakui dan membenarkan hal tersebut. "Ketika kiriman arsenik ter sebut datang, saya sedang di rumah bersama kakak, William. 

Atas perintah ayah (Tyrrell) saya menelepon apotek Keith memberi tahu tentang arsenik tersebut, pukul 02.00 - 02.30. Ayah memang ingin memakainya untuk membunuh tikus di gudang." 

"Saat itu, ibu Anda berada di mana?" tanya jaksa. 

"Di pesta ulang tahun temannya. la pergi dari rumah kira-kira pukul 01.30." 

"Anda tahu Pak King?" "Ya." 

"Setelah menerima barang, Anda lantas membayar Pak King?" 

"Ya, 2 sen. Ayah sendiri yang mengambil duit dari kantung bajunya." 

"Apa yang kemudian Anda lakukan dengan racun tersebut?" 

"Ketika Ayah ke luar ke pintu belakang, saya memberikan kepadanya. la lalu pergi ke gudang." 

"Apakah Anda memberitahu ibu Anda?" 

"Tidak. Ayah melarang saya melakukan itu. Katanya, saya nanti bisa celaka." 

"Kapan ayah Anda mengeluh sakit?" 

"Hari berikutnya. Kemudian ibu menyuruh memanggil dr. Lindsay." 

"Apakah Anda tahu, sebelumnya ayah Anda pernah muntah-muntah seperti itu?" 

"Ya, di hari Valentine, ketika ia terlalu banyak makan es krim." 

"Apa yang dilakukan ibu Anda ketika ayah Anda sakit?" 

"Ia merawatnya." 

"Pernahkah Anda menceritakan tentang racun arsenik tersebut kepada ibu Anda?" 

"Ya, sebelas hari setelah ayah dimakamkan." 

Ketika mengucapkan kalimat terakhir ini, Isabella terlihat tak mampu lagi menahan tangisnya. Ia tersedu-sedu menyeka air matanya dengan sapu tangan. Jaksa pun mempersilahkan ia mundur. 

Hutchinson Keith, sang apoteker, memberi kesaksian dengan versi yang berbeda. Ia mengaku sudah kenal Ny. Lizzie Tilford sejak beberapa tahun dan sering menerima pesanan obat dari keluarga ini. 

Pada tanggal 20 Maret tersebut, kira-kira pukul 12.30 Ny. Tilford meneleponnya, "Saya mau beli arsenik. Sejak suamiku mengumpulkan kertas-kertas bekas dan barang rombengan, sekitar rumah penuh dengan tikus," Kata Keith menirukan Lizzie. 

Atas permintaan langganannya itulah ia kemudian mengirim arsenik 2 ons. Ia yakin si pemesan via telepon itu benar-benar Ny. Tilford. Ia kenal betul suara Lizzie yang khas aksen Inggrisnya. Untuk kedua kalinya Victor King dipanggil ke meja saksi. 

Menurut pengakuannya setelah bicara dengan Keith, 10 menit kemudian Ny. Lizzie kembali menelepon. "Kapan kalian mengirim pesanan saya? Soalnya, saya pergi ke pesta ke luar rumah." King juga masih ingat bahwa beberapa hari setelah kematian Tilford, ia ketemu sekali lagi dengan Lizzie ketika ia mengirimkan pesanan minuman ke rumah. Saat itu Lizzie bertanya, "Kenapa tanganmu gemetar?" 

"Oh, tidak. Kenapa saya harus gemetar?" jawabnya. 

"Lo, kau 'kan yang membawa racun arsenik tersebut ke sini," Ny. Tilford berkata sambil tersenyum penuh arti. 

Dalam persidangan lanjutan tanggal 11 Juni, Lizzie sudah dinyatakan sebagai tersangka. Artinya bila memang tuduhan jaksa terbukti tiang gantungan penjara wilayah Oxford sudah menunggunya. 

Untuk memperoleh tambahan bukti-bukti lain yang memperkuat dakwaannya, pihak yang berwajib mengadakan penggalian kuburan suami kedua Lizzie, William Walker. 

Hasilnya, dalam tubuhnya tidak ditemukan secuil pun tanda-tanda atau petunjuk adanya racun yang mematikan. Meski demikian banyak pula orang yang tidak percaya kalau Walker tewas secara wajar.

 

Meminjam telepon

Selama masa persidangan, penampilan Lizzie yang tenang tidak pernah berubah sedikit pun. Duduk diam di kursi terdakwa. Setiap keterangan saksi selalu didengarnya dengan tekun. Kadang-kadang tangannya membuat catatan di notes kecil yang selalu dibawanya. 

Semakin hari jalannya sidang semakin menggiring posisi Lizzie sebagai tersangka. Meski tetap bertahan pada sikapnya yang tenang dan tak terpancing keterangan saksi, toh akhirnya emosi Lizzie sempat meledak ketika saudara perempuan Tyrrell, Annie, melukiskan keadaan dapur tempat kejadian perkara. 

Annie mengaku mendengar dari telinganya sendiri Tyrrell berteriak, "Kau telah membunuh dua orang suamimu terdahulu, tapi setelah ini kau tak bisa lagi melakukannya." 

"Apa yang dikatakannya bohong!" Lizzie berteriak sambil matanya berkaca-kaca, persis setelah Annie meninggalkan mimbar saksi. "Saya tidak bisa melanjutkan sidang ini. Semoga Tuhan memberi belas kasih kepada anak-anak saya." Setelah mengucapkan kalimat itu ia terkulai jatuh pingsan. 

Proses peradilan yang sepintas berjalan lancar ini, terasa agak janggal karena baik jaksa penuntut maupun majelis hakim tak berhasil mengungkapkan motif apa di balik kasus pembunuhan ini. Pun ketika jaksa menggiring tersangka pada motif perebutan uang asuransi, alasannya juga tidak begitu kuat. 

Seorang petugas asuransi memberikan kesaksian, beberapa hari sebelum kejadian itu, Lizzie beberapa kali meneleponnya untuk mengecek berapa besar jumlah uang asuransi Tyrrell. 

Ternyata hanya 300 dolar, jumlah yang relatif sama seperti yang dimiliki almarhum suami keduanya, William Walker. Terlalu kecil untuk diperebutkan, apalagi uang itu hanya cukup untuk biaya pemakaman. 

Kesaksian-kesaksian berikutnya memberi sedikit gambaran hakim untuk mencari kejelasan motif meski tetap kelihatan samar. Saksi Agnes Allen, saudara Tyrrell, mengatakan ketika pasangan Tilford ini menjenguknya beberapa hari sebelum kematian Tyrrell, Lizzie memintanya merekayasa surat wasiat Tyrrell yang akan mewariskan semua hartanya kepada Lizzie. 

Sementara Keith, dalam satu kesaksiannya menyatakan Lizzie pernah datang ke tokonya meminta kapsul kosong  yang  katanya akan dimasuki serbuk pelangsing tubuh Kenyataan ini oleh jaksa penuntut kemudian dikaitkan dengan isi kesaksian Ny. Allen berikutnya. 

Suatu siang Lizzie keluar dari kamar tidur Tyrrell dengan sebuah kapsul yang oleh suaminya dikatakan tidak manjur untuk mengobati sakitnya. Lizzie kemudian raembuang isi kapsul itu ke dalam tungku perapian. 

Persidangan selanjutnya semakin tidak menguntungkan bagi Lizzie, apalagi ketika tampil saksi yang mengejutkan, yakni Ny. Catherine Argent, teman Lizzie yang berulang tahun. 

Pesta yang dihadiri Lizzie itu berlangsung pada hari yang sama ketika arsenik di kirim ke rumah Lizzie. Pada hari itu Lizzie membawa kue bidadari ke pesta. Tak seorangpun yang makan roti itu mengeluh sakit atau mati. 

Namun, bukan kue tersebut yang menjadi perhatian majelis hakim. Di tengah pesta, Lizzie permisi pinjam telepon pada tuan rumah (kemungkinan besar ia menelepon apotek untuk menanyakan apakah arsenik pesanannya sudah dikirim ke rumah). Tak berapa lama kemudian ia juga ditelepon putrinya, Isabella. 

"Aku lagi memesan arsenik," ujar Lizzie kepada temannya Catherine, "dan Bella sangat takut menerima pesanan itu." 

Pada hari tepat meninggalnya suaminya, Lizzie menelepon Ny. Argent, "Tyrrell sudah meninggal," katanya. "Kau ingat arsenik yang kuceritakan dulu?" 

Sebulan setelah kematian Tyrrell, Isabella disuruh mengantarkan surat ibunya kepada Argent, yang berisi .... Pihak kepolisian telah menginterogasi Bella. Bella memberi keterangan bahwa saya datang ke rumahmu pukul 01.00 dan pulang sekitar pukul 05.00. Kalau polisi mengecek, tolong bilang hal yang sama. Bakarlah surat ini. 

Kejadian penting ini diungkapkan dengan jelas oleh Argent di depan sidang.

 

Hukum kaum lelaki

Masa persidangan yang melelahkan ini akan segera berakhir. Oktober yang cerah memancarkan kelembutan sinar matahari menembus kisi-kisi jendela gedung pengadilan yang bersuasana panas. 

Saat itu anggota dewan juri, yang semuanya lelaki, memasuki ruang tertutup untuk merumuskan putusan. Gedung itu penuh sesak dengan para wanita, di antaranya malah ada yang bawa makanan dan minuman, seakan mereka takut melewatkan detik-detik penting yang harus disaksikannya: Betapa tidak? Bagi penduduk Kanada peristiwa ini termasuk amat langka. 

Selama lebih dari setengah abad belum pernah ada seorang terpidana wanita dihukum mati. Selama itu pula para juri selalu berusaha mati-matian untuk memberi hukuman seringan mungkin kepada setiap tersangka wanita. Sebagian hadirin saat itu pun mengharap, Lizzie Tilford diselamatkan dari tiang gantungan. 

Ketika hari menginjak siang, pengunjung semakin penuh. Apalagi penonton pertandingan boling dari lapangan yang terletak di depan pengadilan berpindah semua ke ruangan sidang, menambah gaduhnya suasana. 

Akhirnya, pada tengah hari tim juri keluar ruangan dan membacakan keputusannya: Lizzie terbukti bersalah. Mendengar keputusan itu seketika tubuh Lizzie lunglai dan terjerembap, jatuh ke depan dengan gumam lirih tak terdengar. 

".... tersangka harap di bawa ke tempat eksekusi yang sudah ditetapkan ...,"ujar pimpinan majelis hakim. 

"Oh, Tuhan, ini tidak benar, itu tidak adil," ujar Lizzie setelah siuman. "Oh,ini fitnah dan jebakan. Fitnah! Semoga Tuhan melimpahkan rahmatNya kepada arwah Tilford." Lizzie akhirnya meratap sejadi-jadinya di kursi. 

"... dan ia akan digantung sampai kematian menghentikannya," lanjut hakim, berbareng dengan teriakan protes para hadirin wanita. 

"... semoga Tuhan memberi rahmat dan pengampunan kepada arwah Anda," kata hakim mengakhiri putusannya. 

 

Muncul protes

Pada tanggal 30 November seorang wartawan Detroit Times, berhasil menyelinap masuk ke sel Lizzie setelah menipu sipir penjara dengan mengaku sebagai petugas kantor pengacara sang napi. "Gara-gara gosip saya masuk penjara," ujarnya kepada Williams, sang wartawan. 

"Mereka menuduh saya ingin melenyapkan suami saya untuk bisa menikah dengan William Blake. Ini kebohongan besar! Blake adalah teman anak saya, Norman. Ia sama sekali tidak berarti bagi saya." 

Menurut pengakuan Lizzie, ia memang sempat memberi pelajaran ilmu membaca rajah tangan kepada Blake. Ia memang  pria yang berbakat untuk itu. Blake (42), akhirnya memang membuka praktik meramal nasib di Toronto. 

Sebuah lembaga swasta yang memperjuangkan hak asasi wanita di Woodstock meminta kepada Mahkamah Agung agar pelaksanaan hukuman gantung atas diri Lizzie 17 Desember ditinjau kembali atau paling tidak ditunda sampai berakhirnya pesta Natal. 

Sementara itu dukungan lain pun muncul. Seorang kolumnis Harian Toronto Stai menegaskan, nasib Lizzie harus diubah. Meski kenyataannya dijatuhi hukuman karena pembunuhan, sebenarnya ia bukan manusia kejam dan berjiwa pembunuh. 

Pengalamannya sebagai sukarelawan berbagai yayasan sosial haruslah dipertimbangkan dalam menjatuhkan putusan. Itulah sebabnya Lizzie harus diselamatkan dari kematian berdasarkan rasa kemanusiaan, yakni kodratnya sebagai wanita. 

Pasalnya, mekanisme yuridis yang dipakai untuk menjerat Lizzie ke tiang gantungan itu semuanya disusun oleh dan demi kepentingan masyarakat pria. Buktinya, anggota juri pengadilan Lizzie pun semuanya pria. Kaum wanita hanya ikut berperan kecil. 

Selama ini utang budi kaum pria terhadap wanita secara umum sudah sedemikian besar sehingga cukup untuk memberi pengecualian, melepaskan nyawa wanita. 

Toh, pada akhirnya keputusan tinggal keputusan. Semua usulan dan protes masyarakat tentang kasus ini tak ada yang mampu mengubah nasib Lizzie. Sesuai tanggal yang ditetapkan, wanita peramal yang cantik ini harus menghadapi malaikat maut. 

Saat itu salju mulai turun mengiringi langkah-langkah Lizzie, yang menolak untuk disuntik morfin, berjalan menyeberangi halaman penjara menuju tangga penggantungan. 

Tanpa bisa berkata-kata kerudung hitam dikenakan menutupi kepalanya. Sementara kedua kakinya diikat. Diiringi sepi, penentuan nasib manusia bernama Lizzie ini berlangsung kurang dari 45 menit. Sementara teka-teki kehidupannya masih terus dibicarakan orang sampai bertahun-tahun kemudian. (Frank Jones)

 

" ["url"]=> string(67) "https://plus.intisari.grid.id/read/553124186/racun-dan-cinta-lizzie" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1643890551000) } } }