array(5) {
  [0]=>
  object(stdClass)#65 (6) {
    ["_index"]=>
    string(7) "article"
    ["_type"]=>
    string(4) "data"
    ["_id"]=>
    string(7) "3309345"
    ["_score"]=>
    NULL
    ["_source"]=>
    object(stdClass)#66 (9) {
      ["thumb_url"]=>
      string(112) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2022/06/03/harta-karun-di-dasar-danau_suzy-20220603061658.jpg"
      ["author"]=>
      array(1) {
        [0]=>
        object(stdClass)#67 (7) {
          ["twitter"]=>
          string(0) ""
          ["profile"]=>
          string(0) ""
          ["facebook"]=>
          string(0) ""
          ["name"]=>
          string(13) "Intisari Plus"
          ["photo"]=>
          string(0) ""
          ["id"]=>
          int(9347)
          ["email"]=>
          string(22) "plusintisari@gmail.com"
        }
      }
      ["description"]=>
      string(148) "Pada masa Perang Dunia II, Inggris sempat digegerkan adanya peredaran uang palsu. Masalahnya, keberadaan uang tersebut terkait dengan banyak negara."
      ["section"]=>
      object(stdClass)#68 (7) {
        ["parent"]=>
        NULL
        ["name"]=>
        string(8) "Kriminal"
        ["description"]=>
        string(0) ""
        ["alias"]=>
        string(5) "crime"
        ["id"]=>
        int(1369)
        ["keyword"]=>
        string(0) ""
        ["title"]=>
        string(24) "Intisari Plus - Kriminal"
      }
      ["photo_url"]=>
      string(112) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2022/06/03/harta-karun-di-dasar-danau_suzy-20220603061658.jpg"
      ["title"]=>
      string(26) "Harta Karun di Dasar Danau"
      ["published_date"]=>
      string(19) "2022-06-03 18:17:23"
      ["content"]=>
      string(33753) "

Intisari Plus - Pada masa Perang Dunia II, Inggris sempat digegerkan adanya peredaran uang palsu. Scotland Yard sebenarnya sudah mengetahui itu sejak lama. Masalahnya, keberadaan uang tersebut terkait dengan banyak negara.

-------------------------

Dicky Bird kebagian bertugas dalam AU Inggris di Afrika Utara dan Doha dalam PD II. Ketika perang berakhir umurnya 36 tahun. Bird pulang ke anak istrinya bulan Agustus 1945. Tidak lama kemudian ia mendapat pekerjaan di kantor pos. 

Suami-istri Bird ingat tahun 1939 mereka terpaksa menunda liburan karena perang pecah. Kini sudah tiba waktunya untuk mewujudkan rencana itu. Bird berkata kepada istrinya bahwa ia mempunyai uang untuk biaya liburan. 

Dari dasar ranselnya ia mengeluarkan sebuah tabung kecil. Dalam tabung itu melingkar erat delapan lembar uang kertas yang masing-masing bernilai 5 Ponsterling, banyak sekali untuk orang semacam Bird. 

Istrinya yang berpikiran praktis lantas menyetrika uang itu supaya rapi. 

"Taruh saja di bank," saran istrinya. “Kita tinggal memegang cek."

Ketika Bird kembali dari bank, wajahnya kelihatan risau. 

"Begitu saya mengeluarkan uang, kasir bertanya dari ana mana saya dapat uang itu," ceritanya. 

"Lantas, apa jawabmu?"

"Saya bilang, bukan urusanmu. Ia menolak memberi cek. Ia cuma menyerahkan tanda terima. Katanya, ia perlu mengecek dulu."

"Huh, memang kita maling atau pembuat uang palsu?" gerutu si istri dengan mengkal. 

Ny. Bird pun akhirnya risau. Mereka orang-orang yang polos. Reaksi kasir bank membuat mereka was-was. Jangan-jangan ada sesuatu yang tidak beres. Sore itu juga uang kertas itu tiba di C 12, yaitu sub departemen dari Cabang C(riminal) pada Scotland Yard.

Uang kertas itu dibawa ke laboratorium untuk diuji di bawah sinar ultraviolet. Sebagian kecil daripadanya, yaitu kepala Britania, dibesarkan 50 kali. Nomor dan tanda tangan pada uang kertas itu pun diteliti.

Dua hari kemudian Bird didatangi seorang inspektur detektif yang membawa salinan laporan laboratorium. Bird diminta menceritakan dari mana ia memperoleh uang itu.

"Seusai pertempuran di Cassino, Italia, kami mendengar tentara Italia setempat ingin membeli makanan dan obat-obatan, tetapi saya tidak bisa mengadakan barang-barang itu, karena tidak bertugas di bagian yang mengurusi makanan dan obat. Ternyata mereka mau membeli apa saja dengan harga tinggi.” 

“Mereka membayar dengan uang Inggris lembaran £ 5. Kebetulan saya mempunyai arloji cadangan dan teropong. Bukan barang tentara, melainkan milik saya pribadi. Saya jual barang-barang itu dan mendapat bayaran delapan lembar uang £ 5."

Bird jadi lemas ketika diberi tahu bahwa kedelapan uang pecahan £ 5 itu palsu. Namun, untung juga ia tidak dituntut karena kejaksaan menerima ratusan laporan serupa.

 

Gara-gara anjing

Kabar mengenai beredarnya ponsterling palsu sebenarnya sudah tiba ke telinga Scotland Yard sejak sebelum perang berakhir. Ada uang palsu diperoleh dari kelab malam di Istanbul, ada yang ditemukan oleh agen rahasia Inggris di Bukarest, dan ada pula yang ditemukan oleh para pengusaha Swedia. 

Seorang mata-mata Jerman yang tertangkap ketika datang ke pantai Skotlandia dengan perahu karet ternyata membawa uang palsu pula. Para tawanan perang yang berhasil kabur lewat Spanyol pun menceritakan adanya uang palsu, begitu pun atase perdagangan Inggris di Vatikan. 

Intel militer Inggris mendapat sedikit informasi dari agen-agen rahasia Inggris di Jerman dan dari orang-orang bisnis yang netral serta para tawanan perang yang berhasil kabur bahwa pengusutan uang palsu hams dilakukan di daerah Jerman bernama Sachsenhausen.

Pada suatu malam Sabtu yang gelap di musim gugur 1942, Mayor Robert Steven dijatuhkan dengan parasut di Jerman, yaitu di tempat yang sudah lebih dulu disediakan dengan saksama. Ia jatuh di tempat terbuka di selatan Oranienburg. 

Sialnya, tungkainya luka kena pagar, tetapi ia bisa mencapai hutan untuk mengubur parasut dan peralatan lain. Dengan pakaian sipil dan terpincang-pincang, ia datang ke Oranienburg. Ia kenal daerah itu, karena pernah tinggal di sana tahun 1939. 

Ia mendatangi flat seorang gadis bernama Marianne yang anti-Nazi. (Hukuman bagi orang yang membantu Sekutu ialah disiksa sampai mati).

Marianne merawat luka Steven, memberinya makan dan peta Sachsenhausen serta menggambarkan letak kamp konsentrasi. Kamp itu dikelilingi pagar kawat berduri, tembok tinggi, lampu sorot, dan para penjaga bersenjata senapan mesin. Tidak mungkin Steven masuk ke sana. Informasi harus dicari dengan cara lain.

Banyak tawanan dipekerjakan di pabrik Heinkel. Mereka berbaris ke sana setiap pagi. Beberapa di antara mereka menyelundupkan berita di luar lewat surat yang disampaikan pada kusir.

Sehari setelah tiba, Steven berhasil mendapat keterangan tertulis sebagai berikut: "Kamp Sachsenhausen 40.000 tawanan, 3.000 pengawal dari Korps Pimpinan Maut SS. Sejak akhir Juli tawanan-tawanan dari kamp-kamp lain diam-diam dibawa kemari.” 

“Mereka tenaga-tenaga terampil dalam bidang percetakan dan ahli gravir yang kini ditempatkan di Bedeng 19. Seleksi dilakukan oleh Pemimpin Pasukan Gerak Cepat SS Bernhard Kruger, yang mengepalai Amt F4 di Markas Sekuriti Jerman. Seleksi belum selesai. Tujuan tidak jelas. Sangat dirahasiakan."

Steven menunggu informasi langsung dari penghuni Bedeng 19. Namun anjing penjaga hutan menemukan parasut dan pakaian Steven yang masih berdarah segar. Beberapa jam setelah itu dilakukan pencarian di seluruh Sachsenhausen.

Seorang pengawas dari AU Jerman bernama Schultz melaporkan kenyataan yang mencurigakan. Di flat mahasiswi bernama Marianne Thomas menginap seorang pria tak dikenal yang sekali dua kali kelihatan dari jendela. Pria itu tidak pernah keluar. Gestapo menganggap keterangan itu patut diperhatikan.

Steven yang melihat kesibukan di luar segera kabur begitu hari gelap. la ketahuan dan dikejar sampai terpojok. Namun ia masih sempat lari melompati pagar. Mantelnya tersangkut dan tertinggal sebagian di pagar. Ia sempat bergayut pada sebuah truk penuh kentang dan masuk ke dalam truk itu. 

Di Frohnan truk dicegat, karena yang berwajib di Oranienburg menelepon agar kendaraan-kendaraan diperiksa. Steven mengubur dirinya dengan kentang. Ia lolos. Di Hermsdorf ia turun. Ditinggalkannya mantelnya yang robek dan bau kentang, lalu ia naik kereta api yang menuju ke Berlin. Ia lolos dari pemeriksaan di kereta dan tiba dengan selamat ke alamat yang ditujunya di Berlin.

Steven diberi seragam dan surat-surat yang diperlukan lalu dikirim dengan kereta api ke St. Malo. Beberapa malam kemudian sebuah perahu kecil menjemputnya untuk pulang ke Inggris.

 

Banjir duit

Hampir tiga tahun kemudian Inggris betul-betul kaget ketika seorang petani Austria bernama

Hans Mittelbach menemukan "lautan duit".

Pada bulan Mei 1945, Mittelbach membawa sapi-sapinya ke S. Traun di barat laut Austria. Sungai itu masih penuh salju yang mulai meleleh. Tempat yang dikunjungi Mittelbach berupa tepian yang terlindung dari arus. Sering benda-benda yang dihanyutkan air terdampar ke tepian itu. 

Hari itu tepian tampak penuh kertas. Ketika membungkuk untuk memungutnya selembar, ia hampir pingsan, karena kertas itu tidak lain daripada uang Inggris bernilai £ 5. Ia kenal uang Inggris karena pernah menjual barang pada turis-turis Inggris sebelum perang.

Cepat-cepat ia pulang memanggil istri dan anak-anaknya untuk mengumpulkan uang itu. Tadinya mereka tidak bermaksud memberitahu siapa-siapa, tetapi orang lain juga tahu dan mereka beramai-ramai "memancing duit" yang makin lama makin banyak terdampar.

Pada saat yang hampir bersamaan, Kapten Werner Hartmann, perwira intel di Amt VI (organisasi intel politik Jerman) mengendap-endap di semak-semak dekat Pegunungan Schotterberg. Ia ditemani seorang pemuda SS berumur 17 atau 18 tahun. Tujuan mereka ialah rumah kediaman pemuda itu. 

Pemuda itu ingin cepat-cepat pulang, sedangkan Hartmann yang berpengalaman itu ingin menunggu gelap dulu. Maklum Sekutu sudah berkeliaran di mana-mana. Karena pemuda itu memaksa juga, mereka setuju untuk berjalan sendiri-sendiri.

Hartmann mengambil sebuah bungkusan kecil dari ranselnya. "Hadiah kecil untukmu dan untuk keluargamu," katanya. Pemuda SS itu membuka bungkusan tersebut. Isinya £ 12.000 terdiri atas lembaran £ 5. "Saya masih punya banyak," kata Hartmann pula seraya menunjuk ranselnya yang gembung.

Mereka berpisah. Tidak lama kemudian kedua orang itu tampak oleh tentara Amerika. Pemuda SS itu mencoba kabur dan tewas diberondong senapan. Hartmann kena dua tembakan dan diangkut ke rumah sakit.

Ketika bawaan kedua korban itu diperiksa, ternyata isinya duit melulu. Untungnya sersan yang mengepalai penembakan itu bukan manusia serakah. Semua uang itu dibungkusnya lagi dan dilaporkannya kepada Kapten Henry Miller dari CIC, yaitu suatu unit intel AS. 

Hari itu juga Kapten Miller mendapat laporan mengenai banjir duit di S. Traun. Sejam kemudian ia berbicara di telepon dengan Mayor Robert Steven dari badan intel Inggris di London.

Dua puluh empat jam kemudian Mayor Steven melompat ke luar dari jip di luar losmen tempat Miller menginap. Mereka akan melacak uang palsu itu.

Kalau saja anjing penjaga hutan hampir tiga tahunan yang lalu tidak menemukan parasut dan pakaian Steven, keterangan dari Bedeng 10 akan mengungkapkan apa yang terjadi di sana. 

Inggris akan membom bedeng itu. Kalau pemboman Bedeng 19 dilakukan, mungkin tidak terjadi banjir duit di S. Traun. Namun CIC dengan cepat bisa mengungkapkan rahasia banjir duit itu.

 

Rahasia banjir duit

Apa yang terjadi sebenarnya? Ketika itu di Austria ada seorang dokter ahli sejarah Serbo-Kroat. Namanya Dr. Willi Hottl. Orang ini agak misterius. Pada tahun 1945 ia serdadu yang bertugas di Amt VI. Tidak diketahui apakah ia seorang Jerman yang tidak setuju dengan Nazi lalu mencari kesempatan untuk mengadakan perdamaian dengan Sekutu atau Jerman untuk organisasi intel Amerika, yang dikepalai oleh Allen Dulles.

Dr. Hottl bekerja di bawah Dr. Ernst Kaltenbrunner, kepala sekuriti dan wakil Himmler di Austria. Kaltenbrunner dianggap calon tepat untuk mengepalai pertahanan terakhir Nazi di pegunungan Austria Tengah. Namun Dr. Hottl diam-diam mempunyai rencana lain, la ingin mengakhiri perang secepat mungkin dan dengan korban sesedikit mungkin.

Yang membantu Hottl untuk melaksanakan maksudnya ialah Kaltenbrunner teralang datang pada suatu hari yang genting, sehingga para jenderal, pemimpin intel, maupun para pejabat sipil tidak henti-hentinya menelepon meminta perintah yang tidak kunjung tiba. Hottl memanfaatkan hal itu untuk melaksanakan kebijaksanaannya sendiri.

Hari itu seorang letnan SS bernama Hansch dengan khawatir menelepon Hottl. "Saya bertugas mengawal iring-iringan tiga truk. Sebuah truk itu patah asnya dan harus ditinggalkan di Desa Redl-Zipf. Kini sebuah truk lagi patah asnya di tepi S. Traun. Padahal isi truk sangat penting (tidak boleh disebutkan). Apa yang harus saya lakukan?"

Hari itu Dr. Hottl sangat sibuk dan ia ditunggu suatu pertemuan yang sangat mendesak. "Buang saja peti-peti isi truk itu ke S.Traun, Letnan! Lalu suruh anak buah Anda pulang," jawabnya. Pembicaraan telepon ia putuskan. Hansch mematuhi perintah pertama, tetapi tidak bisa mematuhi yang kedua, karena masih harus mengawal satu truk lagi sampai Stasiun Riset AL Jerman. Begitulah asal mulanya maka petani Mittelbach dan para tetangganya kebanjiran duit Inggris.

 

Pabrik duit dipindah-pindah

CIC dengan cepat menemukan truk no. 2 yang isinya dibuang ke S. Traun dan truk no. 1 yang ditinggalkan di Redl-Zipf. Di truk no. 1 itu ada 23 peti kayu yang berisi uang kertas sebanyak £ 21 juta. Diperkirakan jumlah yang diceburkan ke S. Traun sebanyak itu juga dan yang "terpancing" oleh penduduk cuma sebagian kecil. Truk no. 3 masih dicari.

Steven menemui kapten Jerman yang ditembak bersama-sama pemuda SS, tetapi luput dari maut, di rumah sakit. Kapten Hartmann tidak tahu berapa banyak uang palsu yang dibuat oleh Nazi untuk melemahkan uang Inggris. Uang yang tiba kepadanya ia pakai untuk membeli senjata dari para partisan di Italia dan Yugoslavia.

Steven jadi lemas. Senjata yang mereka sampaikan dengan cara menyabung nyawa pada para partisan ternyata dijual pada Jerman untuk memerangi mereka!

"Siapa otak dari operasi uang palsu itu?" tanyanya. Menurut Hartmann, otak operasi itu ada dua orang. Orang yang bertanggung jawab membuat uang palsu ialah mayor SS bernama Bernhard Kruger. Kruger memberi nama kode "Operation Bernhard" pada kegiatan ini. Ia organisator yang hebat. Orangnya menarik dan disukai semua orang. Tetapi genius yang sesungguhnya di belakang semua itu adalah distributor uang palsu bernama samaran Wendig.

Steven kebetulan tahu bahwa Wendig itu tidak lain daripada Fritz Schwend. Steven beranggapan yang paling penting sekarang ialah menemukan pelat-pelat yang dipakai untuk membuat uang palsu yang hampir sempurna itu.

Hartmann ternyata tahu cukup banyak. Menjelang akhir perang, pabrik duit dipindahkan dari

pinggiran Berlin ke pelbagai gua yang dalam dekat Redl-Zipf. 

Para pengusut pun cepat-cepat pergi ke gua-gua itu, tetapi buronan mereka sudah kabur menggondol pelat-pelat dan uang kertas palsu. Yang ditinggalkan cuma potongan-potongan mesin cetak yang berat. Bahkan tanda-tanda pembuatan uang palsu pun sudah dilenyapkan.

Steven berpikir, ia perlu bantuan. Didatangkanlah satu tim pengusut berpengalaman. Di pihak Jerman gagasan membuat uang palsu sebagai senjata perang, datang dari Reinhard Heydrich, ketika itu orang kedua setelah Himmler dalam pimpinan polisi rahasia. Selain Heydrich, tokoh kedua dalam gagasan pemalsuan itu ialah perwira SS bernama Alfred Helmut Naujocks.

Sepintas lalu terkesan bahwa membuat uang palsu merupakan kejahatan yang paling mudah dan aman, tetapi kenyataannya tidak demikian. Juga tidak kalau yang melakukannya suatu bangsa yang teknologinya maju. 

Yang paling sulit ialah menemukan kertas yang tepat. Dalam hal ini, Jerman memperolehnya dari salah satu pabrik kertasnya yang paling besar dekat Brunswick. Bahan linen untuk kertas itu diambil dari Turki.

 

Dari barang rombengan

Celakanya, walaupun bahannya sama dan proses pembuatannya juga sama, hasilnya tidak

kelihatan sama. Tidak seorang pun tahu mengapa. Uang yang asli kelihatan segar berkilat. Uang yang palsu kusam dan "mati". Apakah orang Inggris membubuhkan zat  kimia tertentu pada bubur kertasnya?

Para ahli kertas mencari-cari jawaban dari buku-buku Inggris mengenai teknik pembuatan kertas, tapi tidak ada. Akhirnya, ketahuan juga: uang Inggris bukan dibuat dari linen bam, melainkan dari linen bekas. Jadi, unsur yang kurang adalah kotoran!

Kini Jerman mengotorkan bahan pembuat uang itu. Hasilnya memuaskan. Setelah sembilan bulan menyiapkan kertas, pada pertengahan tahun 1940 kertasnya siap. Langkah selanjutnya ialah menemukan pencetak. Tugas itu dibebankan pada August Petrich.

Yang disuruh membuat uang palsu adalah orang-orang Yahudi pilihan dari kamp konsentrasi. Sebagai pencetak uang, orang-orang itu lebih enak hidupnya daripada rekan-rekannya. Cuma saja mereka tidak dibiarkan keluar dalam keadaan hidup, supaya rahasia tidak bocor.

Ternyata pada tiga bulan pertama, tiga perempat uang yang sudah dicetak harus diafkir. Namun kemudian mereka lebih ahli. Sedikit demi sedikit, tetapi secara terus-menerus, dihasilkan uang pecahan £ 5 yang hampir sempurna.

Sampai tahap itu kelihatannya semua berjalan baik. Tahu-tahu Heydrich menjungkalkan Naujocks dari kedudukannya, karena pria itu merekam percakapan antara Heydrich dan pelacur di tempat pelacuran mewah yang dijalankan oleh "Kitty" di dekat Berlin. 

Beberapa pejabat tinggi Amt VI juga ikut dipindahkan, termasuk Dr. Willi Hottl, yang telah kita temui pada awal cerita ini. Hottl disingkirkan ke pelosok di Serbia Selatan. Namun, Heydrich pun tewas bulan Mei 1942.

Operasi uang palsu tetap dijalankan. Uang itu perlu diuji.

Semua asli!

Pada musim panas tahun 1942 itu agen Amt VI bernama Rudi Rasch yang berbekal paspor palsu dan koper berisi uang palsu, berhasil menukarkan uang tanpa kesulitan di pelbagai bank Italia dan Swis. 

Suatu hari ia pergi ke Vaduz, Liechtenstein. Entah karena terlalu percaya diri, entah karena hal lain, ia menelepon Bank Nasional Swis untuk meminta bank itu agar uang pecahan £ 5 yang tersisa padanya sebanyak 500 lembar diperiksa. 

Uang itu dikirim dengan pos tercatat. Bank di Swis itu melaporkan: semuanya asli. Rasch yang enak-enak beristirahat di Hotel Metropole merasa bangga. Ia menelepon lagi. "Coba minta Bank of England memeriksa nomor dan tanggal pengeluarannya," pintanya. Bank of England juga menjawab: asli.

Rasch tidak tahu akibat perbuatannya yang gegabah itu, Bank Zurich merasa curiga karena Rasch meminta mereka mengecek uang kertas £ 5 itu berulang-ulang. Mereka memeriksa lagi dengan lebih teliti. 

Empat ratus sembilan puluh empat uang kertas itu memang buatan kemudian, yang luar biasa halusnya. Namun yang enam lagi buatan terdahulu, zaman Naujocks masih berkuasa. Keenam lembar "uang Naujocks"itu dikirim ke London oleh Bank Zurich.

Keesokan malamnya, dua anggota polisi Liechtenstein mendatangi Hotel Metropole dan memberi tahu Rasch bahwa ia ditahan. Kamarnya digeledah dan di sana ditemukan koper penuh frank Swis, lira Italia, dan mark Jerman.

Bank of England menghubungi Scotland Yard. Ketika itu Bank of England tidak risau, karena keenam uang palsu itu kurang baik buatannya. Namun Scotland Yard risau, karena kini diketahui ada dua macam uang £ 5 palsu: yang sangat halus buatannya dan yang buruk. Kedua-duanya dari luar.

Sebulan sebelumnya seorang mata-mata Jerman ditangkap di pantai Skotlandia. Dalam perahu karetnya ditemukan koper penuh uang £ 5. Ketika diperiksa di laboratorium, ketahuan uang itu palsu, tetapi buatannya sangat halus, tidak memperlihatkan kesalahan yang dibuat pemalsu. 

Artinya, Jerman berhasil membuat uang palsu yang makin lama makin tidak kentara kepalsuannya. Apa yang terjadi kalau akhirnya mereka berhasil membuat uang palsu yang sama dengan yang asli? 

Fritz Schwend, otak penyebaran uang palsu, mendapat laporan bahwa Rasch ditangkap. Ia lantas bertanya,. "Bisakah Liechtenstein yang kecil itu lap supaya tutup mulut?" 

Namun Kaltenbrunner mempunyai kebijaksanaan lain. Ia memerintahkan agar semua uang Bernhard yang tersisa dan pelat-pelatnya dimusnahkan. Produksi hams dihentikan.

Rasch anehnya tidak khawatir. Cuma enam lembar dari uangnya palsu, katanya. Mestinya diberi oleh orang yang punya niat buruk kepadanya di Jerman. Kalau ia bersalah, mengapa dia berulang-ulang meminta uangnya diperiksa? Ia dilepaskan dan boleh pergi membawa uang asingnya yang lain. Rasch kembali ke Jerman dengan harapan disambut sebagai pahlawan. Ternyata malah sebaliknya.

 

Dikerjakan 140 karyawan ahli

Schwend tidak bisa menerima perintah penghentian Operation Bernhard yang menghasilkan begitu banyak uang asli dan barang- barang berharga lain bagi mereka. la berhasil meyakinkan Kaltenbrunner atau lebih tepat menggugah keserakahan Kaltenbrunner akan manfaat Operation Bernhard. Kegiatan itu pun diteruskan, bahkan dipergiat.

Bedeng 19 dirasakan sudah terlalu sempit. Bedeng 20 dikosongkan untuk tempat mesin-mesin baru. Dari 40 orang pekerja, kini mereka menambahnya menjadi 140 orang. Petrich diganti dengan orang yang lebih mampu. Para tahanan merasa bangga bisa menghasilkan karya sehalus uang palsu itu. Mereka selalu berusaha untuk membuat hasil yang lebih baik lagi.

Pada suatu hari, Kruger yang kini sudah ahli betul dalam mencari kekeliruan dalam uang palsu, datang ke bedeng. Kepadanya diserahkan 10 lembar uang, 9 palsu, satu asli. la diminta mencari yang asli. 

Kruger yang ahli itu membandingkan uang itu sampai ke hal yang sekecil-kecilnya dan tidak berhasil menentukan mana yang asli. Peristiwa itu dirayakan dengan bir, minuman keras lain, sosis, rokok, dan nyanyian.

"Bisakah kalian menghasilkan sejuta lembar uang kertas yang sempurna sebulan?" tanya Kruger. Semua tahanan menjawab, "Jawohl." Namun, hal itu tidak terlaksana.

Tahanan bernama Oskar Stein menjadi pemegang buku yang mencatat setiap lembaran uang kertas yang keluar. Fayerman bersaudara, bekas bankir di Warsawa, menyeleksi uang. Uang yang digolongkan kelas satu halusnya, dibekalkan pada agen-agen yang beroperasi di negara-negara lawan. 

Uang yang tergolong kelas dua untuk membeli senjata dan partisan. Kelas tiga cuma dipakai untuk hal-hal yang tidak begitu penting.

 

Menantu Mussolini tersandung uang palsu

 

Menantu Mussolini, Count Ciano yang dibenci Hitler itu, berhasil digulingkan dari kedudukannya berkat uang palsu. Agen Jerman menyogok pelayannya dengan ponsterling palsu, agar melaporkan kata-kata Ciano yang menyinggung mertuanya kepada sang mertua.

Schwend yang terluka di Italia setelah Italia melakukan gencatan senjata dengan Sekutu, menyogok seorang dokter Italia dengan £ 1.000 uang palsu. Sebagai imbalan, dokter itu tutup mulut, merawat lukanya, memberi seragam tentara Italia, dan menaikkannya ke truk penuh tentara Italia yang luka untuk dibawa ke Fiume. Di sana ia menyogok perawat, sehingga bisa kabur sebagai Mayor Wendig.

Agen-agennya disebar di Italia untuk menukarkan senjata dengan uang lembaran £ 5. Uang pon lebih populer daripada uang lira Italia sendiri. Senjata yang diperoleh dari barak-barak di Italia Utara itu bukan cuma bertruk-truk, tetapi bergerbong-gerbong kereta api, sehingga cukup untuk mempersenjatai dua divisi.

Schwend ingin mengirimkan uang ke Afrika Utara, tempat ponsterling bisa ditukarkan dengan dolar dalam perdagangan. Ia menyewa kapal pesiar Columbus. Kapal itu sengaja cuma disewa, bukan dibeli, supaya tetap terdaftar sebagai milik orang lain. Jadi, Columbus bisa berlayar di bawah bendera Swedia dan bisa masuk ke pelabuhan-pelabuhan netral.

Schwend mengubah bagian dalam kapal untuk memungkinkan penyembunyian uang palsu. Uang Bernhard pun mengalir ke luar dan uang dolar, frank, lira, crown, dinar, real, peso, mengalir masuk. Pernah juga Kapten Petersen (nama samaran) menerima uang ponsterling di Barcelona. Dikiranya asli, ternyata uang Bernhard yang pulang kandang!

Schwend yang sama serakahnya dengan atasannya tidak keberatan ketika sang atasan meminta agar bukan cuma lembaran £ 5 yang dipalsukan, tetapi juga lembaran dua puluhan dan lima puluhan. Kruger sebaliknya, sangsi. Tetapi perintah tetap perintah. 

Dibuatlah pelat-pelat di Institut Kimia Grafis di Friedenthal. Seorang pengawal bernama Schumann diminta mengambilnya, tetapi ia mampir dulu ke rumah seorang wanita dan menginap di sana. Ternyata koper berisi pelat-pelat berharga yang dibawa Schumann hilang akibat perbuatan itu. Schumann dihukum mati.

Schumann pengawal yang toleran dan tahanan suka kepadanya. Setelah ia diganti, hasil pekerjaan tahanan ternyata tidak sebaik sebelumnya. Entah mengapa.

Sementara itu di Bedeng 19 dan 20, dibuat pula dolar palsu. Bulan Januari 1945 lembaran-lembaran uang ratusan dolar yang pertama sudah berhasil dicetak. Namun, Jerman yang terdesak hams memindahkan percetakannya ke Selatan menuju Austria. 

Di Mauthausen 140 penghuni kamp konsentrasi duduk sepanjang hari tanpa pekerjaan. Mereka sudah tidak berguna lagi sekarang. Artinya, hidup mereka pun sudah dekat berakhir. Kemudian Kruger datang untuk mengumumkan kepada tahanan yang setengah beku, setengah kelaparan, dan setengah mati ketakutan itu bahwa mereka akan dipindahkan. 

Mereka diangkut dengan kereta api ke Redl-Zipf, yaitu sebuah desa di selatan Linz. Mereka masuk ke lorong-lorong gua tempat mesin-mesin pencetak uang ditaruh. Uang dolar palsu yang tidak keburu diedarkan pun ada di sini. Produksi uang berjalan lagi.

Bulan April Sekutu menyeberangi S. Rhein di Barat. Di Selatan Sekutu bergerak lebih cepat lagi menuju ke Austria Selatan. Berminggu-minggu Letnan Hansch yang mengawal tahanan itu tidak menerima perintah apa-apa. Tahu-tahu Kruger muncul dengan perintah yang rasanya tidak masuk akal. "Hancurkan semua." Para tahanan pun insaf: Operasi Bernhard

sudah berakhir. Ajal mereka sudah dekat.

 

Maut bagi pencari harta karun

Ketika tentara Amerika makin mendekat lagi, Hansch menghancurkan mesin-mesin dan membakar tumpukan kertas bagus yang bertali air dan juga uang palsu kelas tiga. Dalam waktu tiga jam semua beres. Tetapi Sekutu sangsi pelat-pelat bisa hancur. Ke mana benda itu sekarang?

Lebih dari 60 peti yang penuh dengan uang kertas £ 5 kelas satu ditaruh Hansch di dalam gua. la mencari tiga truk tentara yang dimuatinya masing-masing dengan kira-kira 20 peti, lalu ke suatu tempat tujuan di Austria. Kita sudah tahu nasib ketiga truk berisi uang itu.

Schwend yang menjadi kaya raya akhirnya menyerah pada tentara pendudukan. la membeli kebebasannya dengan hartanya. Tentara AS yang menangkapnya tidak tahu bahwa ia orang penting. Schwend masih memiliki harta lain yang dibawanya kabur ke Amerika Selatan. 

Beberapa tahun kemudian wartawan Der Stern berhasil menemuinya di Peru. Kita tahu bahwa truk no. 3 yang memuat peti-peti berisi uang ponsterling palsu berhasil tiba dengan selamat di Stasiun Riset AL Jerman. Di situ truk tersebut menginap semalam. Keesokan harinya semua truk di tempat itu diambil serdadu Amerika.

Namun ke mana 20 peti besar berisi uang palsu itu? Penduduk daerah itu apabila ditanyai selalu memberi keterangan yang saling bertentangan. Tetapi ada keterangan yang bisa diterima: sejumlah peti itu diangkut oleh manusia ke tepi danau, lalu dibawa ke tengah, dan diceburkan ke air.

Sesudah perang usai, pada bulan Maret 1946 dua mayat pendaki gunung ditemukan di kaki batu karang yang hampir vertikal di tepi Danau Toplitz. Tadinya dikira kecelakaan biasa. Kemudian timbul pertanyaan: Betulkah demikian? Soalnya, terungkap bahwa mereka berdua dulu bekerja di stasiun riset dan ada orang ketiga tampak bersama mereka.

Bulan Agustus 1950 seorang pria bernama Gerkens jatuh dari Reichenstein di tepi timur Danau Toplitz. Temannya, Dr. Keller, berhasil diselamatkan, tetapi tidak bisa memberi keterangan yang meyakinkan mengapa Gerkens yang tidak punya pengalaman naik gunung bisa berada di sana. Kedua orang itu pun pernah bekerja di stasiun riset.

Lalu terjadi lagi kecelakaan akibat badai salju yang menimpa dua dari tiga orang turis yang mendatangi tempat itu. Turis yang selamat tidak bisa menceritakan ke mana dua temannya yang katanya lenyap. Berbulan-bulan kemudian dua orang itu ditemukan dalam semacam gubuk es, tetapi sudah menjadi mayat. 

Seorang di antaranya dimakan teman yang kelaparan, karena dekat mereka bertumpuk makanan. Apakah mereka berebut peta dan yang seorang menelan peta tempat harta karun tergambar, sehingga temannya yang serakah membedah perutnya? Kemudian terjadi kecelakaan pesawat kecil di tempat itu. Pilotnya tewas. Untuk apa pilot itu ke sana?

Wartawan Der Stern Wolfgang Lohde juga bertanya-tanya mengapa Dr. Determann, mantan kepala Stasiun Riset AL Jerman, sering berada di Danau Toplitz.

Lohde ingat, AL Amerika pernah kehilangan seorang penyelam dalam usaha membuktikan bahwa 20 peti dari truk Letnan Hansch benar-benar diceburkan ke danau. Lohde dengan uang dan peralatan yang diberikan oleh majalahnya kemudian mengadakan operasi pencarian harta karun. 

Tanggal 13 Juli 1959 untuk pertama kalinya sebuah peti berhasil dikail. Ketika tiba di permukaan air, tutupnya lepas dan dari dalamnya berhamburan uang £ 5. Peristiwa itu diabadikan dengan berani oleh awak televisi. 

Peti demi peti diangkat. Uang palsu itu segera diserahkan pada Bank of England dan Scotland Yard untuk dimusnahkan. Ternyata setiap peti diberati dengan jangkar dan ditenggelamkan, bukan untuk dimusnahkan, tetapi untuk disimpan dengan hati-hati dan beraturan letaknya. Tentu dengan harapan sekali waktu akan diangkat lagi.

(Michael Gilbert)

 

" ["url"]=> string(71) "https://plus.intisari.grid.id/read/553309345/harta-karun-di-dasar-danau" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1654280243000) } } [1]=> object(stdClass)#69 (6) { ["_index"]=> string(7) "article" ["_type"]=> string(4) "data" ["_id"]=> string(7) "3304495" ["_score"]=> NULL ["_source"]=> object(stdClass)#70 (9) { ["thumb_url"]=> string(112) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2022/06/03/mayat-terpotong-potong-di-bawah-20220603021055.jpg" ["author"]=> array(1) { [0]=> object(stdClass)#71 (7) { ["twitter"]=> string(0) "" ["profile"]=> string(0) "" ["facebook"]=> string(0) "" ["name"]=> string(13) "Intisari Plus" ["photo"]=> string(0) "" ["id"]=> int(9347) ["email"]=> string(22) "plusintisari@gmail.com" } } ["description"]=> string(142) "Sekelompok pekerja menemukan sisa-sisa jenazah di gedung yang terkena bom saat Perang Dunia Kedua, namun jenazah itu bukan korban bom perang. " ["section"]=> object(stdClass)#72 (7) { ["parent"]=> NULL ["name"]=> string(8) "Kriminal" ["description"]=> string(0) "" ["alias"]=> string(5) "crime" ["id"]=> int(1369) ["keyword"]=> string(0) "" ["title"]=> string(24) "Intisari Plus - Kriminal" } ["photo_url"]=> string(112) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2022/06/03/mayat-terpotong-potong-di-bawah-20220603021055.jpg" ["title"]=> string(38) "Mayat Terpotong-potong di Bawah Gereja" ["published_date"]=> string(19) "2022-06-03 14:11:17" ["content"]=> string(40154) "

Intisari Plus - Sekelompok pekerja menemukan sisa-sisa jenazah di gedung yang terkena bom saat Perang Dunia Kedua. Tulang-tulang itu pun diperiksa dan hasilnya menunjukkan bahwa jenazah itu bukan korban bom perang.

-------------------------

Hari Jumat, 17 Juli 1942, sewaktu PD II sedang berkecamuk, sekelompok pekerja bekerja keras di bawah sinar matahari musim panas yang terik, membersihkan gedung yang kena bom di Kennington Lane 302, London.

Salah seorang di antara mereka mencungkil sebuah batu hampar dengan beliungnya dan di situ, di bawah batu itu, tergeletak sisa-sisa sebuah jenazah. Pekerja itu tidak terkejut sama sekali. 

Kerangka itu disangkanya hanya jenazah seorang korban serangan udara lama atau kerangka dari pemakaman tua itu. Mereka sedang bekerja di ruang bawah tanah yang berdampingan dengan pekuburan lama.

Ia tidak membuat ribut-ribut, ia hanya membungkuk untuk memunguti tulang-tulang berserakan itu: bagian-bagian lengan dan kaki sudah tak ada, tengkorak kepala menggelinding waktu dipindahkan. 

Ia menaruh sisa itu pada suatu sisi selama ia dan rekan-rekannya menyelesaikan pekerjaan membersihkan tanah sekitarnya. Kemudian mereka minum-minum di rumah minum, sehingga baru pada sore harinya mandor mereka melaporkan penemuan itu kepada pemeriksa mayat.

 

Korban serangan udara

Keesokan harinya petugas kantor pemeriksa mayat itu menelepon dr. Keith Simpson, ahli patologi terkemuka di London. "Ada tugas autopsi untuk Anda, Pak. Masih ada beberapa kerat tulang belulang tua, sisa-sisa korban serangan udara lama. Pemeriksa mayat ingin Anda melihatnya sebentar setelah autposi itu, meskipun agaknya bukan apa-apa." Waktu itu hari Sabtu.

Waktu Keith Simpson tiba, mayat yang harus dibedah sudah siap. West, petugas kamar mayat, berdiri di dekat meja samping. Ia mencoba untuk memperbaiki keadaan sebuah bungkusan besar kertas coklat yang sangat tidak rapi. 

"Apa itu, West, tulang-tulang tua itu?" 

"Ya, Pak. Tulang-tulang tua, nampaknya agak mencurigakan, saya kira." 

"Akan saya tengok sebentar, tetapi marilah kita selesaikan autopsi ini dulu."

Baru saja autopsi itu selesai, datanglah Inspektur Detektif Hatton, diikuti oleh Inspektur Detektif Keeling. Harton yang bertubuh tinggi besar dan wajah bundar selalu menuntut ‘fakta-fakta nyata’. Pada waktu itu ia sedang menangani masalah perdagangan gelap dan pernah mengatakan bahwa ia berharap setumpuk tulang tua itu milik seorang korban serangan udara atau jenazah lama dari pemakaman. Ia mengatakannya dengan terus terang. 

Keeling tak memberikan komentar apa-apa. Keeling seorang yang tekun, tenang, dan dengan penuh minat ia memperhatikan Simpson melepaskan ikatan bungkusan kertas berwarna coklat itu ....

Jenazah itu ... kalau orang boleh menyebutnya sebagai jenazah, sebenarnya tak lebih dari kerangka yang tak lengkap dengan sedikit jaringan kering yang masih melekat. Tengkorak sudah lepas dari tubuhnya. 

Pada pemeriksaan pertama itu dr. Simpson tak bisa menyimpulkan lain kecuali jenazah itu merupakan sisa-sisa dari seorang yang meninggal sejak 12 - 18 bulan lalu, berkelamin wanita, sebab masih ada sisa-sisa rahimnya. Tubuhnya begitu kecil, sehingga ia menambahkan bahwa mungkin jenazah seorang gadis atau wanita muda. 

Ia minta agar jenazah itu boleh dibawa ke Guy's Hospital, agar bisa dikerjakan dalam waktu luangnya, karena usaha untuk merekonstruksikannya akan memakan waktu cukup lama. West membawanya ke tempat yang diminta.

 

Menghilangkan identitas

Senin berikutnya Simpson mulai menggarapnya. Simpson melepaskan tali pengikat bungkusan dan semua yang hadir memandangi benda yang telah kering dan mengerut itu. 

Mayat jika diperiksa dengan cara-cara ilmiah modern bisa ‘berbicara’, bahkan berbicara banyak, tetapi tampaknya seakan-akan memerlukan suatu mukjizat mengorek keterangan sedikit dari yang satu ini.

Yang pertama dilakukan ahli patologi itu ialah menukar bungkusan kertas dengan sehelai kain putih. Sambil mengerjakan itu ia berkata, "Kemungkinannya memang tidak lain dari seorang korban serangan udara, tetapi bagaimanapun ia akan memberikan saya suatu usaha untuk menarik rekonstruksi dan pekerjaan waktu luang yang menyenangkan.”

Senin petang itu, waktu para karyawan lain pulang, Simpson masih sibuk membersihkan tulang-tulang itu dengan cabikan kain. Keesokan harinya rupanya sudah jauh lebih baik, setelah dibersihkan dari tanah dan sisa-sisa jaringan, kelihatannya lebih mungkin mengungkapkan sesuatu. 

Dr. Simpson mengatakan bahwa kerangka itu agaknya bukan korban serangan udara biasa. Misalnya tengkorak sengaja dipisahkan dari tubuhnya dengan rapi. Rahang bawahnya tak ada, tetapi tak ada jaringan kulit kepala yang melekat, kecuali secarik kecil di belakang kepala. 

Ledakan bom tidak membuat kulit kepala terkelupas seperti itu. Tak ada sedikit pun jaringan wajah yang tertinggal. Bagian bawah lengan dan kaki hilang. Pemotongan itu tidak sesuai dengan cacat yang disebabkan oleh kejatuhan puing; ujung kaki atau lengan bisa saja terpotong, tetapi tidak diceraiberaikan. 

Akhirnya, masih ada tanda bekas terbakar pada kepala yang menurun ke sisi kiri tubuh dan pada kedua lutut.

Apakah ini sisa korban pembunuhan dengan usaha untuk melenyapkan mayat, di samping untuk menghilangkan identitas korban, dengan memancung kepalanya, melepaskan semua jaringan wajah dan kulit kepala, membuang rahang bawah, memotong tangan dan kaki, lalu kemudian membakarnya? 

Kalau begitu, pekerjaan itu dilakukan secara sembrono, sebab mayat merupakan barang yang sulit dipotong-potong oleh orang yang tak berpengalaman.

 

Penderita tumor 

Keith bertekad untuk berusaha sekuatnya mengetahui sampai seberapa sisa itu bisa mengungkapkan identitasnya. la mulai dengan menentukan tinggi wanita itu sewaktu masih hidup dengan rumus Pearson: sebuah rumus matematika yang diterapkan pada salah sebuah tulang panjang tubuh. 

Tulang satu-satunya yang terpakai di sini ialah humerus, tulang lengan atas. Menurut perhitungan itu almarhumah sewaktu hidup tingginya sekitar 151 cm.

Berikutnya adalah mengetahui umurnya. Ini dilakukan dengan membuat foto sinar X dari sambungan-sambungan tulang. Sambungan tulang pada langit-langit menentukan, umur wanita itu antara 40 - 50 tahun.

Pemeriksaan atas sekerat kecil kulit kepala yang masih menempel pada bagian belakang kepala menunjukkan bahwa ia mempunyai rambut coklat tua yang mulai beruban. Sedangkan pemeriksaan atas sisa rahim menunjukkan ia menderita tumor fibroma. 

Jadi, sekarang diketahui bahwa kerangka itu merupakan sisa jasad seorang wanita berumur antara 40 - 50 tahun, tingginya sekitar 151 cm, berambut coklat tua yang beruban, dan menderita tumor fibroma pada rahim. Dia sudah meninggal antara 12 - 18 bulan lalu.

Sementara itu Inspektur Keeling mengetahui bahwa istri seorang bekas penjaga kebakaran bernama Harry Dobkin, beralamat di Kennington Lane 302, persil tempat ditemukan kerangka itu, telah hilang selama 15 bulan. Keeling mempunyai firasat bahwa kerangka yang berada di Gordon Museum itu Ny. Dobkin.

Dr. Simpson menguraikan perincian tinggi badan, umur, dan sebagainya kepada Inspektur Keeling dan mengungkapkan dugaannya sendiri bahwa kerangka itu memang mungkin korban kejahatan. 

Keeling tak berani berharap terlalu banyak, tetapi bagaimanapun ia bergegas untuk berusaha mengecek fakta-fakta itu dengan identitas sebenarnya Ny. Dobkin yang dinyatakan hilang. Ia segera menemui adik Ny. Dobkin, yang 15 bulan lalu melaporkan hilangnya sang kakak kepada polisi.

Dengan berusaha menekan rasa tegangnya, dr. Simpson menyatakan kepada pembantunya, "Andaikata ia betul Ny. Dobkin dan kita berhasil merekonstruksikannya, ini akan menjadi kasus klasik, kasus yang muncul hanya sekali dalam hidup kita. Tetapi agaknya kita berharap terlalu banyak. Barangkali juga ia tak lebih daripada korban serangan udara ...."

 

Ny. Dobkin menghilang

Sementara itu Keeling memperoleh keterangan bahwa Ny. Dobkin menghilang 15 bulan yang lalu, tinggi badannya sekitar 152,5 cm, berumur 47 tahun, rambutnya coklat tua yang mulai menguban. 

Ia pernah dirawat di RS London karena tumor rahim, tetapi menolak untuk dioperasi. Semua keterangan itu cocok dengan data yang didapat Simpson dari pemeriksaan atas sisa kerangka itu.

Kennington Lane 302 adalah rumah tak dihuni, yang sebagian disewakan untuk toko kertas dan di situ Harry Dobkin pernah bekerja sebagai penjaga kebakaran. No. 304 yang terletak di sebelahnya adalah sebuah gereja Baptis yang rusak kejatuhan bom dan kerangka itu ditemukan di dalam ruang bawah tanah di belakang gereja itu.

Gereja kecil itu merupakan tempat yang cukup mengerikan, dirusakkan oleh ledakan dan kebakaran. Ruang bawah tanah itu tadinya tertimbun oleh ruang gereja yang runtuh, tetapi puing-puing itu telah dibersihkan, sehingga ruang bawah tanah itu kini ada di udara terbuka. 

Tak ada apa-apa di ruang itu, kecuali batu hampar yang menutupi tempat penemuan kerangka dan sebuah peti kayu lapuk, yang mungkin merupakan tempat menyembunyikan jenazah sementara.

Adik Ny. Dobkin, Nn. Dubinski, melaporkan kepada polisi bahwa kakaknya tinggal terpisah dari suaminya, Harry Dobkin. la selalu harus mendesak suaminya agar membayar kekurangan uang tunjangan bulanan yang diberikan. 

Tanggal 11 April 1941 Ny. Dobkin mengatakan kepada adiknya bahwa ia akan menemui Dobkin lagi, diduga untuk menagih kekurangan itu lagi. Setelah makan siang dengan ibu dan adiknya di flat mereka, Ny. Dobkin keluar dan tak pernah terlihat lagi oleh mereka. 

Tetapi pada sore itu, pukul 18.30, ia terlihat sedang minum teh dengan Dobkin di sebuah kafe di Dalston. Mereka meninggalkan kafe itu bersama-sama. Setelah itu tak ada yang bertemu lagi dengannya.

Keesokan harinya, 12 April, tasnya ditemukan orang di Kantor Pos Guilford. Tas itu berisi KTP, buku-buku jatah makanan, buku sewa. 

Kehilangan itu sangat berarti baginya, tetapi dia tak pernah berusaha untuk mengambil kembali tas itu. Waktu itu polisi berpendapat bahwa Dobkin sendiri yang menaruh tas itu di kantor pos dalam usaha mengelabui polisi.

 

Kebakaran di gereja 

Pada pukul 17.00 hari itu Nn. Dubinski melaporkan kehilangan kakaknya kepada polisi di pos Commercial Road. Ia bersikeras bahwa kakaknya menderita sesuatu akibat perbuatan jahat Dobkin. 

Di masa lalu Ny. Dobkin sering diperlakukan dengan kekerasan oleh suaminya. Dobkin diwawancarai oleh bagian reskrim pada tanggal 16 April. Ia membuat pernyataan bahwa ia menemui istrinya pada tanggal 11 April. Katanya, setelah meninggalkan kafe di Dalston, istrinya naik bus ke arah timur dan sejak itu tak pernah muncul lagi. 

Ia mengira wanita itu kehilangan ingatannya, lalu tersesat. Ia menambahkan bahwa sekalipun istrinya tahu alamatnya di Kennington Lane, tempat ia bekerja sebagai penjaga kebakaran, istrinya tak pernah menjenguknya di situ.

Empat malam setelah Ny. Dobkin menghilang secara misterius, pada malam tanggal 15 - 16 April terjadi kebakaran di ruang bawah tanah gereja Baptis. Malam itu tak ada serangan udara, maka bom bakar harus dikesampingkan, lagi pula tak ada bahan yang mudah terbakar dalam ruang itu.

Menurut Dobkin, kebakaran mulai pada pukul 01.30, tetapi ia tak memanggil pemadam kebakaran. Ia juga tak berusaha memadamkan api. Pukul 03.23, seorang agen polisi lewat melihat api, lalu memanggil barisan pemadam kebakaran. 

Dobkin ada di situ, sangat kebingungan. Waktu itu apinya besar, meskipun tak ada keraguan bahwa Dobkinlah pencetusnya, kebakaran itu agaknya menjadi jauh lebih besar daripada yang dikehendakinya. 

Pemadam kebakaran tidak memeriksa persil itu sewaktu mereka memadamkan kebakaran.

 

Pak pendeta curiga

Pada pukul 05.00 pendeta gereja, Burgess, tiba. la turun ke ruang bawah tanah, tempat api mulai berkobar. Dobkin sudah bebas tugas dan pendeta itu menemukan sisa-sisa kasur jerami dalam ruang yang terbakar itu. 

Padahal tadinya di sana tak ada kasur apa pun. Lagi pula tampaknya kasur itu dicabikkan dan jerami pengisinya ditebarkan dalam timbunan kecil-kecil di lantai ruang itu. Pendeta Burgess melaporkan hal itu kepada pemadam kebakaran.

Pukul 14.00 ia kembali mengunjungi tempat kebakaran. Selama waktu antara kedua kunjungan itu tampaknya ada orang lain turun ke ruang bawah tanah. Ceceran jerami telah dirapikan dan sebuah garpu kebun ditinggalkan di tempat itu. 

Sekarang karena merasa sangat curiga, Burgess datang lagi pukul 19.00 untuk bercakap-cakap dengan Dobkin, yang pada waktu itu sudah bertugas lagi. Dobkin tak memberikan laporan jelas tentang terjadinya kebakaran itu. Ia juga tampak mudah terkejut. 

Ia menasihati Burgess agar tidak turun ke bawah, sebab berbahaya. Dia sendiri pernah turun ke situ dan keadaannya cukup gawat. Burgess merasa sama sekali tidak puas dengan percakapan itu dan mencurigai Dobkin sendiri yang menimbulkan kebakaran itu. Ia hanya menuliskan kecurigaannya dalam catatan hariannya.

Ciri-ciri wanita yang hilang itu diedarkan dalam Police Gazette beserta fotonya. Nn. Dubinski sendiri mengirim sebuah foto dan lukisan diri kakaknya kepada Surat Kabar New of the World sampai tiga kali, tetapi sia-sia belaka. 

Sementara itu Inspektur Davis dan Sersan Dawes memeriksa gereja itu sampai tiga kali. Mereka menemukan sesuatu yang menarik. Di ruang bawah tanah itu mereka menemukan sebuah lubang yang baru digali, seperti liang kubur dangkal, tetapi lubang itu kosong. Apakah lubang itu tadinya pernah dimaksudkan untuk mengubur Ny Dobkin?

Sersan Dawes memeriksa tempat itu sambil merangkak sampai lutut celananya rusak, tetapi ia tak menemukan apa yang dicarinya. Dobkin minta berhenti sebagai penjaga kebakaran pada tanggal 20 Mei. 

Polisi yang tak berhasil menemukan sesuatu, dengan segan menghentikan pengusutan dan perkara tersebut dilupakan sampai hari Jumat yang terang pada musim panas itu, ketika para pekerja mencungkil batu hampar itu. 

Kemudian polisi memeriksa secara intensif tempat penemuan kerangka itu atas saran dr. Simpson. Gagasan Simpson adalah sebagai berikut: para pekerja pada hari mereka menemukan jenazah itu memindahkan puing dari ruang bawah tanah, lalu menimbunnya di kuburan lama. 

Mungkin saja timbunan besar itu masih mengandung bagian-bagian tubuh lain; berbagai petunjuk identitas yang penting, seperti rahang bawah yang tak ditemukan pada tengkorak, tulang tangan atau kaki. Maka puing sebanyak 3 ton itu harus disaring.

 

Rekonstruksi wajah Ny. Dobkin

Sayang sekali jerih payah para petugas itu mengecewakan hasilnya. Yang muncul dalam penyaringan itu sejumlah besar tulang domba, kelinci, tumit sepatu dari logam, kancing logam tua, jepit rambut, gerabah bekas pot bunga, dan tak ada apa-apa lagi.

Pada saat itu hanya ada sedikit keraguan bahwa Dobkin membunuh istrinya dan menyembunyikan jenazahnya di bawah batu hampar di ruang bawah tanah gereja Baptis itu. Sebelumnya ia memotong dan menyayat bagian-bagian tertentu, lalu mencoba menghilangkan jejak dengan membakarnya. 

Polisi belum mempunyai bukti cukup kuat untuk menyeretnya ke pengadilan dengan tuduhan membunuh. Identitas sisa jasad itu harus dipastikan dan sebab kematian harus ditentukan. Dobkin membunuh istrinya, tetapi bagaimana? Tampaknya untuk membuktikan hal itu akan mustahil.

Belakangan Keeling menelepon kantor dr. Simpson untuk mengatakan bahwa ia mempunyai potret Ny. Dobkin. Dinilai dari foto itu nyonya tersebut memang agak loyo, lesu, tak bersemangat. Tapi bagaimanapun untuk foto di masa liburan ini dia berhasil memperlihatkan senyum hambar. Dr. Simpson senang memperoleh potret itu.

Sebuah foto tengkorak itu diambil dari depan dan di atasnya, dicetaknya foto almarhumah semasa hidup itu, ternyata keduanya cocok.

Bukti tambahan itu tidak cukup untuk memastikan identitas secara tak terbantah. Pembuktian final terletak pada rahang atas. Inspektur Keeling berusaha melacak dokter gigi yang pernah merawat gigi Ny. Dobkin. Akhirnya, ia berhasil menemui drg. Barnet Kopkin dari Crouch End. 

Mujurnya, ia menyimpan catatan lengkap terperinci mengenai perawatan gigi Ny. Dobkin. Ia bisa menggambar diagram rahang atasnya sebagaimana keadaannya sewaktu dirawat, kemudian Keeling membawanya ke Guy's Hospital untuk membandingkan diagram itu dengan rahang kerangka.

Kopkin memegang tengkorak Ny. Dobkin dengan kedua tangannya, lalu mengatakan tanpa keraguan sedikit pun dengan nada paduan antara kemenangan dan keheranan, "Ini rahang atas Ny. Dobkin. Rahang ini pernah saya rawat dan itu tambalan-tambalan saya." Diagram yang digambarnya sesuai sekali dengan rahang yang sebenarnya.

Suatu bukti lanjutan memastikan rahang itu sebagai milik Ny. Dobkin secara lebih meyakinkan lagi. Kartu catatan Kopkin menyebutkan bahwa pada pencabutan dua gigi pada sisi kiri rahang atas dalam bulan April 1941, ada bagian-bagian akar gigi yang tertinggal di dalam rahang, suatu kejadian yang tidak langka. 

Sir William Kelsey Fry, ahli bedah mulut dari Guy's membuat foto sinar X pada sisi rahang tersebut dan ternyata pecahan-pecahan itu masih di tempatnya.

Sekarang polisi beranggapan bahwa identitas kerangka itu bisa ditetapkan tanpa keraguan. Mereka bisa menuntut Harry Dobkin dengan tuduhan membunuh istrinya, kalau mereka bisa mengetahui bagaimana cara membunuhnya.

 

Sebab kematiannya

Dr. Simpson mengerahkan segala kemampuannya untuk menunaikan tugas ini. Ternyata Dobkin sendiri ikut membantunya. 

Dalam usahanya untuk memusnahkan jenazah itu, Dobkin menaburkan kapur mati, terutama di daerah leher. Sialnya, kapur tidak merusak, bahkan mengawetkan. Dalam hal ini kapur mengawetkan cedera pada leher, terutama kotak suara dan cedera itu ‘menceritakan’ segalanya kepada dr. Simpson.

Di ruang kerjanya dr. Simpson menunjukkan hasil kerjanya. Tulang-tulang kotak suara yang kecil-kecil masih terletak dengan cermat di atas kertas pengisap. Simpson mengambil sebuah alat peraba sebagai penunjuk.

Ada suatu gumpalan darah mengering sekitar ‘puncak’ atas dari sayap kanan kotak suara. Gumpalan darah itu menunjukkan memar dan berarti ada tekanan berat pada leher ketika Ny. Dobkin masih hidup. 

Di bawah memar ini terdapat fraktur pada ‘puncak’ atas sayap. Ini sangat penting karena fraktur itu tak pernah terjadi, kecuali dalam kasus pencekikan. Tak perlu diragukan lagi, Ny. Dobkin dicekik dengan tangan.

Masih ada cedera lain pada belakang kepala, tempat ditemukan lagi gumpalan darah lain, menunjukkan memar berat. Ini menandakan Ny. Dobkin mungkin jatuh ke belakang, ke tanah, karena berat badan penyerangnya atau kepalanya dibenturkan oleh orang yang mencengkeram lehernya dengan tangan kalap.

Setelah semua pihak bekerja keras, tibalah saat yang menentukan. Selama tiga bulan rahasia penemuan jenazah Ny. Dobkin itu dijaga baik-baik. Tak ada sepatah kata pun yang bocor, apalagi ke kalangan pers. Sisa-sisa kerangka itu ditemukan dalam bulan Juli, dalam bulan Oktober sudah tiba waktunya untuk menangkap Harry Dobkin.

 

Polisi diremehkan

Sebagaimana banyak pembunuh, bisa dipastikan Dobkin yakin ia berhasil mengelabui polisi. la telah membunuh istrinya - apakah dalam keadaan kalap serta marah atau setelah dipikirkannya masak-masak - kita tak akan mengetahuinya. 

Ia mengakui, pada pertemuan terakhir tanggal 11 April 1941 itu istrinya berkata, “Kalau kau tak mau berdamai denganku, aku akan menyusahkanmu." 

Karena dia sudah dua kali membuatnya masuk penjara sebab tidak membayar, jelas Dobkin mempunyai alasan cukup untuk menginginkannya tersingkir dari jalan hidupnya. Sebab itu dengan tenang atau dengan geram ia menyingkirkannya dengan membunuhnya. 

Lalu dengan tekad bulat ia berusaha membuang jenazahnya dengan cukup licik: memotong, membuang kulit kepala, membuang wajah, memotong rahang bawah. Akhirnya setelah empat malam melakukan pekerjaan berdarah itu, ia berusaha membakar sisanya. Ketika kurang berhasil, ia menaburi jenazah itu dengan kapur mati dan menguburkannya di bawah sebuah batu hampar.

Juga tidak diragukan sekali-kali ia mengunjungi ruang bawah tanah dan mungkin mengintip tubuh yang membusuk itu. Keadaannya meyakinkan dia bahwa bila sekiranya ditemukan, sisa-sisa itu takkan bisa dikenali sebagai Ny. Dobkin. 

Para pejabat yang berwenang akan menganggapnya sebagai korban serangan udara lama. Ia yakin akan lolos dari tuntutan membunuh. 

Juga diketahui secara pasti bahwa salah satu kunjungannya ke Kennington Lane dilakukannya pada tanggal 8 Agustus 1941, dua setengah minggu setelah penemuan kerangka. (Mungkin ia mendengar desas-desus bahwa para pekerja menemukan beberapa potong tulang tua di situ). 

Bagaimanapun seorang anggota polisi yang kebetulan lewat melihat Dobkin masuk ke persil 302 Kennington Lane, sedang ia tak beralasan untuk memasuki tempat itu, sebab ia sudah tidak bertugas lagi sebagai penjaga kebakaran di situ. Ia terlihat membuka sebuah jendela, lalu melihat ke luar.

Dobkin yang meninjau bekas gereja itu tentunya melihat bahwa para pekerja telah membersihkan dan merapikan ruang bawah tanah dari semua puing sehingga menjadi terbuka dan mereka telah memindahkan batu hampar itu dari tempatnya yang lama. Jelas, jenazah itu telah ditemukan.

Apakah ia tiba-tiba ketakutan dan lemas? Atau apakah keyakinannya begitu besar, sehingga ia tak merasakan kekecutan sedikit pun? Barangkali yang belakangan itulah yang benar. Sebagaimana kebanyakan orang, ia tak tahu sama sekali seberapa jauh polisi memanfaatkan ilmu pengetahuan modern dalam pengusutan perkara.

Ia tak pernah sejenak pun memimpikan jenazah itu dibawa ke sebuah laboratorium mutakhir dan diperiksa oleh seorang ahli patologi, seorang analis, dan seorang ahli bedah mulut, yang semuanya ahli-ahli terkemuka di bidangnya masing-masing. 

Kerangka itu juga difoto dengan sinar X, dipreteli, dan disusun kembali seperti permainan jigsaw. Akhirnya, Dobkin juga terlalu merendahkan kecerdasan bagian penyidik kriminal polisi. Para detektif bukan lagi bertampang anjing pelacak yang ke sana-sini sambil menghitung jari untuk mendapatkan hasil dua tambah dua sama dengan empat.

 

Menjebak diri sendiri 

Dalam bulan Oktober Harry Dobkin berkenalan dengan bagian penyidikan kriminal dan cara kerjanya. Hatton menyuruh membawa Dobkin ke Kantor Polisi Southwark, ke kantornya yang memiliki jendela tinggi-tinggi, penuh arsip, dan meja-mejanya yang penuh timbunan kertas. 

"Untuk adilnya saya sekarang mengatakan kepada Anda bahwa sisa jasad manusia ditemukan di ruang bawah tanah gereja di sebelah tempat Anda bertugas sebagai pengawas kebakaran pada bulan April 1941 dan kami yakin itu jenazah istri Anda," kata Hatton kepada Dobkin.

Dobkin seorang penggertak alami. Ia langsung ‘menyalak’, "Saya tak tahu apa yang Anda katakan. Saya tak tahu apa-apa tentang ruang bawah tanah dan tak pernah turun ke situ. Saya tak percaya itu jenazah istri saya, tetapi kalau Anda mengatakan begitu, saya harus menerimanya."

Waktu dikatakan bahwa seorang anggota polisi pernah melihatnya menengok ke luar jendela di rumah Kennington Lane 302, sambil meninjau gereja dan ruang bawah tanah yang telah dibersihkan pada awal Agustus, amarah Dobkin meledak-ledak. Sambil bangkit ia berseru, "Tunjukkan pada saya pembohong itu, tunjukkan pada saya!"

Polisi itu dibawa masuk, lalu ditanya apakah Dobkin orang yang dilihatnya di Kennington Lane. 

"Memang ini orangnya. Saya beberapa kali berbicara dengannya di Kennington Lane tentang lampunya yang menyorot ke luar. Saya kenal baik dia," katanya.

Dengan wajah merah padam karena marah, Dobkin berteriak, "Bohong! Saya belum pernah melihatnya, saya tak ada di tempat itu. Dia bohong! Dia bohong!"

Dalam tahanan Dobkin banyak menulis catatan dan pernyataan kepada polisi. Misalnya ia mengirimkan sebuah pernyataan sukarela yang panjang kepada Inspektur Kepala Davis (tetapi isinya tidak benar) pada permulaan pemeriksaan. 

Ia juga gemar menuliskan laporan tanpa diminta, di antaranya waktu di kantor Inspektur Hatton, ia mengambil sehelai bekas tanda terima toko, lalu menulis di belakangnya:

Inspektur Hatton Yth.,

"Mengenai apa yang Anda katakan bahwa istri saya ditemukan mati atau terbunuh dan bahwa Anda mengatakan saya mengetahui sesuatu yang tidak saya katakan kepada polisi...." Hatton tak menghiraukan isi surat selanjutnya, sebab kalimat pertama sudah cukup. 

"Mengenai apa yang Anda katakan bahwa istri saya ditemukan tewas atau terbunuh ...." Tak ada seorang pun yang pernah mengatakan kepada Dobkin bahwa istrinya terbunuh. Alangkah baiknya bagi dia sekiranya ia tak begitu gemar menulis pernyataan secara sukarela!

Tanpa banyak cincong lagi Hatton sekarang mendakwa Dobkin membunuh istrinya.

 

Dipojokkan

Pada pemeriksaan pendahuluan pengadilan polisi di Lambeth, Dobkin duduk di bangku tertuduh. Dengan nyaman ia meletakkan tangan di kedua lututnya. Wajahnya menunjukkan kepuasan. 

Sikap itu dibawanya terus sampai dr. Simpson mulai memberikan kesaksiannya. Kemudian secara bertahap terlihat perubahan yang menyeramkan di wajah Dobkin.

Keith Simpson berbicara dengan terang, perlahan, kalimat demi kalimat, mengemukakan berbagai fakta. Dobkin yang menyadari bahwa selubung yang menutupi rahasianya direnggutkan secara ajaib, mulai berpeluh. 

Ia mengeluarkan sapu tangannya, lalu menyeka dahi, belakang leher, dan telapak tangannya. Mukanya pucat pasi. Ia bergeser di kursinya, mencengkeram lututnya kuat-kuat sehingga buku jari tangannya berkilat.

Hari Selasa, 17 November 1942, Dobkin diadili di Old Bailey dengan Hakim Wrottesley. Byrne dan Herald Howard tampil sebagai penuntut umum, dan F.H. Lawton bertindak sebagai pembela.

Dobkin kelihatan amat nervous, tak sabar, sangat marah. la mengerlingkan pandangannya ke seluruh peserta sidang, terutama kepada dr. Simpson, sekretarisnya, dan Inspektur Keeling.

"Kalau pandangan bisa membunuh, kita sudah lama mati," kata Keeling.

Pengacara EH. Lawton melakukan pembelaan cemerlang dan gigih berjuang untuk kepentingan Dobkin, tetapi menghadapi bukti-bukti kuat dari pihak penuntut, ia tak bisa berbuat banyak. Apa yang berhasil dicapainya malah dirusak oleh Dobkin sendiri, ketika ia duduk di kursi saksi.

Kalau pada tahap-tahap permulaan Dobkin agak kacau, pada waktu dipanggil untuk menempati tempat duduk saksi, kemarahannya agak mereda, lebih kelihatan gelisah. 

Ia menghadapi Jaksa Byrne dan tak tahu apa yang akan dihadapinya. Mata Byrne bersinar, ketika ia memandang Dobkin dengan sorot mata dingin, lalu mengajukan pertanyaan pertamanya, "Apakah Anda menyukai istri Anda?" 

Dobkin terkejut, ragu-ragu, dan akhirnya menjawab, "Tidak."

 

Tak ingin bertemu lagi

Jaksa Byrne kemudian menanyainya tentang kekurangan pembayaran uang tunjangan untuk istrinya dan berapa lama hukuman penjara pernah dijatuhkan kepadanya karena keterlambatan membayar jaminan itu, lalu bertanya lagi, "Apakah istri Anda berkata bahwa jika Anda tidak berdamai, dia akan menyusahkan Anda?"

"Dia berkata, kalau saya tak berdamai dengannya, dia akan menyusahkan saya." 

"Anda akan merasa jauh lebih senang jika takkan melihat lagi istri Anda sesudah itu?" Dengan waspada Dobkin menjawab, "Saya akan lebih puas kalau ia menjauhkan diri."

Byrne menekan terus. "Anda tak mempunyai keinginan untuk bertemu dengan istri Anda pada waktu lain sesudah itu?"

"Tidak," jawab Dobkin. "Saya tak ingin bertemu lagi dengannya." 

"Setelah tanggal 11 April," tukas Byrne, "tak seorang pun melihat istri Anda lagi."

Dengan tergagap Dobkin terpaksa mengiakan. 

Itu adalah pembukaan tanya-jawab yang panjang, di mana Byrne sebagai seorang matador tangguh mempermainkan bantengnya. Persamaan itu lebih dari cocok. 

Dobkin yang mendengus penuh kecurigaan dengan moncongnya yang lebar menghadapi Byrne yang berambut hitam dan gesit, dalam sorotan lampu terang, dengan hadirin yang hampir kaku oleh ketegangan, dalam suasana padat dengan drama yang dibayangi oleh ancaman maut. 

Byrne dengan penguasaan diri penuh, memperdayakan Dobkin di sini, mendorong di sana, merangsang dia agar menyodok dengan kekuatan penuh, kemudian memaksanya berhenti secara tiba-tiba. 

Sedikit demi sedikit ia merongrong orang itu, sehingga menjadi seperti bangkai binatang besar yang terengah-engah. 

Pembelaan gigih yang dilakukan oleh Lawton akhirnya dihancurlumatkan dengan cepat. Dobkin menuduh semua saksi, kecuali saksi ahli, sebagai pembohong. Ia tetap bersikeras tak pernah menuruni ruang bawah tanah, tak pernah tahu adanya ruang itu, sekalipun dua orang saksi terpercaya menyatakan mereka pernah melihatnya turun ke tempat itu dan 

Pendeta Burgess malah pernah diperingatkan oleh Dobkin agar tidak turun ke ruang bawah tanah, sebab berbahaya.

 

Panik

Dalam keadaan panik Dobkin hampir tak tahu apa yang dikatakan. Ia berbohong, menggertak, menggelepar seperti ikan di darat, berkeringat dingin, dan bergemetaran. Ia memberikan citra ketakutan yang tak mudah dilupakan. 

Para anggota juri memandangnya dengan rasa jijik dan tertegun. Bukti-bukti tak langsung yang kuat, pembuktian ilmu kedokteran forensik yang mengagumkan, tentunya menjadi pertimbangan kuat. Ikhtisar yang diberikan hakim merupakan penyimpulan yang gamblang, tetapi tak diragukan lagi fakta tambahan yang menentukan nasib Dobkin, yaitu tingkah laku dan pembawaannya sendiri sebagai saksi.

Juri hanya memerlukan waktu 20 menit untuk memperoleh keputusannya. Ruang sidang penuh sesak dengan orang yang menantikan dengan napas tertahan pemberian pukulan yang mematikan, descabello, atau tusukan pedang yang mematikan banteng di arena adu banteng. 

Ketika juri menyatakan bahwa putusan telah diambil, Dobkin digiring lagi ke tempatnya semula. Ia berdiri di situ, pucat pasi, hidungnya tengadah seperti hendak mencium apa keputusan juri dan para anggota juri. Mereka memasuki ruang sidang tanpa berpaling kepada tertuduh (suatu pertanda buruk). 

"Para anggota juri!" seru seorang petugas pengadilan, "apakah Anda telah sepakat mengambil keputusan?" 

"Ya," jawab pemuka juri dengan suara perlahan. 

"Apakah Anda menganggap terdakwa Harry Dobkin bersalah atau tidak bersalah melakukan pembunuhan?" 

"Bersalah." 

"Anda sekalian menyatakan dia bersalah melakukan pembunuhan dan apakah itu keputusan Anda semuanya?" 

"Itu keputusan kami bersama."

Kini semua mata diarahkan kepada Dobkin. Waktu mendengar kata ‘bersalah’ itu mukanya yang pucat tiba-tiba berubah menjadi hijau.

Setelah hening sejenak petugas pengadilan kembali melanjutkan, "Tahanan pengadilan, Anda dijatuhi hukuman karena membunuh. Apakah Anda akan mengatakan sesuatu, sehingga pengadilan tak akan menjatuhkan hukuman mati menurut undang-undang?"

 

Dihukum gantung

Dobkin yang selalu siap untuk mengatakan sesuatu, pada saat yang paling sial dalam hidupnya masih mampu mengeluarkan secarik kertas, lalu membacakan pembelaan dirinya yang panjang dan berbelit-belit. 

la menuduh polisi membuat-buat perkara terhadapnya dan menuduh pula bahwa tidak semua saksi telah didengarkan. la mempunyai saksi-saksi yang bisa membuktikan, bisa membuktikan ..., tetapi pembicaraannya makin kacau, sehingga orang tak bisa mengikuti lagi apa yang bisa dibuktikan oleh para saksinya, karena kata-katanya kemudian tersangkut-sangkut seperti piringan hitam rusak, lalu makin menghilang. 

Akhirnya, ia membisu dan menutup pembelaannya dengan, "Mudah-mudahan saya tak mengatakan terlalu banyak."

Dobkin memandang Hakim Wrottesly dengan tak berdaya ketika sang hakim mulai berucap dengan sangat lambat, tapi sangat jelas.

"Harry Dobkin, setelah mendengarkan dengan penuh kesabaran para juri telah sampai pada kesimpulan yang saya kira tepat tentang masalah ini. Keputusannya ialah hukuman yang ditetapkan oleh undang-undang untuk kejahatan yang telah Anda lakukan, yaitu bahwa Anda akan dibawa dari tempat ini ke sebuah penjara, kemudian ke sebuah tempat pelaksanaan hukuman dan di situ Anda akan digantung sampai tewas. 

Setelah itu jenazah Anda akan dikuburkan di halaman penjara tempat Anda ditahan sebelumnya. Semoga Tuhan akan mengampuni arwah Anda.”

“Amin,” jawab pendeta. 

Pernyataan khidmat itu disusul oleh keheningan di ruang sidang. Kemudian Dobkin berbalik kemudian turun ke sel-sel di bawah gedung, sangat pucat, dengan kehampaan yang tiba-tiba menerpa dirinya, seakan-akan kekuatan dan kebesaran jasmaninya lenyap daripadanya sekali pukul.

(Molly Lefebure)

" ["url"]=> string(83) "https://plus.intisari.grid.id/read/553304495/mayat-terpotong-potong-di-bawah-gereja" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1654265477000) } } [2]=> object(stdClass)#73 (6) { ["_index"]=> string(7) "article" ["_type"]=> string(4) "data" ["_id"]=> string(7) "3258519" ["_score"]=> NULL ["_source"]=> object(stdClass)#74 (9) { ["thumb_url"]=> string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2022/04/28/dua-lelaki-dan-anjingnya_go2afri-20220428081944.jpg" ["author"]=> array(1) { [0]=> object(stdClass)#75 (7) { ["twitter"]=> string(0) "" ["profile"]=> string(0) "" ["facebook"]=> string(0) "" ["name"]=> string(13) "Intisari Plus" ["photo"]=> string(0) "" ["id"]=> int(9347) ["email"]=> string(22) "plusintisari@gmail.com" } } ["description"]=> string(131) "Selama Perang Dunia II, dua ahli geologi Jerman bersembunyi di belantara Gurun Pasir Namib. Tujuan mereka—sekadar bertahan hidup." ["section"]=> object(stdClass)#76 (7) { ["parent"]=> NULL ["name"]=> string(7) "Histori" ["description"]=> string(0) "" ["alias"]=> string(7) "history" ["id"]=> int(1367) ["keyword"]=> string(0) "" ["title"]=> string(23) "Intisari Plus - Histori" } ["photo_url"]=> string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2022/04/28/dua-lelaki-dan-anjingnya_go2afri-20220428081944.jpg" ["title"]=> string(24) "Dua Lelaki dan Anjingnya" ["published_date"]=> string(19) "2022-04-28 20:20:05" ["content"]=> string(23096) "

Intisari Plus - Selama Perang Dunia II, dua ahli geologi Jerman bersembunyi di belantara Gurun Pasir Namib. Tujuan mereka—sekadar bertahan hidup.

----------------------

Tampaknya dunia akan gila. Ketika itu tahun 1940, Perang Dunia II baru saja meletus, dan tentara Jerman berada di seantero Eropa. Nun jauh di Afrika, dua warga Jerman, Henno Martin dan Hermann Korn, mendengarkan berita di radio dengan ketakutan. Hawa panas peperangan itu bahkan dapat dirasakan sampai di Windhoek, ibukota Namibia, tempat mereka menetap. 

Warga Jerman ditangkapi, khawatir kalau dianggap anggota Nazi, kemudian dijebloskan di kamp tawanan. Mungkin saja giliran Henno dan Hermann tidak lama lagi tiba ....

Suatu sore, di beranda, Henno dan Hermann berpikir keras. Mereka adalah ahli geologi dan tidak mau terlibat dalam peperangan yang tidak beralasan dan menumpahkan darah. Mereka pun tidak terima jika mereka ditawan hanya karena berwarga negara Jerman.

"Kau tahu apa yang dapat kita lakukan," kata Hermann dengan suara pelan.

"Apa?" tanya Henno penasaran.

"Kita selalu bilang jika perang meletus, kita akan bersembunyi di gurun."

Henno menatapnya. Benar—mereka pernah mengumbar lelucon itu. Tapi, bisakah mereka melakukannya? Mereka tidak tahu sampai kapan perang akan berakhir, mungkin saja berlangsung tahunan.

"Bagaimana dengan Otto?" tanya Henno.

"Otto?"Hermann memandang anjing mereka, yang balik menatap seperti biasa dengan mata berbinar dan ekor yang dikibas-kibaskan. "Tentu kita akan mengajaknya."

Sepanjang perjalanan ke gurun, Otto menjadi teman setia mereka. Sampai saat itu, tak ada alasan untuk mengurungkan niat mereka ke gurun. Keputusan segera diambil. Mereka memuati truk dan berangkat. Gurun Pasir Namib menawarkan banyak tempat persembunyian. Mereka mempercayakan nasib baik mereka pada gurun yang ganas itu sampai perang usai.

Dalam empat hari, mereka sudah mengumpulkan segala sesuatu yang dibutuhkan. Mereka membawa makanan pokok—makanan kering dan makanan kaleng, teh, kopi, gula pasir, dan selai, ditambah dengan perbekalan mewah seperti cokelat dan brandy. Mereka membawa beberapa peralatan dapur—pisau yang tajam dan belanga. 

Mereka perlu kantung tidur, selembar terpal, dan beberapa lembar pakaian; Hermann dan Henno menambahkan peralatan jahit dan perlengkapan P3K. Untuk truk, mereka butuh banyak bahan bakar, suku cadang, dan perkakas. Apa lagi?

"Biolaku," kata Hermann dengan tegas. "Aku tak akan meninggalkannya."

Yang terpenting dari semua perlengkapan itu adalah radio dan senjata. Melalui radio mereka bisa mendengar berita penting dari dunia luar dan perkembangan perang. Radio menyala dari baterai di truk dan akan mengabarkan saat yang aman untuk keluar dari gurun, sementara senjata adalah nyawa mereka. 

Cadangan makanan harus dijatah dengan cermat, dan mungkin tidak akan cukup untuk menghidupi mereka. Jika ingin bertahan hidup, mereka harus berburu. Senapan adalah alat berburu yang terbaik, sayangnya semua sudah disita pada awal perang. Mereka hanya memiliki sepucuk senapan laras panjang dan pistol—tidak ideal, tapi harus berfungsi.

Dengan truk sarat muatan, mereka bergerak sepanjang rute yang mereka ketahui sulit ditelusuri. Tidak banyak orang kulit putih yang mengenal gurun pasir sebaik mereka. Mereka berjalan menuju sebuah ngarai rahasia di jantung Gurun Pasir Namib.

Gurun Namib membentang di sebelah barat Namibia, sebuah daratan yang panjang berbatasan dengan laut. Bagian utara pantai itu dikenal dengan nama Skeleton Coast (Pantai Kerangka). Nama itu berasal dari korban kecelakaan kapal laut di masa lalu—mereka yang beruntung mencapai pantai tapi tidak menemukan air dan makanan untuk bertahan hidup, akhirnya tewas di gurun pasir yang kejam.

Sebagian gurun terdiri dari beberapa bukit pasir yang amat menakjubkan di dunia, bergelombang naik dan turun dalam corak warna kuning tua dan oranye. Bukit pasir ini memberi sedikit tempat bernaung atau kehidupan bagi kedua pelarian ini, sementara daerah lain bercadas dan dialuri ngarai yang dalam. Di sini, terdapat mata air—dan bila ada air, berarti ada kehidupan.

Dengan truk, Henno dan Hermann menempuh rute berbahaya, menerobos ke puncak ngarai Kuisib. Di situ, mereka berhenti dan mengamati pemandangan—sebuah bentangan darat yang sepi dan liar dengan batu-batu cadas menjulang dan jurang kecil yang dalam, tebing terjal, dan—jauh di bawah—palung ngarai berpasir.

"Mereka tidak bakal menemukan kita di sini," ujar Hermann.

Lega rasanya menyadari hal itu, tapi juga sedikit menakutkan. Tempat ini seluruhnya belantara, hewan paling kuat sekalipun harus berjuang untuk bertahan hidup. Bagaimana mereka yakin bisa mengatasinya?

Sudah terlambat untuk kembali. Henno dan Hermann meninggalkan truk di atas jurang, lalu menelusuri jejak zebra ke dalam ngarai, mencari air dan tempat tinggal. Palung sungai kering menandakan hujan tidak turun pada tahun itu. Tapi, masih terdapat cukup mata air. 

Yang menggembirakan mereka, ada ikan di salah satu kolam mata air—ikan mas yang gemuk dan sehat. Hermann berhasil menangkapnya dengan tangan kosong. Itulah tangkapan pertama! Mereka segera membuat api unggun, memasak, dan menyantapnya.

Mereka terus menyusuri ngarai hingga tiba di semacam gua, sebuah batu cadas menggantung yang memberikan perlindungan memadai. Hermann dan Henno memutuskan gua itu menjadi rumah mereka. 

Selama dua hari berikutnya, mereka mengeluarkan bekal dari truk, dan menjadikan gua itu senyaman mungkin. Selanjutnya, mereka menyembunyikan truk di bawah sebuah tebing yang menggantung sehingga tidak terlihat dari udara.

 

Henno dan Hermann merasa sangat lapar. Mereka telah menghabiskan sebagian bekal pasta, tapi tidak mau makan lagi. Setiap hari mereka menjatahkan secangkir terigu untuk sarapan pagi, yang dicampur dengan air dan satu sendok teh selai. Selain itu, tidak ada lagi yang dapat dikerjakan kecuali mencari makanan lebih banyak.

Menangkap lebih banyak ikan adalah jalan keluar yang nyata, meski tak mudah. Keberuntungan mereka pada hari pertama tidak terulang lagi. Henno dan Hermann membuat alat pancing dengan kabel, tapi mereka hanya mendapat katak. Lalu, dengan perut keroncongan, mereka memutuskan berburu. Perjuangan untuk bertahan hidup pun dimulai.

Dalam perjalanan ke ngarai, mereka mendapati jejak kawanan ternak liar—seekor banteng jantan, seekor lembu, dan anak sapi. Yang lebih menyenangkan, tak lama kemudian mereka melihat seekor banteng jantan sedang merumput di dasar ngarai. Tapi, bagaimana bisa mendekat untuk menembak?

"Aku akan kembali kemari dengan Otto dan senapan," kata Henno. "Kau terus siap dengan pistolmu. Bau badanku akan menggiring banteng jantan itu ke arahmu." 

Ide yang bagus. Henno beranjak dengan hati-hati, tak ingin mengusik makhluk besar ini. Ia merangkak lebih dekat, dan semakin dekat ... Kemudian banteng jantan itu menengok. Sapi itu memandang Henno dan menyerang. Henno menembakkan senapan langsung ke wajah sang banteng. Banteng itu tetap maju. 

Pada menit terakhir, Henno melompat ke bukit bercadas, keluar dari kejarannya. Banteng jantan itu menatapnya. Peluru kecil yang dilontarkan dari senapan Henno (yang biasanya dipakai untuk perburuan ringan seperti berburu burung) sedikit menggoresnya.

Tapi, sekarang Hermann berlari dan menembak dengan pistolnya. Peluru itu mengenai belakang telinga banteng, dan hewan besar itu pun terkulai ke tanah seperti batu.

"Sudah mati?" tanya Hermann terengah-engah.

Henno menyambit kepala banteng jantan itu dengan batu, hanya untuk memastikan. Secepat itu pula, banteng kembali berdiri tegak—benar-benar hidup! Sekarang, Otto—sangat girang—menyergap banteng itu dan mencengkeram hidungnya. Hermann mendekat, dan menembak dahinya. Tak ada pengaruh. Sang banteng cuma menggoyang-goyangkan kepalanya, sambil melempar Otto ke udara.

Otto kembali berdiri tapi kini ia menyeringai. Berburu tidak seasyik perkiraannya. Sekali lagi Hermann menembak belakang telinga banteng itu. Seperti sebelumnya, tembakan itu membuatnya kelengar dan terjatuh ke tanah lagi—hanya bangun bila sudah pulih.

Sekarang jelas si banteng makin lemah, hanya dapat memandang Hermann dan Henno dengan kesal. Mereka kelelahan dan kehabisan peluru karena tidak menyangka akan menjalani pertempuran sesengit itu.

"Kita harus pulang dan mengambil peluru lagi," ujar Hermann. "Dan merencanakan cara menghabisinya."

Henno mengangguk. "Kita juga harus membawa kantung tidur, dan segala sesuatu yang diperlukan. Banteng itu terlalu besar untuk diseret ke gua. Kita harus tinggal di sini sampai habis memakannya."

Mereka tertatih-tatih kembali ke gua, mengambil pisau, tali, kuali, dan alat-alat lain. Banteng jantan itu sekarang terkulai, tapi tetap berjuang untuk bangun dan menyerang lagi sewaktu Henno dan Hermann mendekat. Dua peluru lagi masih belum bisa mematikannya. 

Mereka tahu, mereka harus jantungnya. "Tapi, di mana letak jantung makhluk sebesar itu?" tulis Henno kemudian. "Baik Hermann atau aku belum pernah menyembelih lembu jantan dan kami tidak tahu caranya ... Ketika itu, Hermann dan aku agak terguncang. Peristiwa ini mengejutkan, dan kami jadi malu karena tidak mampu membereskan persoalan ini."

Akhirnya, mereka punya ide untuk mengikatkan seutas tali di sekeliling tanduknya dan mengikatkan tali itu ke sebatang pohon, sehingga banteng itu tidak dapat bergerak. Kemudian, dengan rasa lega yang luar biasa, mereka menebas tenggorokannya. 

Malam itu mereka melahap daging. Tapi, setelah itu mereka harus mulai mengawetkan sisa daging banteng itu. Daging cepat membusuk di bawah terik matahari. Mereka pun memotongnya, tapi tak satu pun peluru menembus tengkorak keras makhluk itu. Hermann dan Henno memotong daging menjadi irisan-irisan tipis untuk dikeringkan, menjadi biltong, sebutannya di penjuru Afrika Selatan.

 Sisa daging harus diasapi di atas api kecil. Teknik itu cukup rumit sehingga kedua pria itu harus berusaha berkali-kali sebelum berhasil. Selanjutnya daging banteng liar itu menjadi hidangan sarapan pagi, makan siang, dan makan malam pada hari-hari selanjutnya.

Membunuh banteng jantan adalah kesulitan utama dan pertama yang mereka temui ketika berburu. Mereka segera tahu bahwa pembunuhan seperti itu merupakan cara hidup yang brutal dan putus asa. Dengan sumber daya yang terbatas, mereka harus memikirkan kepentingan sendiri dan tidak bisa bersikap belas kasih. 

Sering kali, peluru mereka hanya melukai seekor hewan, dan mereka harus menyeret hewan itu berjam-jam untuk menghabisinya. Terkadang sang hewan benar-benar kabur. Bila si hewan terluka cukup parah, Henno dan Hermann hanya perlu menunggunya sampai melemah dan terkulai. Mereka tidak boleh membuang-buang peluru yang berharga agar sang hewan mati dengan bersih dan cepat.

Makan daging terus-terusan segera jadi membosankan, dan mereka berusaha mencari cara baru untuk menangkap ikan mas di kolam mata air. Akhirnya, mereka menemukan ide cemerlang untuk membuat jaring dari batang tanaman tamarisk dan celana dalam, yang kemudian mereka jadikan semacam pukat yang diletakkan di air di antara mereka. Usaha itu berhasil—dan untuk sementara, mereka memiliki banyak ikan untuk makan malam.

Tapi, kolam mata air itu lama-kelamaan mengering. Jelas, sumber makanan ini tidak akan tersedia selamanya. Lebih-lebih mereka memergoki ada pihak lain yang memanfaatkan kolam itu. Ikan mas di kolam itu dijarah pada malam hari. Jejak kaki menunjukkan pelakunya—seekor hiena.

Henno kesal. "Aku tak akan membiarkan hiena menjarah ikan kita!" cetusnya. "Aku akan mengintai dan menembaknya." 

"Jangan bodoh," ujar Hermann. "Jika kau berada di sekitar sini, ia akan mengendusmu. Dan bagaimana pun, kau tak bisa menembaknya dalam gelap."

Tapi, Henno nekat. Ia mengambil kantung tidurnya menuju kolam mata air dan berdiam di situ menunggu. Pada malam pertama, tak terjadi apa-apa. Paginya Henno kembali ke gua dengan tangan hampa. 

Hermann menyambutnya dengan senyum mengejek serta secangkir kopi. Hermann jelas tidak menyangka temannya itu akan berusaha lagi. Tapi Henno jengkel karena sikap Hermann. Ia pun kembali berjaga pada malam berikutnya.

la baru tidur sejenak sewaktu mendengar lolongan hiena yang menakutkan dari dekat. Ia menggapai senapan sewaktu hiena terus melolong dan mengaum. Mengerikan; tidak ada hewan lain di gurun pasir yang bersuara seperti itu. Tapi, cuma suara itu yang diperlukan Henno. Meskipun ia tidak dapat melihat makhluk seram itu, ia cuma mengarahkan senapan ke asal suara. Yang menggembirakannya, lolongan itu terhenti dan berganti dengan tangis kesakitan.

"Kena kau!" pikirnya, dan Henno meringkuk kembali di kantung tidurnya, lalu mendengkur sampai pagi hari.

Siang harinya, ia bangun dan mengamati tempat itu. Terdapat jejak yang ganjil, yang menunjukkan hiena tersebut tidak bisa lagi menggunakan kaki belakangnya. Ia mereka-reka seberapa jauh hiena itu dapat menyeret badannya. Henno mengikuti jejak tersebut sampai akhirnya ia menemukan hewan itu gemetar ketakutan di bawah pohon akasia.

la tidak mau menyia-nyiakan sisa pelurunya. Sebagai gantinya, Henno mulai memukuli belakang kepala hiena dengan batu-batu. Sebuah perjuangan lagi yang panjang dan mengerikan sebelum sang hiena akhirnya rubuh. Lelah, tapi entah bagaimana ia merasa menang. Henno menguliti hiena itu dan membawa kulitnya ke gua. Kali ini Hermann tidak menertawakannya.

Hari-hari berlalu, merajut satu sama lain. Henno dan Hermann mengamati musim yang berganti, dan harus membuat penyesuaian. Kolam ikan mas mereka mengering, dan mereka mulai menderita sakit kepala karena kekurangan vitamin. 

Mereka sadar, untuk mengatasi hal itu, mereka perlu minum darah lebih banyak dan makan daging mentah. Mereka menjadi kreatif. Mereka membuat sosis dari darah gemsbok dan memakai ususnya sebagai kulit.

Hermann dan Henno juga mulai kehabisan garam dan air—dua unsur penting untuk bertahan hidup. Seperti hewan-hewan di sekelilingnya, mereka pun harus berpindah untuk mencari kedua unsur itu. 

Rezeki tak akan mendatangi mereka di gua. Maka, mereka pun berjalan melalui ngarai yang tandus, di menahan rasa dahaga dan lapar, sampai menemukan cadangan garam dan mata air tawar.

Dalam salah satu pencarian itu, mereka beristirahat sejenak di bawah batu cadas untuk meneduhkan diri. Tanah yang mereka duduki dipenuhi kutu pasir, karena sebelum mereka duduk di situ sudah banyak hewan berada di tempat itu.

"Menurutku, aku baru saja digigit kutu," kata Hermann tiba-tiba sambil menggoyang-goyangkan tangannya. Kutu itu menggigit telapak tangannya—tidak mengejutkan, di lingkungan seperti itu. Tapi, dalam beberapa detik, ia mulai melunglai.

"Hermann!" seru Henno merasa khawatir sewaktu Hermann terkulai ke tanah. "Kau tidak apa-apa?"

"Kepalaku ..., "Hermann merintih. Henno memandangnya. Dari sekujur tubuh Hermann keluar bercak yang aneh. Henno segera mencari-cari kutu yang telah menggigit Hermann.

"Lihat ini!" Henno berseru, sewaktu menemukannya. Kutu itu penuh dengan darah yang sudah menghitam dan lama. Darah Hermann jelas keracunan akut karena gigitan itu—dan ia tidak dapat melihat apa pun. Ia muntah banyak. 

"Aku tidak bisa melihat," ia berguman. "Aku buta."

Karena panik, Henno mengiris gigitan kutu itu dan membubuhkan sedikit kalium permanganat (semacam antiseptik) ke dalam lukanya. Tak ada lagi yang dapat ia lakukan. Hermann hampir tidak bisa berdiri, dan sekarang nyaris buta, tapi Henno menggiringnya ke gua kecil di dekat situ. Mereka menghabiskan sisa hari dan malam di sana, menunggu racun surut.

Belum sampai petang berikutnya, Hermann merasa cukup kuat untuk bergerak lagi. Musibah itu merupakan kejadian menakutkan, yang menunjukkan betapa rapuhnya kehidupan mereka di alam belantara.

Sewaktu musim demi musim berlalu perlahan-lahan, keberuntungan mereka pun berubah. Saat kering, mereka terpaksa meninggalkan rumah pertama mereka untuk mencari air; mereka menetap di beberapa tempat, berkemah di tempat yang tersedia cukup air untuk mempertahankan hidup. 

Ada juga saat kelimpahan setelah hujan musiman, yang mengembalikan kehidupan gurun pasir secara dramatis. Henno selanjutnya menceritakan kekuatan dahsyat banjir bandang, dan pemandangan indah saat empat ribu ekor springbok merumput bersama-sama setelah hujan.

Otto melalui semua peristiwa itu bersama mereka. Anjing itu tak pernah lelah berburu, meskipun dua kali diseruduk tanduk gemsbok. Ia mempelajari cara bertahan hidup seperti halnya manusia, dan Henno serta Hermann dibuat takjub oleh cara hewan-hewan, bahkan hewan peliharaan, beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya yang berubah.

Namun, secara keseluruhan, Hermann dan Henno melemah, dan terus-menerus merasa lapar. Sewaktu musim kering kedua datang menyengat, mereka merasa terlalu lemah untuk berburu.

Mereka putus asa. Suatu hari, seekor tokek sedang melata, dan Henno menyergapnya. Ia menangkap ekornya saat setengah badan tokek itu masuk ke dalam batu cadas. "Daging tokek itu memberi kami dua porsi hidangan enak," tulis Henno. "Dagingnya kenyal dan putih, rasanya campuran antara daging ayam dan ikan salmon."

Tak lama, Hermann mulai jatuh sakit parah. Ia menderita nyeri punggung, yang bertahap menyebar ke tungkainya, dan akhirnya ke leher dan kepalanya. Henno berusaha keras untuk merawatnya, menembak hewan buruan segar, yang mereka makan mentah-mentah. Tapi, tampaknya tak ada yang menolong.

Hermann jelas perlu ke dokter. Ia tak mampu berburu lagi, dan bahkan hanya bisa merangkak. Hanya ada satu yang dapat mereka lakukan, meninggalkan gurun pasir, meskipun mereka sudah penat. Dengan berat hati, Henno mempersiapkan truk dan berjalan melalui jalan yang tandus kembali ke Windhoek.

Henno tidak menyerah begitu saja. Ia mengantar Hermann dan kembali lagi ke gurun pasir bersama Otto. Tapi, teman-teman membujuk Hermann untuk mengatakan tempat persembunyian Henno, dan tak lama polisi menemukannya.

Seperti yang sudah mereka duga, kedua warga Jerman itu ditahan di penjara; tapi sebentar. Mereka dipindahkan ke rumah sakit, tempat Hermann mulai pulih dari sakitnya. Ia menderita kekurangan vitamin B.

Selanjutnya keduanya harus menghadapi persidangan. Mereka dikenai banyak dakwaan, besar dan kecil, termasuk tidak membayar perizinan anjing mereka. Tapi mereka beruntung. Petualangan Hermann dan Henno sedemikian luar biasa sehingga mereka bebas dari hukuman dengan sedikit denda.

Tragisnya, setelah benar-benar sembuh, Hermann Korn tewas dalam sebuah kecelakaan mobil, tahun 1946. Otto hidup selama beberapa tahun, kemudian menghilang secara misterius. Henno Martin melanjutkan hidup di Namibia, dan menulis buku tentang perjuangan dua setengah tahun mereka di Gurun Pasir Namib. Buku itu berjudul The Sheletering Desert. Cerita ini ditulis berdasarkan kisahnya.

(Gill Harvey)

 

" ["url"]=> string(69) "https://plus.intisari.grid.id/read/553258519/dua-lelaki-dan-anjingnya" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1651177205000) } } [3]=> object(stdClass)#77 (6) { ["_index"]=> string(7) "article" ["_type"]=> string(4) "data" ["_id"]=> string(7) "3246989" ["_score"]=> NULL ["_source"]=> object(stdClass)#78 (9) { ["thumb_url"]=> string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2022/04/21/9_thumbnail-intisariplus-sejarah-20220421060226.jpg" ["author"]=> array(1) { [0]=> object(stdClass)#79 (7) { ["twitter"]=> string(0) "" ["profile"]=> string(0) "" ["facebook"]=> string(0) "" ["name"]=> string(13) "Intisari Plus" ["photo"]=> string(0) "" ["id"]=> int(9347) ["email"]=> string(22) "plusintisari@gmail.com" } } ["description"]=> string(139) "Awalnya hanya seorang sopir, lalu menjadi penyaji makanan dan minuman. Di kemudian hari, segenap rahasia pemerintah Inggris di Turki bocor." ["section"]=> object(stdClass)#80 (7) { ["parent"]=> NULL ["name"]=> string(7) "Histori" ["description"]=> string(0) "" ["alias"]=> string(7) "history" ["id"]=> int(1367) ["keyword"]=> string(0) "" ["title"]=> string(23) "Intisari Plus - Histori" } ["photo_url"]=> string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2022/04/21/9_thumbnail-intisariplus-sejarah-20220421060226.jpg" ["title"]=> string(21) "Sang Pelayan Perlente" ["published_date"]=> string(19) "2022-04-24 16:54:58" ["content"]=> string(22265) "

Intisari Plus - Awalnya hanya seorang sopir, lalu menjadi penyaji makanan dan minuman. Di kemudian hari, segenap rahasia pemerintah Inggris di Turki bocor ke pihak Jerman. Atasannya menuliskan ke dalam sebuah buku, yang kemudian menjadi titik pijak film Hollywood.

---------------------------------------

Ludwig Moyzisch bukanlah orang yang menawan. Suatu malam, ketika sedang tidur lelap, dia dibangunkan dan dipanggil untuk segera menuju ke rumah Sekretaris Pertama Kedutaan Jerman di Ankara, Turki. Di tengah malam seperti ini, seberapa pentingkah urusannya?

Saat itu, Oktober 1943. Eropa terlibat dalam Perang Dunia II. Turki yang merupakan wilayah netral berada dalam posisi yang tidak nyaman, di antara negara Eropa yang dikuasai Nazi dan Soviet Rusia yang penuh mata-mata. Moyzisch, anggota Dinas Rahasia Jerman, SD (Sicherheitsdienst), adalah salah satu mata-matanya. Dia menyamar sebagai perwakilan dagang kedutaan Jerman, dan dia sering diminta untuk melakukan hal-hal aneh, yang tidak diharapkan dan pada waktu-waktu yang tidak biasa.

Walaupun begitu, dia semakin merasa jengkel ketika sampai di rumah tersebut, Sekretaris Kedutaan sendiri sudah tidur. Hanya istrinya yang menyambut Moyzich di pintu depan.

"Ada orang dengan sikap yang aneh di sana," katanya sambil menunjuk ke ruang gambar. Dia punya sesuatu untuk dijual pada kita."

Wanita itu juga segera menuju ke tempat tidurnya sambil berpesan untuk menutup pintu ketika dia pergi nanti.

Dengan kejengkelan yang semakin memuncak, Moyzisch berjalan dengan cepat menuju ke ruang gambar. Dia ingin menyingkirkan tamu itu segera. Matanya melihat kekacauan di sekeliling ruangan, dia juga memperhatikan hiasan-hiasan di dalam ruangan itu, sampai beberapa saat kemudian dia melihat sosok yang pucat dalam kegelapan, duduk diam tak bergerak di sofa, wajahnya tertutup bayangan. Sesuatu dalam diri lelaki ini memunculkan kecurigaan Moyzisch. Emosinya diturunkan dan dia mulai berkonsentrasi untuk menjernihkan pikiran.

Tamu itu berdiri. Dia kecil dan pendek, dengan rambut hitam yang tebal, serta dahi yang lebar. Moyzisch kemudian menyebut wajahnya sebagai "orang yang biasa menyembunyikan perasaannya", tapi saat ini, sorotan matanya yang kelam terlihat mencoba menutupi kegelisahan.

Orang itu berjalan ke arah pintu, dan tiba-tiba menyentakkan daun pintunya keluar, melihat apakah ada seseorang yang bersembunyi di belakangnya. Kemarahan Moyzisch muncul kembali. Dia adalah seorang mata-mata, bukan salah satu dari Marx Bersaudara, dan ini bukanlah film picisan. Tapi dia tetap diam, dan membiarkan tamu itu memulai pembicaraan.

"Aku punya tawaran untukmu," orang itu mulai berbicara dengan logat Prancis yang lancar namun berat. "Tapi pertama-tama aku ingin jaminan bahwa yang kukatakan saat ini tidak akan sampai pada orang lain ataupun atasanmu. Jika kau mengkhianati aku, hidupmu akan kehilangan arti seperti hidupku. Dan mungkin aku akan mempertimbangkan untuk melakukan ini sebagai pilihan terakhir," kata pria itu sambil meniru gerakan menggorok leher dengan tangannya.

Moyzisch memandang lelaki itu dengan dingin. Dia tidak ingin menanggapi ancaman itu dengan serius. Tapi dia adalah seorang mata-mata profesional, dan dia dilatih untuk melihat dan menunggu apa lagi yang akan dikatakan oleh orang asing itu. Ini sangat menarik...

"Aku dapat mengirimkan foto-foto yang berisi informasi rahasia untukmu—informasi yang sangat —dari Kedutaan Besar Inggris. Tapi jika kau menginginkannya, kau harus memberikan bayaran yang sangat besar. Aku mengorbankan diriku untukmu, jadi aku juga memi harga yang senilai dengan pengorbananku."

Moyzisch angkat bicara untuk pertama kalinya. "Berapa jumlah yang Anda inginkan?"

"Aku ingin £20.000 sterling—tunai." 

Moyzisch membuka topengnya, dia tidak tahan untuk mencemooh. "Itu sangat tidak mungkin," katanya. "Barang apakah di dunia ini yang senilai dengan uang sebesar itu?" 

Pada 1943, uang sebanyak itu bisa membuat orang sungguh-sungguh kaya.

"Well, silakan kau pertimbangkan," kata orang asing itu, "Aku akan memberikan waktu tiga hari untuk memutuskan, lalu aku akan meneleponmu di Kedutaan Jerman dan menyebut diriku sebagai Pierre. Aku akan menanyakan apakah kau punya surat untukku. Jika jawabannya 'ya", aku akan datang dan menemuimu. Jika 'tidak', maka kau tidak akan mendengar apapun dariku. Jika kau tidak tertarik, ada banyak pihak lain yang pasti menginginkannya."

Ada sesuatu dalam diri orang ini yang membuat Moyzisch ragu untuk mengabaikannya. Dia hampir yakin orang ini akan membawa informasi rahasia itu ke Kedutaan Soviet di Ankara jika pihak Jerman menolaknya, dan dia melakukan itu sungguh hanya untuk urusan bisnis. Moyzisch menyetujui rencana yang diajukan dan lelaki itu bersiap pergi. Begitu sampai di pintu, dia berbalik dan tersenyum licik. "Aku bertaruh, kau pasti sedang berpikir siapakah aku ini. Well, aku akan memberitahu. Aku adalah pelayan Duta Besar Inggris.

Sebelum Moyzisch sempat berkata-kata, pintu dihempaskan dan orang asing itu menghilang.

Pagi berikutnya, Moyzisch berencana menemui Duta Besar Jerman, Franz von Papen. Jumlah uang yang diminta orang itu sangat besar, sehingga mereka memerlukan izin langsung dari Sekretaris Luar Negeri Jerman, Joachim von Ribbentrop. Mereka yakin dia akan menolak, tapi surat balasan datang dan ternyata tawaran itu diterima. Kurir khusus akan dikirimkan untuk membawa uang itu dari Berlin.

Moyzisch memberikan nama pada orang asing itu—Cicero, seperti nama seorang orator terkenal Romawi—dan membuat persiapan untuk menyambut kedatangannya. Sudah dapat dipastikan, telepon dari "Pierre" akhirnya datang, dan mereka membuat janji untuk bertemu di kedutaan pada pukul 22.00 malam itu.

Moyzisch sudah mempersiapkan segalanya. Dia menyiapkan sebuah kamar gelap, lengkap dengan teknisi fotografi, sehingga dia dapat memeriksa film-film tersebut saat itu juga. Orang asing itu datang tepat pada waktunya, dan keduanya mulai mencoba melakukan pertukaran, dengan masih disertai rasa saling curiga. Cicero menginginkan uangnya terlebih dahulu, kemudian baru dia akan menyerahkan film. Sementara Moyzisch ingin filmnya diperiksa dulu apakah benar-benar asli, baru dia akan menyerahkan uang. Mereka melakukan kompromi. Moyzisch menghitung uang sebesar £20.000 di depan Cicero, kemudian mengembalikan ke tempatnya dan membawa film tersebut ke kamar gelap.

Hasilnya sangat spektakuler. Dokumen sangat rahasia yang tidak diragukan keasliannya, lengkap dengan tanggalnya. Cicero mendapatkan uangnya, dan rencana selanjutnya dibuat, di mana pihak Jerman akan membayarnya £15.000 untuk setiap informasi yang diantarkan. Jumlah uang yang diberikan memang cukup besar, tapi informasi yang diberikan memang sangat luar biasa.

Pada malam yang lain, Cicero datang lagi membawa lebih banyak film. Ketika dia ingin pulang, dia meminta Moyzisch untuk mengantarkannya kembali ke Kedutaan Besar Inggris, Pihak Jerman menjadi heran.

"Kenapa tidak?" kata Cicero dengan tenang. "Di sanalah aku tinggal."

Film-film berikutnya terus menyusul, masing-masing mengungkapkan dokumen-dokumen yang berisi informasi sensitif. Pihak Jerman tidak bisa percaya begitu saja dengan keberuntungannya. Cara Cicero memperoleh dokumen rahasia itu tampak terlalu mudah, dan mereka menyangka dia tengah mempermainkan mereka, memberikan informasi-informasi palsu untuk membingungkan dan menyesatkan pihak Dinas Rahasia Jerman.

Moyzisch diperintahkan untuk mengungkapkan semua hal tentang penghubung mereka di Kedutaan Inggris, dan kemudian membuat gambaran tentang Cicero. Nama sebenar nya adalah Eleyza Bazna. Dia adalah seorang Albania yang memutuskan untuk pergi ke Turki dan menetap di Ankara. Di situ dia mendapat pekerjaan sebagai sopir, kemudian menjadi pelayan yang menyajikan makanan dan minuman, lalu akhirnya menjadi pelayan untuk diplomat-diplomat tingkat tinggi. Dia pernah bekerja untuk Duta Besar Yugoslavia dan diplomat Jerman yang memecatnya karena ketahuan telah membaca surat-surat mereka. Akhirnya, dia menemukan pekerjaan di Kedutaan Besar Inggris sebagai pelayan para pejabat tinggi di sana.

Bazna mengerjakan tugasnya dengan sangat baik Di rendah hati, mampu melakukan tugasnya dengan efisien, dan memiliki kemampuan khusus untuk menebak apa yang diinginkan tuannya. Dia juga sangat pandai, mampu berbicara dalam berbagai bahasa asing dengan lancar. Ketika posisi pelayan di kediaman Duta Besar Sir Hughe Knatchbull Hugeson kosong, Bazna mendapatkan pekerjaan itu.

Apa yang tidak diketahui oleh Sir Hughe adalah bahwa pelayan barunya memiliki beberapa ketertarikan. Yang pertama adalah fotografi, yang kedua adalah Mara, pelayan wanita di kedutaan, dan yang ketiga adalah mengintip file-file rahasia kedutaan. Ketika Bazna mengetahui betapa mudahnya melakukan semua itu, dia semakin bersemangat

Bazna mengetahui bahwa bos barunya adalah seorang dengan kebiasaan hidup yang teratur. Segala hal dalam kehidupan Sir Hughe berjalan seperti mesin waktu. Dia mandi di pagi dan sore hari, bermain piano setelah makan siang, dan makan pada waktu yang sama setiap hari. Ketika dia keluar dengan Rolls-Royce ungunya, Bazna mengetahui dengan pasti kapan bosnya pergi dan kembali

Kebiasaan lain Sir Hughe yang sangat mengakomodasi keinginan Bazna adalah dia suka membaca dokumen-dokumen yang sangat rahasia di kediamannya, dan menyimpannya di situ.

Pada suatu sore, ketika Sir Hughe sedang mandi, Bazna masuk ke dalam ruang tidur, dengan alasan meletakkan pakaian tidur tuannya, lalu membuat cetakan kunci tempat penyimpanan dokumen dari lilin. Du kemudian membuat tiruan kunci itu dengan bantuan temannya. Setelah itu, semua dokumen yang disimpan Sir Hughe di tempat penyimpanan dokumen itu dibaca oleh pelayannya.

Rutinitas itu memang sempurna! Dan semakin banyak Bazna membaca dokumen-dokumen itu, dia semakin nekat untuk mendapatkannya. Pada suatu kesempatan, setelah Sir Hughe diberi pil tidur, Bazna bahkan membaca dan memfoto surat-surat rahasia itu di meja yang berada tepat di sisi tempat tidur.

Betapa hebat semua rahasia itu! Rencana serangan udara dari Turki melawan sekutu Nazi, Rumania... Rincian pertemuan antara Presiden Amerika Franklin D. Roosevelt, Perdana Menteri Inggris Winston Churchill, dan pemimpin Soviet Joseph Stalin... dan yang terhebat di antara semuanya untuk pihak Jerman adalah Bazna menyampaikan berita penyerangan pihak sekutu Eropa berikutnya dari Inggris ke Prancis. Bazna bahkan memberikan pada pihak Nazi kode penyerangan itu "Operasi Overlord".

Tapi anehnya, pihak Nazi masih melihat bahwa bebes informasi itu tampak terlalu 'hebat'. Meskipun mereka tetap menganggap Bazna tidak berbohong, mereka mengatakan bahwa informasi yang disampaikannya palsu—sengaja disisipkan oleh pihak intelijen Inggris agar ditemukan oleh Bazna dan diteruskan pada pihak Jerman.

Bazna tidak terlalu peduli dengan yang dilakukan Jerman terhadap informasinya, apalagi dengan apa yang mereka pikirkan tentang informasi itu —asalkan, uangnya terus mengalir dan menumpuk. Dia tidak perlu berusaha keras untuk menyembunyikannya, dia hanya perlu menyimpan di bawah karpet kamar tidurnya.

Tapi, seperti biasa, ketika orang sedang berlimpah harta, mereka lupa menyimpan sebagian hartanya untuk persiapan jika keadaan tidak sebaik sekarang. Bazna mulai berfoya-foya dengan uangnya. Dia menyewa sebuah pondok penginapan di luar kota lengkap dengan peralatan modern. Satu hal mengkhawatirkan yang melanggar asas kerahasiaan adalah dia menyebut pondok itu dengan "Villa Cicero"—sesuai dengan nama kode jermannya, bahkan dia memasang plakatnya di pintu. Dia dan teman wanitanya, Mara, menjadi pelanggan tetap ABC Store di Ataturk Boulevard, toko paling bergengsi di seluruh Turki. Pakaian dan perhiasan mereka bisa membuat malu para tokoh masyarakat kelas atas

Moyzisch mulai terganggu dengan cara Bazna memamerkan kekayaannya, terutama ketika dia mulai memakai jam tangan emas. Bahkan Mara, yang memercayai bahwa dia bekerja untuk Turki, mulai mengejeknya.

"Orang mulai bertanya-tanya bagaimana kita mampu membeli baju-baju yang indah ini. Bagaimanapun kau tetaplah seorang pelayan."

"Jangan khawatir," dia tersenyum pada Mara. "Mereka semua terlalu bodoh."

Tapi orang-orang itu tidak bodoh.Anehnya, pihak Turki lah yang pertama kali memperhatikan Bazna. Mereka mengambil posisi netral dalam perang. Ketika konflik semakin meluas, mereka mulai bertanya-tanya pihak mana yang paling cocok dengan kepentingan mereka untuk didukung, Suatu malam, setelah Bazna menyerahkan film ke Kedutaan Jerman, dan Moyzisch mengantarkannya pulang, mereka menyadari ada sebuah mobil hitam yang mengikuti mereka. Ketika Moyzisch memperlambat mobilnya, mereka juga melambat, ketika kecepatan d naikkan, mereka juga mempercepat laju kendaraannya. Setelah lelah mempermainkan mereka, Moyzich menginjak pedal gas dan dengan kecepatan penuh melintasi bulevar Ankara dengan kecepatan 190 km/jam.

Di akhir minggu itu, Moyzisch menabrak mobil seorang pejabat Turki.

"Hei, bung!" kata orang Turki itu. "Anda benar-benar pengemudi yang ceroboh. Anda harus lebih berhati-hati terutama di malam hari."

Ini adalah sebuah peringatan, karir Bazna sebagai mata mata hampir berakhir.

Tanda-tanda bahaya terus mengikuti. Di Kedutaan Besar Inggris, satu tim ahli keamanan datang untuk memasang sistem keamanan dokumen-dokumen rahasia milik duta besar. Tapi Bazna mendengar Sir Hughe mendiskusikan sistem itu bersama dengan salah satu anggota tim, dan mencoba cara untuk melewati sistem tersebut.

Rahasia itu terus mengalir dari Kedutaan Inggris ke pihak Jerman, tapi Bazna sedang mempertimbangkan untuk membuka rahasianya pada seorang mata-mata yang jauh lebih berani darinya, untuk meneruskan tugasnya. Di Kementerian Luar Negeri Jerman bekerja seorang bernama Fritz Kolbe, seorang Jerman yang membenci Nari. Kolbe memiliki akses langsung ke semua bahan rahasia yang disuplai oleh Cicero pada pihak Jerman di Ankara, dan dia mendapat perhatian dari Amerika. Pihak Amerika mengatakan pada Inggris bahwa mereka pasti memiliki seorang mata-mata yang lepas dari pengawasan di dalam lingkungan kedutaan mereka.

Tapi pihak intelijen Inggris tidak dapat menemukan identitas Cicero. Rahasianya justru terungkap dari dalam Kedutaan Jerman. Moyzisch memiliki seorang sekretaris yang sangat tidak cakap dan selalu berwajah muram bernama Nellie Kapp. Berambut pirang, perempuan berusia 20 tahun itu selalu mencibir serta menggerutu selama bekerja. Dia juga sangat malas, Moyzisch sangat ingin memecatnya—satu satunya alasan kenapa dia tidak melakukannya adalah karena ayahnya seorang diplomat Jerman tingkat tinggi.

Yang mengherankan, Nellie, dengan segala kesalahannya, menunjukkan ketertarikan terhadap segala sesuatu yang dikerjakan Moyzisch. Alasannya adalah karena dia juga seorang mata-mata. Dia bekerja untuk American Office for Strategic Service (OSS) dan dia memiliki kunci brankas Moyzisch. Dia juga membuat foto semua dokumen yang melaluinya. Tidak lama kemudian, dia mempunyai ide bag bahwa Cicero adalah Eleyza Bazna.

Di akhir Maret 1944, Nellie telah menyelesaikan tugasnya, dan memutuskan bahwa ini adalah saat untuk melarikan diri. Bagaimanapun jika staf Kedutaan Jerman mengetahui kalau dia sudah memata-matai mereka, dia akan disiksa dan kemudian ditembak. Nellie kemudian memotong rambut nya, dicat warna hitam, lalu menumpang pesawat keluar dan Turki, Sementara itu Dinas Rahasia Inggris membuat jebakan, karena tidak terlalu yakin dengan kemampuan orang-orang mereka. Suatu malam, seorang petugas keamanan Inggris, Sir John Dashwood, duduk diam di kantor Sir Hughe dengan segelas wiski. Dia mematikan lampu dan menunggu. Tidak lama kemudian, pintu dibuka, dan lampu dinyalakan. Di ujung pintu berdiri Bazna, dengan kunci di tangan. Kedua laki-laki itu saling memandang. Tidak ada sepatah kata pun terucap. Bazna membalik badannya dan pergi. Semua sudah berakhir.

Bazna tidak dapat ditahan, karena dia tidak melanggar satu pun hukum Turki. Setelah mendengarkan kemarahan Sir Hughe yang amat sangat, Bazna mengumpulkan semua harta miliknya, termasuk semua uang yang ada di bawah karpetnya. Dia kemudian meninggalkan kedutaan untuk selamanya, dan berdiam di wilayah yang lebih eksklusif di Ankara.

Sementara itu, datanglah saat-saat yang tidak menyenangkan bagi Moyzisch. Sekretarisnya menghilang secara mencurigakan, dan sekarang rahasia agen terbaiknya telah terbongkar. Pimpinannya di Berlin tentu saja sangat tidak suka, dan mengirimkan telegram yang memintanya untuk segera kembali ke Jerman. Moyzisch mengkhawatirkan hidupnya. Untuk mengulur waktu, dia mengirimkan telegram balasan yang mengatakan bahwa dia sedang sakit, sehingga tidak dapat melakukan perjalanan. Tidak lama kemudian, dia menerima telepon di rumahnya. 

"Saya menghubungi Anda atas nama Inggris," terdengar sebuah suara yang misterius. "Jika Anda kembali ke Jerman, Anda akan ditembak. Datanglah pada kami, selamatkan dirimu."

Ini adalah sebuah dilema. Moyzisch enggan meng khianati negaranya. Dia adalah seorang yang loyal terhadap Nazi, bahkan sudah bergabung dengan partai ini sebelum Hitler berkuasa. Sekarang, dia tetap percaya pada paham yang dianut Nazi. Untunglah, dia tidak harus mengambil keputusan, karena tidak lama kemudian negara-negara sekutu betul-betul menyerang Prancis, seperti yang diprediksi Cicero, dan perang tidak berpihak pada Jerman. Pihak Turki melihatnya sebagai petunjuk untuk bergabung dengan negara sekutu. Semua diplomat Jerman, termasuk Moyzisch, ditangkap dan ditahan hingga akhir masa perang.

 

Kelanjutannya

Bazna sangat puas dengan hidupnya. Dia tetap hidup, dan sangat kaya. Dia pergi ke Portugal, membawa £300,000 bersamanya, kemudian ke Amerika Selatan. Tapi di sinilah jalan hidupnya berubah. Seorang bankir datang ke vila mewah yang disewa Bazna, dan mengatakan padanya bahwa semua uang kertasnya palsu.

Bazna menerima berita itu dengan tenang. Menyadari dirinya telah ditipu pihak Jerman, dia bahkan tertawa keras. Jerman memutuskan bahwa informasi yang diberikan Bazna tidak berguna, dan mereka tidak akan membayarnya dengan uang asli. Tapi yang terjadi kemudian jauh dari sebuah guyonan yang layak ditertawakan, khususnya bagi Bazna. Dia ditangkap dan dikirim ke penjara dengan dakwaan memalsu uang. Setelah dibebaskan, dia menuju ke Jerman dan meminta pada pemerintah Jerman Barat untuk memberikan kompensasi atas 'kerugiannya'. Tidaklah mengejutkan, permintaannya ditolak. Dia meninggal dunia dalam kesepian dan miskin di Istanbul, pada 1971.

Nasib Ludwig Moyzisch lebih baik setelah perang. Dia memberikan bukti-bukti dalam pengadilan penjahat perang Nazi di Nuremberg, dan kemudian kembali menjalani kehidupan sipil di Austria. Di sana dia melakukan pekerjaan samarannya di kedutaan dalam kehidupan nyata—menjadi manajer ekspor untuk perusahaan tekstil. Dia menulis sebuah buku berjudul Operation Cicero yang berkisah tentang aktivitas spionasenya, yang kemudian dibuat menjadi film berjudul Five Fingers, yang dibintangi James Mason.



---

Nukilan dari buku:

TRUE SPY STORIES

Kisah Nyata Mata-Mata Dunia

Oleh Paul Dowswell & Fergus Fleming

" ["url"]=> string(66) "https://plus.intisari.grid.id/read/553246989/sang-pelayan-perlente" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1650819298000) } } [4]=> object(stdClass)#81 (6) { ["_index"]=> string(7) "article" ["_type"]=> string(4) "data" ["_id"]=> string(7) "3246667" ["_score"]=> NULL ["_source"]=> object(stdClass)#82 (9) { ["thumb_url"]=> string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2022/04/20/5_thumbnail-intisariplus-sejarah-20220420081533.jpg" ["author"]=> array(1) { [0]=> object(stdClass)#83 (7) { ["twitter"]=> string(0) "" ["profile"]=> string(0) "" ["facebook"]=> string(0) "" ["name"]=> string(13) "Intisari Plus" ["photo"]=> string(0) "" ["id"]=> int(9347) ["email"]=> string(22) "plusintisari@gmail.com" } } ["description"]=> string(143) "Yang satu agen Inggris yang canggung, satunya tampak senantiasa murung. Keduanya bertugas menghabisi Hitler dan Gestapo Nazi yang sangat kejam." ["section"]=> object(stdClass)#84 (7) { ["parent"]=> NULL ["name"]=> string(7) "Histori" ["description"]=> string(0) "" ["alias"]=> string(7) "history" ["id"]=> int(1367) ["keyword"]=> string(0) "" ["title"]=> string(23) "Intisari Plus - Histori" } ["photo_url"]=> string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2022/04/20/5_thumbnail-intisariplus-sejarah-20220420081533.jpg" ["title"]=> string(20) "Penangkapan di Venlo" ["published_date"]=> string(19) "2022-04-24 16:43:57" ["content"]=> string(17215) "

Intisari Plus - Yang satu agen Inggris yang canggung, satunya tampak senantiasa murung. Keduanya bertugas menghabisi Hitler dan Gestapo Nazi yang sangat kejam.

---------------------------------------

Saat itu, 21 Oktober 1939, Perang Dunia II baru saja mulai. Di Zutphen, sebuah kota di Belanda, hujan turun mengetuk-ngetuk atap sebuah limosin Buick. Di belakang stir, Sigismund Best menyesuaikan posisi kaca spion dan melirik lewat kaca jendela mobilnya. Tiba-tiba mobil lain datang. Seorang pria melompat. Best memiringkan tubuhnya untuk membuka pintu dan pria itu duduk di sebelahnya. Suara limousin itu menderu dan mulai berjalan, wiper-nya bergerak ke kiri dan ke kanan.

Best terlihat seperti tipe gentleman Inggris. Tubuhnya tinggi, dengan sikap seorang aristokrat, dia menggunakan spat (kain yang dahulu digunakan oleh para pria di atas sepatu, untuk menutupi pergelangan kaki, dengan kancing di sisinya dan dikaitkan di bawah sepatu), dia bahkan menggunakan monocle (alat yang berfungsi seperti kacamata tapi hanya untuk satu mata). Tapi itu semua adalah tipu daya. Best sebenarnya separuh berdarah India. Dia juga seorang mata-mata. Dia tinggal di Belanda dengan seorang istri Belanda, dan menjalankan bisnis kecil-kecilan meng sepeda, tapi sebenarnya dia adalah anggota cabang Z—kelompok independen yang dibentuk sebagai bagian dari Dinas Intelijen Khusus Inggris (Special Intelligence Service—SIS).

Rasa percaya diri Best sangatlah mengesankan. Dia dapat berbicara dalam empat bahasa, dan selama Perang Dunia dia berhasil membuat jaringan mata-mata yang sukses di belakang garis musuh. Saat ini dia sedang mencoba membuat kontak dengan seorang Jerman yang kecewa dan ingin melawan Hitler dan Nazi. Sejauh yang dapat dia sampaikan, segala sesuatu berjalan dengan baik.

Best telah dihubungi beberapa minggu yang lalu oleh salah seorang agennya, seorang pengungsi yang melarikan diri dari penyiksaan di Jerman. Orang ini mengenal banyak pegawai tingkat tinggi dalam ketentaraan Jerman dan dia telah meyakinkan Best bahwa di sana ada banyak orang yang diam-diam tidak suka pada Hitler. Orang-orang ini tengah membangun kekuatan untuk melakukan gerakan perlawanan. Best telah menyelidiki secara mendalam dan dia dapatkan nama seorang tentara yang juga terlibat dengan gerakan perlawanan tersebut—Hauptmann Schaemell. Orang inilah yang sekarang duduk bersamanya di dalam mobil.

Best fasih berbahasa Jerman, dan dua orang ini bercakap-cakap dalam bahasa Jerman tentang musik klasik sepanjang perjalanan di luar kota. Di Arnhem, mereka menjemput dua orang kolega Best, seorang tentara Inggris bernama Mayor Seven dan seorang tentara Belanda bernama Kapten Klop. Meskipun Belanda mengambil sikap netral saat itu, Klop membantu pihak Inggris. Dia ingin merahasiakan kebangsaannya, jadi dia berpura-pura menjadi seorang Kanada dan menggunakan nama Coppens. Itu adalah nama samaran yang sangat meyakinkan. Klop pernah tinggal beberapa tahun di Kanada, dan negara itu adalah sekutu Inggris.

Best terus mengendarai mobil itu. Schaemell, pikirnya, sebuah tangkapan yang bagus. Selama dalam perjalanan, orang Jerman itu membuat daftar tentara yang sangat ingin melihat kejatuhan Hitler dan menandai nama seorang jenderal penting yang dipersiapkan untuk memimpin perlawanan. Schaemell berjanji membawa jenderal itu dalam pertemuan mereka berikutnya, yang akan diadakan pada 30 Oktober.

Yang tidak diketahui Best adalah bahwa pihak Jerman sudah selangkah lebih maju darinya. Pengungsi yang memperkenalkannya pada Schaemell sebenarnya adalah seorang mata-mata Jerman—Franz Fischer namanya. Informasi tentang gerakan perlawanan yang didengar Best sebenarnya tidak ada. Bahkan Schaemell sendiri juga ada. Dia sebenarnya adalah Walter Schellenberg—29 tahun bekas pengacara yang sekarang memimpin Dinas Intel Luar Negeri Jerman. Selain memata-matai Best, dia juga ingin menghabisinya.

Rencana Schellenberg sangatlah sederhana. Setelah minggu depan, dia ingin membuat agen Inggris dan Belanda merasa aman, dengan berpura-pura menjadi teman kerjasama Dia kemudian akan memikat mereka dalam pertemuan yang akan memudahkannya menembus SIS dan mengetahui bagaimana operasi mereka.

Pertama-tama Schellenberg harus meyakinkan Best bahwa dia sungguh-sungguh bekerja melawan Nazı. Ketika dia kembali ke Belanda dari Jerman pada 30 Oktober, dia membawa dua orang teman tentaranya. Salah satunya berambut perak, dengan ketampanan model lama yang membuatnya seolah-olah seperti seorang aristokrat yang merasa kecewa dan menunggu waktu untuk menjatuhkan Nazi. Itu memang penyamaran yang masuk akal—banyak orang dari kalangan atas Jerman yang memandang Hitler sebagai orang biasa yang baru saja menjadi kaya.

Mereka menyeberang perbatasan, menuju Arnhem, tempat yang disetujui Best untuk pertemuan mereka. Tapi Best tidak ada di sana. Mereka menunggu. Setelah tiga per empat jam, ketika mereka mulai berpikir untuk pergi, mereka melihat dua bayangan mendekati mobil mereka. Tapi mereka bukanlah agen Inggris yang mereka tunggu. Mereka adalah petugas kepolisian Belanda. Mereka masuk ke dalam mobil Schellenberg dan dengan kasar memerintahkan untuk berjalan menuju ke kantor polisi.

Ini sama sekali bukan rencana Schellenberg. Dia bermaksud menipu mereka, tapi sekarang tampaknya mereka justru menangkapnya. Kepala Dinas Intelijen Luar Negeri tentu sangat berharga.

Di kantor polisi, Schellenberg dan teman-teman tentara nya diperiksa dengan teliti. Pakaian dan barang-barang mereka diperiksa dari atas sampai bawah. Di dalam saku tas salah satu teman Schellenberg yang terbuka dan siap diperk terdapat sekantung kecil aspirin. Sayangnya, itu bukan aspirin biasa. Aspirin itu adalah tipe khusus yang dikeluarkan untuk SS (schutzstaffel), korps militer elite Nazi, dan berlabel SS Sanitaetschauptamt (obat dinas utama khusus untuk SS) Ketika Schellenberg melihat pil-pil itu, wajahnya pucat pasi.

Schellenberg berpikir cepat, dia melihat ke sekeliling ruangan. Beruntunglah dia, karena petugas polisi yang memeriksa barang-barang sedang sibuk dengan tas lainnya. Dengan tangkas Schellenberg mengambil bungkusan aspirin itu dan menelan semuanya bersama dengan bungkusnya. Rasa pahit masih terasa di mulutnya ketika terdengar ketukan di pintu. Yang datang adalah Klop alias Coppens, teman agen Best. Schellenberg hanya dapat mengkhawatirkan hal terburuk yang akan datang.

Ternyata Klop datang untuk menyelamatkan mereka. Dia meminta maaf yang sedalam-dalamnya untuk ketidaknyamanan yang harus mereka rasakan. Dia meyakinkan mereka bahwa itu semua terjadi karena kesalahpahaman. Tapi Schellenberg tidak bodoh. Dia sangat mengerti apa yang sedang terjadi. Pihak Inggris dan Belanda masih mencurigai mereka, dan yang baru saja terjadi adalah sebuah ujian untuk mengungkapkan siapa sebenarnya mereka. Jika polisi berhasil menemukan sesuatu yang mencurigakan, seperti aspirin SS, mereka akan ditahan. 

Schellenberg sangat beruntung. Kertas perak pembungkus aspirin mencegah penyerapan obat itu dalam perutnya, yang jika terjadi dapat merusak tubuhnya.

Sejak saat itu, semua berjalan mulus bagi pihak Jerman. Mereka menuju ke markas besar SIS di Hague, dan dijamu dengan minuman anggur dan makan malam secara mewah. Hari berikutnya, Schellenberg dan teman-temannya diberi sebuah radio set dan nama panggilan. Mereka diminta untuk terus berhubungan melalui radio itu, dan pertemuan berikutnya akan segera diatur. Mereka saling berjabat tangan dan segera kembali ke perbatasan Jerman.

Setelah beberapa minggu, Schellenberg melakukan kontak harian dengan kelompok Best. Dua pertemuan berikutnya dijalankan, dan dia sekarang sangat yakin bahwa mereka menerimanya secara penuh.

Tapi kemudian hal yang tidak diharapkan terjadi. Gangguan itu tidak lain datang dari Heinrich Himmler kepala SS. Ada sebuah rencana pembunuhan yang ditujukan untuk Hitler—sebuah bom meledak tidak lama setelah dia meninggalkan sebuah perayaan di Munich. Hitler yakin bahwa SIS ada di balik rencana itu, dan meminta agar Best dan teman-temannya segera ditangkap.

Schellenberg memprotes keras. Ini dapat merusak rencana yang sudah dipikirkannya dengan hati-hati.

"Pihak Inggris sudah dapat kita bodohi," dia berdalih. "Coba pikirkan, berapa banyak informasi yang dapat aku pancing keluar dari mereka."

Tapi Himmler berucap pendek, "Sekarang, dengarkan aku. Tidak ada tetapi, yang ada hanya perintah Fuhrer—yang akan kau kerjakan."

Jadi, itulah yang terjadi.

Karena tidak ada pilihan, Schellenberg membuat rencana. Dia sudah menyusun agenda pertemuan berikutnya dengan pihak Inggris—di Venlo, sebuah kota kecil di perbatasan Belanda-Jerman. Dia sekarang menghubungi Alfred Naujocks dari SS dan membentuk satu pasukan yang terdiri dari 12 anggota SS untuk bergabung dengannya. Schellenberg memberi penjelasan singkat dan segera menuju perbatasan dengan orang-orang tersebut.

Naujocks berkarakter kejam, yang dikenal sebagai "orang yang memulai Perang Dunia II". Dua bulan sebelumnya, dia dan satu pasukan yang berisi orang-orang pilihan menggunakan seragam petugas kepolisian. Mereka berpura-pura melakukan penggerebekan pada sebuah stasiun radio milik Jerman di perbatasan Jerman-Polandia. Situasi ini memberikan kesempatan pada pihak Nazi untuk mengklaim bahwa mereka telah diserang Polandia, dan menjadi sebuah alasan untuk meyakinkan bangsa mereka sendiri, juga masyarakat dunia, untuk menyerang Polandia yang ingin mereka jadikan koloni Jerman.

Anehnya, Naujocks tidak terkesan pada Schellenberg, dan kemudian menjulukinya "si kecil bermuka pucat". Dia bertanya-tanya apakah dia sanggup menjalankan tugas mereka yang pasti sangat berbahaya ini.

Pertemuan dengan Best dilaksanakan pada pukul 02.00, di Cafe Backus, yang disituasikan sebagai wilayah netral, tidak dikuasai pihak manapun, di perbatasan Jerman-Belanda. Schellenberg merasa sangat gelisah dan memesan sebuah brandy untuk mengurangi ketegangan.

Akhirnya, pada pukul 15.20, hampir terlambat setengah jam, mobil Buick milik Best muncul. Mobil itu berbelok menuju gang di samping cafe. Best dan Klopk tapi Steven tetap tinggal di dalam mobil. Schellenberg berjalan seolah-olah akan menyambut mereka, tapi saat itu juga terdengar suara tembakan dan deru sebuah mobi ujung jalan. Itu adalah pasukan SS yang sejak tadi mengintai dari sisi jalan lain. Mobil itu mengarah tepat ke tengah-tengah arena tembak-menembak itu. Situasi ini melanggar semua peraturan tentang keadaan netral— Belanda tidak dalam keadaan perang dan pasukan Jerman tidak punya hak untuk melintas perbatasan. 

Kekacauan terjadi begitu cepat. Klop menarik pistol dan menembak ke arah Schellenberg yang berlari ke sisi yang lain. Mobil pasukan SS berhenti di ujung gang. Ada prajurit yang tergantung di pintunya dan dua senapan mesin bertengger di spatbor depan. Klop menunduk dan mengubah arah bidikannya. Dia melepaskan tembakan, dan sekali lagi menembak, nyaris mengenai Naujocks di kursi depan. Dia melompat dan membalas tembakan dari balik pintu mobil yang terbuka, sementara anak buahnya berpencar untuk melindunginya, senjata mereka terus menyalak.

Naujocks berlari ke arah Schellenberg dan berteriak di depannya "Pergi dari sini! Setelah ini, giliranmu kena tembak!"

Schellenberg menunduk mengitari sudut untuk menghindari tembakan dan berlari mendekati seorang prajurit SS. Sayangnya, orang ini tidak mendapat briefing dan tidak mengenali Schellenberg. Orang itu mengira dia adalah Best, karena keduanya sama-sama memakai kacamata. Prajurit itu menangkapnya dan menodongkan pistol ke wajahnya. 

Jangan bodoh," kata Schellenberg. "Jauhkan senjata itu dariku!"

Terjadilah pertarungan dan prajurit SS itu menarik pelatuk pistolnya. Schellenberg memegang tangannya dan merasa sebutir peluru berdesing di atas kepalanya. Saat itu Naujocks berlari dan memberitahu prajurit tersebut bahwa dia menangkap orang yang salah untuk kedua kalinya dalam satu hari, dia mungkin telah menyelamatkan nyawa "si kecil bermuka pucat".

Schellenberg memandang ke sekeliling sudut dan melihat Klop sudah terjatuh. Dia tertembak dan sekarang mencoba menyeberang jalan, dia menembakkan sisa-sisa peluru yang masih ada di pistolnya, tapi itu semua tak berguna. Senapan mesin ditembakkan dan mengenai lututnya, dia beringsut hingga akhirnya tak sadarkan diri. Saat juga pasukan SS menyeret Best dan Steven masuk ke dalam mobil mereka. Dua orang anggota SS berhenti untuk mengangkut Klop juga, mengikatnya ke mobil seperti sekarung kentang, tapi dia sudah mati. Mobil Jerman itu dijalankan memasuki wilayah mereka sendiri dengan deru mesin yang sangat keras dan jejak karet yang terbakar di atas aspal.

Setelah mereka meninggalkan lokasi, terasa ada keheningan yang aneh. Orang-orang yang akan melintas perbatasan dan para penjaga bermunculan dari pintu dan rumah-rumah, dan berdiri dengan mulut terbuka—tak bergerak. Asap mobil, karet yang terbakar, dan bau sisa-sisa selongsong peluru menyengat tajam. Genangan darah di mana-mana, kilauannya menambah suramnya suatu sore di musim gugur yang hampir lewat.

Operasi ini menghasilkan sukses besar untuk Schellenberg. Dia banyak belajar tentang metode SIS dan memusnahkan cabang kelompok Z di Belanda. Ancaman besar bagi Nazi telah dihapuskan oleh operasi ini dan perang baru berlangsung selama dua bulan.

 

Kelanjutannya

Insiden Venlo itu merupakan kesalahan besar yang memalukan pihak Dinas Rahasia Inggris dan menimbulkan reaksi hebat. Hitler memanfaatkan momen ini sebagai alasan untuk menyerang Belanda, tahun 1940, dengan mengklaim bahwa peristiwa ini membuktikan Belanda tidak netral sama sekali. Selanjutnya, ketika warga Jerman yang sungguh-sungguh bertentangan dengan Hitler mencoba untuk menghubungi agen intelijen Inggris, mereka diperlakukan dengan penuh kecurigaan dan pendekatan ini tidak pernah berhasil.

Setelah penangkapan, Best dan Steven diinterogasi oleh pihak Jerman dalam waktu yang sangat lama, dan mereka memberikan banyak informasi, Steven bahkan membawa daftar seluruh agen Inggris di Belanda saat dia masuk dalam perangkap Jerman.

Kedua orang ini dikirim ke kamp konsentrasi Sachsenhausen sampai akhir masa perang. Mereka bebas ketika kamp itu berhasil direbut pasukan Amerika pada April 1945. Steven meninggal pada 1965 dan Best tahun 1978.

Karir Schellenberg terus menanjak. Dia menjadi Kepala Intelijen Luar Negeri Nazi. Setelah perang, dia menetap di Italia, dan meninggal pada 1952. Naujocks juga selamat dari perang dan meninggal pada 1960.

 

 

---

Nukilan dari buku:

TRUE SPY STORIES

Kisah Nyata Mata-Mata Dunia

Oleh Paul Dowswell & Fergus Fleming

" ["url"]=> string(65) "https://plus.intisari.grid.id/read/553246667/penangkapan-di-venlo" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1650818637000) } } }