array(1) {
  [0]=>
  object(stdClass)#49 (6) {
    ["_index"]=>
    string(7) "article"
    ["_type"]=>
    string(4) "data"
    ["_id"]=>
    string(7) "3106385"
    ["_score"]=>
    NULL
    ["_source"]=>
    object(stdClass)#50 (9) {
      ["thumb_url"]=>
      string(111) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2022/01/21/thumbnail-intisariplus-buku-pe-20220121071006.jpg"
      ["author"]=>
      array(1) {
        [0]=>
        object(stdClass)#51 (7) {
          ["twitter"]=>
          string(0) ""
          ["profile"]=>
          string(0) ""
          ["facebook"]=>
          string(0) ""
          ["name"]=>
          string(13) "Intisari Plus"
          ["photo"]=>
          string(0) ""
          ["id"]=>
          int(9347)
          ["email"]=>
          string(22) "plusintisari@gmail.com"
        }
      }
      ["description"]=>
      string(55) "Demi anak, pengusaha otomotif rela menebus dengan uang."
      ["section"]=>
      object(stdClass)#52 (7) {
        ["parent"]=>
        NULL
        ["name"]=>
        string(8) "Kriminal"
        ["description"]=>
        string(0) ""
        ["alias"]=>
        string(5) "crime"
        ["id"]=>
        int(1369)
        ["keyword"]=>
        string(0) ""
        ["title"]=>
        string(24) "Intisari Plus - Kriminal"
      }
      ["photo_url"]=>
      string(111) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2022/01/21/thumbnail-intisariplus-buku-pe-20220121071006.jpg"
      ["title"]=>
      string(23) "Ampun Monsieur Peugeot!"
      ["published_date"]=>
      string(19) "2022-01-28 19:56:02"
      ["content"]=>
      string(15215) "

Intisari Plus - Sudah seminggu lamanya sebuah limusin hitam - Peugeot 403 meluncur setiap hari di Avenue Victor Hugo yang megah di Paris. Mobil mewah itu diparkir di seberang rumah jutawan mobil Roland Peugeot.

Sopir mobil lalu keluar, menyeka badan mobil, kaca, dan memeriksa ban. Orang-orang mengira mobil itu milik salah seorang kaya yang tinggal di jalan itu.

Yang jelas pengasuh anak-anak keluarga Peugeot sama sekali tidak curiga. Nona Jeanne Germanio tiap sore melewati mobil itu dengan membawa anak-anak asuhannya: Jean Philippe Peugeot (7) dan Eric Peugeot (4). Pada saat itu mereka biasa berjalan-jalan dengan mobil atau berjalan kaki.

Seandainya Germanio atau siapa saja lebih cermat memperhatikan limusin itu, mereka akan melihat sebuah lubang kecil di bagian bagasinya. Di dalamnya melingkar seorang pria yang mengintip gerak-gerik anak-anak Peugeot dari lubang yang sengaja dibuat. Ia mencatat kapan mereka keluar rumah dan kapan kembali.

Mobil mewah itu sebenarnya mobil curian, dilarikan dari jantung Kota Paris dua bulan sebelumnya. Kini sudah dicat warna lain. Dengan pelat nomor yang berbeda.

Hari Selasa sore, 12 April 1960, Jean Philippe dan Eric seperti biasa meninggalkan rumah. Germanio menemani mereka, begitu pula ibu mereka, Colette Peugeot. Hari itu Colette ada janji bertemu dengan para istri orang kaya di Klub Golf St. Cloud.

Mereka berempat masuk ke dalam mobil mereka, sebuah Peugeot tentu saja. Mobil meluncur pergi. Beberapa detik kemudian limusin hitam itu menguntit mobil keluarga Peugeot dari jarak yang tidak mencurigakan.

Ketika Ny. Peugeot masuk ke ruang klub untuk ngobrol perihal suaminya, anak-anak, liburan, dan pakaian dengan teman-temannya, Germanio dan kedua anaknya melewatkan waktu mereka.

 

"Eric pergi dengan tuan yang baik hati"

Jean Philippe dan Eric dengan gembira bermain ayunan, naik korsel, main jungkat-jungkit dengan papan seluncuran.

Rambut Eric yang pirang berkilat kena sinar matahari musim semi. Germanio mengawasi anak-anak itu dari sebuah bangku dekat tempat bermain. Tiba-tiba ia sadar bahwa ia tidak mendengar lagi teriakan kegirangan Eric. la juga tidak melihat Eric berlari-lari di rumput. la bangun dan berlari mendapatkan Jean Philippe.

"Mana Eric?" tanya gadis itu dengan cemas.

"Dia pergi dengan seorang tuan yang baik sekali. Ke sana lewat celah pagar," kata Jean Philippe yang memandangnya sambil tersenyum.

Dari celah pagar itu Jeanne Germanio tidak berhasil melihat siapa pun. Tidak "pria yang baik sekali itu", tidak pula mobilnya.

Dengan panik ia berlari ke dalam klub menceritakan hal ini pada majikannya. Dengan wajah pucat dan badan gemetar, Ny. Peugeot menanyai Jean Philippe yang mengulangi ceritanya bahwa Eric dibawa pergi oleh seorang tuan.

"Tuan itu tersenyum dan memberi Eric gula-gula," tambahnya.

"Mereka pergi menuju jalan raya."

Pencarian dilakukan di lapangan bermain. Lalu di bak pasir ditemukan sebuah sampul.

Pada sampul itu terdapat huruf-huruf besar yang diketik:
TUAN PEUGEOT. PENTING SEKALI.

Karena menduga mungkin sekali Eric diculik, Ny. Peugeot menjadi histeris, lalu menyuruh pengasuh anak-anaknya menelepon Roland Peugeot di kantornya di Paris. "Ceritakan apa saja yang terjadi dan minta ia segera datang kemari," katanya. Setelah menerima telepon dari Germanio, Roland Peugeot menelepon kawannya, Jean Verdier, kepala Surete (Scotland Yard-nya Prancis).

"Sekarang saya akan pergi ke klub. Tapi saya ingin kau mengerahkan orang-orangmu yang terbaik dalam kasus ini. Kau tidak ingin mengecewakan saya 'kan, Jean?"

Setelah itu Peugeot pergi ke Klub St. Cloud dan membuka sampul yang ditujukan kepadanya. Di dalamnya ada selembar kertas yang diketik.

"... Ambil uang 50 juta frank dari bank Anda. Uang kertas 5.000-an dan 10.000-an saja. Semuanya harus uang kertas yang pernah dipakai. Kami tidak mau menerima uang kertas baru. Kalau mencoba memberi tanda pada uang kertas itu, Anda tak akan lagi melihat Eric dalam keadaan hidup!"

"Anda punya waktu 48. Jam untuk melaksanakan permintaan kami. Jangan hubungi polisi. Taruh uang di dalam aktentas dan tunggu instruksi selanjutnya. Kami akan menelepon Anda dalam 48 jam ini."

"Laksanakanlah semuanya persis seperti yang kami minta. Kalau tidak putra Anda akan disiksa dan dibunuh!"

 

Disuruh memakai kacamata hitam

Malam itu keluarga Peugeot berunding di Avenue Victor Hugo. Perundingan diketuai oleh Jean Pierre Peugeot yang berumur 64 tahun. Ia pendiri pabrik mobil Peugeot dan pengaruhnya besar.

Ia sangat mencintai cucu-cucunya dan ia minta bantuan Surete. "Uang bukan soal," katanya sambil mengeluarkan £ 35.000. Yang penting, Eric. Kami harus mendapatkannya dalam keadaan sehat."

Malam berikutnya Roland Peugeot muncul dalam siaran berita di TV. Ia tampak tegang dan lesu. "Saya minta kepada orang yang mengambil putra saya untuk merawat anak itu baik-baik. Saya akan menerima tawaran mereka dan menunggu berita dari mereka di telepon. Polisi tak akan campur tangan dalam urusan ini dan saya akan menyerahkan sendiri uang tebusannya."

Dalam beberapa jam berikutnya telepon di rumah Peugeot kebanjiran panggilan. Kebanyakan datang dari wartawan, teman, dan orang-orang sejenis peramal yang menawarkan untuk "melihat" di mana Eric ditaruh, dengan bayaran yang kurang dari 50 juta frank tentu saja.

Peugeot memohon agar semua orang membiarkan teleponnya tidak terganggu. Supaya ia bisa menerima instruksi selanjutnya dari penculik. Kemudian tiba telepon yang diharapkan yang meminta Peugeot untuk segera membuka surat-surat yang datang keesokan hari pagi-pagi. "Ada surat dari kami. Lakukan saja yang diperintahkan, maka semuanya akan beres," kata si penelepon.

Roland Peugeot malam itu hampir tidak bisa tidur. Pagi-pagi buta ia sudah bangun dan menunggu tukang pos dengan tidak sabar. Ia sudah ada di depan pintu ketika tukang pos tiba. Ia merobek sebuah sampul yang memperlihatkan ketikan huruf-huruf merah. Di dalamnya tercantum instruksi sebagai berikut:

"Pukul empat sore ini Anda harus berada di muka rumah nomor 57 Avenue des Ternes. Bawa uang di aktentas. Pakailah topi dan kacamata hitam. Jangan pakai mobil, tapi naik metro (kereta api bawah tanah)."

"Berdirilah membelakangi toko. Wakil kami akan menghampiri Anda dan memberi kata sandi demikian: 'Inilah kuncinya’. Apapun yang terjadi jangan menoleh untuk memandangnya."

"Jika polisi hadir dan menangkap orang kami, Anda-tidak akan mendapat apa-apa. Ia cuma utusan, tidak tahu di mana Eric berada."

"Anak Anda anak yang baik dan cerdas, tapi ia sudah mulai jemu, demikian pula kami. Demi anak itu sendiri, jangan membuat kesalahan."

Pegawai Peugeot sudah menaruh uang 50 juta frank di dalam aktentas dan Roland Peugeot sendiri memeriksa apakah benar uang itu seperti yang dimaksud penculik. Sore itu dengan membawa aktentas berisi uang, ia naik metro ke stasiun yang paling dekat dengan Avenue des Ternes. Lalu ia berjalan ke tempat yang dimaksudkan penculik dan berdiri menghadap ke jalan.

Ia datang beberapa menit lebih awal, merasa tegang serta gelisah menunggu. Pukul 16.00 tepat ia mendengar seseorang di belakangnya berkata perlahan, "Inilah kuncinya."

Terasa aktentas yang dikempitnya diambil orang. Roland Peugeot lalu beranjak pergi tanpa bicara maupun menoleh.

la kembali ke rumahnya dan bersama istrinya berdoa memohon putra mereka kembali dengan selamat, sebab pada saat itu cuma itulah yang bisa mereka lakukan. Jam demi jam. Malam datang. Jumat Agung tiba.

Pagi-pagi telepon berdering. Madame Peugeot menyambar gagang telepon dan mendengar seseorang berkata, "Anda telah melakukan semuanya dengan baik. Anak Anda kini ada di dekat rumah Anda. Keluarlah, Anda akan melihatnya."

Sebenarnya keluarga Peugeot saat itu sudah tidak terlalu yakin Eric masih hidup. Jangan-jangan mereka menjadi korban penipuan, pikir mereka.

Kini dengan air mata bercucuran mereka menghambur ke luar dan melihat Eric berjalan ke arah mereka dengan dibimbing seorang laki-laki asing.

Roland Peugeot memeluk Eric dan berbicara dengan orang yang membimbing anaknya. Nama laki-laki itu Lucie Bonnet. "Saya sedang berjalan di dekat sini waktu saya melihat putra Anda menangis di tepi jalan. Ia menyebutkan alamatnya dan saya membawanya kemari," katanya.

 

"Mereka mengajak saya main kartu"

Eric Peugeot sudah selamat kembali ke rumah orang tuanya, tetapi komplotan yang menculiknya masih bebas berkeliaran. Surete didesak oleh sejumlah penduduk Paris ternama agar membekuk para kriminal itu. Dikhawatirkan bahwa anak-anak keluarga kaya tidak akan selamat kalau mereka dibiarkan hidup bebas.

Eric ditanyai dan anak umur empat tahun itu bercerita bahwa ia diajak naik mobil oleh dua orang pria. "Mereka sangat baik," katanya. "Mereka membolehkan saya nonton TV dan memberikan apa yang ingin saya makan. Saya mendapat yoghurt dan tidur di kamar besar. Agaknya menjemukan, tetapi mereka mengajak saya main kartu. Kadang-kadang saya mendengar kereta api lewat dan ruangan bergetar. Rasanya dekat Arc de Triomphe."

Polisi mengadakan pencarian di sekitar Arc de Triomphe, tetapi tidak ada jejak yang menunjukkan ruang di mana Eric pernah disekap. Pemeriksaan forensik menunjukkan bahwa mesin ketik yang dipergunakan oleh komplotan penculik sudah berumur kira-kira delapan tahun. Model populer yang biasa dipakai di kantor. Sebuah Jappy 3-17.

Kertas yang dipergunakan adalah kertas buatan Laroche & Joubert dengan cetak air (watermark) merpati sedang melayang dan kata-kata Champs Elysee. Kertas macam begini bisa dibeli di setiap penjual alat tulis-menulis.

Tujuh bulan berlalu dan polisi tidak bisa mengungkapkan hasil apa pun. Untuk menunjukkan bahwa usaha mereka untuk menangkap penculik anak Peugeot ini sungguh-sungguh, maka ditugaskanlah seorang detektif baru, Inspektur Guy Denis, untuk mengepalai penyelidikan.

Denis memanggil bawahan-bawahannya. Dengan tegas dia menyatakan, "Tidak ada gunanya memusatkan perhatian di Kota Paris. Anak umur empat tahun hampir tidak punya atau malah tidak punya rasa jarak dan arah."

"Menurut keyakinan saya, geng ini bermukim di luar kota, katakanlah sekitar 50 km di luar kota. Salah seorang di antara mereka pergi ke kota dan menelepon Peugeot dari bar."

"Yang sekarang harus kita lakukan adalah menemukan mesin ketik yang mereka pakai. Mesin ketik sulit dicuri, kecuali oleh seseorang yang bekerja di kantor. Lebih sulit lagi untuk dibuang. Orang tidak bisa menggadaikannya atau memberikannya kepada orang lain tanpa bisa ditelusuri."

"Saya pikir mesin ketik itu dibuang ke S. Seine atau dikubur di luar kota. Kalau hal terakhir ini yang betul, kita tidak akan bisa menemukannya."

"Cobalah mencarinya di dasar sungai. Saya punya indera keenam yang menyatakan bahwa saya benar."

Mencari sesuatu di dasar sungai bukanlah suatu pekerjaan yang mudah. Apalagi S. Seine bukan sungai kecil. Pencarian dilakukan dengan teratur. Lima bulan kemudian mesin ketik itu ditemukan di bawah sebuah jembatan S. Seine, tidak jauh dari Menara Eiffel. Seperti yang sudah dinyatakan oleh para ahli forensik, mesin ketik itu sebuah Jappy model 3-17.

Nomor serinya masih utuh dan dengan cepat ditelusuri mulai dari dealer-nya sampai ke pedagang kecilnya dan sampai pada pembelinya. Mesin ketik itu dibeli oleh Ny. Raymond Rolland yang kini sudah bercerai dari suaminya.

la didapati bekerja pada sebuah toko parfum dekat gedung opera di Paris. Ia menyatakan sudah berbulan-bulan tidak melihat mesin ketik itu dan juga tidak menjumpai mantan suaminya.

"Kalau Anda ingin bertemu dengan mantan suami saya, cari saja di beberapa kelab malam," katanya. "la senang berada dekat para wanita dan akan menghabiskan uang berapa saja untuk mereka."

 

Sasaran pertama anak Rothschild

Denis melaksanakan kunjungan ke beberapa kelab malam dan mendapatkan bahwa sejak bulan April, Rolland (24) hidup seperti orang kaya. Ia membeli sebuah mobil Peugeot baru, punya pacar bekas ratu kecantikan Denmark, dan sedang berlibur di daerah tempat ski di Megeve.

"Astaga!" pikir Denis. "Keluarga Peugeot sekarang sedang berlibur di sana!" Ketika itu permulaan Maret 1961. Denis dan anak buahnya cepat-cepat ke Megeve. Rolland yang berhasil melaksanakan penculikan pertama dengan berhasil pasti kini bermaksud mengulangi percobaan penculikan yang kedua.

Hari Sabtu, 4 Maret, Denis mengambil posisi di lereng Yang memungkinkan ia dapat melihat dengan jelas bungalo yang dipakai Rolland dan kawan-kawannya. Dengan teropong yang kuat Denis bisa melihat adanya enam orang di sana: Rolland dengan pacarnya yang pirang dan dua pasangan lain. Salah seorang wanita itu penari telanjang.

"Kita tunggu sampai fajar, lalu kita grebek bungalo itu. Mereka pasti terlalu kaget dan terlalu lelah untuk mengadakan perlawanan yang berarti," kata Denis kepada anak buahnya.

Ketika fajar menyingsing pada hari Minggu, para detektif dengan senjata terkokang menyerbu masuk bungalo. Mereka cuma menemukan Rolland di ranjang, berdua dengan pacarnya. Empat orang yang lain sudah pulang ke Paris malam hari dengan mobil.

Jalan-jalan segera diblokir. Mitra Rolland dalam perkara penculikan Eric Peugeot yaitu Pierre Larcher yang berumur 38 tahun berhasil ditangkap. Yang lain segera dibebaskan setelah ditanyai.

Rolland dan Larcher dibawa ke Paris. Larcher adalah seorang kriminal dengan daftar kejahatan yang sudah panjang. la biasanya mencuri dan juga terlibat dalam peristiwa-peristiwa kekerasan.

Rolland yang lebih "hijau" mengaku lebih dahulu. "Ya, kami menculik Eric," katanya.

"Tetapi gagasannya dari Larcher. la mendapat ide dari sebuah buku saku Amerika yang berjudul Kidnapping. Kami tahu bahwa anak yang akan diculik tidak boleh terlalu kecil sebab akan mudah sakit dan mati. Kami mencari di Who's Who dan memilih Peugeot. Tadinya kami bermaksud menculik anak Rothschild, tetapi tidak ada yang sesuai umurnya."

Raymond Rollandlah yang melingkar di bagasi mobil limusin sementara Larcher berpura-pura menjadi sopir. "Jangan khawatir. Takkan ada orang yang mendekati kita, kecuali kalau mau minta api," kata Larcher ketika selama seminggu mereka mengamat-amati keluarga Peugeot dari dalam mobil di Avenue Victor Hugo.

Rolland dan Larcher diadili tanggal 27 Oktober 1962. Sidang berlangsung selama empat hari. Dari kursi terdakwa Rolland berteriak, "Saya mohon ampun dari Monsieur Peugeot!" Pengadilan tetap menyatakan mereka bersalah dan masing-masing dijatuhi hukuman 20 tahun penjara.

Keluarga Peugeot berhasil mendapat kembali uang tebusan sebanyak £ 10.000. Untuk kesengsaraan yang mereka tanggung mereka juga mendapat kompensasi finansial. Sifatnya simbolis, jadi jumlahnya cuma 1
frank! (How To Snatch a Millionaire's Son)

" ["url"]=> string(67) "https://plus.intisari.grid.id/read/553106385/ampun-monsieur-peugeot" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1643399762000) } } }