array(1) {
  [0]=>
  object(stdClass)#49 (6) {
    ["_index"]=>
    string(7) "article"
    ["_type"]=>
    string(4) "data"
    ["_id"]=>
    string(7) "3605757"
    ["_score"]=>
    NULL
    ["_source"]=>
    object(stdClass)#50 (9) {
      ["thumb_url"]=>
      string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2022/12/12/agar-jadi-lelaki-sejati_kelsey-c-20221212090417.jpg"
      ["author"]=>
      array(1) {
        [0]=>
        object(stdClass)#51 (7) {
          ["twitter"]=>
          string(0) ""
          ["profile"]=>
          string(0) ""
          ["facebook"]=>
          string(0) ""
          ["name"]=>
          string(13) "Intisari Plus"
          ["photo"]=>
          string(0) ""
          ["id"]=>
          int(9347)
          ["email"]=>
          string(22) "plusintisari@gmail.com"
        }
      }
      ["description"]=>
      string(146) "Kepolisian Salzburg menangani pembunuhan wanita panggilan kelas atas, yang baru saja melakukan pesta seks gila-gilaan di rumah lelaki homoseksual."
      ["section"]=>
      object(stdClass)#52 (8) {
        ["parent"]=>
        NULL
        ["name"]=>
        string(8) "Kriminal"
        ["show"]=>
        int(1)
        ["alias"]=>
        string(5) "crime"
        ["description"]=>
        string(0) ""
        ["id"]=>
        int(1369)
        ["keyword"]=>
        string(0) ""
        ["title"]=>
        string(24) "Intisari Plus - Kriminal"
      }
      ["photo_url"]=>
      string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2022/12/12/agar-jadi-lelaki-sejati_kelsey-c-20221212090417.jpg"
      ["title"]=>
      string(23) "Agar Jadi Lelaki Sejati"
      ["published_date"]=>
      string(19) "2022-12-12 09:04:31"
      ["content"]=>
      string(30752) "

Intisari Plus - Kepolisian Salzburg menangani pembunuhan wanita panggilan kelas atas. Wanita itu baru saja melakukan pesta seks gila-gilaan di rumah lelaki homoseksual.

--------------------

Inspektur Richard Rademacher dari departemen penyelidikan kriminal di Kepolisian Salzburg seakan-akan tak pernah merasa lelah. Begitu pun pada hari Minggu, 18 Februari 1978. Meski sudah pukul 18.00, dia masih sibuk di kantor.

Rademacher bertubuh kecil, ramping, berambut coklat panjang dan berombak. Wajahnya pucat seperti penyair. la selalu berpakaian rapi dan bercukur bersih.

“Selama 26 tahun melakukan investigasi, baru kali ini saya menjumpai kasus kriminal yang begini membingungkan,” katanya dengan suara tinggi, jelas, keras, dan tanpa emosi. Secara fisik hebat, ia juga dikenal sebagai polisi yang tak kenal belas kasihan. 

“Memang membingungkan. Mula-mula histeris, sekarang oleh pengacara yang honornya seribu dolar sejam ia malah disarankan tutup mulut,” kata asistennya Sersan Detektif Pitt Krimzsky. Mereka sedang membicarakan tersangka pelaku pembunuhan yang kini berada dalam tahanan. 

Sersan Detektif Pitt Krimzsky bertubuh jangkung dengan rambut cokelat keriting serta dagu menonjol. Meski usianya hampir 20 tahun lebih muda daripada Richard Rademacher, ia tak sekuat atasannya yang mampu bekerja 17 jam sehari. 

 

Korban telanjang

Kesibukan mereka berawal dari laporan lewat telepon tentang pembunuhan di Mozart Street 12. Di tempat kejadian perkara (TKP), berupa apartemen yang indah dan mahal, ditemukan dua wanita. Yang seorang meninggal, seorang lagi terluka. Semua dalam keadaan bugil.

Karena jaraknya ke TKP lebih dekat, Sersan Pitt Krimzsky sampai lebih dulu daripada pimpinannya.

Menurut para tetangga, mereka terbangun karena mendengar teriakan-teriakan minta tolong seperti dalam perkelahian. Rupanya bersumber dari dua gadis itu. Mereka menghampiri pintu. Setelah melihat ada gadis tergeletak di lantai kamar tidur, diperkirakan sudah meninggal, mereka cepat-cepat menelepon polisi. Dugaan para tetangga, kedua gadis itu sahabat si penghuni apartemen. Kata mereka, tampaknya baru ada pesta seks gila-gilaan yang kemudian berubah menjadi ajang kekerasan.

Laporan petugas di TKP menunjukkan, memang ada pesta seks di apartemen tersangka. Selain pakaian kedua gadis yang tersampir rapi di sandaran kursi, ada dua helai pakaian tidur transparan yang sangat seksi tergeletak di ruang tidur. Juga ada dua kopor mahal berisi alat-alat seks dan gambar-gambar porno heteroseksual. Namun gambar-gambar porno homoseksual juga ditemukan. Dari kartu identitas kedua wanita, yang ditemukan di dalam koper, Inspektur mengetahui nama dan kebangsaan mereka.

Korban tewas Helga Schmidt (21) bertubuh besar dan cantik. Kepalanya telah dipukul dengan benda berat yang bentuknya tidak beraturan. Diduga benda yang menyebabkan ia berlumuran darah itu adalah patung pria telanjang terbuat dari perunggu yang ditemukan dekat tubuhnya. Kini patung itu sedang diperiksa oleh para teknisi di laboratorium polisi.

Helga tergeletak di lantai kamar tidur berlapis karpet, di antara pintu dan ranjang. Karpet sekitar kepalanya basah oleh darah segar, tetapi tak ada tanda-tanda kekerasan lain di tubuhnya. Tampak seperti tidur saja, dokter rumah sakit yang datang bersama kru ambulans tak menemukan tanda-tanda kehidupan.

Saksi yang masih hidup seharusnya bisa diharapkan memberikan keterangan, tetapi saat ini ia masih koma, sehingga belum bisa diajak berbicara. Sama seperti rekannya yang terbunuh, saksi juga berkebangsaan Jerman, bernama Renate Braun. Inspektur yakin ia seorang wanita panggilan profesional dan mahal. Renate Braun kemudian dibawa ke rumah sakit.

Di ruangan itu tidak ditemukan bekas minuman atau makanan, juga tidak ada gelas atau piring kotor. Tetapi ada dua handuk basah di kamar mandi yang mengindikasikan kedua wanita itu habis mandi. Selain itu ada sebuah t-shirt, dua celana jins laki-laki tergeletak di lantai ruang tamu dan dua celana dalam laki-laki dari sutera mahal berwarna merah muda kekuning-kuningan yang dilemparkan ke atas kap sebuah lampu. Namun masih ada pakaian berukuran lebih besar yang ditemukan di dalam kamar mandi. Rupanya ada dua lelaki menghuni apartemen itu.

Dihadapkan pada bukti-bukti seperti itu, Inspektur sampai pada kesimpulan penghuni apartemen itu biseksual. Mereka membawa sepasang wanita panggilan mahal untuk melakukan pertunjukan malam. Barangkali di tengah pesta seks itu timbul pertengkaran yang berubah menjadi perkelahian yang berakibat fatal. Logis saja, Inspektur menganggap dua laki-laki yang kini menghilang itu sebagai tertuduh utamanya.

Di lain pihak petugas laboratorium dan dr. Harz tidak sependapat. Menurut mereka, segala hal di apartemen itu hanya mengindikasikan hubungan homoseksual. Pasangan lelaki itu tak pernah berpikir untuk mengundang sepasang wanita yang akan mempertunjukkan atraksi sepasang king cobra. Inspektur melewatkan sisa hari itu hanya untuk mengomel dan menggerutu sambil terus mencoba untuk menggali berbagai informasi dari seseorang, yakni pengelola gedung.

Untunglah ia memperoleh sukses. Menurut sang pengelola, apartemen itu dihuni Klaus Winkler dan Leopold Floer. Tanpa banyak kesulitan, Inspektur mendapatkan data, khususnya tentang Klaus Winkler.

Naluri detektif sang inspektur tergelitik. Ia memutuskan untuk mencari Klaus Winkler di rumah orang tuanya.

 

Ingin anak perempuan

Kecepatan berpikir dan bertindak Inspektur membuahkan hasil. Dugaannya benar. Klaus Winkler ditemukan di rumah orang tuanya. Ketika polisi patroli datang, pemuda itu sedang duduk di salah satu kursi empuk di ruangan tamu dengan tubuh menunduk dan tangan menutupi wajahnya. Ia tampak dalam keadaan fly, entah karena obat bius atau syok.

Orang tua Klaus menyangkal tahu kasus itu. Mereka beranggapan kedatangan Klaus hanya kunjungan rutin biasa.

Setelah mengingatkan akan hak-haknya, Inspektur kemudian membawa Klaus ke kantor polisi pusat. Melihat penangkapan itu, si ayah sigap bertindak dengan menyiapkan beberapa pengacara. Belakangan malah para pengacara itu melarang Klaus untuk berbicara sepatah kata pun. Keadaan bungkam seribu bahasa itulah yang membuat Inspektur pusing tujuh keliling.

Dari interogasi awal belum ada informasi penting yang berhasil diperoleh. Rademacher belum tahu apa status Winkler saat itu, tertuduh atau korban. Tetapi ia tak menyerah begitu saja.

Status Winkler segera menjadi tertuduh tak lama setelah datang petugas yang mengambil sidik jarinya. Terbukti sidik jarinya sama dengan sidik jari yang terdapat pada patung perunggu dan melekat pada cairan darah yang melumuri patung tersebut.

Untuk lebih memahami kasus tersebut, Rademacher memutuskan akan menanyai orang tua Winkler secara terpisah. Yang mendapat giliran pertama adalah ayah Winkler. Di hadapan polisi pria ini langsung berterus terang.

“Saya yakin Anda menyadari bahwa putra Anda seorang homoseksual,” kata Inspektur.

Winkler menjawab, “Ya, saya sadar,” katanya pendek.

“Anda yakin putra Anda mampu berhubungan dengan wanita?” tanya Inspektur.

“Sama sekali tidak,” jawab Winkler. la berhenti sejenak. Beberapa menit kemudian ia tiba-tiba menangis tersedu-sedu sambil marah-marah.

“Ini semua karena Frieda! la menghancurkan Klaus! Frieda selalu menginginkan anak perempuan dan ia memperlakukan Klaus sebagai anak perempuan. Ia memakaikan Klaus rok. Bahkan saat berumur 10 tahun pun Frieda memberinya mainan boneka! Itu bukan kesalahan Klaus!”

“Anda ‘kan bisa berbuat sesuatu, Pak Winkler,” kata Inspektur.

“Tentu,” kata Winkler. “Saat ia berusia 16 tahun, saya mengirimnya ke sekolah berasrama. Saya pikir, mereka bisa membuatnya menjadi laki-Iaki sejati, tetapi ternyata sudah terlambat.”

“Apakah Anda sudah mencoba memanfaatkan pengobatan psikiatri?” tanya Inspektur. “Klaus tidak mau kompromi,” kata Winkler. “Akhirnya, saya menyerah. Ia ingin pergi ke Salzburg, kuliah di akademi, dan minta apartemen sendiri. Semua yang dia minta saya penuhi. Memangnya apa lagi yang bisa saya perbuat?” 

“Anda tahu dia tinggal bersama seorang laki-laki bernama Leopold Floer?” tanya Inspektur.

“Saya sama sekali tak tahu dan tidak ingin tahu tentang kawan-kawannya,” jawab Winkler.

Wawancara terhadap Ny. Winkler berlangsung lebih singkat, tetapi sudah cukup untuk mengonfirmasikan kebenaran yang sebelumnya dikatakan suaminya.

Einrich Winkler (48), orang tua tersangka yang pemilik Winkler Metal Forming Company di Anthering dan istrinya yang cantik Frieda (44) berusaha meyakinkan Rademacher bahwa mereka tidak tahu apa-apa soal affair anaknya, meskipun sang Inspektur tetap meragukan keterangan mereka.

Semula, kunjungan Inspektur diharapkan memberikan angin bagi kebebasan Klaus. Tapi ternyata harapan itu terbang melayang seperti kapas tertiup angin. Inspektur, sama kecewanya dengan orang tua Klaus, pada akhirnya bisa menerima kenyataan tak bisa menemukan jawaban yang dicari.

 

Baru berhubungan intim

“Telepon kembali rumah sakit, tanyakan kondisi korban, apakah sudah memungkinkan untuk diajak bicara,” kata Inspektur sekembali di markas.

Sersan mengangkat gagang telepon di mejanya dan memutar nomor yang dimaksud. Pembicaraan di telepon berlangsung sangat singkat. Kedengarannya nada bicara orang yang menerima di ujung sana tak terlalu ramah. Pitt Krimzsky segera meletakkan kembali gagang telepon itu!

“Mereka bilang, meski sudah sadar, korban belum bisa melayani wawancara. Menurut tanda pengenalnya, usianya 22 tahun.”

‘‘Berdasarkan pengalaman di kepolisian,” kata Inspektur, “saya yakin gadis itu seorang profesional. Itu kenyataan. Ada perkembangan baru dari wakil ketua regu, khususnya tentang Leopold Floer?”

“Sejauh ini tidak ada,” sahut Pitt Krimzsky bangkit dari kursinya, lalu meninggalkan kantor. Beberapa anggota regunya telah diperintahkan untuk mengidentifikasi para saksi, menyebarkan 10.000 lembar selebaran gambar wajah Leopold, dan penayangan berita pencarian si pelaku baik di media cetak maupun elektronik. Sambil menunggu hasil pencarian itu, Krimzsky ingin istirahat sejenak. Hari itu terasa sangat panjang sejak ia bangun pada dini hari pagi tadi. 

Saat berada sendirian di kantor, Richard Rademacher bangkit dari mejanya, menghampiri jendela dan menatap salju yang menyelimuti pemandangan di luar. Hari sudah gelap dan lampu-lampu jalan mulai menyala. Dari beberapa kaca toko juga menyorot cahaya lampu, tetapi cuma ada sedikit pejalan kaki di jalanan. Kendaraan pun tak banyak. Salzburg, yang terletak di perbatasan antara Jerman dan Austria, benar-benar sangat cantik. Kota bersejarah dan penduduknya cenderung menghabiskan akhir minggu mereka dengan tenang begitu musim turis berlalu.

Meskipun tak terlihat dari kantor, Rademacher bisa membayangkan Sungai Salzach mengalir berliku-liku ke utara kota dan membentuk batas nasional. Di arah yang sama, sekitar 3 mil jauhnya terletak Anthering, desa asal Klaus Winkler sebelum datang ke Salzburg lima tahun lalu. Klaus Winkler yang saat itu berusia 17 tahun terdaftar sebagai mahasiswa pada Akademi Seni Rupa Salzburg. Sebagai anak orang kaya, pemuda itu bersikap cuek pada orang sekitarnya. Yang membedakannya dari pemuda-pemuda lain adalah perilakunya yang agak kewanitaan.

Untuk sementara hanya secuil informasi itulah yang diketahui oleh Rademacher tentang Klaus Winkler. Selain itu tentu saja pria tersebut kini menjadi salah satu tersangka pelaku pembunuhan bersama pasangannya, Leopold Floer, yang belum jelas di mana rimbanya.

Inspektur Rademacher menarik napas panjang, mengangkat telepon guna melaporkan di mana ia bisa dihubungi. Ia segera meninggalkan kantor untuk pergi ke kamar mayat tempat autopsi jenazah korban dilakukan.

Ternyata autopsi sudah rampung. Dr. Egon Harz, yang bertubuh kurus, berpipi cekung, berwajah panjang dan pucat, dengan rambut hitam lurus panjang terikat sedang mencuci tangan. Mayat korban yang dihiasi sayatan autopsi tergeletak di atas meja marmer.

Inspektur memeriksa dengan tenang.

“Bagaimana?” tanyanya.

“Identik dengan laporan saya di lapangan,” kata dokter.

“Korban dibunuh kurang dari satu jam sebelum kita sampai di TKP. Penyebab kematian adalah retaknya tulang tengkorak. Bisa jadi akibat pukulan patung.”

“Soal seks?” tanya Inspektur. 

“Rupanya korban baru saja bersenang-senang,” kata sang dokter. “Ditemukan banyak cairan sperma.”

“Tidak mungkin!” kata Inspektur. “Lelaki itu ‘kan homoseksual.”

Dokter mengangkat bahu tanpa berkata apa-apa.

“Baiklah!” kata Inspektur dengan nada tak percaya. Ia bergegas meninggalkan ruang autopsi.

Saat ia kembali ke kantor, Sersan telah kembali dari departemen polisi asusila. Sersan melaporkan kedua wanita itu bukan pekerja seks resmi. Mereka WTS kelas tinggi alis penghibur erotis profesional. Sangat bagus tapi juga mahal tarifnya.

“Tapi bagaimana bisa berakhir kacau seperti ini?” tanya Rademacher. 

Sersan tidak menjawab apa-apa karena memang tak ada yang dapat dikatakan. Inspektur sudah tahu segalanya tentang kasus itu, sementara ia belum siap untuk melakukan spekulasi. 

 

Penyamaran terbongkar

Belum selesai Sersan melapor, tiba-tiba terdengar ketukan di pintu. Seorang polisi muda mengaku menangkap pelaku yang dicari. Siapa sangka proses pencarian itu begitu mudah. Gara-gara si pelaku yang dicari alias Leopold meminta izin untuk bertemu dengan Klaus. 

Saat itu Leopold sempat menyamar dengan mengenakan cambang dan kacamata. Untung petugas bisa mengenali penyamarannya. Untuk tidak membuat Leopold curiga petugas sempat mengizinkannya menemui Klaus selama beberapa menit. Menurut laporan, tampak benar pasangan itu saling berpegangan tangan. Samar-samar petugas mendengar, Leopold berjanji akan mengeluarkan Klaus dari kurungan. 

Begitu keluar dari ruang kunjungan, Leopold segera dibekuk tanpa sempat berusaha melarikan diri. 

“Sebutkan siapa namamu?” tanya Sersan Pitt Krimzsky begitu menemui Leopold di ruang interogasi. Tampak perasaan lega dan puas tercermin di wajah Sersan. 

“Leopold Floer,” jawabnya dingin. 

“Kamu dikenai tuduhan terlibat pembunuhan, apa kamu akan menyangkalnya?”

“Tidak! Memang saya pelakunya. Saya sengaja datang kemari untuk menyerahkan diri,” ujarnya mantap.

Inspektur dan Sersan sempat kaget mendengar pernyataan itu. 

“Tapi mengapa kamu harus menyamar?”

“Saya tidak ingin menjadi tontonan orang karena wajah saya sudah disebarluaskan di seluruh pelosok. Saya takut ada orang mencelakai saya.”

“Hah! Rupanya kamu masih takut mati! Apa benar kamu menjanjikan bahwa Klaus dapat segera keluar dari sini?”

“Karena memang dia tidak bersalah. Saya, saya sendirian yang melakukannya! Dua wanita tunasusila itu pun datang karena undangan saya.”

“Oh, ya? Untuk apa?”

“Karena saya bosan dengan Klaus, saya ingin Klaus meninggalkan saya.”

Lebih lanjut Leopold mengaku kenal baik Klaus Winkler, bahkah sampai sedetail-detailnya. Sangat tidak mungkin bagi Klaus bergaul dengan wanita, baik WTS maupun sebaliknya. Klaus tidak suka pada wanita. Baginya hanya ada seorang wanita di dunia, yaitu ibunya sendiri.

Sersan memanggil petugas, memerintahkan mereka untuk menahan Leopold.

Tapi tiba-tiba, “Tunggu!” terdengar suara keras Inspektur. 

Suasana sempat hening beberapa saat. Sementara Sersan Pitt Krimzsky duduk berhadapan dengan Leopold, Inspektur hanya berdiri di sudut ruangan sambil menatap Leopold dari belakang.

Suara tinggi Inspektur menggelegar di ruangan itu, “Lalu apa argumenmu dengan hanya ada sidik jari Klaus Winkler di patung alat pembunuh! Lupakan saja upayamu menipu saya dengan semua cerita bohongmu itu! Jawab!”

Kali ini Leopold tak berkutik. la hanya terdiam kaku, tangannya tampak gemetar. 

“Benar bukan, bahwa bukan kamu pelakunya?”

“Saya,.... Memang bukan! Tapi, Klaus tidak sengaja melakukannya. la tidak bersalah!”

Meski mampu menelanjangi Leopold, Inspektur belum bisa menduga apa motif Klaus melakukan pembunuhan Dari penampilannya, orang bisa dengan segera menyimpulkan Winkler adalah seorang homoseksual, apalagi barang-barang yang ditemukan di apartemennya menguatkan sinyalemen itu.

Lantas, mengapa dua wanita pelacur yang cantik dan seksi itu datang ke apartemennya? Apa pula yang diperbuatnya dengan mereka? Inspektur tak dapat menemukan jawabannya dengan mudah.

Informasi lengkap tentang pembunuhan ini baru akan bisa dikorek dari tersangka Klaus Winkler lewat interogasi. Namun untuk sementara, hal itu belum dilakukan. Tampaknya polisi memerlukan seorang interogator yang piawai karena tersangka Klaus Winkler sangat labil. Ia sangat sulit diajak bicara. la tampak syok berat sampai-sampai tak bisa menjelaskan apa yang telah terjadi secara rasional. la mengaku jangan-jangan dirinya sudah benar-benar gila. Sudah kehilangan sentuhan dengan kenyataan.

Yang jelas, menurut Inspektur, Klaus sekarang tak lagi membutuhkan pengacara mahal yang telah disewa orang tuanya. Padahal ketiga orang itu sekarang sedang menunggu di bagian depan kantor. la bisa memperkirakan berapa biaya untuk membayar seorang saja pengacara, yang duduk menunggu selama beberapa hari di kantor polisi.

Keadaan menyulitkan tersebut membuat Inspektur Radamacher tak lelap tidur beberapa malam, sama seperti pada setiap kasus yang selalu membuatnya hanya tidur sebentar setiap hari.

 

Tamu tak dikenal

Inspektur melakukan pendekatan pada Winkler dan menanyai apakah ia bersedia membuat pernyataan. Pemuda itu menatap Inspektur dengan pandangan bingung. la tampak linglung, tak sadar atas apa yang terjadi.

Dengan berat hati, Inspektur mengatakan bahwa Leopold sudah mengaku ia bukan pelaku tindak pembunuhan itu.

“Satu-satunya tersangka pelaku pembunuhan tinggal kamu. Kalau kamu mengaku, siapa tahu hukumanmu bisa dipertimbangkan untuk dikurangi.”

Tiba-tiba Klaus terguguk. Tubuhnya terguncang-guncang. Dengan suara sengau ia pun menyatakan bersedia. Tentu saja Rademacher senang.

“Waktu itu hari Sabtu sekitar pukul 23.00 lebih sedikit. Leo tidak pulang dan saat itu saya sedang bersantai membaca buku,” kata Klaus Winkler mengawali pernyataannya.

“Saya tak mengharapkan kedatangan siapa pun. Tiba-tiba bel pintu berbunyi. Saya pikir, Leo berubah pikiran untuk pulang. Sesaat saya tertegun, Leo ‘kan memegang kunci sendiri, mengapa ia harus membunyikan bel? Saya bangkit dan membukakan pintu.”

“Dua orang gadis yang tak saya kenal berdiri di luar. Selama hidup saya tak pernah melihat salah seorang pun dari mereka. Saya kira mereka salah alamat.”

“Sebelum saya sempat berkata apa-apa, wanita bertubuh besar yang kemudian terbunuh itu, berkata, ‘Apakah ini alamat Raymond Huncke?’”

“Saya tak kenal Raymond Huncke. Anda tentu salah alamat.”

“Katanya, ‘la pasti tinggal di sini dan ia memberi kami alamat ini. Bolehkah kami masuk sebentar? Kami datang dari jauh dan sangat lelah.’”

“Tentu, silakan masuk,” kata saya, “setelah mereka masuk, saya menawari mereka minuman.”

“Sambil tertawa mereka berkata tidak ingin minum saat bertugas. Kelakuan mereka sangat lucu, misalnya mengelilingi apartemen dan mengambil sesuatu di ruangan itu untuk diamati.”

“Melihat tingkah laku kedua gadis itu saya naik pitam, ‘Lebih baik kalian pergi sekarang. Kawan saya akan segera pulang dan ia sangat pencemburu.’ Saya ingin mereka tahu saya tidak tertarik pada wanita.”

“Mereka tertawa genit dan wanita yang bertubuh kecil pergi ke kamar mandi. ‘Hai, apa yang kau lakukan di kamar mandiku?!’ teriak saya. Wanita itu keluar dan mulai melucuti pakaiannya. ‘Aku mau mandi. Memang itu ‘kan fungsi kamar mandi,’ katanya.”

 

Satu lawan dua

“Saya pikir wanita itu benar-benar sudah gila. Ketika saya berbalik, ternyata wanita yang satu lagi pun sedang melucuti pakaiannya.”

“Saat itu saya mulai kalap dan berteriak mengusir kedua gadis tersebut, tetapi mereka tak peduli. Bahkan setelah mandi mereka menuju ruang keluarga dan mondar-mandir dalam keadaan bugil dengan tarian cabul.”

“Saya hanya duduk di kursi. Saya pusing, rasanya saya jadi gila. Yang jelas saya tak percaya pada apa yang terjadi.”

“Tiba-tiba kedua wanita itu menerkam saya. Salah seorang di antaranya mencium bibir saya! Rasanya makan siang saya hampir saja saya muntahkan lagi. Saya benar-benar mual! Mereka melucuti pakaian saya, tanpa bisa saya tolak. Anda takkan percaya betapa kuatnya mereka.”

“Saya berontak berteriak, tetapi mereka terus melucuti-pakaian saya. Setelah itu, mereka melakukan rangsangan seksual ke seluruh tubuh saya. Mereka tertawa-tawa seperti orang gila.”

“Bagian yang terburuk, mereka berusaha memuaskan saya, tentu saja bukan diri saya yang sebenarnya, tetapi raga saya. Celakanya, mereka berhasil. Saya jijik dan juga takut. Saya berusaha sekuat tenaga melepaskan diri dari mereka lalu lari ke kamar tidur. Saya pikir saya bisa mengunci pintu dan berteriak minta tolong lewat jendela.”

“Tetapi gerakan mereka cepat sekali. Dalam hitungan detik mereka telah mendorong saya ke ranjang dan…”

“Dalam situasi seperti itu, saya merasa putus asa. Ketika salah satu tangan dalam posisi bebas saya meraba-raba ke sekeliling mencari sesuatu untuk mempertahankan diri. Akhirnya saya berhasil memegang patung kecil Adam yang kemudian saya hantamkan ke wanita yang bertubuh besar itu. Tidak ingat lagi berapa kali saya mengayunkan benda itu ke tubuhnya. Saya sudah tidak sadar karena takut dan jijik.”

“Beberapa saat kemudian wanita yang satu lagi mencoba lari. Tanpa pikir panjang saya timpukkan patung itu ke arahnya, ia pun jatuh tersungkur. Saya kabur dan saya duga setelah itu para tetangga mulai berdatangan.”

Selama Klaus bersaksi, baik Inspektur Rademacher maupun sang Sersan menyimak dengan saksama. Inspektur serasa tidak dapat percaya sepatah kata pun. Sang Sersan pun menganggap ini peristiwa yang sangat tidak masuk akal, yang belum pernah didengar seumur hidupnya.

Setelah memberikan pernyataan, Klaus dibawa kembali ke selnya.

“Menurutku, ia mengatakan yang sebenarnya. Pengacara tak mungkin menyuruhnya. Jika tidak benar-benar melakukannya, mana mungkin ia hafal sampai sedetail itu. Saya yakin apa yang diceritakan itu pasti benar,” kata Inspektur.

“Tak mungkin,” kata Sersan Pitt krimzsky. “Ini gila. Rasanya janggal sekali ada WTS cantik yang masih muda memerkosa seorang homoseksual di apartemen mereka secara gratis.”

Dugaan Sersan terbukti salah. Dalam penyelidikan lebih lanjut saksi WTS cantik yang selamat benar-benar mengaku memerkosa Klaus Winkler di apartemen Klaus. Tetapi satu hal, itu dilakukan tidak secara gratis.

Dalam pernyataannya di hari yang sama, Renate Braun membenarkan setiap detail kisah yang diceritakan oleh Klaus Winkler kepada polisi.

Renate menambahkan sebuah informasi penting untuk melengkapi keterangan yang belum dijelaskan mengenai dirinya dan rekannya yang sudah tewas.

“Kami disewa,” katanya. “Dua ribu lima ratus dolar dan segala ongkos ditanggung. Jika tahu begini akhirnya, saya akan melemparkan uang itu ke wajahnya.”

“Wajah siapa?” tanya Inspektur tidak sabar lagi.

“Wajah Einrich Winkler!” seru Renate Braun. 

Lalu apa kata ayah Klaus, Einrich Winkler, kepada polisi beberapa waktu kemudian saat dipanggil untuk dilakukan cross-check informasi? “Saya pikir itu akan menjadikan Klaus lelaki sejati,” katanya dengan penyesalan mendalam.

Pada26 Juni 1978 Klaus Winkler menyatakan dirinya tidak bersalah atas pembunuhan itu. Alasannya, tindakan tersebut dilakukan untuk mempertahankan diri. Meskipun bersimpati kepadanya, para hakim memutuskan Klaus Winkler bersalah. Ia diganjar hukuman tujuh tahun penjara. Tentu saja di penjara pria. (John Dunning)

Baca Juga: DNA Kembar Tiga Buka Rahasia

 

" ["url"]=> string(68) "https://plus.intisari.grid.id/read/553605757/agar-jadi-lelaki-sejati" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1670835871000) } } }