array(4) {
  [0]=>
  object(stdClass)#61 (6) {
    ["_index"]=>
    string(7) "article"
    ["_type"]=>
    string(4) "data"
    ["_id"]=>
    string(7) "3517151"
    ["_score"]=>
    NULL
    ["_source"]=>
    object(stdClass)#62 (9) {
      ["thumb_url"]=>
      string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2022/10/09/ada-tiga-ayala_alireza-zarafshan-20221009072439.jpg"
      ["author"]=>
      array(1) {
        [0]=>
        object(stdClass)#63 (7) {
          ["twitter"]=>
          string(0) ""
          ["profile"]=>
          string(0) ""
          ["facebook"]=>
          string(0) ""
          ["name"]=>
          string(13) "Intisari Plus"
          ["photo"]=>
          string(0) ""
          ["id"]=>
          int(9347)
          ["email"]=>
          string(22) "plusintisari@gmail.com"
        }
      }
      ["description"]=>
      string(129) "Sesosok manusia perlahan merayap keluar dari semak-semak, dengan tubuh penuh luka parah. Pelakunya pun segera diburu oleh polisi."
      ["section"]=>
      object(stdClass)#64 (8) {
        ["parent"]=>
        NULL
        ["name"]=>
        string(8) "Kriminal"
        ["show"]=>
        int(1)
        ["alias"]=>
        string(5) "crime"
        ["description"]=>
        string(0) ""
        ["id"]=>
        int(1369)
        ["keyword"]=>
        string(0) ""
        ["title"]=>
        string(24) "Intisari Plus - Kriminal"
      }
      ["photo_url"]=>
      string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2022/10/09/ada-tiga-ayala_alireza-zarafshan-20221009072439.jpg"
      ["title"]=>
      string(14) "Ada Tiga Ayala"
      ["published_date"]=>
      string(19) "2022-10-09 19:25:00"
      ["content"]=>
      string(25961) "

Intisari Plus - Sesosok manusia perlahan merayap keluar dari semak-semak, dengan tubuh penuh luka parah, ia meminta pertolongan. Pelakunya pun segera diburu oleh polisi.

-------------------

Hari pertama bulan Juni, setelah musim dingin yang panjang, semestinya matahari bersinar terang. Namun hari itu tidak biasa. Suasana subuh terasa sangat kelam. Awan mendung tebal bergumpal-gumpal, menyiratkan ancaman badai. Cuaca dipastikan tidak akan bersahabat.

Dalam suasana muram itu, semak-semak di depan sebuah gedung di Melrose Avenue, Seattle, tersibak. Sesuatu tampak bergerak dan muncul dari baliknya. Merayap perlahan, menahan beratnya beban dengan mengerahkan seluruh sisa tenaga yang ada. Oh, itu sesosok manusia!

Bukan hanya lantaran ia berada di tempat yang amat tidak layak, di semak-semak kotor, basah, di pekarangan sebuah gedung tua yang tidak terurus. Namun kondisinya juga sangat mengenaskan. Tanpa busana. Di sekujur tubuhnya terdapat sejumlah luka, dengan darah yang masih sedikit mengalir di sela bagian yang mengering.

Menyadari dirinya sudah berada di lokasi yang terlihat orang, perempuan muda belasan tahun itu mulai berusaha mencari pertolongan. Jalan memang masih tampak sepi, tapi tak menghilangkan semangatnya untuk berteriak, “Tolong! Tolong!”

Untuk beberapa saat usahanya itu tampak sia-sia, hingga akhirnya sepasang kaki bersepatu hak tinggi terdengar melintas. “Tolong, tolong. Saya terluka,” serunya kepada seorang berusia sekitar 40 tahunan itu. Namun melihat sosok di hadapannya dalam kondisi tidak keruan, orang tadi justru mempercepat langkahnya, pergi menjauh.

Berikutnya melintas seorang pria separuh baya berpakaian rapi, menerbitkan sedikit harapan. Awalnya pria itu cuma tertegun memandang dengan wajah merasa jijik. “Tolong, saya terluka,” perempuan muda itu lagi-lagi mengiba dengan sisa-sisa tenaga.

Sejenak, pria itu tampak bingung menyadari apa yang dilihatnya. “Tetaplah disitu. Akan saya panggil ambulans,” katanya sambil bergegas pergi.

 

Mencari “res gestae

Dua paramedis yang datang sepuluh menit kemudian sebenarnya tidak menaruh banyak harapan terhadap perempuan muda korban penganiayaan berat itu, meski mereka tampak tetap berusaha sekuat tenaga. Penanganan korban penyerangan adalah santapan mereka sehari-hari, tapi khusus yang satu itu kondisinya teramat parah. Pelaku sepertinya menjadikan tubuh perempuan itu sebagai samsak hidup, tempat mendaratnya tendangan dan pukulan sekuat-kuatnya.

Mungkin sebelumnya dia cantik, tapi semua itu terhapus oleh bengkak di wajahnya, hingga menutupi kedua mata. Rahangnya yang patah tampak bergoyang hingga membuat mulutnya setengah ternganga. Darah kental merah kehitaman keluar dari hidung dan mulut. Setiap napas terdengar begitu berat.

Petugas juga mendapati banyak ruas tulang belakang korban yang bergeser ketika tubuhnya hendak dipindahkan. Sepertinya tidak ada tulang yang patah, tapi banyak yang sudah tidak di tempatnya semula.

Meski tidak yakin akan keberhasilannya, petugas tetap memberikan korban D5W (adextrose-saline) cairan yang membuat vena tetap terbuka untuk membuat kondisi korban stabil. Oksigen disalurkan melalui saluran udara yang dipasangkan menuju tenggorokan. Seusai rangkaian upaya pertolongan pertama, korban dibawa ke UGD, tak sampai 1,5 km dari TKP.

Dua petugas patroli Kepolisian Seattle, HJ Burke dan RS Zuray, segera menyusul ke rumah sakit. Mereka ingin mendapat “res gestae”, ucapan spontan korban yang bisa diperlakukan sebagai pernyataan di pengadilan, seandainya korban meninggal. Petugas merasa harus bersiap untuk menjadikan ini sebuah kasus pembunuhan, meski secara teknis korban belum meninggal.

Pada saat hampir bersamaan, Pat Lamphere dan John Nordlund dari bagian penyerangan seksual Kepolisian Seattle, sudah menyusuri areal sekitar TKP di 1520 Melrose. Pandangan mereka begitu awas menelisik setiap jengkal di lokasi itu. Ironisnya, korban ditemukan kurang dan 1,5 km dari markas besar kepolisian. “Pelakunya sungguh orang yang nekat, atau mungkin tidak waras,” cetus Pat setengah tidak percaya.

The Melrose, sebuah bangunan tua peninggalan kelas menengah dari awal abad XX. Ruangan-ruangannya yang besar masih menyisakan aura kemewahan, mengingatkan pada pesta-pesta yang pernah diselenggarakan di sini pada masanya. Aroma minuman mahal, dansa-dansi serta canda tawa dari kaum berpunya.

Situasi berubah puluhan tahun kemudian. Ruangan besar sudah terbagi menjadi unit-unit kecil dan dipakai sebagai tempat tinggal mereka yang hidupnya pas-pasan. Kebanyakan orang-orang itu hidup sendirian. Bekerja dengan upah minimum atau mencari uang dengan cara apa pun. Sayangnya, uang akhirnya hanya dibelanjakan untuk minum minuman keras atau memakai obat-obatan terlarang.

Bersama sejumlah petugas patroli, Pat dan John menelisik areal di sekitar TKP. Tidak sulit untuk menemukan jejak peristiwa mengenaskan itu, terutama dari semak-semak yang terlihat bekas terinjak. Petunjuk mengarah ke ruangan bawah tanah bangunan tua itu. Pada tangga marmer menuju ruang bawah tanah, terlihat tanda-tanda bekas pergumulan hebat.

Perlahan John membuka pintu ruang bawah tanah. Di tangga ditemukan pakaian wanita. Beberapa langkah kemudian ditemukan jas berbentuk jubah kulit berwarna putih dengan bulu binatang imitasi. Tanda kekerasan semakin terlihat dengan ditemukannya noda darah di sebuah celana yang tergeletak tak jauh dari pintu masuk. Semua petunjuk itu masih tampak baru!

 

Pelaku keturunan Indian

Barang-barang yang tercecer semakin menguatkan fakta di tempat itulah peristiwa kekerasan berlangsung. Semua barang yang dikenakan korban malam itu: pakaian dalam, kaus, serta sepatu; terdapat noda darah. Dari semua bukti itu John mulai mereka-reka peristiwa yang terjadi.

Noda-noda darah semakin banyak ditemukan di ruang beton yang menjadi dasar dari tangga masuk. Tempat itu begitu ideal bagi pelaku untuk bertindak brutal karena suara teriakan sekeras apa pun tidak akan terdengar. Udara juga begitu lembap karena tidak ada cahaya matahari masuk. Dari sorot cahaya lampu senter, terlihat bercak darah tersebar di beberapa bagian dinding.

John harus berjongkok meneliti seutas tali kuning panjang yang salah satu ujungnya bersimpul. Mirip tali pengikat anjing. “Korban diikat menggunakan tali. Mungkin juga dijerat dari belakang. Ditarik menuju ke ruang bawah tanah, lalu ditelanjangi. Selain dianiaya, korban juga dibentur-benturkan ke dinding,” John mereka-reka. Celakanya, selain tali, pelaku tidak banyak meninggalkan jejak.

Burke dan Zuray yang telah kembali dari rumah sakit, langsung menuju TKP dan melapor kepada John dan Pat, tentang data sementara yang didapat meski tidak lengkap. Korban bernama Arden Lee, beralamat di West Seattle. Tidak banyak yang dapat dikatakannya, selain bahwa seorang pria keturunan Indian telah menganiayanya. Cirinya, rambut hitam panjang, gigi ompong bagian depan, serta bernama George. Lelaki itu menganiaya dan memerkosanya.

Dari data radio diketahui malam itu polisi mendapat dua pengaduan di sekitar kawasan tersebut, yaitu dari mereka yang mendengar teriakan seorang perempuan. Petugas juga telah melakukan pengecekan antara pukul 11.45 dan 02.30, tapi tidak menemukan sesuatu yang aneh. Bisa jadi polisi sulit menemukan, karena lokasinya ruang bawah tanah yang begitu tersembunyi.

Sejauh itu petunjuk dari korban belum berguna. Ada sekitar 500 pria Indian di Seattle yang cocok dengan deskripsi itu. Untuk memastikan, Pat ditemani seorang pekerja sosial menemui Arden di rumah sakit. Situasi yang sulit bagi Arden. 

“Kau kenal dengan penyerangmu?” 

Arden mengangguk lemah. Terbata-bata ia berkata, “Sebenarnya tak begitu kenal. Pernah ketemu di Korea Tavern.”

Perlahan-lahan Arden meneruskan, ia bertemu lagi dengan George pada malam kejadian. Pria itu mengajaknya minum. Anehnya ia mau saja, karena berpikir pria itu orang baik-baik. 

“Apa kau membawa dompet? Kami tidak menemukannya di lokasi kejadian.” 

“Tidak. Hanya sebuah cincin dengan gantungan berbentuk kunci.”

“Tahu apa lagi kau ketika meninggalkan rumah, di mana mereka menemukanmu?”

“Tidak ingat.” Sebuah jawaban lemah dari Arden yang membuatnya kembali tidak sadar. 

Petugas perawat memberi tahu, kondisi korban begitu kritis. Menurut dokter, bahkan lebih buruk dibandingkan dengan mayat yang diautopsi. Ajaib jika ia tetap hidup, terutama jika tidak terjadi infeksi atau tidak ada gumpalan darah yang pecah dan menuju paru-parunya. “Dia masih shock, dia dipukuli sangat hebat, belum pernah kami lihat yang seperti ini sebelumnya,” tutur dokter. Dikhawatirkan, korban mengalami kerusakan otak. 

Kini satu-satunya penghubung Arden dengan penyerangnya adalah Korea Tavern. Sebuah bar di pinggiran kota yang dikelola keluarga imigran Korea. Cukup sederhana, tapi ramai saat malam. Pengunjung umumnya pekerja kasar. Pat dan John menunggu sampai pengunjung cukup sepi.

Yung Kim, bartender perempuan, mengaku tidak tahu soal pria keturunan Indian bernama George. Menurutnya, pada malam kejadian itu, memang ada seseorang yang sesuai dengan ciri-ciri yang diberikan Arden. Yung kebetulan tahu, pria itu bekerja di Exotica Studio, sebuah tempat hiburan yang terletak antara Seventh dan Pike. Cirinya berperut buncit, rambutnya panjang dikuncir, serta gigi depannya ompong. Bisa jadi memang dia yang bernama George.

 

Tertangkapnya “George”

Dari namanya saja, Exotica Studio sudah terdengar begitu menggoda. Kenyataannya tak jauh berbeda. Tempat hiburan di kawasan Vice Squad yang selalu tampak tertutup ini menawarkan “pelajaran” tari oleh para perempuan kepada para pelanggannya yang semuanya lelaki. Cukup bayar AS $ 40, pengunjung akan disuguhi program yang disebut interpretative dancing. Ya, silakan menginterpretasikan sendiri arti tariannya.

Jika pengunjung penasaran, acara bisa dilanjutkan dengan permainan-permainan lain, mulai dari AS $ 50. Awalnya pengunjung mungkin menolak, tapi banyak juga yang kemudian terbujuk untuk mengeluarkan kocek lebih dalam agar dapat melihat para penari itu menanggalkan pakaiannya satu persatu.

Penyelidikan ke Exotica tidak mendatangkan banyak hasil. Pat dan John tidak menemui siapa pun yang berwenang di sana, kecuali dua gadis belasan tahun yang menjaga pintu masuk. Padahal suasana di dalam cukup ramai, dan tak mungkin tempat itu ditinggal pengelolanya begitu saja. Apalagi dua gadis itu menyatakan tidak kenal George. Tanpa surat perintah, kedua detektif itu cuma bisa pasrah.

Informasi lalu digali melalui data polisi. Berdasar informasi detektif di Vice Squad yang menyamar, pengurusnya diketahui bernama Kit Mitchell, Al Rauch, dan Roger Pomarleau. Hanya saja ketiganya tidak ada yang mirip secara fisik dengan George. Pat justru menemukan catatan bahwa Arden sebenarnya pernah ditahan karena prostitusi. Tapi ah, sekarang ini dia justru yang menjadi korban, pikirnya.

Esoknya, 2 Juni, Pat dan John mendapat kabar, petugas di lapangan menahan seorang tersangka di Exotica. Seorang lelaki asli Amerika, tingginya 5 kaki 9 inci (sekitar 1,8 m), dengan gigi depannya ompong. Nama akhirnya George. Yang paling menarik, dia memiliki sebuah cincin dengan aksesori kunci di tangan. Petugas menahan dia karena kedapatan mabuk dan mengacau di sekitar 500 Block of East Howell.

Kepada Pat, Delroy George bersikeras baru saja pulang dari Kanada. “Saya main pacuan anjing dan saya baru datang pada jam dua pagi,” katanya lemah, “Tanyakan ke tante saya. Dia akan bicara yang sebenarnya. Saya naik bus dari Vancouver.” Perihal cincin, ia mengaku miliknya sendiri. Kunci rumah, biar tidak ketinggalan.

“Kamu sering ke Korea Tavern?” desak Pat. 

“Kadang-kadang saya minum di sana. Tapi sudah satu bulan ini tidak ke sana, karena saya ada di Kanada.”

Karena Delroy George sangat mirip dengan deskripsi yang sempat diberikan Arden, Pat tidak begitu mudah melepasnya. Namun untuk mengonfirmasikan hal itu kepada Arden, sangat tidak mungkin mengingat kondisinya yang masih lemah. Akhirnya yang dapat mereka perbuat adalah memotret beberapa luka dan lecet di bagian tubuh. Beberapa jam kemudian Delroy dilepaskan karena tidak ada alasan untuk menahannya lebih lama. 

Sementara itu, para detektif pengintai di sekitar Exotica menginformasikan, tempat itu sudah beroperasi kembali. Diinformasikan pula, ada beberapa tukang pukul yang biasa bekerja di sana. Sehari-hari mereka tidur di ruang belakang. Pat dan John segera meluncur.

Sesampai di Exotica, kedua detektif itu menemui Roger Pomarleu, penyelia yang berpotongan rapi, berjenggot, serta rambut tipis berombak. Wajahnya terlihat jauh lebih tua daripada usianya yang baru 24 tahun.

Roger mengaku tidak tahu nama-nama akhir dari para pegawainya. Memang ada yang dipanggil “George”, tapi dia sudah pergi beberapa hari lalu. “Tidak jelas apakah dia akan kembali. Karena di kamarnya tidak tersisa apa pun kecuali kertas-kertas. Malah tidak ada namanya di sana,” kata pria yang tatapan matanya begitu tajam itu.

Dalam catatan polisi, Roger pernah beberapa kali berurusan dengan hukum, baik sebagai korban maupun pelaku. Sebagai korban, ia pernah dipukul suami seorang pekerja di Exotica yang dibakar api cemburu. Namun ia juga pernah menyerang seorang gadis hingga dilaporkan sebagai pelaku kekerasan. Kasus itu sendiri tidak berlanjut ke pengadilan, karena Roger lalu menikahi gadis itu untuk menghindari tuntutan. Perkawinan itu tentu tidak lama. Kini ia menikahi gadis 16 tahun.

Di hadapan kedua detektif, Roger juga berbaik hati menelepon rekannya, Kit Mitchell, untuk mencari tahu soal George. Menurut Kit, “Dia mengambil semua benda miliknya. Dia bilang ingin keluar. Sepertinya sedang ada masalah dan mau ke luar kota, tapi tidak mengatakan ke mana tujuannya.”

Sampai di situ, Pat dan John merasa penyelidikan menemui jalan buntu. Tidak ada informasi apapun tentang si pelaku. Pemeriksaan ke bekas kamar George juga tidak membawa hasil. Seorang gadis penari yang bersimpati kepada polisi menginformasikan bahwa George sebenarnya mempunyai nama asing. “Mungkin namanya Rodriques. Saya tidak yakin, tapi mungkin Danny Rodriquez.”

Pat dan John mengecek di komputer mereka dan catatan FIRs (Field Investigations Reports - laporan yang diisi petugas di lapangan) pada kurun waktu enam bulan terakhir tentang nama Danny Rodriquez atau nama-nama yang mirip. Hasilnya nihil. Sebenarnya mereka memang tidak terlalu banyak berharap, karena biasanya pekerja di tempat hiburan memiliki banyak nama alias dan identitasnya tidak jelas.

Mereka justru terkejut ketika beberapa waktu kemudian mendapat telepon dari Roger, yang mengaku menemukan secarik resep dokter di kamar pegawainya, atas nama George Ayala. Malah ia mengatakan, sebenarnya masih menyimpan beberapa fotonya, tapi disimpan di suatu tempat yang tidak diingatnya lagi.

Tak membuang waktu lagi, nama Ayala segera dicari dalam database komputer untuk kasus kejahatan seksual. Hasilnya cuma ada satu Ayala, orang Mexico, yang pernah menjadi korban. Pencarian diperluas ke data milik kepolisian Oregon dan California. Bahkan Salem dan Sacramento juga dikontak untuk ikut mencari. 

Pada 5 Juni, detektif di Sacramento melaporkan menemukan dua George Ayala di catatan komputer mereka. Salah satu yang berusia 21 tahun adalah pencuri di Los Angeles. Sedangkan yang kedua, 28 tahun, pernah terlibat kejahatan seks dan narkotika di San Francisco.

 

Melayani hasrat seksual

Kabar baik dari rumah sakit, kondisi Arden sudah memungkinkan untuk sedikit bercerita tentang peristiwa yang menimpanya. Dalam ingatannya yang masih sedikit terganggu, malam itu di depan Korean Tavern ia dihampiri George yang mengajaknya ngobrol. Ia tidak menolak karena Yung Kim, bartender setempat, juga terlihat mengenalnya. Di depan bar, keduanya bergosip.

Sekitar setengah jam mengobrol, George mengajak Arden berkunjung ke rumah yang baru dibelinya. “Masih dalam perbaikan di beberapa tempat, tapi lumayan untuk sekadar minum-minum,” tutur Arden menirukan ajakan George. Arden setuju, keduanya lalu melangkah pergi. Ketika mereka di jalan, sebenarnya ada seorang petugas patroli polisi yang sempat bertanya sekiranya Arden butuh pertolongan. Namun Arden menolaknya.

Untuk beberapa saat semua baik-baik saja. Namun Arden mulai curiga terhadap George ketika pria itu memilih berjalan di semak-semak dan menghindari sorotan lampu jalanan. Apalagi ketika pria itu menuju sebuah bangunan gelap, terlihat seperti rumah yang tidak dihuni, tapi ia berkata bahwa itu tempat tinggalnya.

Belum sempat Arden berpikir lebih jauh, tiba-tiba George sudah menyerangnya. Gadis itu berusaha lari, tapi tidak berdaya akibat dekapan penyerangnya begitu kuat. Kekerasan selama beberapa menit itu membuat Arden lemas dan pasrah. Ia cuma bisa berharap George tidak melukainya.

George lalu menyeret Arden masuk ke sebuah bangunan tak jauh dari sana, langsung menuju ke ruang bawah tanah. Segala yang kemudian terjadi di ruang gelap dan lembap itu sungguh menjadi mimpi buruk dalam hidup Arden. Mula-mula George hanya memaksa Arden melayani hasrat seksualnya. Segala bentuk perlakuan yang bisa jadi merupakan sebuah fantasi liar dari seorang pria tidak waras, terjadi di sana.

Seolah belum puas, segala perlakuan keji tadi masih ditambah lagi dengan bentuk-bentuk kekerasan lain. George menjadikan tubuh perempuan yang sudah tak berdaya itu seperti samsak tempat mendarat segala tendangan dan pukulan. Luka dan darah di tubuh Arden bercampur di sela-sela napasnya yang terputus-putus. Hingga akhirnya, ia tak sadarkan diri.

Pat dan John tak bisa menyembunyikan kegeramannya mendengar kisah memilukan itu. Keduanya seolah mendapat energi baru untuk mengejar pelaku. Apalagi ketika mereka sampai di kantor, salah seorang staf memberi tahu, Roger telah menemukan foto George. Dalam pesannya, Roger juga memberi informasi, kemungkinan George keturunan Kaukasus-Spanyol, bukan Indian. 

Informasi tambahan disampaikan Kit Mitchell, manajer Exotica lainnya, yang menyatakan George cuma bekerja enam minggu. Sekitar tanggal 1 Juni, tiba-tiba ia seperti berbuat kesalahan kepada seseorang dan ingin pergi dari Seattle. “Segala hartanya dijual murah. Dia bilang akan menemui saudaranya. Perginya memakai bus,” tuturnya. Kit juga berbaik hati memberi daftar telepon yang dipanggil George sebelum kepergiannya, yaitu ke Walnut Creek California, San Francisco, dan Texas. Panggilan telepon paling akhir adalah dua nomor berbeda di Texas.

Pada 12 Juni, foto George Ayala dari Los Angeles datang. Foto itu lalu dibandingkan dengan foto George versi Exotica, serta enam orang yang mirip lainnya sebagai perbandingan. Sama sekali tidak ada persamaan yang menyolok di antara mereka. Di rumah sakit, Arden menunjuk George Allen Ayala, penjaga malam di Exotica, sebagai pelakunya. Yung Kim, bartender perempuan, juga menunjuk foto dari Roger sebagai orang yang dilihatnya malam itu.

Ketika penyelidik menelepon ke Texas, seorang perempuan menjawab kalau George sedang bekerja. la juga menerangkan, sebenarnya ada tiga George Ayala di keluarganya. George yang pernah bekerja di Seattle adalah keponakannya. “Aku terakhir ketemu dengan dia hari Minggu lalu,” tuturnya sebelum akhirnya ia tutup mulut, ketika tahu yang menelepon ternyata polisi.

Memang banyak orang bernama keluarga Ayala, tapi Pat merasa telah menemukan orang yang tepat. Pada 14 Juni, kepolisian Austin mengirimkan data bahwa George Allen Ayala lahir 11 Januari 1950 dan sedang diselidiki untuk sejumlah kasus pembunuhan, pencurian dengan kekerasan, serta penyerangan dengan senjata. George juga bebas bersyarat dari penjara sekitar enam tahun lalu. 

Saat Pat dan John mencoba menghubungi Texas kembali, mereka berhasil berbicara dengan George Ayala, yang ternyata paman George si tersangka. Sudah tujuh tahun George mengaku tidak bertemu keponakannya itu. “Sekitar 1 Juni dia sempat bilang berada di Seattle. Tapi aku tidak tahu di mana dia sekarang.”

 

Pelacur ingkar janji

George Ayala yang sebenar-benarnya baru muncul 27 Juni melalui suratnya kepada Kit Mitchell. Kit pun melaporkannya ke Pat. Di surat, George menyatakan menyesal telah meninggalkan Kit begitu cepat. Saat itu ia mengaku sedang ada masalah keluarga yang tidak bisa ditinggalkan. George juga minta Kit mengirimkan baju sebab cuaca di Texas begitu panas.

Pat dan John segera mengontak kepolisian Texas, sebelum George kembali menghilang. Namun kali ini rupanya polisi tidak perlu bersusah payah. Constable J.B. Cucco, petugas penjara Harris County, menghubungi polisi Seattle dan menyatakan telah menahan George Ayala karena kasus pencurian. Tuntutan itu tidak akan diteruskan, sekiranya polisi Seattle lebih memerlukannya untuk kasus lain. Kepada Cucco, George memang sempat mengaku sedang menjadi buronan untuk kasus penganiayaan.

Kepolisian Seattle menugaskan John Nordlund dan detektif Danny Melton untuk menjemput George. Penjagaan dilakukan sangat ketat, karena ditakutkan George bunuh diri saat proses pemindahan.

Selama perjalanan di pesawat terbang, George sempat bertanya kepada John tentang kesehatan Arden. Namun John enggan menjawab. George lalu mengomel sendirian, menyebut Arden tidak lebih dari seorang pelacur yang ingkar janji. Sudah diberi uang, tapi tidak mau menjalankan kesepakatan. “Bahkan dia berusaha mencuri dompetku!”

Merasa terpancing, John melirik ke arah George. “Jelaskan itu di pengadilan nanti. Biar keadilan ditegakkan, untuk Arden yang akhirnya harus meninggal karena kekerasan yang kau lakukan,” tuturnya perlahan. Mata pembunuh itu hanya bisa terbelalak. (Ann Rule)

 

Baca Juga: Petaka di Tahun Baru

 

" ["url"]=> string(59) "https://plus.intisari.grid.id/read/553517151/ada-tiga-ayala" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1665343500000) } } [1]=> object(stdClass)#65 (6) { ["_index"]=> string(7) "article" ["_type"]=> string(4) "data" ["_id"]=> string(7) "3517218" ["_score"]=> NULL ["_source"]=> object(stdClass)#66 (9) { ["thumb_url"]=> string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2022/10/09/tiga-nyawa-untuk-selamatkan-duni-20221009071910.jpg" ["author"]=> array(1) { [0]=> object(stdClass)#67 (7) { ["twitter"]=> string(0) "" ["profile"]=> string(0) "" ["facebook"]=> string(0) "" ["name"]=> string(13) "Intisari Plus" ["photo"]=> string(0) "" ["id"]=> int(9347) ["email"]=> string(22) "plusintisari@gmail.com" } } ["description"]=> string(142) "Kehidupan pasangan Kip dan Lori bak dongeng. Namun sembilan hari setelah Natal, keluarga itu ditemukan tewas mengenaskan di kediaman mewahnya." ["section"]=> object(stdClass)#68 (8) { ["parent"]=> NULL ["name"]=> string(8) "Kriminal" ["show"]=> int(1) ["alias"]=> string(5) "crime" ["description"]=> string(0) "" ["id"]=> int(1369) ["keyword"]=> string(0) "" ["title"]=> string(24) "Intisari Plus - Kriminal" } ["photo_url"]=> string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2022/10/09/tiga-nyawa-untuk-selamatkan-duni-20221009071910.jpg" ["title"]=> string(33) "Tiga Nyawa untuk Selamatkan Dunia" ["published_date"]=> string(19) "2022-10-09 19:19:39" ["content"]=> string(30177) "

Intisari Plus - Kehidupan pasangan Kip dan Lori bak dongeng. Namun sembilan hari setelah Natal, keluarga itu ditemukan tewas mengenaskan di kediaman mewahnya.

-------------------

Kehidupan pasutri Kip Rennsler (34) dan Lori (28) bak sebuah dongeng. Tinggal di Pulau Bainbridge yang sangat indah, dekat Washington, tempat impian banyak orang di Amerika Serikat. Setiap 30 menit, kapal feri berseliweran pulang-pergi, mengangkut para penghuni pulau tersebut yang bekerja di Seattle. Bainbridge telah memesona para eksekutif dan profesional berpenghasilan di atas rata-rata, untuk tinggal di sana.

Karier Kip sendiri tengah menanjak, saat ia membeli rumah di pulau itu. Saat baru menginjak awal tiga puluh, ia sudah menduduki jabatan wakil presdir Old National Bank di kantor pusat Seattle. Penghasilannya yang lumayan itu pula yang membuat Lori, istrinya yang cantik yang bekerja di tempat yang sama, tidak lagi perlu bekerja. Mereka telah menikah enam tahun dan dikaruniai seorang putra: Steven “Stevie” Daniel Rennsler.

Walau terkadang Kip harus lembur, tapi dengan ditemani seekor anjing tekel dan Stevie, Lori tidak takut berada di rumah yang agak terpencil itu. Angka kejahatan di Bainbridge memang rendah. Perampok dan pemerkosa lebih memilih beroperasi di dataran kering karena bisa lebih leluasa melarikan diri melewati jalan biasa daripada harus repot dengan kapal feri.

Begitulah, keluarga bahagia ini telah melewati hari Natal keenam dengan indahnya. Lori menata lampu-lampu dan mendekorasi ruangan, sementara Stevie yang sudah agak besar begitu antusias dengan “Sinterklas”. Mereka pun menjamu para kerabat, dengan suasana gembira.

 

Noda di pesawat telepon

Tak seorang pun menyangka, sembilan hari sesudah Natal, peristiwa mengerikan terjadi di kediaman keluarga Rennsler.

Tepatnya, tanggal 3 Januari, pukul 14.21. Max Abrams, petugas di kantor sheriff Wilayah Kitsap, sedang bersiap-siap pulang ketika tiba-tiba telepon berdering.

“Tolong, Pak, cepat kirim orang ke sini!” terdengar suara seorang wanita panik di seberang sana. “Saya menemukan tetangga saya tergeletak di rumahnya, dadanya luka parah. Kelihatannya, ia sudah mati!” tambahnya.

Abrams berusaha menenangkan wanita itu, “Tolong tenang dan berhati-hati, Bu. Kami segera mengirim petugas ke lokasi.”

Begitu memperoleh alamat lengkap, Abrams langsung menghubungi Bill Clifton, kepala detektif. “Saya tidak tahu persis apa yang terjadi, Bill. Tetapi wanita yang tadi menelepon itu agaknya shock sekali. Saya sudah mengirim beberapa unit ke sana.”

Lewat darat, jarak kantor sheriff Port Orchard dengan lokasi kejadian di Ferncliff, sekitar 64 km. Clifton mengirim Sersan Don Hamrich untuk memeriksa situasi, ditemani Les Cline, ahli olah tempat kejadian perkara (TKP).

Don Hamrich tak lama kemudian menghubungi Bill Clifton. “Sebaiknya Anda cepat ke sini. Bill,” suara Hamrich terdengar tegang. “Agaknya ada kasus pembunuhan triple. Seorang pria, dengan luka tikam di dada, seorang perempuan dan seorang anak juga mati. Enggak tahu, apa masih ada lagi korban,” lapor Hamrich.

“OK. Tutup rapat rumah itu. Jangan biarkan ada yang masuk sampai tim identifikasi tiba,” tegas Clifton, seraya menyambar jaket dan menuju mobilnya. Sesaat ia berhenti sebentar, minta Abrams menghubungi semua petugas sheriff yang terkait. Walau cuma berjarak 1 mil ke Pulau Banbridge - tapi karena lokasi ini terpisah oleh laut, Clifton harus berputar menyusuri garis pantai Puget Sound, melewati Teluk Liberty, Silverdale, persimpangan Keyport, sepanjang 64 km.

Hanya dalam waktu sekitar 45 menit, tepatnya pukul 15.08, Clifton tiba di TKP. Garis polisi di pekarangan rumah Rennsler telah dibentangkan oleh deputi dari Kitsap County. Bisingnya bunyi sirene dan kehadiran enam petugas polisi, telah mengundang rasa ingin tahu para tetangga. Suasana suram terasa di hari yang mulai gelap itu. Wajah tegang serta kebingungan para deputi membuat suasana semakin mencekam di sekitar rumah kuning nan indah. Hamrich tampak berjaga di sekitar teras.

Saat Bill Clifton tiba di sana, ia lega melihat hanya ada mobil-mobil unit polisi di sekitar rumah korban. Antara tempat parkir mobil dan rumah Rennsler dipisahkan oleh sebuah selokan cukup lebar yang airnya mengalir ke laut. Untuk bisa sampai ke serambi depan rumah itu, para petugas penyelidik harus melintasi sebuah jembatan yang lebarnya hampir sekitar 1,5 m.

 

Mimpi buruk di TKP

Para petugas memasuki ruang keluarga yang indah bergaya country, lengkap dengan tungku perapian. Sebuah meja bar untuk sarapan dan sebuah pembatas ruangan terlihat memisahkan ruang keluarga dengan dapur rumah itu. Sekilas, keadaan di dalam rumah normal-normal saja.

Sebuah dompet wanita tersandar di pembatas antara ruang tamu dengan dapur. Di dekatnya ada beberapa buku catatan, sebuah kartu ucapan ulang tahun, serta sebuah pesawat telepon. Di pesawat telepon itu penyidik menangkap adanya noda darah tipis yang sudah mengering.

Para petugas mengitari pembatas ruangan itu, dan sampai ke sebuah ruangan lain, yang merangkap sebagai ruang keluarga dan ruang kerja kecil. Keadaan yang sebelumnya normal, di sini berubah mengerikan! Semua mata petugas terpaku pada sesosok tubuh pria dalam posisi aneh, mengingatkan mereka pada upacara korban penyiksaan ritual orang Aztec. Tubuh pria telanjang bulat itu terbujur kaku, telentang di atas sebuah meja, dengan kedua tumit hampir menyentuh lantai. Kedua lengan terentang lurus dan kepala miring ke belakang.

“Ya ampun, lihat dadanya!!” kata salah seorang deputi. Tubuh pria itu nyaris sempurna. Otot-ototnya terlihat kuat dan menonjol. Ada empat luka parah di dadanya. Satu di antaranya menganga lebar, seakan ada yang ingin mengorek jantungnya keluar. Tak seorang pun dari keempat petugas berpengalaman ini pernah menyaksikan pembunuhan sekejam ini. Berusaha setenang mungkin, Les Cline memotret mayat pria itu.

Selanjutnya, rombongan bergerak menuju dua pintu kamar yang lumayan besar. Di salah satu kamar itu, mereka menemukan sosok seorang wanita, tertelungkup di atas ranjang. Wanita bertubuh ramping itu mengenakan jubah tidur satin panjang berwarna merah berikat pinggang quilt satin putih. Tubuhnya melintang di ranjang dengan kaki menggantung di pinggiran ranjang, dan kedua tangan tertekuk di bawah tubuhnya. Sebilah pisau besar berujung agak bengkok, dan pegangannya berlumuran darah yang sudah mengering, terlihat berada di sebelah kanan kepalanya.

Di dekat kaki mayat wanita tadi, terkulai seekor anjing tekel, yang juga sudah ditusuk mati.

Mata Les Cline yang tiba terakhir di ruangan itu, tertumbuk pada sebentuk benda yang menyembul dari bawah tempat tidur. Kain penutup ranjang menutupi sebagian benda itu, yang ternyata tubuh seorang anak kecil. Kedua tungkai serta kakinya terbungkus piyama. Sepertinya bocah laki-laki dalam posisi telentang itu baru berusia dua atau tiga tahun. la mati dengan luka tusukan di sisi kiri lehernya.

Clifton dan timnya mengitari ruangan itu. Mereka menatap tubuh wanita yang tergeletak di atas seprai mahal tempat tidurnya. Pada mayat wanita itu tak ditemukan setetes pun bercak darah pada bajunya, kecuali ada noda tipis di kerah jubahnya. Bill Clifton berlutut dengan hati-hati di sisi ranjang, dan mengangkat bagian belakang kerah dekat kepala jubah tidur wanita itu.

“Les,” panggil Bill dengan kedua rahangnya tampak mengatup kuat. “Lehernya tidak ada! Seperti ditembak dari jarak dekat. Coba, jangan-jangan ada pistol di balik tubuhnya!”

Dua petugas membalikkan tubuh wanita cantik berambut pirang itu. Tidak ada apa-apa. Tapi, jelas ada sesuatu yang hebat membuat kepalanya terpisah dari tubuhnya. Sepertinya, seseorang telah membacok lehernya. Selain itu, ada luka tusuk pada dada - sekitar empat atau lima. Para penyidik berasumsi korban mestinya sudah mati saat lehernya menjadi sasaran.

Ketiga dinding ruang tidur itu penuh dengan cipratan dan lumuran darah. Kemungkinan pisau yang ditemukan tadi digunakan untuk menikam berkali-kali. Anehnya, hampir tidak ada tanda-tanda perlawanan.

Selanjutnya, mereka memeriksa dua atau tiga kamar lainnya. Tidak ada lagi mayat yang ditemukan. Tapi di salah satu kamar lain - agaknya kamar si anak - rupanya menjadi tempat pembantaian. Sebuah tempat tidur bertingkat terletak merapat ke dinding. Tempat tidur atas kelihatannya tidak pernah dipakai. Sedangkan kasur tempat tidur bawah berada di lantai, di samping boks bayi. Seluruh seprai dan selimut penuh dengan darah. Begitu juga kain alas boks bayi.

“Aneh!” kata Bill Clifton, “Bagaimana seseorang bisa mengeluarkan darah sebanyak ini, sampai membasahi kasur dan boks? Apalagi kalau cuma seorang anak! Saya rasa, si bocah ada di kasur ini tadinya. Makanya, pada mayatnya hampir tidak ada darah lagi,” kata Clifton.

Kamar tidur ketiga kelihatannya aman, tak terlihat tanda-tanda kekerasan. Kelihatannya kamar itu hanya dipakai untuk menyimpan barang-barang yang tidak dipakai. Kamar mandi juga bersih. Hanya di depan lemari es di dapur, ditemukan sebuah kasa pembalut dan plester, berbentuk jari. Lalu di bak cuci ganda, terlihat ada dua atau tiga cangkir teh dengan teh celup dan beberapa gelas di dalam salah satu bak cuci itu.

Para penyidik Kitsap County belum bisa mengidentifikasi kejadian ini. Mereka menemukan kotak berisi surat-surat dan banyak buku catatan di ruang keluarga maupun ruang kerja. Dari informasi para tetangga maupun kertas-kertas tadi, tak diragukan lagi mayat laki-laki tadi adalah Kip Steven Rennsler, vice president Old National Bank.

 

Informasi para tetangga

Para detektif pun mulai menanyai para tetangga Rennsler satu per satu. Rumah Rennsler memang benar-benar terpencil, sehingga kalaupun mereka berteriak atau minta tolong, pasti takkan terdengar. Belum lagi suara berisik debur ombak di pantai di sekitarnya. 

Tetangga yang tadi menelepon polisi bercerita, “Saya ke rumah Rennsler karena ada kolega Kip di bank sudah menelepon ke rumahnya berkali-kali, tapi tidak ada jawaban. Lalu temannya itu minta tolong saya. Karena takut, saya ajak seorang pria tetangga lain. Ketika kami masuk, yang pertama kali kami lihat adalah gagang telepon yang menggantung. Ketika pria yang menemani saya itu masuk ke dalam, ia menjumpai mayat pria. Ia langsung berbalik dan keluar.”

“Tapi, saat kami masuk tadi, telepon kok tidak menggantung,” tanya Clifton. 

“Ya. Pria tetangga itu yang menaruhnya kembali secara refleks,” kata si perempuan lagi.

Ini kabar buruk bagi para penyidik. Berarti mereka tidak bisa memeriksa telepon yang bernoda darah itu yang kemungkinan ada bukti sidik jarinya. Ini bukan pembunuhan biasa - sepertinya pembunuhan maniak.

Wanita tadi menambahkan, saat mereka tiba di TKP, pintu dalam keadaan terbuka. Padahal di bulan Januari itu udara begitu dingin. Mungkinkah para pembunuhnya meninggalkan rumah begitu saja?

Petugas juga menelusuri pekerjaan Kip. Siapa tahu, Rennsler memiliki informasi yang dibutuhkan si pembunuh. Bukan tak mungkin ada seseorang yang menginginkan nomor kombinasi ruang besi tempat penyimpanan uang di bank, lalu menyatroni rumahnya, dan menyandera keluarganya.

Clifton mencoba membuat skenario yang cocok dengan tragedi ini. “Menurut para tetangganya, Kip setiap pagi naik feri pukul 07.10, menuju Seattle dan tiba di tempat kerjanya di kota pukul 07.45. Tetapi siapa tahu hari itu Kip sedang tidak enak badan, jadi ia diam di rumah? Lalu pelaku mengira ada anak-istrinya di rumah yang bisa dijadikan sandera, namun rencananya berantakan karena Kip ternyata ada di rumah, sehingga semuanya dibunuh,” Clifton berasumsi.

Ibu dan anak berpakaian tidur, sedangkan ayahnya ditemukan telanjang. Mungkin ia sedang atau baru mandi. Tapi Kip ‘kan berotot dan kuat. Harusnya ia dapat melawan. Atau siapa tahu ia dikeroyok?

Kemungkinan lain, istrinya yang menjadi target. Lori wanita cantik, mungkin pelaku terobsesi sering melihatnya di pantai, berbelanja, atau ke perpustakaan. Erotomania, istilah bagi orang yang terobsesi pada seseorang yang tak dikenalnya, dan ia terus “mengejar” hingga korban dikuasai. Di atas pukul 06.30, memang hanya ada Lori dan Stevie di rumah. Waktu yang pas untuk merencanakan pemerkosaan. Tetapi Senin pagi itu, ternyata semua ada di rumah. Itu yang membuat semuanya ikut jadi korban. 

Bagaimana dengan kemungkinan Kip sakit? “Tapi kalau Kip sakit, mengapa dia tidak menelepon ke kantor?” tanya seorang detektif. “Ya, kita belum tahu juga. Sebaiknya kita menanyai rekan kerjanya.”

Sementara itu, Les Cline mengumpulkan semua bukti fisik seperti rambut, ceceran darah, dan foto yang dipotret selama di tempat kejadian. Baju Kip Rennsler ada di kamar sang anak dengan cipratan darah. Aneh, darahnya masih lebih basah daripada darah di tempat lain. “Coba periksa luka tusuk di dada Kip, hitung ulang berapa luka tusuknya. Cepat!” perintah Cline.

“Ada empat luka,” jawab Mossman, asisten Cline. 

“Aneh, di kaus putih ini hanya ada tiga lubang. Apa iya, orang yang sudah menikamnya tiga kali, lalu sengaja melepaskan kaus korban untuk menikamnya sekali lagi?” Cline keheranan.

Para penyidik berasumsi, si anak dihabisi di kamar tidurnya. Lalu mayatnya dibawa dan dibaringkan di kamar tidur orangtuanya. Jangan-jangan Kip merangkak ke bawah dengan sekuat tenaga menuju telepon, namun rupanya terlambat.

 

Tidak ikut rapat

Namun, asumsi para penyidik berubah, ketika mendengar keterangan tiga rekan kerja Rennsler. Untuk pertama kalinya, para penyidik dan kepala detektif melihat ada sesuatu yang tidak pernah terpikirkan. 

“Kip belakangan ini bertingkah aneh. Tidak seperti dirinya selama ini. Ada sesuatu yang dipikirkannya, tapi tak tahu apa,” cerita seorang rekannya.

“Senin pagi ia tidak ikut rapat penting. Bagi orang lain mungkin ini biasa, tetapi untuk Kip? Ia bukan tipe seperti itu. Ia selalu tepat waktu, dan segala sesuatunya terencana dengan sangat baik. Makanya, saya meneleponnya terus-terusan.”

Teman lainnya mengingat, sekitar dua hari lalu ia melihat Kip membawa dua kotak besar seukuran kotak bir dan sebuah tas putih saat keluar dari bank. Para penyidik menemukan dua kotak dan tas yang dimaksud. Isinya bukan uang, tapi alat-alat tulis kantor yang biasa digunakannya jika bekerja di rumah.

Masih menurut rekannya, ia menelepon ke rumah Kip sebanyak dua kali pagi itu, antara pukul 09.00 - 09.30. Pertama, telepon tidak diangkat, dan yang kedua kali pukul 11.30, tapi teleponnya sibuk. “Saya penasaran, jadi saya coba berkali-kali meneleponnya, senantiasa bicara. Akhirnya, saya sampai minta operator mengeceknya, ternyata pesawat teleponnya lepas dari tempatnya.

Catatan dari Old National Bank juga tak menunjukkan adanya ketidakberesan.

 

Obsesi membantu sesama

Tetangga perempuan yang menelepon ke kantor sheriff, tiba-tiba menelepon lagi. Dia teringat, pada Minggu sore itu ia melihat sebuah mobil diparkir di depan rumah Kennsler. Mobil itu milik Sally Newland, teman baik Lori. Sally memang terkejut ketika mendengar berita kematian temannya itu, tapi dia tidak sepenuhnya heran.

Menurut Sally, terakhir bertemu, ia merasa Kip bertingkah sangat aneh. la berjumpa dengan Kip yang sedang berjalan kaki bersama Stevie, dan ketika Sally menawarkan tumpangan, ia menolak dan mengatakan ingin membawa Stevie berjalan-jalan jauh. Kip juga mengatakan, Lori sedang uring-uringan. Kip minta tolong agar Sally menyampaikan pada Lori kalau ia dan Stevie baik-baik saja.

Tapi ketika Sally menemui Lori, ia justru mendapati wanita itu sedang menangis. “Lori bilang, Kip bertingkah ‘lucu’.” Seminggu terakhir ini, Kip sering menyuruh Lori menitipkan Stevie pada tetangga, agar mereka bisa berdua. Katanya Kip mau menanyakan sesuatu pada Lori yang hanya perlu dijawab ya atau tidak. Tapi Lori tak menggubris permintaan Kip.

Yang pasti, memang ada satu hal yang membuat Kip uring-uringan. Dia ingin sekali membeli sebuah penginapan kuno di sebuah hutan tropis, dekat pantai Washington. Tapi dia belum bisa memenuhi uang muka pembelian hotel itu, dan berniat meminjam sejumlah besar uang. Sudah setahun ini ia berusaha memperoleh uang untuk hotel ini.

Investasi itu bisa menjadi lompatan besar bagi pasangan muda itu, tapi Lori tidak begitu antusias. Dia tak mau kalau Kip sampai harus meninggalkan pekerjaannya, dan pindah ke Quinnault, untuk tinggal di penginapan tua yang luas itu. Namun, tampaknya Kip begitu terobsesi dengan proyek ini. Ketiadaan dana membuatnya jadi depresi.

Informasi lain datang dari Poulsbo, dari seorang wanita bernama Solveig Hanson. Wanita itu menelepon Bill Clifton untuk menceritakan segala sesuatu yang diketahuinya mengenai Kip. Ia mengaku sebulan ini cukup dekat dengan keluarga Rennsler.

“Ada yang perlu saya sampaikan tentang Kip. Sesuatu yang mengkhawatirkan saya,” akunya.

Wanita menarik itu mengaku punya beberapa urusan bisnis dengan Kip, dan mereka berteman baik. Namun, “Belakangan ini Kip sering sekali menemui saya. Tapi, tingkahnya makin lama makin aneh, bahkan menakutkan. Tampaknya Kip terobsesi oleh keinginannya untuk membantu sesama. Dia merasa perlu masuk lebih dalam ke kehidupan orang lain. Idenya gila! Bukan membantu seperti orang kebanyakan,” jelas Solveig Hanson.

Caranya? “Dia datang ke rumah saya pada malam Natal lalu, dan memaksa saya menemaninya belanja keperluan rumah tangga. Dia menghabiskan AS $ 200 untuk membeli semua keperluan itu. Lalu membawa belanjaannya ke sebuah rumah keluarga miskin, meletakkan semua barang itu di depan pintu rumah tersebut.”

Solveig merasa terkesan dan memuji sikap Rennsler itu. “Tapi Kip marah dan minta jangan membicarakan hal itu lagi.” Sejak itu, kehadiran Rennsler mulai terasa mengganggu. “Terakhir kali mengunjungi saya, dia ngoceh seenaknya. Bicaranya sangat cepat, dan tak memberi saya kesempatan untuk bicara. Akhirnya, saya tinggalkan dia sebentar ke kamar mandi. Tapi dia mengikuti saya, dan meninju pintu kamar mandi. Dia menyuruh saya cepat, karena dia mau bicara banyak hal. Waktu itu saya betul-betul ketakutan.”

“Untungnya saya bisa mengusir dia pergi!” tutur Solveig, yang berhasil mendorong Kip secara perlahan keluar pintu rumah. Dia menambahkan, pada Minggu malam sebelum pembunuhan terjadi, telepon rumahnya berdering enam sampai tujuh kali, namun tanpa suara. Hanya embusan napas yang berat. “Saya tak bisa membuktikan itu Kip, tapi saya yakin itu dia.”

Dugaan Solveig itu terbukti lewat catatan telepon interlokal dari Brainbridge ke Poulsbo. Tercatat ada delapan panggilan yang masuk dari kediaman Rennsler ke rumah Solveig setelah tengah malam menjelang Senin pagi.

 

Bukan dirinya lagi

Semua keterangan di atas kian membuka mata polisi, jangan-jangan Kip Rennsler-lah monster yang menghabisi seluruh isi rumahnya. Apalagi orang-orang yang cukup dekat dengannya mengatakan, Kip “sudah bukan dirinya lagi”, dari tindak-tanduk anehnya yang mulai muncul selama dan sesudah liburan. Dia orang baik, dalam pekerjaan dan lingkungannya. Mungkin pergumulannya untuk menahan setan dalam dirinya membuat dia gila.

Jika bisa membuat Solveig Hanson ketakutan dengan hal-hal yang tak masuk akal, bukan tidak mungkin Kip melakukan hal yang sama pada istrinya. Para penyelidik seharusnya dapat melakukan “autopsi psikologis” untuk mengungkap tanda tanya besar yang masih ada. Apa yang membuat Kip Rennsler melakukan pembantaian ini?

Yang pasti, dia sama sekali tidak mendapat tekanan dari pekerjaannya karena dia pekerja yang baik. la menjadi frustrasi ketika tak berhasil mendapat pinjaman untuk membeli pondok di hutan itu.

la sangat mencintai istrinya, tetapi dia juga menghabiskan banyak waktu bersama Solveig Hanson di Poulsbo. Mungkin saja, Solveig tidak tertarik padanya, tapi jelas Kip menelepon dia berkali-kali pada pagi hari saat sesudah atau baru mau membunuh keluarganya. Mungkin juga dia merasa sangat bersalah karena hubungannya dengan wanita lain di luar pernikahan.

Seorang dokter dari Seattle yang pernah merawat pembengkakan di usus Kip beberapa waktu lalu juga mengaku, Kip memang sedang mengalami tekanan tinggi. Untuk itu, dia sempat memberikan obat penenang ringan.

Kip rupanya menceritakan kegagalannya memiliki Hotel Quinault itu pada banyak orang. Terbukti, ketika berita tragedi keluarga Rennsler tersebar luas, sejumlah orang yang sering bolak-balik dengan feri banyak yang menghubungi kantor sheriff. Beberapa temannya juga bilang, Kip Rennsler benar-benar terpukul ketika impiannya itu gagal.

“Dia pernah bilang pada saya, kalau sampai gagal membeli tempat itu dia tidak tahu bagaimana bisa menghadapi masa depannya. Walau menurut saya itu terlalu berlebihan,” salah seorang dari mereka bercerita. Teman lainnya berkomentar, Rennsler adalah seorang pesaing tulen. “Dia itu orang yang harus selalu menjadi yang terbaik dan pertama untuk semua hal. Dia banyak memenangkan berbagai pertandingan.”

Teman-teman Lori berpendapat, Kip adalah pengendali mutlak di rumah tangganya, kalau tidak mau dikatakan mendominasi. “Tapi dia sangat mencintai istrinya dan Stevie. Dan Lori pun menerima dia apa adanya.”

Saat perencanaan penguburan Kip, para patolog sudah memeriksa kalau-kalau ada keabnormalan pada otaknya, entah itu tumor atau kelainan pembuluh darah, yang membuat Kip jadi bertingkah aneh itu. Ternyata tak ditemukan apa-apa. Jadi, jelas sudah ini bukan masalah fisiologis, tapi psikologis alias kejiwaan.

Walau memang sulit diterima akal sehat, jelas Rennsler bunuh diri dengan menusuk dadanya empat kali. Tubuhnya seperti tak merasa kesakitan. Tikaman keempatlah yang berhasil membunuhnya. Tiga tikaman awal yang terlihat pada T-shirt-nya, memang menimbulkan luka dalam, tapi tidak cukup dalam sampai mengenai jantung atau organ penting. Baru pada tikaman keempat berhasil mengenai arteri utama di sebelah kanan, sehingga parunya terisi begitu banyak darah yang membuatnya kolaps.

Dia masih bisa bertahan hidup selama beberapa menit, sebelum kemudian benar-benar meninggal akibat “tenggelam” di dalam genangan darahnya sendiri. Ada luka iris di salah satu jarinya - kelihatannya sudah ada beberapa hari sebelumnya. Mungkin perban jari ini yang ditemukan detektif di dapur waktu itu. Sedangkan Lori dan Stevie diduga tewas ditikam pada dadanya saat tertidur lelap.

 

Bukti paling nyata

Namun teori tadi tetap akan jadi teori, jika tak diketemukan bukti. Nah, saat para kerabat diizinkan memasuki rumah kuning itu untuk membereskan apa yang perlu dibereskan, salah seorang di antara mereka menemukan setumpuk sobekan kertas pada saku jaket olahraga Kip Rennsler, yang kemudian diserahkan pada detektif. Dengan antusias mereka berusaha menyusun sobekan kertas itu, seperti sedang mengerjakan jigsaw puzzle.

Awalnya, terlihat seperti kumpulan huruf-huruf yang tidak ada artinya. Namun, makin coba disusun, makin tampil suatu pola. Para penyidik menyadari, ini sebuah surat, sepanjang 25 halaman, seperti terlihat , pada halaman yang tertera di bawahnya. Sepucuk surat yang bermakna mengerikan, walau diungkapkan secara melantur dan banyak bagian yang hilang.

Surat itu jelas ditujukan pada Lori, walau tampaknya belum sempat dibacanya. Inilah sebagian kecil isi surat yang ditulis tangan dengan banyak kata yang digarisbawahi (sebagai penekanan) itu, yang menunjukkan derasnya arus pertentangan akal sehat dan kesadaran Kip:

“... Sekarang kau menyadari mengapa aku melakukan semua ini. Apa yang kulakukan, sebenarnya tidak bisa dipercaya. Namun jelas tidak akan menyakiti siapa pun - termasuk kau atau Stevie, bahkan diriku sendiri. Tapi ini benar-benar mengejutkan, bahkan kalau aku katakan kau pasti takkan mempercayainya. Jadi, TOLONG BACA SURAT INI KERAS-KERAS! Maksudnya, walaupun kau dan aku HIDUP BAHAGIA - JELAS TIDAK DIRAGUKAN LAGI - tapi orang lain di dunia ini tidak berkesempatan untuk menikmatinya. Baik yang sudah mati maupun yang masih hidup sekarang ini. 

... Ingat, aku harus melakukan semua ini di sisa hidupku. Kau harus meyakininya tanpa ragu-ragu. Siap ‘kan? Ingat, aku harus melakukan ini di hidupku. Siap? 

... Kau tahu ... Di antara semua orang di masa lalu, sekarang, maupun nanti, kau dan aku, serta Stevie telah terpilih untuk melakukan ini. Mengapa kita yang dipilih? Karena di mata Tuhan sejak zaman dulu, sekarang, maupun nanti, kitalah keluarga yang terbaik. AKU JUGA SULIT MEMPERCAYAI HAL INI!!!”

Akhirnya polisi menemukan penjelasan dan bukti otentik, mengapa mereka semua terkapar mati di rumah sendiri. Kip yang telah kehilangan akal sehat, berpikir pengorbanan keluarganya dapat menyelamatkan dunia. “Sulit dipercaya, saya pikir Kip hanya stres dan butuh waktu untuk melepas ketegangan,” tegas Solveig Hanson. 

Dalamnya hati, memang susah diduga. (Ann Rules)


Baca Juga: Senjatanya Dua Martil

 

" ["url"]=> string(78) "https://plus.intisari.grid.id/read/553517218/tiga-nyawa-untuk-selamatkan-dunia" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1665343179000) } } [2]=> object(stdClass)#69 (6) { ["_index"]=> string(7) "article" ["_type"]=> string(4) "data" ["_id"]=> string(7) "3350545" ["_score"]=> NULL ["_source"]=> object(stdClass)#70 (9) { ["thumb_url"]=> string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2022/06/29/buktinya-tak-nampak_jorge-flores-20220629071910.jpg" ["author"]=> array(1) { [0]=> object(stdClass)#71 (7) { ["twitter"]=> string(0) "" ["profile"]=> string(0) "" ["facebook"]=> string(0) "" ["name"]=> string(13) "Intisari Plus" ["photo"]=> string(0) "" ["id"]=> int(9347) ["email"]=> string(22) "plusintisari@gmail.com" } } ["description"]=> string(134) "Tidak seperti biasanya, Molly datang terlambat ke kantor dan tidak bisa dihubungi. Di apartemennya, Molly ditemukan tewas mengenaskan." ["section"]=> object(stdClass)#72 (7) { ["parent"]=> NULL ["name"]=> string(8) "Kriminal" ["description"]=> string(0) "" ["alias"]=> string(5) "crime" ["id"]=> int(1369) ["keyword"]=> string(0) "" ["title"]=> string(24) "Intisari Plus - Kriminal" } ["photo_url"]=> string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2022/06/29/buktinya-tak-nampak_jorge-flores-20220629071910.jpg" ["title"]=> string(19) "Buktinya Tak Nampak" ["published_date"]=> string(19) "2022-06-29 19:19:28" ["content"]=> string(43371) "

Intisari Plus - Tidak seperti biasanya, Molly datang terlambat ke kantor dan tidak bisa dihubungi. Olson yang berusaha menghubunginya pun khawatir dan segera menyusulnya ke apartemen Molly. Beragam upaya dilakukan untuk memasuki apartemennya, Molly ditemukan tewas mengenaskan.

------------------

Di kantor Laventhol & Horwarth, sebuah firma akuntan publik di Seattle, Andy Olson melihat jam dengan gelisah. Pukul 08.30. Molly terlambat! Padahal itu bukan kebiasaannya. Segera ia menyambar telepon dan menekan nomor telepon apartemen Molly. Sampai diulang tiga kali, telepon tak juga diangkat.

Olson mulai menduga-duga sebabnya. Badai semalam memang salah satu yang terburuk dalam sejarah Seattle. Molly juga pernah bercerita tentang upaya perampokan di apartemennya belum lama berselang. Meski sudah lapor ke polisi, Molly tetap merasa khawatir. Jadi, mungkin Molly menginap di rumah saudaranya.

Pukul 09.00 lewat. Bahkan setengah jam kemudian, penantian Olson sia-sia. la langsung menyambar kunci mobilnya dan bergegas ke parkiran mau menjemput Molly. Tapi di tengah jalan ia berubah pikiran. Lebih baik menghubungi polisi saja.

 

Disumbat celana dalam

Opsir Harry J. Burke yang menerima telepon. Setelah menaruh telepon, bersama opsir polwan Charlotte Thomas, mereka langsung menuju ke apartemen Molly, di blok 2358 Franklin Ave East.

Burke mengetuk pintu sementara Thomas berdiri di belakangnya. Tirai masih tertutup. Burke mengetuk lagi. Tak ada jawaban. la mengetuk sekali lagi dengan lampu senternya, tapi tak ada tanggapan juga. Mereka kemudian mengelilingi bangunan apartemen, tapi semua tirai masih tertutup sehingga tak bisa melongok ke dalam. Juga sulit untuk mendekati jendela, karena daun-daun rhododendron dan semak holly yang berduri mengalanginya.

Kedua polisi itu lalu berjalan ke bawah tangga yang menuju ke lantai dua di sisi utara. Sambil bergantung pada susuran tangga, Burke mencoba mengguncang jendela samping yang terkunci. Tapi karena tubuhnya yang gemuk terlalu berat, susuran tangga itu patah. la balik lagi ke pintu depan dan mengetuk kembali.

Karena belum juga ada jawaban, Burke mendobrak masuk apartemen. Dilaporkan, tempat tidur Molly ada di belakang, tetapi jendelanya tertutup dan macet, sehingga dicari jendela lain. Untungnya, meski tertutup, jendela samping kamar depan tidak terkunci. Bertumpu pada kursi taman, ia menggoyang-goyang jendela sampai terbuka setelah digeser.

Burke naik dari kursi itu dan bertumpu pada dahan rhododendron. "Polisi!" ia berteriak tiga kali sebelum masuk. Yang ada hanya kesunyian. la pun melompat masuk. Namun, sebelum menyentuh jendela, pandangan Burke terpaku pada ambang jendela bercat putih itu. 

Ada jejak sepatu olahraga berukuran besar di situ. la mencoba tidak mengusik jejak itu sehingga tubuhnya jatuh terguling ke dalam ruangan. Untung saja, ia mendarat di kasur. Sesaat kemudian ia menyadari berada di ruang tidur tamu yang merangkap sebagai gudang.

Burke lalu membantu Thomas menerobos jendela sambil mengingatkan agar hati-hati dengan jejak sepatu tadi. Mereka bergerak dengan hati-hati menuju koridor. Tirai yang mengalangi sinar matahari pagi membuat cahaya hanya berasal dari lampu meja di sebelah sofa. Ruang tengah begitu rapi dan kosong.

Burke melindungi Thomas ketika mereka berjalan menyusuri koridor menuju ke bagian belakang. Thomas membuka pintu kamar mandi di sebelah kiri. Pandangannya menyapu ke ruangan kamar mandi di ujung gang sisi kiri dan tampak sesosok gelap di belakang tirai shower. Sambil menahan napas, Thomas menggeser tirai ke samping. Weerrr Sebuah handuk panjang tergantung di sana!

Mereka menyusuri gang menuju kamar tidur utama. Burke masih melindunginya. Tampak sesosok tubuh tergolek di ranjang. Mirip maneken. Tetapi bukan. "Oh my God. Ini Molly McClure," ucap Thomas.

Gadis yang di atas ranjang itu mengenakan gaun tidur flanel warna biru. Tengkurap dengan posisi melintang. Wajahnya tertutup rambut yang pirang berkilauan. Meski sebagian tubuhnya tertutup selimut warna merah jambu, tampak tangannya terikat ke belakang. Charlotte Thomas segera meraba leher gadis itu mencari denyut nadi. Namun hanya dinginnya tubuh Molly yang ia rasakan.

Walau sudah enam tahun bertugas, Thomas sempat tak mampu mengatasi emosinya. la keluar menuju gang. "Sudah tewas," bisiknya kepada Burke.

Kedua kaki Molly McClure terbentang lebar. Sementara gaun tidurnya tersingkap sampai di atas pantat. Noda darah berceceran di gaun itu. Tangannya terikat ke belakang dengan seutas potongan kabel listrik. Kepalanya miring ke kanan.

Penguji medis Donald Reay bekerja sama dengan patolog forensik Corrine Fligner dan Eric Keisel yang tiba pukul 11.40 memastikan, dari pemeriksaan awal Molly dicekik dengan tali seperti yang biasa digunakan oleh paramedis untuk mengencangkan pembuluh darah. 

Mulutnya disumpal dengan celana dalamnya. Sebuah kaus kaki wol berwarna khaki terikat di lehernya. la mengalami sedikit perdarahan di belakang kepala. Ada tiga goresan yang berasal dari suatu benda tumpul.

 

Bukan perampokan

Hank Gruber, polisi dan detektif yang sudah belasan tahun makan asam garam, diberi tahu di rumah. la datang ke TKP siang menjelang sore. Koleganya, Rudy Sutlovich, datang pada saat hampir bersamaan.

"Jelas bukan perampokan," naluri Gruber langsung bekerja. "Tak ada barang yang hilang."

Sersan Detektif Gail Richardson dan Gene Ramirez dengan hati-hati mengumpulkan semua barang yang mungkin menjadi bukti, membungkusnya, dan melabelinya; selimut merah muda, alas di bawah seprai, bantal sutera warna beige, dua kertas corat-coret yang memuat nama dan nomor telepon penghuni apartemen serta alamat perusahaan asuransi, sehelai rambut yang mereka temukan pada genggaman tangan kanan Molly, serta rambut kedua yang tersangkut di gelang arloji di tangan kirinya.

Di kamar mandi, ditemukan alat penggulung rambut yang tali pengikatnya sudah terpotong dan tergeletak di dekat telepon. Entah untuk apa. Ada tampon berlumur darah di toilet. 

Ada dua sen dolar di lantai kamar mandi. Kedua detektif itu mengambil semua barang yang mereka lihat walau tak yakin gunanya. Lebih baik mengambil sebanyak mungkin, daripada terlalu sedikit. Mumpung TKP masih utuh.

Ketika Gruber bertanya apakah ada tanda pendobrakan, Richardson tidak yakin. Dia menunjukkan Hank Gruber jendela di kamar tidur depan dan jejak kaki di ambangnya. Kasus itu mungkin bisa terungkap dengan meneliti bekas jejak kaki, dan Gruber tak mau ambil risiko. Gruber memutuskan memotong ambang jendela itu dan membungkusnya dengan kertas cokelat.

Kursi yang digunakan Harry Burke untuk masuk ke apartemen Molly tepat berada di bawah tangga luar yang menuju lantai dua. Tetangga mengatakan, kursi itu sudah lama ada di sana. Anehnya, jendela depan - di mana Kvay Knight, tetangga Molly di sebelah atas, mengaku melihat perampok pagi sebelumnya - tak diusik sama sekali. Tak ada tanda percobaan perampokan lanjutan.

Pembunuh pasti melewati jendela di kamar tidur kecil yang di depan itu. Pintu depan masih digembok ketika petugas polisi datang; pembunuh tak mungkin lewat situ. Semua kunci yang dimiliki Molly dengan cepat disimpan polisi. Jejak sepatu di ambang jendela kamar depan mengarah ke dalam, sepertinya seseorang keluar lewat jendela dengan posisi mundur.

Setelah sadar bahwa Molly pernah mengadukan ke polisi mengenai adanya orang yang mau mendobrak apartemennya, serta menyadari betapa cerdas dan berhati-hatinya Molly McClure, Sutlovich dan Gruber yakin, Molly telah mengecek semua jendela dan pintu pada Kamis malam. "Pasti penjahat itu orang yang dia kenal," mereka menyimpulkan.

Sampai hari ini detektif merasa bahwa pembunuh mencoba mengecoh dengan masuk melalui pintu depan dan keluar melalui jendela samping kamar depan, sehingga dia tak akan terlihat setelah pembunuhan.

Gruber memeriksa dompet yang tergantung di kamar tidur Molly. Dengan penjepit dia membuka dan memeriksa isinya dengan hati-hati. Banyak kartu kredit dan sedikit uang tunai. Tampaknya terlewatkan dari mata si pembunuh. Detektif menyelidiki apartemen untuk mencari senjata yang digunakan untuk melukai kepala Molly, tetapi tidak ketemu. Mereka juga tidak menemukan darah di tempat lain. 

Sutlovich menyelidiki tempat itu sepanjang sore. Malamnya, bersama rekannya, ia menganalisis peristiwa itu. Mereka yakin jawabannya mudah, begitu mudahnya sampai mereka tidak menyadari atau tidak mengetahuinya. Setiap malam sebelum pulang, mereka mengaktifkan alarm yang akan berbunyi di semua mobil patroli di daerah sekitar itu jika ada orang mencoba memasuki tempat itu.

 

Sedang menstruasi

Hank Gruber dan Rudy Sutlovich langsung menemui Kvay Knight (27) di apartemen Sondra Hill Jumat malamnya, sehubungan dengan perampok yang dilihat Kvay pada Kamis pagi. Sondra dan Kvay adalah penghuni apartemen di lantai dua, tepat di atas unit yang ditempati Molly. Menurut Kvay, dia bicara dengan Sersan Don Cameron. Juga telah memberi tahu Opsir Kuenzi apa yang diingatnya tentang Kamis malam - malam sebelum pembunuhan - lalu dia ngobrol sebentar di apartemen Molly.

Gruber menanyai Kvay apakah tahu seluk beluk apartemen Molly. Dia hanya pernah berada di ruang tengah. Seperti penghuni lainnya, sepanjang malam dia tidak mendengar teriakan minta tolong, atau bunyi perkelahian.

Kebanyakan sidik jari yang ditemukan di apartemen adalah sidik jari Molly dan beberapa jejak yang ‘tidak dapat diselidiki’ karena terhapus atau tergesek. Sidik jari yang ‘tidak dapat diselidiki’ juga ditemukan di lukisan di ruang tamu dan di laci di kamar tamu. Identifikasi sidik jari bertambah sulit karena Molly merupakan penghuni baru apartemen itu.

Menurut Kvay Knight, dia sebenarnya tidak punya rencana untuk datang ke apartemen Molly pada Kamis malam. Molly yang memintanya datang untuk berbicara dengan polisi. Kvay kira-kira masih berada di sana selama setengah jam setelah Opsir Kuenzi pergi. Mereka ngobrol tentang masakan, malah Molly kemudian meminjamkan salah satu buku resepnya.

Dr. Eric Kiesel mengautopsi Molly McClure pada hari Senin, 20 Januari, saat Rudy Sutlovich dan Hank Gruber ada di sana. Kesimpulannya, Molly tewas karena dicekik, entah dengan tali atau tangan. Celana dalam penyumbat mulutnya itu turut berperan dalam kematiannya.

Selain itu, Molly juga diperkosa. Ada sedikit luka lecet dan memar pada kemaluannya. Sayangnya, karena Molly sedang datang bulan, sperma yang ditemukan di lubang vagina bercampur dengan darah haid. Sperma itu golongan O, sama dengan golongan darah Molly sehingga mempersulit identifikasi. Namun, masih ada tes-tes lain yang canggih untuk meneliti enzim darah dan sejenisnya.

Ada bukti-bukti lain yang sangat kecil, yang bagi orang awam mungkin tak ada hubungannya: materi pembungkus luka di pantat Molly, serpihan tembakau di bawah kuku jarinya, padahal ia benci rokok, rambut hitam dari bagian dalam paha kirinya, serat yang tergenggam oleh tangan Molly, serat biru cerah ditemukan di bawah sarung bantal di tempat tidur Molly, rambut kemaluan di celana yang digunakan sebagai sumpal. Semuanya ada delapan belas helai.

 

Apa maksud semua itu?

Dengan kemajuan yang pesat dalam ilmu forensik, kriminolog di Western Washington State Patrol Crime Lab dapat menguak kejahatan dari darah, sperma, serat, maupun rambut. Chesterine Cwiklik tahu banyak tentang analisis rambut dan serat ini. Dia langsung meneliti bukti-bukti yang diberikan Gruber dan Sutlovich. 

Satu hal sudah jelas bagi dua detektif itu. Rambut spiral kelam yang ditemukan di paha Molly saat autopsi tampaknya milik seseorang dari ras berkulit hitam. Meski harus dibuktikan oleh Chesterine, tetapi Gruber dan Sutlovich sudah yakin. Dua detektif Seattle itu yakin dari awal bahwa Molly sudah mengenal pembunuhnya. Mungkin salah satu teman yang datang mengunjunginya.

Tapi ternyata tidak. Keluarga dan temannya yakin dia tidak sedang berkencan dengan pria berkulit hitam, juga tidak mempunyai teman wanita berkulit hitam. la juga tidak pernah bercerita punya teman baru. Bosnya juga sependapat.

Sementara penyelidikan berlangsung, Senin sore itu kebaktian untuk Molly McClure diadakan di Gereja First Presbiterian Bellevue. Lebih dari enam ratus pelayat memadati gereja sampai meluber ke luar. Semua surat kabar di Seattle memuat berita kematian Molly, lengkap dengan foto-fotonya yang sedang tersenyum. Cantik, dengan mata yang besar dan pipi montok menggemaskan.

Orang tua Molly, Warren dan Jean McClure, menerima banyak surat, entah dari kenalan lama mereka, dari teman-teman Molly, maupun dari orang-orang yang sekadar bersimpati.

Seiring dengan berlalunya pemakaman Molly, perubahan di apartemen itu pun terjadi. Jack Crowley, tetangga sebelah Molly, pindah karena tak bisa melupakan bayangan Molly yang meninggal akibat dicekik, sementara dia tidak mendengar teriakan minta tolong sedikit pun. 

Yang jelas, menurut Sutlovich dan Gruber, Molly meninggal sebelum pukul 06.00 atau 07.00. Soalnya, jika wekernya berbunyi, dia pasti akan terbangun dan siap-siap bekerja. Kenyataannya, dinding kamar mandi masih kering dan teko kopi tak dinyalakan. 

Lagi pula Molly ditemukan di tempat tidur masih memakai baju tidur. Dari tingkat kekenyalan dan biru lebamnya ketika detektif tiba setelah pukul 10.00, mereka memperkirakan, dia terbunuh empat atau lima jam sebelumnya.

Ada lagi satu fakta yang mencolok. Satu-satunya pria berkulit hitam yang bisa dikaitkan dengan Molly yaitu Sherwood "Kvay" Knight. Tetapi bukankah dia pernah sampai mengetuk pintu kamar Molly untuk memperingatkannya? Dengan alasan apa dia lalu melukainya? la juga terlihat tulus mencoba membantu menangkap pembunuhnya. Namun, ketika kedua detektif itu mengorek asal usulnya, ternyata ia tidak bersih pula.

 

Ditolak bercumbu

Ternyata Kvay baru saja bebas dari penjara atas dakwaan merampok toko video dengan mengikat tangan karyawati toko itu dengan kabel listrik. la juga terlibat kasus pemerkosaan yang terjadi di Snohomish County, Washington, Desember 1984, tapi dibebaskan karena kurang bukti. Ada lagi sebuah kasus pembunuhan yang belum terbongkar, modus operandinya mirip dengan kematian Molly McClure. 

Kvay sering menggunakan nama samaran “Billy Williams”. Rudy Sutlovich dan Hank Gruber dengan curiga mulai menyelidiki “pertolongan” Knight terhadap Molly pada tanggal 16 Januari dari berbagai sudut pandang.

Sutlovich pun berpikir, andai dia mengagumi Molly dan menyadari kemolekannya, lalu ingin mengetahui kebiasaannya. Saat dia mengetuk pintu kamar Molly pada pukul 04.00 atau 04.30, dia mendapatkan banyak info. 

Pertama, Jack Crowley mengatakan dia mendengar ketukan berulang-ulang sebelum pintu dibuka, sehingga tahu Molly kalau tidur nyenyak sekali. Molly memang memberi tahu bibinya bahwa dia sulit sekali terbangun ketika Kvay mengetuk pintu. Kedua, dia tahu Molly tinggal sendirian. Ketiga, Molly tidur sendirian. Keempat, dia biasanya di rumah - dan tidur - pada jam-jam itu.

Namun, masih ada tanda tanya lain. Kvay Knight tinggal bersama wanita yang amat menarik. Sangat bodoh jika menyerang wanita yang tinggal pas di lantai bawah - apalagi dia baru berbicara dengan polisi hanya beberapa jam sebelum pembunuhan. 

Atau mungkinkah dia sudah memperhitungkan penyelidik akan sampai pada kesimpulan itu? Apakah dia sudah memperkirakan bahwa Departemen Polisi Seattle takkan percaya jika dia akan bertindak sedemikian konyol?

Sutlovich kemudian mengorek keterangan dari Sondra Hill. la seorang sekretaris bidang hukum dan sudah tinggal di situ selama empat setengah tahun. Selama enam bulan pertama, dia tinggal di unit tepat di sebelah Molly. Pada bulan Juni 1985 dia pindah ke apartemen di atas Molly dan Jack Crowley menggantikan tempatnya. 

Sondra mengenal Kvay Knight sejak Februari 1979 dan sudah enam tahun berkencan. Sekeluarnya dari penjara setelah menjalani hukuman lima belas bulan, Kvay tinggal bersamanya sambil mendaftar ke North Seattle Community College. Karena dia tidak bekerja, kuliahnya dibiayai Sondra dan salah seorang familinya. Dia mulai kuliah bulan Januari. Jadwal kuliahnya pada hari Senin, Rabu, dan Jumat mulai pukul 08.00, sedangkan Selasa dan Kamis mulai pukul 09.00. Karena tidak mempunyai kendaraan, Kvay harus naik bus ke kampus, walaupun rutenya memutar. 

Sepengetahuan Sondra Hill, hari Kamis itu Kvay ke kampus, lalu pulang dan menyediakan makan malam untuk Sondra, kemudian ke rumah saudaranya. Pada pukul 22.30, ketika pulang, dia bercerita baru omong-omong dengan polisi dan Molly. Kvay bilang agak terkejut Molly sampai menelepon polisi karena saat Kvay memberi tahu soal perampok pada paginya, Molly cuma tertawa tidak percaya.

Setelah menonton berita pukul 23.00, Sondra dan Kvay bertengkar. "Soal apa?" tanya Gruber.

"Dia ingin ‘main', tetapi saya terlalu lelah." Kvay marah-marah, lalu dia tidur di sofa. Karena saat itu malam sangat dingin, Kvay memakai kantung tidur, lalu Sondra menyelimutinya dengan selimut biru yang dirajutnya sendiri.

Sondra terbangun berkali-kali malam itu. Dia mendengar pintu depan terbanting pukul 05.40, tak lama setelah wekernya berbunyi. "Pasti Kvay keluar untuk lari pagi," pikirnya. Memang belakangan Kvay bersemangat lari pagi selama dua atau tiga jam.

Sekitar dua puluh menit kemudian, terdengar suara berisik dari apartemen Molly di lantai bawah. Itulah satu-satunya hal yang luar biasa pagi itu. Soalnya, sebelum itu tak pernah terdengar suara apa pun dari apartemen Molly.

Meskipun merasa tidak enak badan, Sondra memutuskan untuk berangkat kerja. Segera ia bangun, mandi, dan berdandan. Dia tidak mendengar kapan Kvay kembali, tetapi ketika ke dapur pukul 07.10, dilihatnya Kvay sudah ada di sana dengan satu tangan di lemari es. Berbau keringat, Kvay sepertinya baru lari mengelilingi lapangan sepak bola berkali-kali. Sambil meneguk jus, Kvay mengatakan dia terlambat ke kampus.

"Dia memakai apa?" tanya Sutlovich. 

"Celana training katun hitam dan sweater abu-abu - sama seperti yang dipakai malam sebelumnya, dan sepatu lari. Tanpa mandi dulu, Kvay mengambil buku catatan dan ransel, langsung pergi."

Sondra berangkat kerja pukul 08.00. Baru beberapa jam setelah itu dia ditelepon pemilik apartemen yang memberi tahu bahwa Molly dibunuh. Karena ketakutan, Sondra Hill langsung memberi tahu pemilik apartemen bahwa dia akan keluar pada tanggal 1 Februari. Meski tinggal dua minggu lagi, dia pasang juga kunci pintu yang baru. Memang bila ada Kvay, dia tidak takut, tetapi Kvay sering tidak ada, terutama menjelang fajar. 

 

Bolos kuliah 

Sutlovich dan Hank Gruber juga menanyai para tetangga lain, apakah mereka mengingat sesuatu yang aneh setelah Molly tewas. Mereka bertemu Susan Stroum, yang tinggal di gedung apartemen sebelah. Dia ingat, Kvay tampak tergesa-gesa. Stroum termasuk orang tepat waktu dan selalu berangkat kerja antara pukul 07.20 dan 07.25. 

Pada tanggal 17 Januari pagi itu dia melihat Kvay ketika mereka sama-sama sedang berjalan di antara gedung-gedung apartemen tepat pukul 07.25. Mereka berdua berbelok menuju selatan. Susan Stroum menyeberang jalan, untuk membelok di East Lynn Street, sedangkan Kvay terus berjalan ke Franklin.

Ketika dicek di North Seattle Community College ternyata Kvay Knight tidak ke kampus. Hanya tiga atau empat kali saja ia masuk selama satu semester itu. Mengambil mata kuliah pemrosesan data dan fungsi kantor, catatan absen menunjukkan dia terakhir kuliah pada 10 Januari. Sondra tak tahu, begitu pula ibu Kvay yang juga ikut membiayainya. 

Tak dinyana, Sherwood “Kvay” Knight ternyata pembohong dan pemorot uang. Tetapi apakah dia juga pembunuh? Bagaimana membuktikannya?

Sutlovich dan Gruber mulai frustrasi karena lambatnya kemajuan penyidikan. Naluri mereka sudah yakin, Kvay pelakunya. Namun, itu tidak cukup untuk "melemparkan" Kvay ke hotel prodeo. Padahal Chesterine Cwiklik dan John Brown terus kerja keras meneliti bukti serat dan rambut, serta jejak sepatu. Bukti-bukti yang umumnya tak terlihat dengan mata telanjang.

Detektif menanyai Sondra Hill dan Kvay Knight berulang kali sampai mereka lama-lama memperlihatkan wajah yang kurang senang. Kvay Knight, yang awalnya begitu bersemangat “membantu” polisi, menjadi bermuka masam. Demikian pula Sondra. 

Kepada Kvay, Hank Gruber beralasan karena berdasarkan rambut kemaluan yang tertinggal, disimpulkan pembunuhnya berkulit hitam, polisi perlu mengeliminir orang-orang hitam mana yang tidak bersalah. Wajah Kvay tampak terkejut.

Kembali ketika detektif mengetuk pintu apartemen Sondra Hill pada 22 Januari dan menanyakan Kvay, Sondra mulai bersikap sarkatis. "Dia tidak di sini. Anda mau masuk dan mencarinya?"

Pada 24 Januari, seminggu setelah pembunuhan Molly McGlure, Gruber, Sutlovich, Detektif Duane Homan, dan Detektif Gail Richardson pergi ke apartemen Sondra Hill untuk melakukan penggeledahan sesuai dengan surat kuasa yang sudah mereka kantongi. Surat kuasa itu lebih berdasarkan praduga dua detektif yang telah berpengalaman.

Sebelum pukul 07.00, Hank dan Rudy berada di depan pintu apartemen Sondra Hill, sementara detektif mitra mereka menghadang di belakang. Kvay Knight membuka pintu dengan bercelana pendek dan kaus saja. Rupanya,tadi ia sedang tidur. 

Keempat detektif itu tidak bermaksud menahan Knight, mereka hanya ingin mendapatkan rambut, darah, dan air liur serta pakaiannya. Mereka menggeledah apartemen Hill, lalu membawa Kvay ke laboratorium kriminal untuk mendapatkan sampel darahnya.

Kvay Knight ditahan, tetapi hanya untuk penyidikan sehingga tidak dapat lebih dari 72 jam. Waktu yang singkat jika dibandingkan dengan pemeriksaan laboratorium untuk dapat mencocokkan rambut dan serat dengan rambut kepala, pelipis, dan rambut kemaluan tersangka. Bukti itu perlu dan mutlak. Berhubung karena Kvay Knight bersikeras tak mau menyerahkannya, mereka terpaksa menahannya untuk memperoleh sampel rambut dan darahnya.

Selama penyelidikan, mereka mengambil sweater dan celana training hitam yang kebetulan sedang direndam di ember plastiknya, berikut ember dan air. Kvay ingin memakai sepatu larinya, tetapi Hank Gruber memintanya memakai sepatu yang lain; Gruber ingin membandingkan sepatu itu dengan jejak yang tertinggal di ambang jendela Molly. 

Mereka juga mengambil rambut yang ditemukan di bak mandi Sondra Hill dan di bawah sumbat. Karena Sutlovich maupun Gruber tak mau memangku ember berisi air sabun yang dingin selama perjalanan ke markas, akhirnya mereka pun mengundinya.

Sutlovich kalah. Dia menggerutu sebab dengan tinggi hampir 2 m, untuk menyesuaikan kakinya yang panjang dengan mobil saja sudah bermasalah, kini harus memangku ember berisi air. Namun, di belakang kemudi, Gruber punya alasan lain untuk tersenyum. Kasus yang tadinya tampak buntu ini, kelihatannya mulai menunjukkan titik terang.

 

Untung belum dicuci

Ternyata Chesterine Cwiklik memang menemukan bukti-bukti yang semakin menuntun ke arah Kvay. Cwiklik adalah mahasiswa doktoral di ilmu kimia organik. Spesialisasinya mikroskopi. la mengepalai seksi mikroanalisis State Patrol Crime Lab. Dalam kesaksiannya, dia mengemukakan temuannya.

Fisik serat adalah panjang dan tipis, tapi ia bisa berasal dari plastik, logam, atau katun. Pakaian juga memiliki serat, baik yang sintetis, seperti poliester, atau alamiah, seperti goni, rami, dan katun. Serat binatang yang paling umum adalah wol. Selain serat karpet, kebanyakan serat lebih tipis daripada rambut manusia. 

Dalam menganalisis serat, Cwiklik sering menggunakan spineret, sejenis saringan untuk memisahkan dan membedakan serat. Dia juga mengetes tingkat mengkilatnya suatu permukaan, mendeteksi perbedaan di celupan dan tahap-tahapnya. 

Dengan perkembangan teknologi, Cwiklik juga mampu membuat “sandwich kaca”: serat atau rambut diapit bantalan transparan, lalu diamati di bawah mikroskop polarisasi yang bisa memperbesar 800 kali.

Rudy Sutlovich dan Hank Gruber memberikan Chesterine 237 potong bukti yang memerlukan waktu berbulan-bulan bila semua harus diuji. Maka Cwiklik langsung bertanya, "Mana yang paling penting?" "Bahan-bahan yang paling dekat dengan tubuh." 

Maka dia mulai. Serat hitam yang ditemukan di tangan, pantat, dan baju tidur Molly McClure dicocokkan dengan serat dari celana training hitam yang direndam di ember plastik. Gumpalan itu dan rambut yang diangkat dari pantat Molly ternyata mengandung serat dan rambut yang sangat serupa dengan yang ada di gumpalan yang diambil dari selangkang celana training Kvay. 

Setiap gumpalan serat bercampur dengan bulu kucing. Ketika serat celana training diperbesar 1.110 kali dan dilihat melalui mikroskop, tampak betapa sama dengan serat dari TKP. 

Chesterine Cwiklik tahu bahwa setiap manusia membawa pernik-pernik dari lingkungan tempat tinggalnya. Tanpa sadar ia menyentuh serat, rambut, kotoran. "Contohnya, lingkungan Molly mempunyai serat warna merah dan ungu, serpihan cat, serat alami - tapi tidak ada bulu kucing," jelasnya pada Gruber dan Sutlovich. "Di lantai atas, di apartemen Sondra Hill, ada serat sintetis, oranye, cokelat, biru dan hijau, serpihan tembakau, dan banyak sekali bulu kucing."

Ketika serat saling tercampur, pemilahan pun dilakukan berdasarkan data di lapangan. Molly benci kucing. Jika ditemukan bulu kucing, pasti ada yang membawanya ke tempat tidurnya. Di sarung bantal Molly terdapat serat yang secara mikroskopis serupa dengan selimut yang dirajut Sondra Hill dalam corak biru tua dan putih, serat dengan simpul khusus - S tak terputus. Tak ada sama sekali di apartemen Molly warna itu. 

Pada malam sebelum Molly dibunuh, Kvay Knight tidur dengan selimut berwarna biru-putih. Meski menyangkal pernah berada di tempat tidur Molly, dia meninggalkan jejak. Malah, bagi Chesterine Cwiklik, pembunuh Molly seolah-olah meninggalkan namanya dekat sang Korban.

Ternyata ditemukan juga rambut yang secara mikroskopis tak dapat dibedakan dengan rambut Kvay Knight: di pergelangan tangan kiri Molly, kasur, sarung bantal, pantat, rambut kemaluan, paha dalam, seprai, tali yang digunakan untuk mencekik Molly, dan celana dalam. Bahkan rambut Sondra Hill juga ditemukan di selimut Molly. 

Sebaliknya, rambut Molly ditemukan di sol sepatu Kvay, di selimut yang dipakai alas pijak saat Kvay melepas bajunya selama penggeledahan, dan di bak Kvay.

Bagus! Tapi cukupkah untuk meyakinkan juri? Bukti rambut dan serat sulit bagi orang awam untuk dimengerti. Selain itu, bukti-bukti ini tidak bersifat absolut, cuma kemungkinan. 

Satu-satunya jalan, memperbanyak bukti dari lab untuk meningkatkan persentase kemungkinan. John Brown menguak jejak sepatu. Pola sol mungkin pola sepatu olahraga Kvay yang kanan; ukurannya juga sama, tapi sol semacam itu banyak sekali. Apalagi tak ada tanda khusus habis dipakai atau rusak. 

Waktu kejadian memang hujan pada pukul 02.00, tapi jika Kvay turun dari lantai atas, dia mungkin hanya menginjak sebidang kecil tanah basah dan sepatunya tak akan menginjak lumpur yang cukup besar. 

Serpihan tembakau di bawah kuku Molly juga benda asing mengingat dia tidak merokok. la benci berada di tengah perokok sehingga tak seorang pun merokok bila di apartemennya karena sungkan. Namun, noda kecil itu cocok dengan serpihan tembakau di sweater Kvay.

George K. Chan, ahli biokimia dan kriminologdi State Patrol Crime Lab, mengambil alih pengujian cairan tubuh yang ditemukan di tempat kejadian dan selama eksekusi penggeledahan. Semua manusia mempunyai tanda-tanda genetik dalam jaringan, darah, dan cairan tubuh. 

Penggolongan A-B-O dapat dilakukan terhadap bekas lumuran darah, dan tanda genetik dapat dipisahkan dari kelompok darah, enzim, protein, antigen, dan faktor RH. Bukti yang menakjubkan dapat disarikan dari darah, air liur, mani, keringat, lendir, dan air mata.

Lebih dari 80% manusia adalah “penghasil”; golongan darah mereka dapat ditentukan dari cairan tubuh. Tes menunjukkan bahwa baik Molly McClure maupun Kvay Knight sama-sama “penghasil” tipe O. 

Tentu saja, Chan menghadapi masalah ketika dia meneliti sampel yang mengandung darah haid Molly dan mani dari pemerkosanya, yang diambil dari liang vaginanya. Keduanya golongan O. Tetapi dia masih dapat melakukan tes penyelidikan lebih mendalam.

Ketika Chan memeriksa sweater yang dipakai Kvay Knight pada malam pembunuhan dan keesokan paginya, kriminolog itu menemukan tiga bercak darah kering di bagian dalam lingkar pinggang. Rupanya sweater itu tidak dicuci selama seminggu antara pembunuhan dan penggeledahan. Jelaslah, Kvay tak tahu ada noda darah di sweater itu.

Chan memastikan, golongan darah kering itu O. Namun, Kvay tidak punya luka atau lecet di tubuhnya. Dia tidak berdarah. Hanya Molly yang berdarah. 

Oleh sebab itu Chan harus melakukan pengetesan terhadap tanda genetik lain. Ras putih, hitam, merah, dan kuning cenderung mempunyai tanda Gm (Gamma) dan Km (Kappa) yang pasti. Sekalipun terjadi perkawinan antar ras, tanda itu tetap kuat. Chan lalu memberi contoh. Ras Kaukasia memiliki bilangan Gm kombinasi antara 3 dan 11, sedangkan bilangan Km-nya yang umum adalah 3. Sedangkan pada ras hitam, tidak mungkin ditemukan bilangan 3 dalam unsur Gm-nya. Biasanya kombinasi 1 dan 11.

Jika seorang pria berkulit hitam berdarah dan menempel di kausnya, akan terlihat bahwa bilangan Gmnya 11, bukan 3. Chan mengutip ucapan serologis forensik, Gary Harmer, "Jika kamu mencampur jeruk, apel, dan anggur dalam satu wadah dan mengaduknya, kamu akan menjumpai rasa jeruk, apel, dan anggur. Tidak ada rasa pisang."

Melalui pengujian terhadap tanda genetik lainnya, Chan cuma menemukan tanda genetik Kaukasia ras putih di darah golongan O yang mengering pada sweater Kvay Knight. 

Tanpa disadari, Kvay telah membawa-bawa darah Molly selama seminggu. Jika Kvay mencuci sweater itu, bukti penting ini pasti lenyap. Untunglah, dia tak pernah melihat bekas lumuran darah itu.

Dalam bahasa Gary Harmer, "Bekas lumuran darah di lingkar pinggang sweater Kvay mungkin berasal dari Molly McClure, tapi yang jelas tak mungkin berasal dari Sherwood “Kvay” Knight." 

Sampai kini belum ada hasil tes yang membebaskan Kvay Knight dari kecurigaan polisi. Sebaliknya, bukti-bukti itu malah semakin memberatkan.

 

Melarikan diri

Bukti-bukti kecil yang semakin menggunung itu bertambah lagi ketika ayah Molly menutup rekening bank Molly. Dia menerima laporan keuangan bank dari Great Western Savings and Loan, termasuk semua transaksi yang dibuat dengan kartu ATM. 

Sewaktu menelusuri deretan angka selama periode antara 15 Januari dan 15 Februari, Warren McClure terpaku. Ada dua penarikan dari rekening Molly pada tanggal 17 Januari pagi. Masing-masing pada pukul 07.34 dan satu menit setelahnya. 

Tidak mungkin Molly yang melakukannya; 'kan dia sudah meninggal? Transaksi itu dilakukan di fasilitas perbankan Seattle First di Eastlake, dan itu hanya beberapa blok arah selatan dari apartemen Molly!

Warren McClure segera menelepon Gruber dan Sutlovich. Apa pun motif asli si pembunuh - pemerkosaan atau perampokan - yang jelas dia telah melakukan keduanya.

Tinggal selangkah untuk menyeret Kvay. Sekitar 25% mesin ATM di Seattle dilengkapi kamera untuk merekam orang yang mengambil uang. Sayang, ATM tempat rekening Molly terakhir kali diambil tidak memiliki kamera. 

Mesin ATM terletak di fasilitas yang hanya menyimpan rekaman; ATM itu sendiri sebenarnya pernah menjadi bagian sebuah bank yang utuh, tetapi kini banknya sudah tutup, tinggal mesin ATM saja, tanpa papan nama apa pun. Jadi, yang menggunakannya pasti tahu benar, ada mesin ATM di sana. 

Hank Gruber dan Rudy Sutlovich kemudian mencoba menghitung waktu yang dibutuhkan pembunuh Molly setelah membunuh. Susan Stroum melihat Kvay Knight meninggalkan apartemennya dan menuju ke selatan dengan tergesa-gesa sekitar pukul 07.25. 

Karena kaki Rudy Sutlovich begitu panjang sehingga langkahnya sama dengan dua langkah pria, terpaksa Gruber yang harus melakukannya. Sutlovich memegang stopwatch, sementara Hank Gruber berjalan delapan blok dari apartemen Molly menuju mesin ATM.

Sembilan menit. Berulang kali, hasilnya sama. Jika Kvay Knight berjalan tergesa-gesa ke selatan, kartu ATM Molly sudah ada di sakunya, pada pukul 07.25, dia pasti mencapai mesin pukul 07.34. Persis dengan waktu yang tercatat untuk pengambilan AS $ 100 pertama. 

Lalu dia harus menunggu sebentar sebelum mengambil AS $ 100 berikutnya. Bagaimana Kvay Knight bisa tahu ada ATM di sana? Teka-teki itu terjawab dengan mudah. 

Sondra Hill mengakui, dia punya kartu yang dapat digunakan pada ATM itu, dan baru kedaluwarsa hanya dua bulan sebelum pembunuhan. Kekasihnya pasti tahu keberadaan mesin yang tersembunyi di belakang gedung perkantoran biasa itu. 

Meskipun, bila ditinjau satu per satu, bukti-bukti itu tidak mengesankan, namun bersama-sama mereka mampu menggoyahkan kredibilitas Kvay. Hank Gruber dan Rudy Sutlovich yakin, Sherwood “Kvay” Knight itulah si Pembunuh Molly McClure. 

Sayang, Kvay sudah mencium bakal tertangkap. Dia sudah melarikan diri.

Sondra dan Kvay pindah dari apartemen pada tanggal 1 Februari. Sementara Sondra pulang ke rumah orang tuanya, Kvay lenyap di lorong-lorong kumuh pusat Kota Seattle. Karena ramah, persuasif, dan cerdik, ia punya banyak teman yang mau menampungnya sehari atau lebih sebelum dia pindah lagi. Dia dan Sondra tetap berhubungan, dan Sondra membelanya. Sondra tak percaya dia punya kesalahan lain kecuali bolos sekolah. 

Kvay benar-benar sulit ditangkap. Sebentar muncul di sana, lalu lenyap. Muncul lagi di sini, lenyap pula. Becky Roe, wakil jaksa senior King County, meminta uang jaminan AS $ 250.000 ketika dia mengajukan pernyataan tertulis tanggal 18 April 1986, menuduh Sherwood “Kvay” Knight dengan pembunuhan tingkat satu, berdasarkan keyakinan saja. 

Roe mengadu untung. Rudy Sutlovich dan Hank Gruber yakin bahwa Kvay masih di Seattle. Banyak tempat untuk mencari tersangka, termasuk mengawasi rumah teman-teman Knight selama tiga hari. Tetap saja buruan mereka lolos.

Untung berita tuduhan pembunuhan itu muncul di beberapa surat kabar Seattle. Dua orang kenalan Kvay melihat, lelaki itu duduk di mobil dekat pabrik Boeing di East Marginal Way dengan seorang pemuda. Karena sibuk menjual “barang dagangan” ke pengemudi, Kvay tidak memperhatikan bahwa dia diamati. Mereka langsung menelepon polisi. 

Saat Sutlovich dan Gruber tiba, kebetulan sekali lalu lintas macet total, karena bertepatan dengan saatnya buruh pabrik Boeing bertukar giliran tugas. Akhirnya, Dewi Fortuna memayungi dua detektif yang ulet itu. Mereka menemukan Sherwood “Kvay” Knight telah ditahan dan diborgol oleh opsir polisi Seattle, Al Thompson.

Pada bulan Oktober 1986, Kvay Knight diadili Hakim Pengadilan Tinggi, Terrence Caroll. Dua belas anggota juri dan dua pengganti - enam pria, delapan wanita - memandang pemuda dalam balutan jas abu-abu biru yangs ekarang tampak jauh dari garang. Dia kelihatan agak lemah, kurus, dan penurut. Dua pembela duduk di sampingnya. 

Keluarga dan teman-teman Molly McClure memadati dua baris pertama bangku kayu. Air mata yang mengambang di mata merupakan satu-satunya tanda bahwa mereka bukan sekadar pengunjung biasa. Pengadilan itu sendiri juga diliput media lokal. 

Pada 10 Oktober, juri berunding hanya dua setengah jam sebelum memutuskan Kvay bersalah. Berhubung Becky Roe dan Dan Kinerk tidak menuntut hukuman mati, pada 3 November 1986, Hakim Carrol menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup tanpa kemungkinan bebas bersyarat. (Ann Rule)

" ["url"]=> string(64) "https://plus.intisari.grid.id/read/553350545/buktinya-tak-nampak" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1656530368000) } } [3]=> object(stdClass)#73 (6) { ["_index"]=> string(7) "article" ["_type"]=> string(4) "data" ["_id"]=> string(7) "3350303" ["_score"]=> NULL ["_source"]=> object(stdClass)#74 (9) { ["thumb_url"]=> string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2022/06/29/dipenjara-sampai-tahun-2036_emil-20220629070527.jpg" ["author"]=> array(1) { [0]=> object(stdClass)#75 (7) { ["twitter"]=> string(0) "" ["profile"]=> string(0) "" ["facebook"]=> string(0) "" ["name"]=> string(13) "Intisari Plus" ["photo"]=> string(0) "" ["id"]=> int(9347) ["email"]=> string(22) "plusintisari@gmail.com" } } ["description"]=> string(149) "Saat mengobrol dengan adiknya di telepon, tamu datang ke rumah Vonnie untuk menawarkan anjing. Saat pulang ke rumah, suaminya tidak menemukan Vonnie." ["section"]=> object(stdClass)#76 (7) { ["parent"]=> NULL ["name"]=> string(8) "Kriminal" ["description"]=> string(0) "" ["alias"]=> string(5) "crime" ["id"]=> int(1369) ["keyword"]=> string(0) "" ["title"]=> string(24) "Intisari Plus - Kriminal" } ["photo_url"]=> string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2022/06/29/dipenjara-sampai-tahun-2036_emil-20220629070527.jpg" ["title"]=> string(27) "Dipenjara Sampai Tahun 2036" ["published_date"]=> string(19) "2022-06-29 19:05:46" ["content"]=> string(34623) "

Intisari Plus - Saat mengobrol dengan adik perempuannya di telepon, tamu datang ke rumah Vonnie untuk menawarkan seekor anjing. Saat pulang ke rumah, suaminya tidak menemukan Vonnie. Polisi menduga Vonnie menjadi korban penculikan.

------------------

Musim panas 1974 pasangan muda itu boyongan ke rumah mungil di kawasan Burien, sebelah selatan Seattle. Vonnie mulai menikmati perannya sebagai ibu rumah tangga, sementara Todd Stuth mendapat giliran kerja mulai sore sampai tengah malam. Berarti malam hari umumnya mereka berpisah. Untung orang tua Vonnie dan adik perempuannya tinggal berdekatan. Juga temannya banyak. Jadi, ia tidak kesepian.

Rabu malam, 27 November 1974, Vonnie sibuk menyiapkan pesta Thanksgiving esok hari. Untuk pertemuan keluarga itu Vonnie menyumbang salad Jell-O. la melarutkan Jell-O dalam air mendidih dan sibuk meracik bahan-bahan lain di meja dapur sambil mendengarkan suara televisi dari ruang tamu.

Pukul 22.30 adik perempuannya menelepon. Di sela-sela obrolan mereka, Vonnie permisi sebentar untuk membuka pintu - ada tamu! Begitu kembali berbincang di telepon ia bilang ada pria yang mengaku tetangga seberang jalan menawarkan seekor anjing.

"Saya katakan padanya ia harus datang kembali besok ketika Todd ada di rumah," tutur adik perempuan Vonnie, menirukan omongan kakaknya.

Pukul 23.00 kakak tiri Vonnie memasuki halaman rumah Stuth untuk mengambil barang di mobil yang diparkir di sana. Sekilas ia memandang ke dalam rumah dan melihat Vonnie sedang asyik bicara di telepon. Tapi ia tidak masuk untuk bicara dengannya.

Seperti biasanya, Todd baru pulang pukul 01.15. la mendapati pintu tidak terkunci, televisi dan semua lampu masih menyala. la memanggil-manggil Vonnie, tapi tak ada jawaban. la sempat risau, saat melihat dompet Vonnie tergeletak di meja. Uang Vonnie AS $ 150 masih utuh dalam dompet. Racikan salad belum selesai juga di atas meja dapur. Kemudian Todd Stuth mengecek lemari dan melihat mantel kerudung warna abu-abu milik Vonnie tidak ada.

Tidak ada pesan apa-apa. Tak bisa dipahami Vonnie pergi tanpa meninggalkan pesan. Todd menelepon saudara dan teman-teman Vonnie untuk mencari tahu keberadaan istrinya. Barangkali ia pergi untuk keperluan mendadak, atau meminjam sesuatu yang dia perlukan untuk mempersiapkan pesta Thanskgiving. Tapi tidak seorang pun melihat atau mendengar kabarnya.

Vonnie Stuth benar-benar pergi. 

Sementara itu di AS Barat Laut, delapan wanita muda sudah dilaporkan hilang. Lynda Healy, Donna Manson, Susan Rancourt, Roberta Parks, Brenda Ball, Georgeann Hawkins, Denise Naslund, dan Janice Ott. Anehnya, mereka yang hilang itu adalah ibu-ibu muda. Media ramai memberitakan kasus itu.

Mayat Janice dan Denise ditemukan pada pertengahan September. Mereka berusia antara 18 dan 22 tahun. Cantik dan langsing dengan rambut panjangnya tersibak di bagian tengah. Secara fisik Vonnie mirip dengan semua wanita itu.

 

Dibujuk ‘pria tetangga’

Hilangnya Vonnie Stuth mencirikan suatu penculikan. Di mata keluarganya, Vonnie adalah wanita muda yang selalu berhati-hati. Ia tidak akan membukakan pintu bagi orang yang tidak dikenalnya.

Selama beberapa hari Todd Stuth terus bersama-sama detektif King County untuk memberikan petunjuk yang bisa membantu mereka menemukan istrinya. Kalaupun di rumah, ia cuma menunggu telepon dari Vonnie. Todd Stuth bersikeras, di antara mereka tidak terjadi cekcok atau perselisihan. Juga tak ada alasan yang membuat Vonnie minggat.

"Aneh!" kata pekerja pengecoran berusia 21 tahun itu. "Dia pasti diculik. Tidak ada keraguan dalam pikiran saya." 

Nampaknya memang tidak ada hubungan langsung dengan delapan wanita yang juga hilang itu. "Saya harap tidak. Karena saya tak ingin Vonnie mati. Saya tidak akan meninggalkan rumah ini sampai saya tahu apa yang terjadi dengannya," ujar Todd.

Di rumah Stuth, detektif tak menemukan tanda-tanda perlawanan. Tak ada darah atau bekas pergumulan. Yang jelas Vonnie Stuth telah membuka kunci pintu depan, dan ada orang yang berhasil membujuk atau memaksa dia ke luar rumah.

Satu-satunya petunjuk yang menjadi pegangan penyelidik hanya komentar Vonnie kepada adik perempuannya tentang pria yang mengaku tetangga seberang jalan yang menawarkan seekor anjing. Tapi pria yang mana? Detektif menanyai para tetangga, tapi tak seorang pun mengaku bicara pada Vonnie di malam sebelum Thanksgiving.

Rumah di seberang jalan malah baru saja dikosongkan. Stuth sama sekali tidak mengenal penyewa rumah itu. Seingatnya pasangan berusia mendekati setengah baya yang tinggal di sana. Mereka punya mobil van. Ada tetangga yang melihat van di parkir di halaman rumah itu sekitar 10 menit pada malam Vonnie hilang.

Detektif mengecek rumah kosong itu dan menemukan tumpukan sampah di belakang rumah. Mengais-ngais tumpukan sampah merupakan "tugas berat" bagi penyidik. Tapi sampah bisa merupakan tambang emas informasi. 

Mereka menemukan robekan-robekan foto. Begitu digabungkan, jadilah foto seorang wanita berambut hitam, cukup cantik untuk menjadi seorang model. Posenya nyaris bugil. Para tetangga mengenalinya sebagai wanita yang tinggal di rumah itu. Robekan-robekan kertas lain memuat alamat dan nama Gary A. Taylor. Menurut para tetangga, itu sepertinya nama lelaki yang tinggal di rumah itu. 

Apa yang dikerjakan Taylor selama tingga! di rumah itu? Dari mana dia dan wanita itu berasal? Tak seorang pun tahu. Mereka tinggal di rumah itu hanya beberapa bulan. Namun mereka juga tidak punya anjing. Taylor berusia sekitar 35 atau 40 tahun, dan tingginya sekitar 180 cm. Berambut cokelat terang dan beruban di bagian pelipis. la mengenakan kacamata bergagang gelap.

Belum tentu pria yang mengetuk pintu rumah Vonnie adalah Taylor. Bisa saja orang asing datang ke rumah Stuth dan pura-pura mengaku tetangga. 

Kepada adik perempuannya, Vonnie tidak menyebutkan siapa pria tetangga itu. Dia cuma mengatakan bicara kepada seseorang, menutup pintu depan, dan kembali melanjutkan obrolan di telepon. Bahkan, pukul 23.00, kakak tirinya melihat Vonnie baik-baik saja.

Mungkin pria itu kembali lagi, dan memaksa Vonnie pergi untuk melihat anak anjing yang ditawarkannya. Pada kedatangannya yang pertama Vonnie tidak mau pergi ke luar. Mungkin kemudian dia dibujuk untuk pergi. Dia juga tidak berteriak. Atau bisa juga, karena Bandara Seattle-Tacoma tidak jauh dari situ, warga tidak mendengar apa-apa karena suara bising mesin pesawat jet saat hendak mendarat.

Sersan Detektif Len Randall dan Mike Baily yang bertugas menangani kasus itu merasa frustrasi seperti saat menangani kasus wanita hilang yang lain. Tak ada mayat sebagai bukti pembunuhan. Jadi, kasusnya belum bisa dinyatakan sebagai kriminal. Yang ada hanyalah kasus orang hilang.

Mike Baily dan Len Randall menemukan alamat Gary Taylor, yang sudah pindah ke kawasan peternakan terpencil seluas 1,5 ha, dekat Enumclaw, Washington, jauh ke sebelah tenggara meskipun masih di kawasan King County. Mereka mencari informasi tentang Taylor lewat jaringan lewat Pusat Informasi tentang Kejahatan seluruh AS (NCIC = National Crime Information Center).

Nama Gary A. Taylor tidak ditemukan. Menurut informasi yang dikirimkan ke King County, Taylor tidak termasuk daftar orang yang dicari-cari dalam yurisdiksi Amerika. Dia juga tidak memiliki catatan yang menjadikannya tersangka utama dalam kasus Vonnie Stuth.

Tanggal 6 Desember detektif menemukan tanah pertanian terpencil itu. Gary Taylor sebenarnya tidak begitu senang atas kedatangan mereka, tapi dia tampak cukup ramah. Polisi membawanya ke kantor polisi King County Courthouse di Seattle, dan ia dinyatakan sebagai tersangka dalam kasus hilangnya Vonnie Stuth. 

Di hadapan polisi, Taylor nampak gugup ketika menyangkal ada hubungan dengan hilangnya Vonnie Stuth. Dia mengatakan tidak mengetahuinya. Karena sama sekali tidak punya alasan kuat, mereka hanya menahan Taylor selama beberapa jam.

Secara teknis, belum ada tindak kejahatan, karena tidak ada korban yang bisa menjadi bukti. Juga tidak ada tempat kejadian perkara. Pengecekan lewat NCIC juga tidak menunjukkan bahwa Taylor termasuk dalam daftar pencarian. 

Len Randall mengantarkan Gary Taylor kembali ke rumah mungil di dekat hutan di Enumclaw. Dia berhasil membuat Taylor berjanji akan datang ke unit pembunuhan pada Senin, 9 Desember, untuk bercerita lebih jauh dan menjalani tes uji kebohongan. Keluar dari kantor polisi, Gary Taylor nampak santai, dan ramah. Dia berjanji akan datang lagi hari Senin untuk membeberkan semuanya. 

Hari Senin tiba, tapi Taylor tidak nongol. Kabur! Rumah di Enumclaw dikosongkan. Di mana ia berada, menjadi teka-teki. Detektif King County terlambat mengetahui siapa Gary Addison Taylor sesungguhnya. Dari Michigan datang informasi yang membuat sangat kecilnya kemungkinan Vonnie Stuth pulang lagi.

 

Sangat membenci wanita

Gary Addison Taylor lahir tahun 1936 di Howell, Michigan, kota kecil antara Ann Arbor dan Lansing. la tinggal bersama orang tuanya dan seorang kakak laki-laki hingga berumur 15 tahun. Teman-teman sekolah mengenalnya sebagai seorang yang berangasan, penggemar kebugaran fisik, dan pemain terompet yang berbakat. la pernah berurusan dengan pihak berwajib gara-gara menembaki jendela-jendela toko di kota itu.

Tahun 1951 keluarga Taylor pindah ke St. Petersburg, Florida. Di sana mereka mengelola sebuah motel. Pada malam Natal 1954, Taylor pertama kali ditangkap polisi. Kala itu usianya masih 18 tahun. Dia dituduh menyerang wanita kasir bioskop berusia 39 tahun dengan kunci inggris, saat turun dari bus hingga kakinya terkilir. 

Dia tak mengenal wanita itu. Polisi yakin Gary bertanggung jawab atas 16 atau 17 penyerangan tanpa motif terhadap wanita di kawasan itu. Dia diadili atas tuduhan tunggal menyerang wanita dengan maksud membunuh, tapi kemudian dinyatakan bebas.

Belakangan kepada tiga psikiater di Michigan, Gary Taylor mengatakan untung dia tidak sampai membunuh kasir bioskop itu, karena kemungkinan untuk itu ada.

Tak lama setelah Gary Taylor dinyatakan bebas oleh pengadilan di Florida, keluarga Taylor pindah lagi ke Michigan. Ke Royal Oak dekat Detroit, tempat ayah Taylor membuka toko makanan kering. Gary Taylor menjadi anggota angkatan laut, tapi cuma bertahan 11 bulan. Dia diberhentikan karena menderita migrain kronis. 

Di Michigan, Gary Taylor hanya betah satu setengah bulan. Dia ditangkap lagi gara-gara meneror wanita. Berita utama surat kabar Detroit memasang judul ‘The Phantom Sniper of Royal Oak’.

Gary Taylor berubah lagi. la menembak wanita (19) yang sedang berjalan pulang dari pemberhentian bus. la kabur dan tertangkap setelah polisi mengejarnya selama 3 jam melewati empat kota di pinggiran Detroit.

Taylor mengaku telah menembak wanita itu, juga 15 kali menyerang wanita lain. Empat korban terluka. Untung tidak ada yang terbunuh. Salah satu korbannya malah masih berusia 11 tahun. Taylor tak mengenal semua wanita itu. 

Para korban ditembak hanya karena mereka adalah wanita. Dia mengaku membeli senjata kaliber .22 memang untuk menembak wanita. Dia membidik bagian atas pinggang karena desakan hati yang tidak terkontrol. Dengan penembakan itu dia memperoleh kepuasan seksual yang luar biasa.

Dia mengaku terdorong mencelakai wanita sejak kelas tiga sekolah dasar. Kepada psikiater ia juga mengatakan mengenal dunia pelacuran sejak usia 15 tahun. Dia puas melihat wajah-wajah wanita yang ketakutan ketika dia memukul dan merampok mereka. 

Kenapa wanita menjadi sasaran buruannya? Kenapa dia demikian membenci mereka? Taylor menganggap bahwa wanita merupakan sumber kelemahan baginya, dan mungkin bagi semua pria. Karena alasan itulah dia menembak mereka.

Kalau di saat remaja Gary Taylor melakukan serangan secara spontan dan ngawur, setelah lebih dewasa ia menggunakan cara yang berakal. la tahu, hanya dengan sedikit sandiwara para wanita sudah langsung tertipu. Apalagi dia tampan, tinggi, dan berotot. 

Dia suka bergaya sebagai pemuda baik-baik, simpatik, dan pintar melucu. Taylor menikmati sandiwaranya di depan wanita. Sesungguhnya dia menertawakan mereka, bahkan lebih.

Dia selalu membalas senyuman pelayan restoran yang genit. "Mereka mengira saya bergenit-genit dengan mereka," kata Taylor kepada detektif. "Padahal mereka pasti bergidik kalau tahu apa yang ada di kepala saya saat memandang mereka."

Gary Taylor divonis gila. Di depan sidang di Michigan, Dr. Abraham Tauber menerangkan, Gary Taylor demikian membenci wanita tanpa alasan yang masuk akal. Jadi, ada kemungkinan dia bakal membunuh seseorang (wanita) kalau dibiarkan bebas berkeliaran.

Tanggal 28 Maret 1957, Taylor dimasukkan ke rumah sakit jiwa di Ionia. Waktu itu usianya 21 tahun kurang 1 hari.

Tahun 1960 Taylor dipindahkan ke Klinik Lafayette di Detroit. Karena selama tiga tahun di Ionia menunjukkan kemajuan, dia diperbolehkan ikut kursus las listrik di luar klinik, yaitu di Wolverine Trade School.

Ketika Natal, Taylor mendapat ‘cuti’ dari Klinik Lafayette. Dengan menyamar sebagai petugas Jawatan Pajak, dia mengetuk pintu sisi barat rumah seorang mantan ratu kecantikan Detroit, yang sempat dibuntutinya. Dia menaruh tasnya yang kosong dan memerkosa wanita itu, selain merampas uang AS $ 13.

Karena dianggap berkelakuan amat baik selama di Klinik Lafayette, Gary Taylor semakin banyak diberi kebebasan menjelajahi kawasan Detroit dengan leluasa. Padahal obsesinya tidak berubah. 

Empat bulan kemudian, April 1961, dia ditangkap polisi Detroit gara-gara menyerang pemilik rumah penginapan dan anak perempuannya dengan menggunakan parang sepanjang 45 cm. 

Seperti biasa Taylor menerapkan jurus tipu daya untuk masuk ke rumah calon korbannya itu. Dia pura-pura menyewa kamar di rumah korban. Dengan begitu pemilik rumah tidak ragu-ragu membukakan pintu saat dia pulang beberapa jam kemudian. Saat itulah dia menyerang mereka. 

Mendengar berita penangkapan Taylor, seorang wanita Detroit (26), pemilik toko barang seni menghubungi polisi dan mengidentifikasi Taylor sebagai pria yang mencekiknya hingga pingsan di tokonya pada bulan Januari. Saat itu Gary Taylor pura-pura menjadi pakar seni. Pemilik toko seni itu mengaku terkejut melihat ahli seni lukis dan patung yang ramah itu tiba-tiba menjelma menjadi monster yang menakutkan.

Banyak pemberitaan negatif di Michigan tentang Gary Taylor, tahun 1961. Masyarakat menggugat, mengapa dia dipindahkan dari Ionia. Dia langsung dikembalikan ke rumah sakit khusus untuk penjahat yang sakit mental tanpa proses pengadilan atas kasus-kasus selama tahun 1960 - 1961. 

Jaksa Agung Michigan Paul L. Adams mengadakan penyelidikan selama tiga bulan untuk mengetahui mengapa Taylor dipindahkan ke Klinik Lafayette. Kemudian dia memutuskan pasien sakit jiwa baru bisa dibebaskan bersyarat, bila telah melalui prosedur dengar pendapat di pengadilan.

Tahun 1966 dan 1967, pihak keluarganya mohon Gary Taylor dikeluarkan dari Ionia. Tapi dua kali permintaan itu ditolak dengan alasan dia masih sakit jiwa dan berbahaya. Baru tahun 1970 Taylor dipindahkan ke Pusat Psikiatri Forensik Michigan, di Ypsilanti, kota kecil antara Detroit dan Ann Arbor. 

Juli 1972, dia dibebaskan dan menjadi pasien rawat jalan, dengan syarat secara periodik kontrol untuk pengobatan. Menurut Dr. Ames Robey, direktur Pusat Psikiatri Forensik itu, Gary Taylor berbahaya jika tidak minum obat.

Sekitar setahun Gary Taylor kadang-kadang masih datang berobat ke Pusat Psikiatri Forensik di Ypsilanti. Tapi sejak pertengahan tahun 1973 dia tidak pernah datang lagi. Sayangnya, baru tiga bulan kemudian, November 1974, namanya masuk daftar pasien sakit jiwa yang kabur. Lebih gawat lagi, nama Taylor tidak tercantum dalam daftar buronan di jaringan komputer NCIC yang berlaku nasional.

Baru setelah lebih dari setahun pihak berwenang Michigan menemukan kekeliruan dan minta kepada semua penegak hukum di Amerika untuk menahan Taylor. Ini pemberitahuan yang seharusnya dikeluarkan pada,6 November 1974, tapi tidak dilakukan karena keteledoran. Setelah tiga kali keteledoran, masih terjadi satu keteledoran lagi.

Nama Gary Taylor baru tercantum dalam jaringan komputer nasional 13 Januari 1975, tujuh minggu setelah Vonnie Stuth menghilang. 

Gara-gara keteledoran terakhir itu, saat Gary Taylor diinterogasi pada 6 Desember, polisi tak menemukan nama Taylor dalam daftar penjahat buronan jaringan NCIC. Sampai tanggal 13 Januari Vonnie masih hilang, dan Taylor tidak ditemukan juga keberadaannya.

 

Kabur lagi, kabur lagi

Detektif menggeledah tanah milik Taylor di Enumclaw, tempat yang dianggap ideal untuk menyandera Vonnie. Untuk sampai ke sana mesti melewati jalanan tanah berliku-liku di antara pepohonan yang menghijau. Jaraknya 200 m dari jalan besar. Ada garasi dan gudang tersembunyi yang tak kelihatan. 

Tanah di belakang rumah itu turun sejauh 30 m lebih, dan berakhir di sungai kecil Newaukum Creek. Di bulan Desember dan Januari itu, permukaan tanahnya keras sekali. Tidak ada tanda-tanda kuburan.

Jelaslah di musim dingin tidak mungkin bisa melakukan penggalian tanah pekarangan seluas 1,2 ha. Tidak ada jalan bagi penyelidik untuk memastikan bahwa Vonnie berada di suatu tempat di situ. Sementara itu Gary Taylor terus bergerak dengan van-nya dan mungkin membawa Vonnie, atau jasad Vonnie.

Detektif King County menjejaki Taylor ke Portland, Oregon. Emily Taylor, wanita yang mengaku istrinya, telah menyewa apartemen di sana bersama Taylor sejak 6 - 16 Desember. Mobil van-nya ditemukan di Portland, dan sudah dipindahtangankan oleh sebuah perusahaan pemberi kredit. 

Sehelai rambut pirang panjang yang mirip dengan ciri-ciri rambut Vonnie Stuth ditemukan dalam mobil itu. Namun tidak dapat dibuktikan apakah itu sungguh-sungguh rambut Vonnie.

Saat itu Taylor sudah kabur. Dia mengendarai Ford Pinto, meninggalkan istrinya, dan muncul di beberapa kota kecil Oregon, sendirian. Tapi dia sudah pindah lagi sebelum pihak berwenang dapat menangkapnya. Istri Taylor meninggalkan Portland akhir Januari 1975, bermobil dengan pasangan Chrysler ke Tucson, Arizona, rumah sanak keluarga suaminya. 

Rumah di Tucson terus diawasi, tapi Gary Taylor tak muncul di Arizona. Sadapan telepon menunjukkan bahwa telepon yang masuk ke rumah itu datang dari berbagai kawasan di barat daya. Taylor sudah bergerak lagi!

Maret dan April 1975, para detektif di Houston, Texas, ikut sibuk menangani penjahat seksual yang sukar ditangkap itu. Empat korbannya wanita manajer kompleks apartemen. Mereka diserang oleh pria yang pura-pura ingin menyewa apartemen.

Ciri-ciri sang penyewa itu berbadan tinggi, tampan, dan sangat memesona. Tapi pesona itu cepat sekali luntur saat dia berada bersama wanita dalam apartemen yang kosong. Dia menodongkan revolver sembilan peluru ke wanita itu dan minta "dilayani". Tapi dia tidak memerkosa para wanita itu, karena tidak dapat ereksi. 

Para wanita korban itu menggambarkan penyerang mereka sebagai pria yang ada di puncak kemarahan. Dia memaki-maki, mengancam akan membunuh, dan mengata-ngatai mereka, "Perempuan jalang!"

Dua korban di Texas diserang pada 11 Maret, dua lainnya pada akhir Maret dan awal April. Ada seorang wanita Houston mengaku menderita penyakit saraf sehingga sempat melepaskan diri dari cengkeraman saat si penyerang termangu ragu-ragu. 

Saat terjatuh di tangga, korban berteriak sekeras-kerasnya. Pria itu pun buru-buru melarikan diri, meninggalkan revolvernya. Polisi tidak menemukan sidik jari di senjata itu. Selama penyerangan, terdakwa mengenakan sarung tangan.

Satu lagi korban di Houston. Seorang pria yang tutur katanya halus berhasil masuk ke rumah seorang wanita muda (16) yang sedang hamil. Saat itu wanita tersebut hanya ada bersama anaknya (18 bulan). Setelah berusaha memerkosanya, pria itu memaksa dia pergi ke motel, membawa serta bayinya. 

Kepada polisi, dia melaporkan bahwa pria yang memerkosanya mengantuk berat, dan mungkin teler karena pakaiannya berbau mariyuana.

Polisi Houston cepat-cepat menuju ke Ramada Inn. Lagi-lagi si penjahat itu sudah kabur. Tapi kini dia ceroboh. Gara-gara teler, dia mencantumkan namanya "Sersan" Taylor dan memberikan nomor pelat Michigan. Polisi mengecek nomor itu. 

Betul, pelat nomor itu milik Gary Addison Taylor, penderita sakit jiwa yang melarikan diri dari Michigan. Dialah yang dicari-cari pihak berwenang di Seattle atas tuduhan pembunuhan tahun 1974 berkaitan dengan hilangnya Vonnie Stuth. Empat korban lainnya diduga juga perbuatan Taylor.

Sekali lagi Gary Taylor kabur. Taylor benar-benar harus segera ditangkap, terutama setelah satu bus penuh gadis-gadis dan beberapa pengendara motor ditembak oleh seorang penembak gelap bersenjata kaliber .22, di Sherman, Texas, pada tanggal 16 Mei. 

Sebulan setelah penyerangan terhadap ibu muda di Ramada Inn, polisi Houston menerima info bahwa Gary Addison Taylor bekerja di toko mesin di Houston.

Menurut seorang informan, sepulang kerja Taylor biasanya melalui rute khusus menuju rumah sewaannya. Tanggal 20 Mei 1975, pukul 03.00, dia akhirnya ditangkap.

Menurut Detektif Stephenson, Taylor pindah ke Houston pada Desember 1974, setelah membaca iklan lowongan kerja di beberapa surat kabar. la mulai bekerja di toko mesin di Houston dua hari sebelum Natal dan tiga minggu sebelum dicari-cari pihak berwajib. Sebagai referensi dia mencantumkan tiga pria Michigan, dengan alamat palsu. Namun tak seorang pun mengeceknya. 

Taylor juga mencantumkan nama ayahnya sebagai salah satu referensi. Pada pertengahan Maret dia minta izin tidak masuk dengan alasan menghadiri pemakaman ayahnya di Tucson. Padahal ayahnya masih hidup dan segar bugar. Ketika dihubungi oleh sebuah surat kabar Detroit, ayah Taylor mengatakan sudah lima tahun tidak bertemu anak laki-lakinya itu dan tak ingin berurusan lagi dengannya.

Segera sesudah Gary Taylor ditahan di Texas, Emily Taylor muncul. Dia bercerita banyak kepada pihak berwenang. Dia menikah dengan Taylor tiga tahun lalu tanpa mengetahui latar belakang sebenarnya.

Kata pengacaranya, Frederick A. Meiser, Emily yakin, suaminya terlibat beberapa kasus pembunuhan. Setiap kali mabuk, katanya, dia ngoceh tentang pembunuhan. 

"Dia mabuk dan mengatakan, 'Hai, kamu 'kan kenal orang-orang itu? Saya membunuh dan menguburkan mereka di luar rumah di Michigan'," tutur Emily Taylor menirukan ocehan suaminya. la pun menduga Taylor membunuh Vonnie Stuth dan menguburnya di pekarangan rumah di Enumclaw.

 

Dikubur di sungai kecil

Sheriff Richard Germond dari Lenawee County, Michigan, tempat Taylor pernah tinggal, menyusun regu penyelidik pada Kamis, 22 Mei 1975. Begitu pula pihak berwenang King County, Washington. 

Regu Germond memeriksa pekarangan rumah kecil tempat Taylor tinggal pada awal tahun 70-an. Rumah itu terletak 20 mil sebelah tenggara Jackson, dekat Irish Hills. Mereka ditargetkan menemukan empat jasad korban. Tapi mereka hanya mendapati dua korban dan sejumlah pakaian wanita terkubur di bawah jendela kamar tidur Taylor. 

Jasad yang sudah membusuk itu dimasukkan dalam kantung plastik sampah. Pakaian yang berjejalan dalam dua kantung lainnya. Jasad dikubur telanjang dan diikat kawat dan kabel listrik. Ada tanda-tanda korban mati ditembak pada bagian kepalanya. Jasad dipindahkan ke Lansing, tempat ahli patologi forensik akan melakukan pemeriksaan.

Dalam kantung juga ditemukan kartu perpustakaan atas nama Lee Fletcher (24) beralamat Toledo, Ohio. Dua wanita tercatat hilang dari sebuah bar di Toledo sejak April 1974.

Lee Fletcher dan Debbie Henneman (17), keduanya diduga keras pelacur, terakhir meninggalkan bar bersama pria tinggi yang naik van berpelat nomor Michigan. Seorang teman pria dari kedua wanita itu melihat mobil van yang membawa wanita itu pergi. Setelah mengecek dan tahu pelat nomor itu ia menuju ke rumah Taylor dan mencari-cari Lee Fletcher dan Debbie Henneman tapi tidak ketemu.

Detektif Lenawee County diperintahkan menyelidiki rumah Gary Taylor dan istrinya di Onsted, Michigan. Rumah itu tidak menunjukkan keanehan, sama seperti yang lainnya. 

Namun, begitu sampai ke suatu sudut ruang bawah tanah, mereka menemukan ruang penyiksaan yang sempit dan kedap suara. Juga ditemukan bekas darah dan jaringan tubuh di lantai, atap, dinding, dan, pipa. Namun musim semi tahun 1974, pasangan Taylor telah meninggalkan tempat itu menuju ke Barat.

Di Enumclaw pencarian jasad Vonnie Stuth dimulai pada hari Kamis, 22 Mei, dan berakhir Sabtu. Tujuh petugas King County, 40 sukarelawan SAR, beberapa tentara, dan seekor anjing herder menyusuri pekarangan rumah Taylor inci per inci.

Sesosok jasad membujur dan terkubur pada kedalaman 35 - 50 cm ditemukan di dekat Sungai Newaukum Creek. Mayat itu mengenakan jins, mantel abu-abu berkerudung, dan sepatu bot warna cokelat setinggi pergelangan kaki. Rambutnya pirang panjang. 

Minggu, 26 Mei, tim medis King County mengidentifikasinya lewat catatan gigi. Positif, jasad itu adalah Vonnie Stuth (19). Dia mati karena luka tembakan di kepala, dan diduga meninggal enam bulan lalu. Tapi tak dapat ditentukan apakah dia diperkosa atau tidak.

 

Tak bisa berpura-pura lagi

Di Houston, detektif kasus pembunuhan Carol Stephenson dan Theresa Pierce menanyai tersangka tentang kematian penari go-go Susan Kay Jackson (21). Ironisnya, untuk menangani kasus pria pembenci wanita itu justru yang ditugaskan dua detektif wanita.

Susan Jackson menghilang dari Three Thieves Bar, tempatnya bekerja, pada 14 Mei 1975. Empat hari kemudian seorang tua pasien jantung yang sedang jalan menemukan jasad terbungkus di kawasan terpencil 30 mil dari Houston.

Gary Taylor tidak berusaha mengelak. Dia mengaku membunuh Susan Jackson. Dia juga mengaku membunuh Vonnie Stuth, dan dua wanita dari Toledo, yang ia tidak tahu namanya. Dia tidak minta pengacara, meski sudah dikatakan berulang kali bahwa dia berhak untuk itu. Tentang penyerangan seksual di Houston, ia hanya mengaku secara lisan.

Tak seorang pun tahu berapa kasus pembunuhan yang belum terbongkar bisa dikaitkan dengan Gary Addison Taylor. Kepada psikiater, Dr. Ivan A. Le Core di Rumah Sakit Pontiac, Michigan, Gary Taylor membayangkan membunuh seorang wanita pemain ski. 

"Dia pernah punya keinginan menembak wanita yang sedang bermain ski di lokasi ski dan pergi jauh untuk mendapatkan senapan dan teleskop pembidik. Tapi begitu menuju lokasi ski entah kenapa dia mengurungkan niatnya," kata Le Core.

Istri Taylor menyendiri di San Diego. Dia ditanyai bagaimana bisa hidup dengan tersangka dan tidak menyadari bahwa suaminya seorang pembunuh. "Karena dia pria yang sangat cerdik. Tindak-tanduknya amat normal, meski setiap waktu dia bisa melakukan pembunuhan."

Detektif Houston Carol Stevenson menduga pasti lebih banyak korban yang jatuh daripada yang diketahui orang. Tapi, Taylor menyangkal beberapa kejahatan lain. "Saya kira dia takkan mengakui pembunuhan lain yang tidak kita ketahui," kata Stephenson.

Gary Taylor dituntut oleh jaksa agung Harris County, Texas, 28 Mei 1975, atas lima tuduhan kejahatan seksual. Tiga penyiksaan seksual, satu pemerkosaan, dan satu usaha pemerkosaan. Dia ditahan dengan uang jaminan AS $ 340.000.

Tanggal 29 Mei 1975, Gary Taylor resmi dituntut atas kasus pembunuhan tingkat pertama terhadap Vonnie Stuth. Tuntutan itu tercantum dalam surat pernyataan yang ditulis oleh wakil oditur senior King County, Phil Killien.

Sementara itu pupus sudah harapan keluarga Vonnie Stuth ketika jasad Vonnie ditemukan di sungai kecil, di kawasan Enumclaw, setelah 6 bulan menunggu. Lapisan teratas kue pernikahan Vonnie selama ini tetap mereka simpan di freezer. Siapa tahu Vonnie pulang dan bisa merayakan HUT perkawinannya tanggal 4 Mei. Tapi karena Vonnie telah tewas, ibu Vonnie, Lola Linstad, membuang kue itu.

Vonnie Stuth diduga ditembak pada bagian belakang kepala ketika dia berusaha lari dari Taylor begitu tiba di tanah pertanian Enumclaw. Dugaan itu diperkuat bahwa dia masih berpakaian lengkap ketika tubuhnya ditemukan. Itu karena Vonnie berpembawaan keras, dan pasti marah saat tahu tidak ada anjing dalam van. Ini sedikit menghibur keluarganya. 

Oleh Hakim King County William Goodloe di Seattle, Taylor juga dinyatakan bersalah atas pembunuhan tingkat kedua. Hakim Goodloe memvonis Gary Addison Taylor hukuman seumur hidup. Wakil oditur, Joanne Maida, minta rekomendasi hukuman setidaknya seumur hidup. 

"Jika saya punya kuasa untuk melakukan itu, saya akan merekomendasikannya," ujar Hakim Goodloe. Namun, dia tidak punya kuasa itu.

Kenyataannya, hukuman minimal atas pembunuhan tingkat kedua sedikitnya lima tahun penjara. Jaksa King County mengusulkan agar dewan di Washington yang berhak membebaskan narapidana dengan jaminan uang atau syarat untuk tidak membebas-bersyaratkan Taylor selama paling tidak 15 tahun. Taylor memasuki ruang pengadilan dengan tenang dan tersenyum. Seusai mendengar vonisnya, Gary Addison Taylor berjabatan tangan dengan pengacaranya. la juga menyampaikan penyesalan atas tewasnya Vonnie Stuth.

Gary Taylor mengaku membunuh empat wanita dan memperkosa lima lagi. la dijebloskan ke Penjara Washington di Walla Walla. Meski statusnya selalu ditinjau kembali setiap beberapa tahun, paling cepat Taylor baru akan bebas pada 17 Mei 2036. Jika dia tetap hidup, usianya 100 tahun. Mudah-mudahan saat itu ia sudah tidak berbahaya lagi.




" ["url"]=> string(72) "https://plus.intisari.grid.id/read/553350303/dipenjara-sampai-tahun-2036" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1656529546000) } } }