array(1) {
  [0]=>
  object(stdClass)#49 (6) {
    ["_index"]=>
    string(7) "article"
    ["_type"]=>
    string(4) "data"
    ["_id"]=>
    string(7) "3350795"
    ["_score"]=>
    NULL
    ["_source"]=>
    object(stdClass)#50 (9) {
      ["thumb_url"]=>
      string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2022/06/29/sarung-tangan-dalam-bmw_philippe-20220629073324.jpg"
      ["author"]=>
      array(1) {
        [0]=>
        object(stdClass)#51 (7) {
          ["twitter"]=>
          string(0) ""
          ["profile"]=>
          string(0) ""
          ["facebook"]=>
          string(0) ""
          ["name"]=>
          string(13) "Intisari Plus"
          ["photo"]=>
          string(0) ""
          ["id"]=>
          int(9347)
          ["email"]=>
          string(22) "plusintisari@gmail.com"
        }
      }
      ["description"]=>
      string(144) "Tengah malam, penduduk Seelisberg tiba-tiba dikagetkan oleh suara jeritan. Dari kejauhan, terlihat seseorang berbalut api, seakan sedang menari."
      ["section"]=>
      object(stdClass)#52 (7) {
        ["parent"]=>
        NULL
        ["name"]=>
        string(8) "Kriminal"
        ["description"]=>
        string(0) ""
        ["alias"]=>
        string(5) "crime"
        ["id"]=>
        int(1369)
        ["keyword"]=>
        string(0) ""
        ["title"]=>
        string(24) "Intisari Plus - Kriminal"
      }
      ["photo_url"]=>
      string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2022/06/29/sarung-tangan-dalam-bmw_philippe-20220629073324.jpg"
      ["title"]=>
      string(23) "Sarung Tangan dalam BMW"
      ["published_date"]=>
      string(19) "2022-06-29 19:33:39"
      ["content"]=>
      string(30675) "

Intisari Plus - Menjelang tengah malam, penduduk Seelisberg tiba-tiba dikagetkan oleh suara jeritan. Sontak para penghuni pun berhamburan ke luar untuk mencari asal suara. Dari kejauhan, terlihat seseorang berbalut api, seakan sedang menari.

------------------

Tidak ada yang tahu secara pasti pukul berapa peristiwa ini terjadi, tetapi tidak lama sebelum tengah malam hari Rabu, 12 Mei 1982, ketika penduduk Seelisberg, sebuah desa kecil di Swiss tersentak dari hadapan televisi atau ranjang mereka oleh serentetan teriakan kesakitan. 

Mereka segera melompat ke luar rumah. Teriakan yang masih berlangsung itu semakin keras dan menjadi-jadi. Semua penduduk Seelisberg mulai berhamburan ke jalan, ke arah sumber suara itu, yaitu jalan yang menuju ke sebelah timur kota. Sebagian berpakaian biasa tetapi hanya mengenakan sandal, yang lainnya hanya dalam pakaian tidur.

 

Tari kematian

Malam itu cerah. Bulan yang muncul penuh masih bersinar di angkasa. Salah satu sisi jalan masuk yang menuju ke desa itu dibatasi oleh dinding karang yang curam. Ketika para penduduk berhasil mencapai belokan yang jaraknya hanya beberapa ratus meter dari rumah-rumah pertama, mereka dihadapkan pada suatu pemandangan mengerikan yang belum pernah mereka lihat.

Di jalan yang terbentang di hadapan mereka terlihat sesosok tubuh manusia seakan-akan sedang menarikan suatu tarian kematian yang mengerikan, karena tubuh orang itu terbalut oleh api!

Melihat hal itu para penduduk desa segera lari memberi pertolongan. Mereka segera melepaskan baju yang mereka kenakan, dan mengibas-ngibaskannya ke arah tubuh orang yang terbakar itu untuk memadamkan api.

Usaha itu ternyata berhasil. Setelah baju yang membalut tubuh orang tersebut dilepas, ketahuan ternyata ia seorang wanita.

Identitas wanita itu tidak bisa dikenali karena api telah membakar seluruh rambut, alis, dan bulu matanya. Kulit tubuhnya berwarna hitam atau merah darah, sehingga terlihatlah luka-lukanya. Pokoknya, sangat menakutkan.

Hebatnya, dalam keadaan sangat mengkhawatirkan pun, wanita itu tidak kehilangan kesadarannya. la masih menggeliat-geliat dan berteriak dengan suara lemah. Dari mulutnya beberapa kali terdengar kata yang bunyinya mirip nama "Rene".

Kebanyakan penduduk takut untuk memindahkan wanita tersebut, begitu pula tak ada yang berani menyentuh daging terbakar yang tampaknya sangat menyedihkan itu. 

Yang bisa mereka lakukan hanya menangis dan melipat tangan. Tetapi satu atau dua orang yang bisa berpikir dengan tenang segera lari kembali ke desa untuk menelepon ambulans, sementara beberapa orang lainnya berlari menuju jalan itu karena terjadi suatu semburan besar nyala api oranye ke langit.

Ternyata sumbernya adalah sebuah mobil Austin Mini. Bagian depannya menghantam tiang besi penunjuk arah dan menyala seperti obor. Sangat berbahaya untuk mendekati dan melihat apakah di dalam mobil itu ada orangnya.

Mobil itu nangkring di atas sebuah batu karang miring dari arah jalan menuju ke Danau Vierwalderstatt. Jika tidak ada tiang besi penunjuk arah tadi, pasti mobil itu sudah terjungkal dan tercemplung ke dalam danau.

Orang yang berkerumun di situ mundur lagi, karena khawatir pada ledakan tangki bensin. Beberapa lama kemudian benarlah terjadi ledakan yang melemparkan percikan api dan reruntuhan ke udara.

Korban itu masih tetap sadar, tetapi jeritannya tertutup oleh suara kesakitan yang terasa mengoyak hati. Beberapa orang wanita menutup telinganya dengan tangan dan yang lainnya segera berlari pulang, karena merasa trauma sebab tidak bisa menolong korban.

 

Bunuh diri atau dibunuh?

Swiss adalah negara kaya dan pelayanan masyarakat di sekitar Lucerne, kota besar di ujung barat Danau Vierwalderstatt, merupakan yang terbaik di dunia. Tak lama kemudian ambulans pun tiba, tetapi bukan dari Lucerne, melainkan dari Altdorf, sebuah kota kecil yang lebih dekat. 

Bersamaan dengan itu datang pula mobil patroli jalan raya. Penduduk yang memanggil ambulans menggambarkan kejadian itu sebagai suatu kecelakaan lalu lintas. Meski tak percaya bahwa wanita itu bisa tetap hidup dalam perjalanan menuju rumah sakit, petugas perawat segera menyuntik korban dengan obat penghilang rasa sakit, untuk meringankan penderitaannya. 

Wanita itu segera kehilangan kesadarannya. Para petugas memindahkannya ke lembaran plastik, menaikkannya ke tandu, dan mendorong tandu itu ke dalam ambulans, yang segera ngebut menuju ke rumah sakit Lucerne yang memiliki fasilitas lebih baik dibandingkan dengan Altdorf. 

Jika wanita itu sampai meninggal, itu tentu bukan karena kelalaian mereka. Bahkan sebelum raungan sirene menghilang, para polisi jalan bebas hambatan sudah mulai mencari data dari para penduduk. 

Tetapi akhirnya mereka menghentikan usaha itu, karena tak ada seorang pun yang menjadi saksi mata sebenarnya. Mobil dan wanita itu sudah terbakar sebelum seorang pun tiba di tempat kejadian.

Suatu ledakan segera melemparkan pintu-pintu mobil itu dan dengan demikian jelas tak ada orang lain di dalam mobil tersebut. 

Polisi jalan raya menyuruh para penduduk kembali ke rumah mereka masing-masing. Para polisi itu kemudian pergi ke tempat kecelakaan terjadi, melakukan pengukuran, dan meneliti jalan yang ada bekas-bekas ban mobilnya. Toh, penyebab kecelakaan itu masih belum jelas. Tidak ada tanda-tanda bahwa mobil kedua ikut terlibat atau mobil Austin itu selip ataupun direm.

Penjelasan yang paling mungkin adalah kelalaian montir atau sopir. Wanita itu mengalami serangan, mabuk, atau ia sudah menyetir sekian lama dan mengantuk. 

Banyak kecelakaan yang tampaknya sangat tidak umum, terutama yang terjadi di malam hari. Pertanyaan paling sulit dijawab adalah bagaimana mobil itu bisa terbakar padahal ia dijalankan dengan kecepatan yang rendah?

Para petugas patroli jalan bebas hambatan menyebutkan hal itu dalam laporannya dan mengingatkan kemungkinan adanya unsur bunuh diri.

Bunuh diri atau usaha bunuh diri adalah tindak kriminal. Karena itu laporan tersebut dikirim kepada Inspektur Anton Bieler dari bagian penyelidikan kriminal di Altdorf.

Orang yang paling mudah memecahkan misteri ini adalah si pengemudi itu sendiri. Karena itu Inspektur Anton Bieler mengirimkan asistennya, Sersan Detektif Bernard Deichmann, ke rumah sakit di Lucerne untuk melihat apakah korban masih hidup.

 

Baru menikah 3 bulan 

Korban memang masih hidup, tapi dalam keadaan koma, sehingga para dokter ragu apakah ia bisa sadar kembali, mengingat 60% tubuhnya kena luka bakar.

"Menurut para dokter, kalau mencapai 70% bisa fatal," lapor sang Sersan, yang berambut pirang dan pendek, serta berhidung pendek mancung, "Pakaian dalamnya dan sebagian sabuk pengaman habis terbakar, bahkan masuk ke dalam dagingnya. Menurut para dokter, kecil kemungkinan korban bisa sadar kembali!"

"Apakah korban sudah diidentifikasi?" tanya Inspektur yang agak ganteng, berambut pendek, dan berkumis lebat yang bagian atasnya sudah memutih.

"Mobil itu tercatat atas nama Erika Ackermann," jawab Sersan, "tetapi mungkin bukan nama si korban."

"Coba cek laporan orang-orang yang hilang," kata Inspektur. "Menurutmu, apakah korban bisa dikenali dengan hanya melihatnya?"

"Sama sekali tidak, meskipun oleh ibunya sendiri," kata Sersan. "Sidik jarinya, mungkin. Saya tak sempat bertanya apakah ia meninggalkan sesuatu. Menurut para dokter, tubuhnya basah kuyup oleh bensin."

Inspektur menatap dengan tajam, tetapi ia tidak mengatakan apa-apa selama beberapa saat.

"Mungkin ini suatu pembunuhan," katanya.

"Atau mungkin bunuh diri," kata Sersan. "Meskipun caranya tidak lazim."

Menurut Inspektur, itu bukan kasus bunuh diri. Banyak orang menyiram dirinya dengan bensin dan membakarnya sampai mati meniru yang terjadi di negara-negara Timur. Jika hal ini benar-benar merupakan kasus bunuh diri, mengapa harus dilakukannya dengan pergi ke Seelisberg?

"Juga mengapa dengan menjalankan mobil?" katanya. "Bahkan jika korban berencana untuk menceburkan mobil ke dalam danau dan menenggelamkannya, tidak ada alasan membakar dirinya sendiri. la bisa dengan mudah berlari menuruni lereng bukit dan meloncat ke dalam danau. Tidak, hal ini merupakan suatu kecelakaan atau pembunuhan."

"Suatu usaha pembunuhan," kata Sersan memperbaiki. "Sekarang ini korban belum meninggal."

"Kita akan memulai penyelidikan sesegera mungkin," kata Inspektur. "Perhatikan apa yang bisa kau lakukan untuk identifikasi, dan ajaklah beberapa orang untuk menyelidiki kehidupan pribadi korban."

Identifikasi itu ternyata positif. Tak banyak sidik jari yang diperoleh dari wanita berusia 42 tahun bernama Erika Ackermann ini, tetapi itu sudah cukup untuk menentukan siapa dia sebenarnya.

Sebagai pembanding diperoleh sidik jari dari benda-benda di toiletnya, yang diberikan oleh Rene Ackerman, suaminya yang berusia 47 tahun dan baru menikahinya pada tanggal 21 Februari tahun 1982 juga. 

Pasangan ini tinggal di kota Kriens, yang berjarak 1 mil ke selatan Lucerne. Ackerman telah melaporkan hilangnya sang Istri pada 13 Mei pagi.

 

Punya simpanan

Dalam laporannya, Rene Ackermann mengatakan, ia telah menjemput Erika tidak lama setelah pukul 18.00 di sebuah toserba di Lucerne, tempatnya bekerja dan mereka baru selesai bersantap malam di sebuah restoran.

Sehabis santap malam Erika berangkat menuju Austin Mininya, yang dibeli suaminya seminggu sebelumnya. Sementara si suami pergi untuk mengunjungi seorang teman. Rene Ackermann pulang pada pukul 04.30 keesokan paginya, tetapi ia tidak menemukan Erika ataupun mobilnya. 

Setelah menunggu sampai pukul 08.30 pada hari Kamis pagi, dengan harapan istrinya mungkin menghabiskan malam itu dengan seorang teman wanitanya, Rene melaporkan hilangnya Erika kepada polisi.

Ketika dibawa ke Altdorf, Rene mengulangi lagi pernyataan ini dan menjelaskan latar belakang istrinya, sejauh yang ia ketahui. Tampaknya ia sendiri tidak mengenal istrinya dengan baik ketika mereka bertemu tahun lalu di tempat kerja Erika.

Ackermann mengatakan bahwa Erika asli Jerman, lahir di Biberbach, sebuah desa yang jaraknya 30 mil ke arah utara perbatasan Swiss. Dengan berbagai alasan yang tidak diketahuinya, menurutnya, istrinya melarikan diri dari Jerman selama perang dan menghabiskan sebagian masa kecilnya di Swiss.

Setelah perang berakhir, Erika kembali ke Jerman, menikah, dan kemudian bercerai, sebelum kembali ke Swiss dan memperoleh pekerjaan di toserba di Lucerne. Sayang, Rene tidak mengetahui nama mantan suami Erika ataupun alamatnya.

Ackermann sendiri sudah pernah menikah, tetapi bercerai empat tahun lalu. Mantan istrinya yang mengasuh kedua putri mereka.

Tak ada hal yang bisa menjelaskan mengapa seseorang ingin membunuh Erika Ackermann. Tetapi masih banyak hal yang melatarbelakangi kehidupan Erika yang tidak diungkapkan oleh Ackermann kepada polisi.

"Agak sulit membuktikan dalam perkawinan yang baru berumur tiga bulan itu hubungan mereka sudah memburuk, sehingga si Suami berusaha membunuh istrinya," kata Inspektur. "Jadi, di luar masalah uang, aku pikir kita bisa memasukkan Ackermann sebagai orang yang dicurigai. Ceklah teman yang dikunjunginya, agar lebih aman."

Ackermann tidak menyebutkan nama temannya, dan ketika Sersan menanyakan hal itu kepadanya, ia mengatakan bahwa temannya itu wanita.

"Cornelia Riffel, 34 tahun, sudah bercerai, tinggal di Stans, sangat menarik. Ackermann bersumpah bahwa ia bersama wanita itu dari pukul 11.30 - 04.00," lapor Sersan.

Stans adalah sebuah daerah kecil di dekat danau yang mengarah ke selatan Lucerne.

"Oh, oh!" kata Inspektur. "Ini permulaan yang buruk! Bagaimana Ackermann menerangkan kunjungan yang benar-benar menguntungkan ini pada waktu istrinya sedang dibakar?"

"Menurutnya, Nona Riffel adalah wanita simpanannya," kata Sersan.

Reaksi pertama Inspektur, menangkap Ackermann dengan tuduhan melakukan usaha pembunuhan. 

Pada pertimbangan kedua, bagaimanapun, hal itu mengingatkan bahwa laki-laki itu memiliki alibi dan tidak ada hal yang bisa mendukung kecurigaan itu. Jika dicocokkan dengan cerita Cornelia Riffel, bukan tidak mungkin akan menghasilkan suatu tuduhan. 

"Semuanya jadi membingungkan," kata Inspektur. "Tanyailah beberapa orang dan berikan laporan yang mendetail mengenai mereka. Ackermann mestinya seorang yang aneh. la menikah kurang dari tiga bulan dan sudah mempunyai seorang wanita simpanan. Mungkin di dalamnya ada unsur uang."

 

Dapat warisan 

Yang mengherankan, Cornelia sudah menjadi wanita simpanan Rene jauh sebelum ia menikahi Erika. Maklum, Ackermann dan Cornelia sudah kumpul kebo sejak 1976, beberapa tahun sebelum ia bertemu dengan Erika.

Nyatanya, hubungan mereka merupakan penyebab bagi perceraian Cornelia maupun dirinya sendiri.

"Apa yang membuatnya mau menjelaskan hal itu secara terbuka?" kata Sersan. "Padahal itu semua merupakan rahasia pengadilan perceraian."

Menurut rahasia tersebut, Cornelia Riffel tidak kalah eksentriknya dalam hal perkawinan. Cornelia dilahirkan di kota Romanshorn, dekat Danau Constance. la menikah dengan seorang duda berusia 54 tahun pada saat ia berusia 21 tahun. Perkawinan itu bukan demi uang, karena si duda memang tidak kaya.

Tampaknya, perkawinan itu bahagia, dan pasangan ini hidup tenteram, sampai tiba kematian ayah Cornelia, ketika Cornelia datang untuk mengurus warisan yang berjumlah besar.

Cornelia menggunakan sebagian uang warisan itu untuk membangun dua buah rumah keluarga di Stans, yang ditempatinya, membeli seekor kuda dan sebuah perahu layar.

Karena tidak tahu apa-apa mengenai perahu, ia mengambil les berlayar pada Rene Ackermann, yang sebelumnya juga membeli sebuah perahu dengan uang warisan dari ayahnya.

Pelajaran itu meluas, termasuk berbagai hal kecil yang hams dilakukan terhadap perahu, dan kedua kekasih ini menyewa sebuah tempat rahasia untuk bercinta di Kriens.

Sialnya, hal itu bukanlah lagi menjadi rahasia, dan affair mereka pun berlanjut menjadi hubungan suami-istri, yang mempercepat perceraian. Anak-anak Rene ikut dengan ibu mereka dan Cornelia diserahi untuk menjaga putranya yang berusia 6 tahun.

Setelah bertugas sebagai seorang pengasuh anak pada seorang dokter di Lucerne, Cornelia bekerja di pabrik pesawat udara di Stans selama beberapa tahun. Pada waktu itu ia dan Rene mengelola sebuah restoran di lapangan olahraga klub sepakbola di Buochs, sebuah kota lain dekat danau juga, tempat Ackermann dilahirkan.

Ackermann, yang lebih suka dipanggil dengan nama Charlie, sangat populer di Buochs. la merupakan laki-laki yang tidak pernah melewatkan kesempatan untuk merayakan segala hal, dikenal sebagai peminum yang kuat. 

Meskipun hanya bisa main musik asal-asalan, ia ikut main terompet dalam marching band dan orkestra dansa kota Buochs. la juga dipuji sebagai pencetak gol dalam klub soccer senior Buochs.

Ayah Ackermann adalah pemilik sebuah perusahaan kecil di bidang bangunan, dan Rene mulai terjun dalam bisnis konstruksi. Tetapi tak lama kemudian ia sudah beralih menjadi salesman asuransi, sales representative sebuah perusahaan bangunan, mandor di perusahaan tegel, dan akhirnya menjadi manajer sebuah restoran di pusat olahraga Buochs.

Meskipun tidak menikah, Rene dan Cornelia sangat menonjol di masyarakat dan dianggap sangat kaya karena memiliki 2 buah perahu layar, 5 mobil mewah, serta rumah di Lucerne, Stans, Buochs, dan Kriens.

"Wan, pasti warisan yang mereka terima sangat besar," kata Sersan. "Gaya hidup mereka seperti orang Yunani pemilik kapal."

"Tingkah laku Rene tidak menimbulkan sensasi. la sudah hidup bersama Nona Riffel secara terang-terangan selama bertahun-tahun. Mereka bergabung dalam belasan proyek. Mereka juga sudah terjun ke masyarakat sebagai pasangan, bahkan setelah perkawinan Rene. Jadi, mengapa dia masih ingin menikah dengan orang lain?"

 

Asuransi jiwa sasarannya

"Itu pasti bukan demi uang," kata Sersan. "Aku telah menyelidiki latar belakang Ny. Ackermann. la tidak memiliki hal-hal yang mencurigakan. Pekerjaannya di toserba di Lucerne merupakan sumber penghasilan satu-satunya."

"Atau mungkin karena asuransi," kata Inspektur. "Pasti ada sesuatu yang menjadi penyebabnya."

Tampaknya memang karena asuransi. Erika Ackermann baru mengambil asuransi jiwa sejumlah kira-kira £ 30.000 di Jerman pada waktu menikah, dan asuransi yang lain setelah menikah sejumlah £ 60.000. Kedua asuransi itu mencantumkan Rene Ackermann sebagai ahli warisnya.

Bagaimanapun, Ackermann tidak bisa lepas dari jangkauan tangan polisi. Dalam pernyataannya, Cornelia bersumpah bahwa Rene ada bersamanya di flat di Stans pada tengah malam tanggal 12 Mei. Jadi, secara fisik sangat tidak mungkin Rene berada di luar Seelisberg pada saat kecelakaan itu terjadi.

"Hanya ada satu dari dua kemungkinan," kata Inspektur. "Apakah ada orang yang menjadi kaki-tangannya atau Nona Riffel membuat sumpah palsu."

Yang mungkin, hal itu tampaknya suatu kecelakaan yang tidak direncanakan secara serius. Menurut konfirmasi dari rumah sakit, Erika Ackermann memang benar-benar disiram dengan bensin, tapi tidak ada jeriken bensin ditemukan di antara rongsokan mobil terbakar itu.

Kesimpulan mereka bahwa tidak hanya mengenai Ny. Ackermann, tetapi juga mengenai seluruh bagian dalam mobil sudah disiram dengan bensin. Mobil itu tampaknya lebih seperti didorong daripada dikendarai, karena kunci mobil itu ada dalam keadaan dimatikan.

Bagi Inspektur, kasus ini sudah jelas sekali. Rene Ackermann atau kaki-tangannya telah menyiram istrinya dan bagian dalam mobilnya dengan bensin, melemparkan api dan mendorong mobil itu dengan posisi istrinya berada di kemudi. Jadi, motif pembunuhan ini adalah perebutan uang asuransi.

"Pastilah ia menikah dengan Erika karena alasan khusus," kata Inspektur. "Kau bilang, Rene sedang mengalami kesulitan keuangan?”

"Benar-benar bencana," kata akuntan polisi, yang telah menyelidiki keuangan Rene Ackermann dan Cornelia Riffel. "Mereka bangkrut dalam beberapa minggu. Keduanya menghambur-hamburkan uang seperti para politikus."

Sementara itu polisi belum mempunyai cukup bukti untuk mengajukan suatu tuduhan bahwa pada tanggal 19 Mei Erika tewas dan polis asuransi menjadi hak Rene. Erika tidak pernah benar-benar sadar dan satu-satunya kata yang pernah keluar dari mulutnya adalah nama suaminya.

"Erika mungkin berusaha mengatakan suaminyalah pelakunya," kata Inspektur dengan murung, "tetapi pengacaranya akan mengatakan bahwa korban hanya memanggil nama suaminya."

 

Tangan Ackermann terbakar

Meskipun secara moral Inspektur yakin Rene Ackermann pelaku pembunuhan sadis itu, ia agak bingung untuk membuktikannya.

Tiga penghambat utama yang belum bisa diatasi adalah sumpah Cornelia yang menyatakan alibi Rene, kegagalan polisi mengidentifikasi, dan kurangnya penjelasan mengapa Erika tetap patuh berada di dalam mobil sementara suaminya menyiramnya dengan bensin, membakar dan mendorong mobil.

"Pasti Erika duduk dalam posisi miring di dalam mobil," kata seorang ahli dari laboratorium kepolisian yang mengepalai penyelidikan di lapangan. "Korban terbakar secara hebat, sehingga meninggalkan bekas pakaian dan kulit dari mobil sampai ke jalan."

“Apakah tidak mungkin mobil itu dibakar setelah menggelinding?" tanya Inspektur. "Pada bagian belakang tangan kanan Ackermann terdapat bekas luka bakar baru, yang menurutnya diakibatkan saat ia memasukkan piring ke dalam oven."

"Mobil itu dibakar saat berada di jalan," kata si ahli laboratorium. "Jika mobil itu berada di jalan yang menurun, pasti akan terdapat lebih banyak kerusakan pada bagian belakangnya dibandingkan dengan bagian depannya, dan bukan hal ini yang menjadi masalah. Mobil itu digelindingkan dalam keadaan terbakar."

"Tapi mengapa ia tetap berada di dalam mobil dan membiarkan dirinya dimangsa api?"

"Hal itu pasti karena korban menelan beberapa pil tidur, yang botolnya ditemukan di tempat menyimpan sarung tangan dalam keadaan setengah kosong," jawab si ahli laboratorium itu, "tetapi menurut ahli kedokteran, pil tidur setengah botol pun tidak cukup kuat untuk membuat korban tak sadar."

"Pasti obat itu bukan dari resep dokter," kata Inspektur, "tapi mengapa korban menelan pil tidur sebelum mengendarai mobil?"

Si ahli laboratorium mengangkat bahu.

"Mungkin jarak restoran ke rumah mereka dekat," katanya. "Di manakah letak restoran itu?"

Inspektur merasa malu, karena ia tidak tahu di mana restoran tempat Ackermann makan pada malam itu. Hal ini adalah salah satu kelalaian yang bisa muncul dalam setiap penyelidikan.

Pengecekan kembali pernyataan Ackermann menunjukkan bahwa bukan ia tidak memperhatikan nama restoran itu, tetapi ia tidak pernah ditanyai mengenai hal itu.

Ternyata restoran itu sebuah restoran mahal di Lucerne. Meskipun ragu, dengan mempertimbangkan jangka waktu, tak seorang pun bisa mengingat siapa yang pernah makan di tempat itu pada malam tersebut. Sersan cepat-cepat menuju restoran itu. la menemukan seorang pramusaji yang bisa mengingat dengan baik bahwa Erika dan Ackermann makan malam pada tanggal 12 Mei. Ackermann mengunjungi restoran itu secara teratur dan ia adalah orang yang suka memberi tip lumayan.

Menurut pramusaji itu, Ny. Ackermann agak mabuk dan mengeluh sakit kepala. Suaminya memesan segelas air dan memberinya beberapa butir pil dari sebuah botol. Menurut pendapat pramusaji itu, dosisnya dalam jumlah besar.

 

Pulang naik Austin Mini

Suami-istri itu meninggalkan restoran tidak lama setelah pukul 23.00, mengendarai sebuah Austin Mini, dan Rene yang mengemudikannya. Ny. Ackermann terlihat grogi.

"Waktunya pasti," kata Sersan. "Jika dari restoran langsung ke tempat kejadian perkara, mereka akan tiba tidak lama sebelum tengah malam."

"Tapi ada sesuatu yang tidak pasti," kata Inspektur. "Ackermann mengatakan istrinya pergi ke Kriens, sementara ia pergi ke rumah simpanannya di Stans. Padahal Kriens berada satu arah dengan Stans. Sementara Seelisberg berada di luar kedua tempat itu. Aku pikir ia pasti bohong, sehingga bisa kita jadikan tertuduh resmi." Meskipun demikian tampaknya itu tidak membuat persoalan menjadi lebih mudah.

Ketika dibawa ke kantor polisi di Altdorf dan dituduh sebagai pembunuh istrinya, Ackermann sudah siap dengan suatu pembelaan diri.

“Saya mengendarai BMW," katanya, "tetapi saya tidak bisa mendapatkan tempat parkir di depan restoran itu. Jadi, saya memarkirnya di pinggir jalan dan dari situ kami menggunakan mobil Erika. Ketika meninggalkan restoran, saya membawanya kembali ke tempat parkir dan mengambil mobil saya sendiri."

Semua pernyataannya memang masuk akal, tetapi Rene Ackermann telah melakukan kesalahan awal yang serius.

Inspektur yakin Ackermann atau seseorang telah mengendarai BMW itu pada malam tersebut. Tapi menurut dugaan polisi, BMW itu tidak berada di tempat parkir seperti yang dikatakannya.

Jika ia mengendarai mobil itu pada malam pembunuhan tersebut, mungkin masih ada sesuatu di dalamnya yang bisa menghubungkan Ackermann dengan tindak kriminal itu.

Akhirnya, BMW itu dibawa ke kantor polisi dan di dalamnya ditemukan dua petunjuk yang benar-benar sangat penting.

Yang pertama sebuah jeriken kosong bensin berkapasitas 5 galon. Sedangkan yang lainnya adalah sepasang sarung tangan laki-laki. Sarung tangan kanan terkena bakaran hebat di bagian belakangnya.

Ackerman menyangkal bahwa sarung tangan itu miliknya, tapi polisi sangat yakin. Ketika sarung tangan kanan itu dipakaikan ke tangan Ackermann, bagian belakang yang terbakar itu benar-benar cocok sekali dengan bagian tangan Ackermann yang terbakar. 

Walaupun sudah jelas, Ackermann tidak menyerah. Kini ia mengaku bahwa sarung tangan itu adalah miliknya, yang digunakannya saat ia memasukkan piring ke dalam oven. 

Meskipun sarung tangan itu sudah terbakar, Ackermann tetap membiarkan tangannya berada di bawah panggangan untuk beberapa lama. Tapi pengakuan ini justru menunjukkan dia sebagai tertuduh yang memiliki nafsu membunuh. 

Begitu pula Cornelia Riffel, yang tetap bersumpah membenarkan alibi Ackermann. Ini menunjukkan bahwa akting Cornelia menyempurnakan niat pembunuhan itu. 

Dalam sidang yang diadakan pada musim semi 1985, jaksa menuduh Ackermann membuat istrinya mabuk akibat anggur yang dicampur dengan pil tidur, lalu memasangkan sabuk pengaman di mobil istrinya, menyiramnya dengan bensin, dan mendorong mobil yang sudah dibakar itu. Kemudian ia dijemput oleh Cornelia Riffel yang mengendarai BMW Ackermann.

Toh, akhirnya Cornelia mengaku dan menjemput Rene di jalan di luar Seelisburg, tetapi menyangkal mengetahui rencana pembunuhan itu. 

Hakim yakin bahwa baik Ackermann maupun Cornelia melakukan kejahatan. Pada tanggal 10 Mei 1985 Rene dijatuhi hukuman penjara seumur hidup dan Cornelia 17 tahun penjara. (John Dunning)

 

" ["url"]=> string(68) "https://plus.intisari.grid.id/read/553350795/sarung-tangan-dalam-bmw" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1656531219000) } } }