array(2) {
  [0]=>
  object(stdClass)#53 (6) {
    ["_index"]=>
    string(7) "article"
    ["_type"]=>
    string(4) "data"
    ["_id"]=>
    string(7) "3257555"
    ["_score"]=>
    NULL
    ["_source"]=>
    object(stdClass)#54 (9) {
      ["thumb_url"]=>
      string(100) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2022/04/28/kisah-kesembilanjpg-20220428070221.jpg"
      ["author"]=>
      array(1) {
        [0]=>
        object(stdClass)#55 (7) {
          ["twitter"]=>
          string(0) ""
          ["profile"]=>
          string(0) ""
          ["facebook"]=>
          string(0) ""
          ["name"]=>
          string(13) "Intisari Plus"
          ["photo"]=>
          string(0) ""
          ["id"]=>
          int(9347)
          ["email"]=>
          string(22) "plusintisari@gmail.com"
        }
      }
      ["description"]=>
      string(121) "Sepasang anak kembar meninggal pada waktu dan penyebab yang sama. Nama Latin untuk monster Lochness jadi bahan olok-olok."
      ["section"]=>
      object(stdClass)#56 (7) {
        ["parent"]=>
        NULL
        ["name"]=>
        string(7) "Misteri"
        ["description"]=>
        string(0) ""
        ["alias"]=>
        string(7) "mystery"
        ["id"]=>
        int(1368)
        ["keyword"]=>
        string(0) ""
        ["title"]=>
        string(23) "Intisari Plus - Misteri"
      }
      ["photo_url"]=>
      string(100) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2022/04/28/kisah-kesembilanjpg-20220428070221.jpg"
      ["title"]=>
      string(42) "Umpan Hasil Kunyahan dan Anagram yang Sial"
      ["published_date"]=>
      string(19) "2022-04-29 10:10:40"
      ["content"]=>
      string(4247) "

Intisari Plus - Sepasang anak kembar meninggal pada waktu dan penyebab yang sama. Nama Latin untuk monster Lochness jadi bahan olok-olok. Dua orang meninggal akibat kecelakaan dengan situasi yang sama.

---------------------------------------

Nomor Taksi

SELAMA 15 tahun Colin Archer mengemudikan taksi berpelat nomor T 390. Pelat nomor mobil pribadinya CRA 390. Ketika memesan karcis untuk konser manula, ia dikirimi tiket no. 390. Tahun berikutnya, ketika ia menerima lagi tiket ke konser yang sama, nomornya 390 lagi.

 

Umpan Hasil Kunyahan

ANDRE W White (13) sedang memancing bersama keluarganya di Danau Smiths, Australia, pada suatu hari di bulan Januari 1994. Ketika permen karet berwarna hijau yang dikunyahnya sudah menjadi sepah, ia membuangnya ke luar perahu. Beberapa menit kemudian, saudara laki-lakinya, Greg, berhasil menangkap seekor ikan. Ketika mereka kembali ke pantai, isi perut ikan itu dikeluarkan dan dalam perut ikan tersebut mereka menemukan permen karet yang dibuang Andrew.

 

Dari Hati ke Hati

JOHN dan Arthur Mowforth adalah saudara kembar. "Apa yang terjadi pada yang seorang, biasanya juga terjadi pada yang lain," begitu kata saudara perempuan mereka. Pada malam tanggal 22 Mei 1975, masing-masing merasa dadanya sakit sekali dan (tanpa diketahui oleh kembarannya dan keluarga mereka), dilarikan ke rumah sakit. Yang seorang di Bristol dan yang lain di Windsor. Kedua tempat itu, kalau diukur menurut garis lurus, dipisahkan jarak antara 110 - 125 km. Keduanya meninggal akibat serangan jantung, tidak lama setelah tiba.

 

Naskah yang Dicampakkan

SUATU Jumat malam di awal tahun 1992, seorang wanita penerbit di London sedang makan di sebuah restoran di Notting Hill Gate, ketika maling membongkar mobilnya. Di antara benda-benda yang dicuri terdapat naskah yang diharapkannya akan laris, walaupun ia belum memberi tahu pengarangnya. Kehilangan naskah itulah yang paling disayangkannya dalam pencurian itu.

Para maling jelas tidak memandang naskah itu berharga. Naskah itu dilemparkan melampaui sebuah dinding sebelum mereka pergi dengan kendaraan mereka. Wanita penerbit itu merasa bingung sepanjang akhir minggu di kantornya. Senin pagi ia mencoba memutuskan bagaimana ia bisa menanggulangi masalah ini. Tahu-tahu penulis naskah menelepon. Suaranya lebih mencerminkan kesedihan daripada marah. Ia bertanya kepada penerbit itu: "Kenapa Anda mencampakkan naskah saya lewat pagar depan rumah saya?"

 

Anagram yang Sial

SIR Peter Scott, salah seorang penyelidik alam yang paling termasyhur dari Inggris, adalah orang yang sungguh yakin akan kehadiran makhluk Loch Ness. Selama bertahun-tahun ia memanfaatkan reputasinya dalam perdebatan mengenai keberadaan makhluk itu. Begitu besar keyakinannya bahwa makhluk itu ada, sehingga ia mempromosikan penggunaan nama Latin untuk menyebutnya: Nessiteras rhombopteryx. 

Nama ini yang diciptakannya bersama dengan juru foto bawah air Robert L. Rines pada bulan Desember 1975, bisa diterjemahkan secara kasar sebagai "Monster Ness dengan sirip seperti intan." Koran-koran London segera menyatakan dengan agak mengejek bahwa nama itu juga merupakan anagram dari kata-kata, "Monster Hoax by Sir Perter S. (Monster Palsu buatan Sir Peter S.) "

 

Senasib

SEORANG pria yang mengendarai moped (sepeda motor bermesin kecil yang bisa dikayuh) tewas tertabrak taksi di Bermuda tahun 1975, yaitu tepat setahun setelah saudara laki-lakinya tewas di jalan yang sama, ditabrak pengemudi taksi yang sama, yang sedang mengangkut penumpang yang sama. Korban sedang mengendarai moped yang sama.



" ["url"]=> string(87) "https://plus.intisari.grid.id/read/553257555/umpan-hasil-kunyahan-dan-anagram-yang-sial" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1651227040000) } } [1]=> object(stdClass)#57 (6) { ["_index"]=> string(7) "article" ["_type"]=> string(4) "data" ["_id"]=> string(7) "3246453" ["_score"]=> NULL ["_source"]=> object(stdClass)#58 (9) { ["thumb_url"]=> string(112) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2022/04/20/akhir-dendam-seorang-pelacurjpg-20220420050845.jpg" ["author"]=> array(1) { [0]=> object(stdClass)#59 (7) { ["twitter"]=> string(0) "" ["profile"]=> string(0) "" ["facebook"]=> string(0) "" ["name"]=> string(13) "Intisari Plus" ["photo"]=> string(0) "" ["id"]=> int(9347) ["email"]=> string(22) "plusintisari@gmail.com" } } ["description"]=> string(133) "Saat melayat seorang kenalannya yang meninggal karena serangan jantung, Kapten Leopold bertemu dengan keluarga dan tetangga almarhum." ["section"]=> object(stdClass)#60 (7) { ["parent"]=> NULL ["name"]=> string(8) "Kriminal" ["description"]=> string(0) "" ["alias"]=> string(5) "crime" ["id"]=> int(1369) ["keyword"]=> string(0) "" ["title"]=> string(24) "Intisari Plus - Kriminal" } ["photo_url"]=> string(112) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2022/04/20/akhir-dendam-seorang-pelacurjpg-20220420050845.jpg" ["title"]=> string(30) "Akhir Dendam Seorang 'Pelacur'" ["published_date"]=> string(19) "2022-04-26 14:36:03" ["content"]=> string(32476) "

Intisari Plus - Saat melayat seorang kenalannya yang meninggal karena serangan jantung, Kapten Leopold bertemu dengan keluarga dan tetangga almarhum. Beberapa hari berselang, salah satu tetangga almarhum dibunuh. Beberapa alibi tampak sudah diatur dengan rapi untuk menutupi pembunuhnya.

---------------------------------------

Menjelang hari ulang tahunnya, Kapten Polisi Leopold malah murung. Mungkin karena ia teringat masa pensiunnya yang akan tiba dua belas bulan lagi. 

Pagi itu, setiba di kantornya, kemurungannya bertambah, mendengar Sersan Connie Trent menyampaikan berita buruk. Marty Doyle, pensiunan letnan di regu kebakaran, semalam meninggal tiba-tiba akibat serangan jantung. 

Marty lebih muda daripada Leopold, cuma ia sudah minta pensiun pada umur 55. Sebetulnya, Leopold tidak terlalu akrab dengannya, tetapi karena Marty orang baik, Leopold merasa perlu melayat untuk menyatakan belasungkawa kepada istri Marty. Seingat Leopold, Marty mempunyai seorang putri yang sejak awal tahun ini ia dengar pindah ke kota lain.

 

Cantik, tapi misterius 

Jumat sore itu Leopold dan istrinya yang 27 tahun lebih muda, Molly, pergi ke rumah duka. Greta Doyle, yang berpakaian hitam sederhana, berdiri di dekat peti jenazah.  

"Terima kasih atas kedatangan kalian," katanya sambil mencoba tersenyum. Umur Greta mungkin sekitar 50-an, tetapi wajahnya masih cantik, walaupun tubuhnya terlalu montok. 

"Ketika sedang menonton televisi, Marty mengeluh lengan dan dadanya sakit," cerita Greta. "Kemudian ia pingsan. Waktu ambulans datang, mereka sudah tidak bisa menolong. Semuanya berlangsung cepat sekali. Sejam setelah Marty mengeluh sakit, saya sudah harus menelepon June untuk memberi tahu ayahnya sudah meninggal. 

"Putri Anda ada di sini?" tanya Leopold. Greta menunjuk ke putrinya yang cantik, yang sudah dikenal suami-istri Leopold dalam pesta perpisahan dengan Marty Doyle tahun sebelumnya. June mengenakan baju biru dan sedang hamil. 

Saat itu tetangga sebelah rumah Greta menghampiri untuk menyatakan belasungkawa. Greta memperkenalkan suami-istri itu kepada Leopold dan Molly. Roy Kingsley berwajah tampan dan jauh lebih jangkung daripada Brenda, istrinya. Leopold dan Molly lantas menghampiri June yang sedang duduk sendirian. 

"Mungkin Anda lupa kepada saya. Saya Kapten Leopold dari markas besar. Saya kenalan lama ayah Anda," Leopold memperkenalkan diri. 

June beranjak untuk berdiri, tetapi Leopold mencegahnya. "Terima kasih," katanya. "Dokter bilang, dua minggu lagi saya akan melahirkan." 

Setelah berbicara basa-basi, Leopold bertanya, "Di mana Anda tinggal sekarang?" 

June ragu-ragu sejenak. "Philadelphia." 

"Saya hampir tidak pernah bertemu dengan ayah Anda setelah ia pensiun, jadi saya tidak tahu Anda menikah." 

"Saya tidak menikah," jawab June sambil memandangi jari-jarinya. 

"Oh, ...!" seru Leopold yang merasa salah bicara. "Maaf, saya ...." 

"Tidak apa-apa. Anda bukan yang pertama." 

Molly buru-buru menyelamatkan suasana dengan bertanya, "Anda akan kembali ke Philadelphia setelah pemakaman, June?" 

"Saya akan melewatkan akhir minggu di sini dan baru kembali pada hari Senin."

 

Pistol berperedam suara 

Keesokan paginya, Sabtu, mereka menghadiri pemakaman. Setelah pemakaman selesai, Molly menerima undangan June untuk minum dulu di rumah ibunya. Di rumah Greta para tetangga sudah menyediakan makanan dan minuman untuk para pelayat. Leopold belum pernah datang ke rumah keluarga Doyle. Ia tidak menyangka akan menemukan rumah yang rapi tetapi sederhana itu diperlengkapi dengan peralatan serba modern. Ada video, telepon tanpa kabel di dapur, komputer pribadi. 

Brenda Kingsley, tetangga sebelah, membantu melayani para tamu bersama suaminya, Roy, yang berumur 50-an dan pandai bergaul itu. Leopold sedang bercakap-cakap dengan Roy Kingsley ketika Greta, muncul di sisinya. 

"Kapten, saya ingin meminta saran Anda. Harus saya apakan koleksi senjata Marty? Jumlahnya sih tidak banyak dan mungkin juga tidak berharga." 

Dengan segala senang hati Leopold melihat koleksi itu. la diajak naik ke kamar suami-istri Doyle. Kamar itu sejuk dan membetahkan. 

Greta mengambil senjata - senjata suaminya dari lemari. Semuanya disarungi kain. Dengan hati-hati ia membuka kain penutup itu satu per satu. Polisi memang sering mengumpulkan senjata api. 

Leopold mendapati sebuah revolver dinas, sebuah .38 Smith & Wesson, sebuah Luger Jerman (kata Greta pemberian pamannya), sebuah Beretta kecil otomatis, sebuah Colt .45 dengan sarung yang sudah aus dan sebuah target pistol yang mengejutkan karena memakai alat peredam suara. 

"Sebenarnya saya tidak boleh menceritakan kepada Anda. Pistol ini disita Marty dari seseorang yang ia curigai membakar rumah. Tapi orang itu memukulnya sampai pingsan, lalu kabur. Marty pikir konyol sekali, kalau kejadian itu ia ceritakan kepada atasannya. Jadi ia tutup mulut dan senjata itu ia simpan saja," cerita Greta seperti mau menangis. Leopold menghiburnya. Katanya, semua polisi pasti pernah menyesal karena melakukan perbuatan tolol. 

"Meski tidak terlalu tinggi nilainya, koleksi ini bisa mendatangkan beberapa ratus dolar dari pedagang senjata. Kalau nanti Anda memutuskan untuk menjualnya, saya akan mengambil yang satu ini." 

"Terima kasih. Saya akan mengingatnya," kata Gerda. Setelah itu Gerda membenahi lagi semua senjata koleksi almarhum suaminya. 

Ketika mereka kembali ke lantai bawah, June tampak sedang bercakap-cakap dengan seorang pemuda berumur 20- an. 

"Kapten, ini Pete Brody. Kami dulu sama-sama belajar di Community College," katanya memperkenalkan. 

"Apa kabar, Pete?" 

"Baik, Pak." 

Leopold menduga-duga, berapa kira-kira umur June. Mungkin 25. Ketika Brenda Kingsley memanggil Brody untuk dimintai tolong mengangkut botol-botol kosong, ia berdua saja dengan June. 

"Kapan kau pindah ke Philadelphia?" tanyanya.

 "Sejak Maret. Ya, sejak saya hamil. Waktu itu saya pikir sebaiknya ayah dan ibu tidak tahu. Kebetulan teman saya di Philadelphia mempunyai apartemen. Saya tinggal bersama dia mencari nafkah sebagai pelayan restoran sampai bulan lalu." 

"Maksudnya, orang tuamu tidak tahu kau hamil?" June menggelengkan kepala. "Tapi dasar nasib. Dua minggu sebelum melahirkan, ayah meninggal tiba-tiba dan saya harus pulang. Sekarang semua orang di kota ini tahu." 

"Apakah kau berniat menikah?" 

June membuang muka. "Tidak akan ada gunanya." 

"Apakah ayah anak ini tahu kau hamil?" 

"Saya tidak pernah memberi tahu." 

Pete Brody kembali untuk meneruskan percakapannya dengan June dan Leopold menjauhkan diri. Menjelang tengah hari Leopold dan Molly minta diri seperti halnya tamu-tamu lain.

 

Mungkin ada maling 

Sesaat sebelum pukul 21.50 pada hari Minggu, telepon di rumah Leopold berdering. 

"Kapten Leopold? Ini June Doyle. Saya ingin berbicara dengan Anda. Saya menelepon dari rumah ibu saya. Tunggu ...." Ketika June kembali menelepon, ia berbisik, "Bisakah Anda menelepon saya beberapa menit lagi? Rasanya ada seseorang di beranda ...." 

"Baik. Saya akan menelepon sebentar lagi." Setelah telepon ditaruh, Leopold baru ingat bahwa ia tidak tahu nomor telepon keluarga Doyle. Ia harus mencarinya dulu di buku telepon. Begitu tersambung, June langsung menjawab. "Tidak ada siapa-siapa, Kapten. Tadinya saya takut ada maling. Ibu sedang pergi dan saya sendirian saja." 

"Ke mana ibumu?" 

"Para ibu sedang rapat untuk merencanakan piknik pada Hari Buruh. Bu Kingsley membujuk ibu agar ikut. Supaya terhibur." Saat itu kedengaran June batuk dan menutup telepon sebentar. "Saya harap saya tidak masuk angin pada saat hampir melahirkan begini," kata June.

"Itu yang ingin kauceritakan pada saya, June?" 

"Ehm, apa yang dikatakan ibu kepada Anda tentang keadaan ... tentang kehamilan saya?"

"Ia tidak berkata sepatah pun. Mengapa?" 

"Saya pikir ...." Saat itu kedengaran lonceng berdentang sayup-sayup di tempat June, sebab hari tepat pukul 21.00. "Saya pikir mungkin ia bercerita sesuatu kepada Anda. Ia hampir tidak mengajak saya berbicara sejak saya datang."

"Saya tidak pernah dekat dengan orang tuamu, June. Saya cuma rekan sekerja ayahmu. Tapi saya tahu ia mencintaimu." 

"Itulah sebabnya maka saya pergi. Saya pikir ia bisa mati kalau tahu saya hamil." 

"Ibumu tidak berkata apa-apa." 

"Baiklah kalau begitu. Maaf saya mengganggu Anda, Kapten. Saya ingin berdamai dengan ibu sebelum berangkat besok. Saya perlu diyakinkan oleh seseorang." 

Mereka saling mengucapkan selamat malam, lalu June tiba-tiba berkata bahwa di luar ada mobil polisi menyorotkan lampu merah. 

"Jangan-jangan benar ada maling," katanya. 

"Saya akan mengecek ke markas besar," kata Leopold. 

Menurut keterangan markas besar, mobil patroli 911 datang sebab tetangga sebelah rumah Doyle menelepon 911. Leopold berpesan agar ia dikabari kalau sudah diketahui mengapa 911 dipanggil. Lima menit kemudian Leopold diberi tahu bahwa di 145 Mapledale, yaitu rumah yang terletak di sebelah kediaman keluarga, Doyle, ada seorang pria kulit putih tewas ditembak. Pria itu belum diidentifikasi secara resmi, tapi tampaknya ia pemilik rumah bernama Roy Kingsley. 

Segera Leopold memacu kendaraannya ke sana. Saat ia tiba sudah ada empat mobil polisi ditambah sebuah kendaraan unit teknisi. Sersan Connie Trent pun hadir di situ. 

"Ada apa Connie?" 

"Seorang pria bernama Roy Kingsley ditembak sekali di kepalanya. Ia tergeletak di dalam rumahnya, dekat ambang pintu depan. Ketika 911 tiba, mereka menemukan pintu terpentang lebar." 

Leopold belum lama diperkenalkan kepada Roy Kingsley dan hampir tidak pernah berbicara dengannya, tetapi ia shock juga melihat pria itu sudah menjadi mayat. 

Dekat sebelah tangan Roy tergeletak telepon yang kabelnya panjang sekali. Ketika 911 datang, ia baru meninggal beberapa menit, sebab panggilan untuk 911 diterima pukul 21.00.25. 

Leopold membungkuk untuk memeriksa mayat itu. Kening Roy Kingsley ditembusi peluru. Di wajahnya ada bekas mesiu yang menandakan tembakan dilakukan dari jarak cukup dekat. 

Saat itu Connie sudah mengirim dua mobil polisi untuk menyelidiki daerah sekitar rumah. 

Connie mengantar Leopold ke ruang keluarga. Rumah itu lebih besar dan lebih mewah daripada rumah keluarga Doyle. Rupanya menjadi salesman mobil menghasilkan uang lebih banyak daripada menjadi polisi. Brenda Kingsley sedang menangis diam-diam, sementara Greta dan June Doyle berusaha menghiburnya. 

"Saya keluar ketika melihat mobil-mobil polisi," cerita June. 

"June menduga maling yang melakukannya," kata ibunya. 

"Kami sedang mencarinya di sekeliling tempat ini," kata Leopold berusaha melegakan. 

"Di mana kita bisa merasa aman, kalau di rumah saja bisa terjadi begini?" kata Ny. Kingsley dengan nada marah campur sedih. 

Leopold tidak bisa menjawab apa-apa. Kemudian katanya, "Setahu saya, Anda, para ibu, tadi sedang rapat." 

"Saya tidak jadi ikut," kata Greta. "Saya pergi bersama Brenda, tetapi setelah tiba di depan pintu rasanya saya tidak tahan menghadapi sekian banyak orang. Jadi saya berjalan sekeliling tempat ini sebentar, lalu pulang ke rumah. Waktu saya tiba, sudah ada dua mobil polisi. June berlari ke luar rumah untuk pergi ke sebelah."

 

Takut dikira yang bukan-bukan 

Leopold meminta kepada Connie agar ia diperbolehkan berbicara berdua saja dengan Ny. Kingsley selama beberapa menit. Ia menginstruksikan Connie untuk meminta keterangan dari Greta dan June Doyle. 

Begitu Connie membawa Greta dan June ke dapur, Brenda berkata kepada Leopold, "Baru kemarin saya mereka-reka, bagaimana Greta bisa hidup tanpa Marty. Eh, sekarang Roy juga meninggal." 

"Suami Anda mempunyai musuh, Bu Kingsley? Barangkali Anda tahu ada orang yang ingin membunuhnya? Bekas rekan sekerjanya, mungkin?" 

Ny. Kingsley menggelengkan kepala. "Semua orang senang pada Roy."  

"Mungkin ada masalah dengan mobil yang dijualnya? Ada pembeli yang tidak puas, barangkali?" 

Janda itu bergidik. "Mustahil orang dibunuh gara-gara hal itu?" 

"Hal-hal kecil kadang-kadang mampu membuat orang mata gelap." Ny. Kingsley menyatakan, tidak ada orang atau masalah yang bisa menyebabkan orang sakit hati kepada suaminya. 

"Bu Kingsley, apakah suami Anda mempunyai hubungan bisnis dengan Marty Doyle atau dengan orang lain?" 

"Tidak. Kami cuma tetangga. Kami berempat akrab, tetapi tidak pernah ada urusan bisnis." 

Connie masuk untuk memberi tahu Leopold bahwa mereka menahan seorang pria yang dipergoki menerobos kebun belakang rumah beberapa blok dari sana. 

Leopold bangkit. "Nanti kita berbicara lagi, Bu Kingsley." 

"Pria itu ada di mobil. Ia mengaku kenal keluarga Kingsley maupun Doyle. Jadi saya tidak membawanya masuk ke rumah," kata Connie ketika mereka keluar. 

Di bangku belakang mobil polisi Leopold melihat seorang pemuda. Ia tidak lain daripada Pete Brody, teman sekolah June Doyle. 

Leopold membuka pintu dan duduk di sebelah Brody. "Halo, Pete, kita bertemu kemarin." 

"Halo, Kapten.” 

"Saya tidak tahu kalau kau tinggal dekat-dekat tempat ini." 

"Saya tinggal jauh dari sini. Tadi saya berkeliling-keliling dengan mobil, lalu turun untuk berjalan-jalan sebentar karena udara bagus." 

"Ia membawa senjata?" tanya Leopold kepada polisi yang duduk di bangku depan.  

"Tidak, Kapten." 

"Eh, ada apa sih?" tanya Brody. 

"Ada orang dibunuh. Roy Kingsley, tetangga June." 

"Dibunuh?" 

"Ya." 

"Dirampok?" 

"Kami belum tahu. Kenapa Anda bertanya? Sebelum terjadi pembunuhan, June mengira ada orang langak-longok." 

"Hei! Jangan menuduh saya. Saya tidak berada dekat-dekat rumah ini." 

"Anda dijumpai cuma beberapa blok dari sini. Tidak terlalu jauh." 

Brody berdiam diri sambil memandang ke rumah Kingsley. Akhirnya ia berkata, "Kemarin June minta saya datang sebelum ia berangkat pulang. Saya pikir boleh juga. Soalnya, sejak dulu saya senang kepadanya." 

"Di mana mobil Anda?" 

"Saya parkir di Adams Street, tiga blok dari sini." 

"Anda datang mengunjunginya, tetapi memarkir mobil Anda tiga blok dari sini?" 

"Ya." 

"Anda sudah sempat menemuinya?" 

"Belum. Ketika saya tiba, saya lihat banyak mobil polisi. Jadi saya tidak jadi berkunjung." 

Leopold terdiam sebentar, lalu bertanya, "Pete, mengapa kau memarkir mobilmu jauh-jauh dari sini?" 

"Kalau orang melihat mobil saya di sini, bisa-bisa saya dikira ayah anak yang dikandungnya." 

"Kau bukan ayah anak itu?" 

"Bukan! June dan saya cuma berteman. Kami pernah beberapa kali berkencan."

 

Ada panggilan, tak ada pesan 

Leopold keluar dari mobil dan meminta Connie mengantarkan Brody kembali ke mobilnya sambil berpesan agar Connie minta izin dengan sopan untuk menggeledah mobil Brody. Siapa tahu ada senjata. 

Senin pagi Leopold mendapat laporan dari Connie bahwa di mobil Brody tidak ditemukan senjata. Para tetangga Kingsley yang lain tidak ada yang mendengar maupun melihat sesuatu. Saat itu mereka kebanyakan sedang menonton televisi atau sibuk di dapur. 

Leopold meminta Connie pergi ke rumah tempat para ibu mengadakan rapat semalam, untuk mengecek pukul berapa Brenda datang dan pukul berapa ia pergi. 

Sementara itu Fletcher dimintanya datang membawa pita hasil rekaman 911 semalam. la ingin mendengar rekaman itu, tetapi cuma bagian sekitar pukul 21.00. 

Hubungan dari telepon Kingsley dilakukan pukul 21.00.25, tetapi tidak ada suara. Kedengarannya seperti ada bunyi gedebuk, tetapi samar sekali, sehingga Leopold ragu-ragu. Kata Sersan Fletcher, nomor telepon tidak perlu dilacak, sebab ada di layar. Ketika 911 tidak menerima berita apa-apa, cepat-cepat dikirimnya mobil. Waktu itu pukul 21.02.10. 

"Saya masih berbicara dengan June Doyle ketika mobil itu tiba," kata Leopold. Kemudian ia melanjutkan, "Saya ingin bertanya perihal Pete Brody kepada June sebelum ia kembali ke Philadelphia." 

Dari pemeriksaan dokter diketahui Kingsley meninggal akibat sebuah peluru yang masuk ke otaknya. Peluru itu ditembakkan dari jarak dekat dan arahnya dari bawah ke atas. Logamnya ditemukan dalam keadaan pipih. Diperkirakan peluru itu berkaliber .22. 

Leopold menarik napas, lalu pergi ke rumah Greta Doyle. Wanita itu didapatinya hampir berangkat ke rumah sakit. 

"June mulas akan melahirkan. Pete Brody membawanya ke rumah sakit dan saya akan menyusul," katanya. 

"Saya akan ikut ke rumah sakit," kata Leopold. "Tapi boleh 'kan saya melihat kembali koleksi senjata Marty?" 

"Untuk apa?" 

"Roy Kingsley ditembak dan Anda memiliki banyak senjata di rumah. Saya harus mengecek dari pelbagai segi." 

"Saya berani menjamin ia tidak ditembak dengan senjata koleksi Marty!" kata wanita itu dengan marah. Tapi ia mematikan juga mesin mobilnya untuk kembali ke rumah. 

Greta memperlihatkan senjata-senjata Marty. Tampaknya tidak ada yang berubah dibandingkan dengan kemarin. Leopold mencium moncong pistol yang memakai peredam suara. Tampaknya seperti baru dibersihkan dan diminyaki. 

"Marty sering membersihkan koleksinya," begitu keterangan jandanya. 

Leopold kemudian bertanya, mengapa Brody yang membawa June ke rumah sakit. "Karena Brody datang pada saat June mulai mulas," jawab ibunya. Leopold juga menanyakan jenis hubungan June dengan Brody. "Silakan tanya kepada mereka saja," jawab ibu June. "Setahu saya mereka pernah berkencan." 

Di rumah sakit Leopold menemui perawat yang memberi tahu bahwa June belum melahirkan. Pete Brody sudah pergi. Leopold minta diri kepada Greta. Ia minta dikabari kalau bayi sudah lahir. "Saya mendoakan agar ibu dan anaknya baik-baik saja," katanya. 

Greta menelepon ke markas besar hari Selasa pagi. Katanya, June dan bayi laki-lakinya sehat-sehat saja. Leopold berniat menjenguk sorenya.

 

Tiga orang tak punya alibi 

Sementara itu Connie mendapat keterangan bahwa pada hari Minggu malam, bukan cuma Greta yang tidak muncul di rapat para ibu, tapi juga Brenda Kingsley! Berarti ia tidak mempunyai alibi pada saat suaminya terbunuh. Alasan Brenda: karena Greta tidak jadi ikut rapat, ia jadi segan, lalu mengendarai mobilnya ke Selat. 

Sore itu Leopold bertemu June di rumah sakit. Ia memberi selamat, lalu mencari Greta di kantin. 

"Saya akan pergi ke rumah Bu Kingsley. Apakah hubungannya dengan suaminya baik-baik saja?" tanyanya. 

"Tampaknya begitu. Ah, jangan mencurigai Brenda. Ia pergi rapat waktu itu." 

"Tidak. Ketika Anda tidak pergi, ia juga membatalkan rencananya." Tampaknya Greta ingin bertanya, tapi tidak jadi mengucapkannya. Ia cuma berkata, "Saya harap June bisa hidup baru sekarang, walaupun sulit sekali tanpa seorang suami. Ia tidak mau berbagi kesulitan dengan kami, Marty dan saya. Ia selalu yakin bisa mengelabui ayahnya." 

"Anda mempunyai dugaan siapa ayah bayi itu?" 

"Yang paling mungkin tampaknya Pete Brody, tapi entahlah." 

Dari rumah sakit Leopold pergi ke Brenda Kingsley. Janda itu tampaknya enggan ditanya-tanyai. Mungkin ia juga merasa malu, karena ketahuan tidak jadi pergi rapat seperti yang diperkirakan. 

Leopold minta maaf, karena mengganggu Brenda yang sedang sibuk mengurus persiapan pemakaman. Ia juga minta maaf karena pekerjaannya menuntut dia untuk mengajukan berbagai pertanyaan yang dalam percakapan sehari-hari mungkin kurang pantas untuk diajukan. Lalu katanya, "Suami Anda selalu setia kepada Anda?" 

Brenda marah sekali. "Orang tidak dikenal, walau maling sekalipun tidak akan begitu saja masuk ke rumah orang, lalu menembak," kata Leopold. "Ada tiga hal yang terjadi dalam beberapa hari ini. Pertama, Marty Doyle meninggal karena serangan jantung. Kedua, kematiannya membuat putrinya terpaksa pulang dari Philadelphia dan ketahuanlah kalau ia hamil. Ketiga, suami Anda dibunuh orang. Peristiwa pertama menyebabkan peristiwa kedua. Apakah peristiwa kedua menyebabkan peristiwa ketiga?" 

"Apa Anda bilang, Kapten? Kedatangan June menyebabkan kematian Roy?" 

"Apakah ada hubungan di antara mereka, Bu Kingsley?" 

"Umur Roy 51 dan June 24!" 

"Pertanyaan saya masih berlaku, Bu Kingsley," kata Leopold seraya membuang pandangan keluar jendela. Ny. Kingsley tidak tahu bahwa umurnya dengan Molly berbeda 27 tahun. "Anda bisa menembak Roy bila mengetahui hubungan antara mereka. Greta Doyle juga bisa menembak Roy karena sakit hati atas perbuatan suami Anda terhadap putrinya. Bahkan Pete Brody pun bisa berbuat serupa kalau ia benar-benar mencintai June." 

"Saya tidak bisa menolong Anda, Kapten. Silakan, tinggalkan saya." Lonceng di ruang depan berbunyi menandakan hari sudah pukul dua ketika Leopold meninggalkan rumah.

 

Tak kena dikelabui 

Ketika June membuka matanya, didapatinya Leopold duduk di sebelah ranjangnya. June tersenyum. "Kalau Anda sering menjenguk saya begini, nanti orang mengira bayi ini anak Anda," katanya. 

"Kalau memang anak saya, masalahnya mungkin lebih mudah, June," katanya. "Kingsley 'kan bapaknya?" 

June membelalak. "Gila!" jawabnya. "Mana mungkin saya membunuhnya pada saat saya berbicara dengan Anda di telepon." 

Leopold tersenyum sedih. "Kau bisa tercatat dalam buku kriminologi sebagai orang pertama yang membunuh sambil berbicara di telepon tak berkabel untuk membentuk alibi." 

"Kau menelepon 911 karena tahu 911 akan merekam saat hubungan telepon dibuat dan mengakurkannya dengan saat kematian. Hal itu kaulakukan agar kau mempunyai alibi, supaya kau bisa berkata bahwa pada saat kematian Kingsley kau sedang berbicara dengan saya." 

"Untuk meyakinkan saya bahwa kau memakai telepon di rumahmu, kau meminta saya menelepon kembali. Pada saat saya menelepon kembali itu, mungkin kau sudah berada di perjalanan ke rumah Kingsley sambil membawa telepon tanpa kabel, telepon yang saya lihat di rumah ibumu pada hari Sabtu. Telepon tanpa kabel biasanya bisa dipakai sampai kira-kira 30 m dari unit utamanya, walaupun ada yang kemampuannya lebih dan kurang dari itu. Rumah ibumu terletak berdekatan dengan rumah Kingsley.

"Ketika Kingsley membuka pintu, kau menembaknya dari dekat dengan pistol berperedam suara yang kauambil dari koleksi ayahmu. Sementara itu kau berbicara terus dengan saya. Untuk membungkam suara tembakan, kau bukan cuma mengandalkan peredam suara. Kau juga membekap telepon setelah berpura-pura batuk." 

"Setelah Kingsley terjatuh, kau masuk untuk menghubungi 911 dengan telepon Kingsley, bukan dengan telepon tanpa kabel. Telepon tanpa kabel mungkin kaujepit di antara dagu dan leher. Ketika telepon Kingsley sudah menyambung ke 911, kau meletakkannya dekat mayat. Setelah itu kau kembali ke rumah ibumu dan mengakhiri pembicaraan dengan saya." Begitu kata Leopold kepada June. 

"June, Kingsley tidak mungkin bisa memutar nomor telepon sambil berdiri jauh di muka pintu rumahnya." 

"Bisa dong dia memutar nomor dulu, lalu membawa gagang telepon ke pintu," jawab June. 

"Kalau begitu, suara tembakan akan terekam dalam pita rekaman," kata Leopold. Padahal pita rekaman cuma menangkap suara gedebuk gagang telepon yang kaujatuhkan ke permadani. Lagi pula, saya mendengar bunyi lonceng padahal tak ada lonceng di dekat telepon di rumahmu. Bunyi lonceng yang saya dengar itu sama seperti bunyi lonceng di ruang depan rumah Kingsley yang saya dengar tadi siang." 

Leopold memegang lengan June. "Mengapa kau membunuhnya, June?" Putri Marty Doyle tidak mau memberi keterangan. la cuma menggeleng. 

"Saya duga, ketika kau terpaksa kembali dan orang-orang tahu kau hamil, kau menemui Kingsley, tapi ia menolakmu." 

June menangis. "Roy bilang, ia bukan ayah anak ini. Ia mengatai saya pelacur, padahal saya sudah banyak berkorban untuk dia!" Leopold sangat sedih. Sedih bagi June dan juga bagi putra June. Tapi ia hamba negara. Hukum tetap mesti ditegakkan. 

Dalam perjalanan pulang, Leopold berpikir: Kalau saja Marty hidup seminggu lebih lama, kehamilan June mungkin tidak akan ketahuan dan konfrontasi dengan Kingsley bisa terhindarkan. Pikirannya masih dipenuhi hal itu, ketika ia masuk ke rumahnya. Tahu-tahu terdengar seruan, "Surprise!" Leopold baru ingat bahwa hari itu hari ulang tahunnya. Ia melihat berkeliling pada Molly, Fletcher, istri Fletcher, Connie, dan pacar wanita itu. Semua tersenyum dan Leopold pun tersenyum.

(Edward D. Hoch)

" ["url"]=> string(73) "https://plus.intisari.grid.id/read/553246453/akhir-dendam-seorang-pelacur" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1650983763000) } } }