array(1) {
  [0]=>
  object(stdClass)#49 (6) {
    ["_index"]=>
    string(7) "article"
    ["_type"]=>
    string(4) "data"
    ["_id"]=>
    string(7) "3457025"
    ["_score"]=>
    NULL
    ["_source"]=>
    object(stdClass)#50 (9) {
      ["thumb_url"]=>
      string(112) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2022/09/05/untung-ada-saksi-mata_alexander-20220905032620.jpg"
      ["author"]=>
      array(1) {
        [0]=>
        object(stdClass)#51 (7) {
          ["twitter"]=>
          string(0) ""
          ["profile"]=>
          string(0) ""
          ["facebook"]=>
          string(0) ""
          ["name"]=>
          string(13) "Intisari Plus"
          ["photo"]=>
          string(0) ""
          ["id"]=>
          int(9347)
          ["email"]=>
          string(22) "plusintisari@gmail.com"
        }
      }
      ["description"]=>
      string(150) "Di usia muda, Sparkle menikah hingga dikaruniai bayi perempuan lucu. Namun kebahagiaan tidak bertahan lama karena Sparkle ditemukan tewas mengenaskan."
      ["section"]=>
      object(stdClass)#52 (7) {
        ["parent"]=>
        NULL
        ["name"]=>
        string(8) "Kriminal"
        ["description"]=>
        string(0) ""
        ["alias"]=>
        string(5) "crime"
        ["id"]=>
        int(1369)
        ["keyword"]=>
        string(0) ""
        ["title"]=>
        string(24) "Intisari Plus - Kriminal"
      }
      ["photo_url"]=>
      string(112) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2022/09/05/untung-ada-saksi-mata_alexander-20220905032620.jpg"
      ["title"]=>
      string(23) "Untung Ada 2 Saksi Mata"
      ["published_date"]=>
      string(19) "2022-09-05 15:26:38"
      ["content"]=>
      string(26217) "

Intisari Plus - Di usia muda, Sparkle menikah dengan Rick hingga dikaruniai bayi perempuan lucu. Namun kebahagiaan tidak bertahan lama karena Sparkle ditemukan tewas mengenaskan di apartemennya.

-------------------

Bukan hanya ada dalam peribahasa, judul lagu, atau adegan sinetron, cinta berubah menjadi prahara. Dalam kehidupan sehari-hari, Sparkle mengalaminya. Demi hidup bersama pacar tercinta, dia meninggalkan rumah orangtua. Padahal, umurnya saat itu (1998) belum genap 20 tahun. Seperti makna di balik namanya (sparkle artinya kira-kira sesuatu atau api yang berkilauan), begitulah semangat hidup sang gadis belia. 

Hal itu juga yang membuat orangtua Sparkle, sang ayah Bennet Reid (pensiunan tentara) dan ibu tirinya Donna Lowry (reporter stasiun teve WXIA di Atlanta) ketar-ketir. Mereka menganggap Sparkle terlalu muda untuk memasuki jenjang rumah tangga. Terlebih setelah tahu, anak mereka dalam keadaan hamil, dan bakal pergi bersama pacarnya Ricky Rai - akrab disapa Rick - yang berusia jauh lebih muda, 18 tahun. “Kamu pikir gampang mengurus bayi?” Donna Lowry menasehati.

Namun, seperti terjadi di belahan dunia mana pun, jika tekad anak sudah bulat, apalah daya orangtua? Satu hal yang melegakan Reid dan Lowry, dua sejoli itu mampu saling mengisi. “Rick pun terlihat sangat mencintai Sparkle. Itu membuat stres saya agak berkurang,” tegas Donna Lowry. Keduanya juga kompak dan antusias menyambut kelahiran bayi pertama mereka. Sampai akhirnya bayi itu betul-betul lahir dan diberi nama Analla. Menurut Rick yang berdarah India, analla maknanya setali tiga uang dengan sparkle dalam bahasa Inggris. Rick dan Sparkle memang bertekad mewariskan keteguhan hati mereka pada sang anak.

Sayang, kebahagiaan itu “sedikit tercoreng”. Pada Oktober 1999, tiba-tiba Rick menyampaikan berita duka. Ayahnya, Chiman Rai, meninggal karena komplikasi berbagai penyakit, salah satunya diabetes. Jenazahnya akan dibawa pulang ke kampung halaman dan dimakamkan secara tradisional di India. Seolah belum puas, beberapa hari kemudian, sepulang dari India, Rick mengabarkan satu lagi berita duka. Kali ini ibunya meninggal akibat angin puting beliung yang tengah melanda sejumlah kawasan di India. Angin itu, dikabarkan telah merenggut nyawa ribuan orang.

Bisa dibayangkan, betapa kagetnya Reid dan Lowry saat itu. Hanya dalam beberapa pekan saja, dua calon besan mereka dipanggil menghadap Tuhan. Itu sebabnya mereka sangat gembira, ketika tak lama kemudian Rick dan Sparkle meresmikan tali cinta mereka ke jenjang yang lebih tinggi: pernikahan.

 

Praha di bulan April

Pernikahan. Tampaknya itulah kebahagian terakhir yang sempat dikecap Sparkle. Pada 26 April 2000, Lowry mendadak ditelepon Rick yang mengabarkan, Sparkle diserang orang tak dikenal. Saking shock-nya Lowry, sampai-sampai ia tak lagi mampu mengolah kata-kata, melainkan langsung berlari menuju mobil, tancap gas ke apartemen anak tiri yang sangat disayanginya. “Selama menyetir, kata-kata Rick selalu terngiang di telinga saya: ‘Sparkle diserang orang tak dikenal’. Saya berharap, apa pun itu, bukan yang terburuk,” terawang Lowry.

Reid tiba lebih dulu di apartemen Sparkle di Atlanta itu, tapi dia sendiri tampak kebingungan. Bertanya-tanya kepada setiap petugas yang sedang melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP). “Apa yang terjadi? Apakah anak saya, Sparkle, masih hidup?” Reid baru diam setelah seseorang di tempat itu, entah petugas medis entah detektif dari kepolisian setempat menjawab pelan: “Dia sudah meninggal, Pak ....” Tak hanya diam, lama setelah itu, Reid bak orang linglung yang tak tahu mesti melakukan apa. “Saya tak percaya kejadian itu. Seperti perempuan, sejak itu saya menangis dan terus menangis.”

Pemandangan di TKP memang mengerikan. Darah di lantai berceceran. Cermin betapa brutal Sparkle diperlakukan oleh penyerangnya. Leher nan jenjang itu masih menyisakan bekas cekikan atau jeratan kabel vacuum cleaner yang terletak tak jauh dari tempat kejadian. Polisi juga menemukan luka-luka bekas tusukan pisau di tubuh Sparkle. Termasuk, yang paling mengerikan, bekas tusukan di leher korban. Di mana Analla? Untunglah, bocah yang baru berusia enam bulan itu selamat, meski ia terus menangis keras, tak jauh dari tempat Sparkle terkapar.

Sementara itu, di sekitar TKP, detektif Lee Brown berdiri terkesima. “Pelakunya pasti orang yang sangat, sangat benci pada korban, entah karena apa. Ini betul-betul pembunuhan gila. Semacam amuk atau pelampiasan amarah,” ucap Brown, nada suaranya terdengar menahan pilu. Anak buahnya menimpali, “Tak ada tanda-tanda si pembunuh masuk paksa ke dalam rumah, Pak. Juga tak ada barang-barang yang hilang.” Anak buah Lee Brown tampak mengumpulkan sejumlah uang kertas yang berserakan di lantai, dekat dompet milik Sparkle.

Artinya, ini murni kasus pembunuhan, bukan perampokan. “Ya, karena tak juga ada tanda-tanda kekerasan seksual,” sambung Brown. Tindakan si pembunuh menyiratkan keprofesionalan, misalnya ia sengaja memutus kabel telepon. Pun tak ditemukan jejak-jejak yang bisa merujuk kepada identitas pelaku, semisal sidik jari atau DNA. Hanya ada jejak sepatu di antara ceceran darah tapi terlalu generik untuk memastikan siapa pelakunya. Pendek kata, sedikit sekali bukti-bukti fisik yang bisa ditindaklanjuti polisi. Pelaku, tampaknya pembunuh bayaran yang sudah terbiasa menghilangkan nyawa orang.

Perhatian Brown sejenak beralih kepada orang terdekat. Tentu saja sasaran pertama Rick, suami korban. Namun mentok. Hampir semua orang bilang, keduanya begitu saling mencintai dan tampak makin bahagia setelah dikaruniai Analla. Masalah pasti ada, tapi sejauh ini, selalu mereka hadapi bersama. Tak seorang pun meragukan itu, termasuk Reid dan Lowry. Rick sendiri terlihat kalem. Dia hanya berjalan-jalan mengitari TKP, sembari menggendong Analla. Wajahnya sama sekali tak menampakkan ekspresi berlebihan. Tidak senang, tak juga terlalu sedih.

“Anda memanggil-manggil Sparkle, tapi tak ada jawaban. Lalu Anda masuk ke dalam rumah, mendapati istri Anda tergeletak di lantai bermandikan darah, dan Anda tidak langsung tergerak untuk mendekati atau memeluk tubuhnya?” kejar para detektif, saat menanyai Rick. “Saya tidak tahu. Saya betul-betul tidak tahu apa yang saya pikirkan saat itu. Saya juga tidak tahu apa yang terjadi,” jawab Rick.

Meski sempat diperiksa selama delapan jam, polisi akhirnya melepas Rick, dan memperbolehkannya pulang. Detektif Brown menjelaskan keputusannya, “Dia punya alibi yang sangat kuat. Banyak saksi yang melihatnya berada di kantor sepanjang hari. Rick jelas bukan pelakunya.” Sejak itu, polisi menemui jalan buntu. Berkas penyelidikan kematian Sparkle seperti es yang membeku.

Adapun Ricky Rai, setelah menyerahkan bulat-bulat pengasuhan Analla kepada Reid dan Lowry, ia lantas pergi menghilang, entah ke mana. Tak seorang pun mengetahui keberadaan Rick setelah prahara di bulan April itu.

 

Empat tahun kemudian 

Setahun setelah peristiwa pembunuhan Sparkle, Reid dan Lowry menjanjikan hadiah uang AS $ 5.000 buat siapa saja yang bisa memberi petunjuk, berujung pada tertangkapnya pembunuh Sparkle. Namun, entah lantaran hadiahnya terlalu kecil, petunjuk yang ditunggu-tunggu itu tak jua muncul. “Jangan putus asa. Saya yakin, suatu saat nanti pasti akan muncul titik terang,” detektif Brown, yang beberapa tahun kemudian dikenal sebagai Letnan Brown, mencoba membesarkan hati Reid.

Dua tahun berlalu, kesedihan Reid dan Lowry sebenarnya sudah agak berkurang, bersamaan dengan makin lucunya polah Analla. Ya, mereka kini punya “mainan” baru yang montok dan menggemaskan. Di usia 2,5 tahun, Analla benar-benar fotokopi sang ibu. “Wajah dan perilakunya mirip Sparkle waktu kecil,” senyum Reid melebar. Pada diri Analla, Reid dan Lowry menemukan kembali anak gadis mereka yang hilang.

Namun, suasana “tenang” itu kembali terusik. Dua tahun kemudian atau empat tahun setelah peristiwa pembunuhan Sparkle, persisnya di musim semi 2004, secara tak sengaja, petunjuk itu datang. Dalam sebuah operasi penangkapan yang dilakukan polisi (untuk kasus berbeda tentunya), terselip informasi penting dari seorang perempuan muda yang kebetulan ikut terjaring. Letnan Brown yang menerima telepon, sempat terkaget-kaget.

“Anda pernah menyelidiki kasus kematian Sparkle Rai, di Apartemen Union Station, musim semi 2000?” tanya seorang detektif di seberang sana, dari Bagian Pembunuhan Kepolisian Atlanta. 

“Benar sekali,” respons Brown. 

“Korban ditusuk, dijerat, dan tenggorokannya digorok?” 

“Betul.” 

“Saya baru saja menangkap seorang perempuan muda. Dia bilang, dia ada di apartemen itu saat korban dibunuh ....”

Tanpa buang waktu, Brown menuju ruangan si detektif. 

Saksi (saat itu masih remaja), sebut saja namanya Daisy, berada di TKP bersama seorang teman wanita yang lain (saat itu pun masih remaja), sebut saja Dianne. Mulanya hanya pertemuan biasa antara Daisy dan Dianne dengan seorang pria - mereka memanggilnya “sepupu”. Berikutnya, sang “sepupu jauh” malah mengajak Daisy dan Dianne mendatangi sebuah tempat (belakangan diketahui apartemen Sparkle) untuk membantunya melakukan “transaksi obat bius”. Karena hobi mereka memang menyerempet bahaya, dua remaja cewek tadi tak menolak.

Untuk memuluskan “transaksi”, Daisy dan Dianne diminta mengetuk pintu apartemen. Pintu dibuka oleh Sparkle, yang sama sekali tidak menaruh curiga. “Boleh kami pinjam toiletnya, Bu? Sebentar saja,” pinta Daisy dan Dianne. Sparkle mengangguk ramah dan mempersilakan keduanya masuk. Saat itu, “sepupu jauh” mereka ikut masuk, berjalan di belakang Sparkle. Sejurus kemudian, Daisy dan Dianne mendengar suara gaduh. Sang “sepupu” dengan sigap mendorong tubuh Sparkle ke lantai, menjerat leher korban dengan kabel vacuum cleaner, lalu mencekiknya. Tubuh korban yang sebelumnya meronta-ronta akhirnya diam seketika.

“Sepupu” tadi masih terus beraksi. Kali ini ia mencari pisau, sembari meminta Daisy dan Dianne keluar dan menunggu di mobil. “Begitu kembali beberapa menit kemudian, tangannya menggenggam pisau berlumuran darah, dan handuk. Pisau dilapnya dengan handuk sampai bersih. Setelah itu, kami pergi meninggalkan apartemen,” cerita Daisy. “Kami sempat singgah di konter Jasa Pengiriman Western Union. Kelihatannya dia ingin mengambil kiriman uang, kemudian menelepon seseorang. Saya dengar dia bilang ‘Beres. Saya dalam perjalanan pulang,’ sedangkan jawaban di sana cuma ‘Cepat pulang ...’,” sambung Dianne.

Keterangan Daisy dan Dianne menjadi kunci untuk menguak siapa sebenarnya pembunuh Sparkle. Harapan Letnan Brown benar-benar hidup kembali. Terlebih setelah Daisy dan Dianne langsung mengenali wajah pelaku, di antara deretan foto yang diberikan polisi. “Sepupu” sekaligus pembunuh bayaran berdarah dingin itu ternyata punya nama Cleveland Clark, 47 tahun, asal Jackson, Mississippi, yang tercatat sedang menjalani hukuman di penjara Mississippi karena melakukan perampokan dengan kekerasan.

Kini, pertanyaan lain bermain di benak Brown: Clark membantai tanpa kenal korbannya, jelas tipikal seorang pembunuh bayaran. Tapi mengapa, untuk apa, dan atas suruhan siapa dia membunuh Sparkle?

 

Perang urat syaraf

Pelacakan dimulai dari Western Union, dipimpin detektif Vince Velazquez. Daisy dan Dianne pernah bilang, di perjalanan pulang, Clark sempat mampir di Western Union untuk mengambil uang. Jika benar ia pembunuh bayaran, uang itu mestinya “honor” atas kesuksesannya menghilangkan nyawa Sparkle. Dari catatan di Western Union, terungkap bahwa pengirim uang untuk Clark ternyata seorang pria gaek berusia 74 tahun, namanya Willie Fred Evans. Catatan di kantor telepon juga menunjukkan, Evans-lah orang yang ditelepon Clark, tak lama setelah mengambil “honor” di Western Union.

“Evans penduduk asli Jackson, Mississippi. Tidak berpendidikan, ya tentu saja ia buta huruf. Ia dibesarkan di jalanan. Makanya pengaruhnya di kalangan ‘anak gaul’ Jakcson, jangan ditanya,” jelas detektif Velazquez.

Karena menghadapi “preman” lokal, meskipun sudah memegang kartu truf sang jawara, polisi tetap bertindak ekstra hati-hati. Apalagi Evans terus menyangkal keterlibatannya. Dipaksa enggak bisa, perang urat saraf dan taktik tarik-ulur pun terpaksa dilakukan Velazquez selama berhari-hari, bahkan berminggu-minggu. Di satu kesempatan, ia pura-pura tak peduli dengan apa yang telah dilakukan Evans. Namun di lain kesempatan, ia menyerahkan bukti-bukti nyata keterlibatan Evans, baik dari Western Union maupun dari Kantor Telkom.

Velazquez mencoba bersabar karena ia yakin, ada “orang penting” yang sengaja “disembunyikan” Evans. Taktik itu terbukti ampuh. Si preman gaek tak bisa tidur nyenyak. Pikirannya kalut, gelisah, dan akhirnya jatuh stres. Buntutnya, dia minta bertemu Velazquez di Hotel Hilton. Velasquez tentu saja menyanggupi. Kali ini Evans dikawani teman baiknya, Herbert Green yang juga sudah gaek (berumur 60-an tahun). Kehadiran Green sendiri cukup mengejutkan. Rekan Velazquez, detektif Calhoun mengenali Green sebagai kawan bisnis ... Chiman Rai. Ya, Chiman Rai, mertua Sparkle. Lo, bukankah Chiman Rai sudah meninggal?

Velasquez menawarkan keringanan hukuman buat Evans dan Green, jika mau membantu polisi. Keduanya lantas “bernyanyi” perihal kaitan antara pembunuhan Sparkle dengan keluarga besar Rai. Termasuk berita duka yang disampaikan Rick kepada Reid dan Lowry, ternyata bohong belaka. Chiman Rai tidak pernah punya penyakit diabetes, tidak juga meninggal dan dikuburkan di India. Ibunya pun masih sehat walafiat, tak pernah kena terpaan angin puting beliung.

Meski Rick berbohong, Brown melihatnya tidak terlibat dalam konspirasi pembunuhan Sparkle. Berdasarkan penyelidikan polisi dan penuturan para saksi, Chiman Rai sendirilah yang minta tolong pada Green, agar dicarikan orang yang bisa membunuh Sparkle. Green lalu mengontak Evans yang memang punya jaringan luas, termasuk ke kalangan penjahat. Evans-lah yang kemudian menghubungi Clark, menjanjikannya upah AS $ 10.000 jika sukses melenyapkan nyawa Sparkle.

Walaupun skenario komplotan pembunuhan Sparkle mulai terkuak, polisi masih membutuhkan “bukti formal” yang bisa secara langsung mengaitkan Chiman Rai dengan pembunuhan menantunya itu. Maka dirancanglah sebuah jebakan, bertajuk pertemuan “rahasia” antara Chiman dan Green di hotel milik keluarga besar Rai di Louisville, yang jaraknya sekitar 400 mil (643,65 km) dari Atlanta. Di lobi hotel, sebelum bertemu Chiman Rai, Green yang dipersenjatai dengan kamera audio-video sempat berpapasan dengan istri Chiman yang jelas terlihat dalam kondisi sehat.

“Apa kabar, Bu. Ricky di mana sekarang?” tanya Green ramah. 

“Kabar baik, Herbert. Rick sehat-sehat saja. Sekarang dia sudah menikah lagi dengan seorang perempuan India,” sahut Ny. Chiman Rai, tanpa curiga. 

Saat bertemu Chiman Rai, Green lebih banyak bertukar kata. 

“Hai Herbert,” sapa Rai hangat. 

“Saya perlu bicara empat mata, sebentar saja,” Green pasang muka serius, lalu melanjutkan, “Beberapa detektif dari Atlanta sudah dua kali datang ke rumah saya.” 

“Ke rumah kamu?” 

“Yeah. Tapi saya belum bicara sepatah kata pun pada mereka.” 

“Uhh..uhh,” Rai melenguh. 

“Saya rasa, mereka ingin bertanya soal pembunuhan perempuan itu.” 

“Uhh ...uhh.” 

“Saya butuh uang untuk menghindar sementara dari kota ini. AS $ 5.000 saja cukup,” pinta Green. 

“Tapi sekarang saya lagi enggak punya duit.” 

“Mmm, mmm. Kalau nanti polisi datang lagi, kamu ingin saya bilang apa, mengatakan semuanya?”

“Saya ngerti posisi kamu.” 

“Huh? Kamu tahu, kalau saya masuk penjara, kamu juga akan menyusul.” 

“Kelihatannya, kita memang akan dipenjara.” 

“Huh?” kali ini Green yang melenguh. 

“Apa yang bisa saya lakukan?” 

“Kamu tidak keberatan masuk penjara?” 

“Saat ini saya hanya bisa memberi kamu AS $ 500. Sumpah, demi Tuhan, saya enggak punya duit lagi,” kata-kata Chiman Rai terdengar memelas.

“Ingat Rai, saya yang bereskan pekerjaan kotor ini untuk kamu. Kamu mengerti ‘kan?” 

“Saya ngerti. Kamu cukup bilang enggak tahu apa-apa pada mereka. Itu saja. Enggak semua pertanyaan mereka harus dijawab ‘kan?” 

Ya, itu saja pembicaraan Green - Rai. Singkat, tapi cukup untuk membuat para detektif tersenyum. Chiman Rai akhirnya masuk perangkap.

 

Rasis atau sayang anak?

Tepat September 2006, Chiman Rai (68 tahun), mantan profesor matematika di sebuah universitas di Jackson, Mississippi, belakangan dikenal sebagai pengusaha, akhirnya resmi menjadi tersangka utama pembunuhan Sparkle, menantunya sendiri. Mengapa Rai tega melakukan itu? Di pengadilan, hal-hal yang sebelumnya tersimpan sebagai rahasia, pelan-pelan terungkap.

Versi penuntut umum, Rai seorang rasis. la membunuh Sparkle hanya lantaran menantunya itu keturunan Afrika. la lebih suka mengawinkan Rick dengan wanita India dan berasal dari kasta yang sederajat. Hal ini diperkuat kesaksian bekas rekan satu sel Rai, Walmer yang menyebut, “Rai memang seorang rasis. Dia pernah bilang, dia membenci keturunan Afrika dan telah menghabiskan banyak uang untuk melindungi keluarganya dari mereka.” Sebuah kesaksian yang membakar kemarahan keluarga besar Sparkle.

Seperti dituturkan sepupu Rick, Chiman Rai sangat sangat tidak setuju anak lelakinya itu berpacaran, apalagi sampai menikah dengan Sparkle. Rick sendiri tak pernah bilang pada ayahnya - karena takut - saat mengencani Sparkle. Apalagi ketika tahu Sparkle hamil, ketakutannya makin menjadi. “Saya belum boleh pacaran. Ayah minta saya konsentrasi dulu pada pekerjaan sebagai manajer hotel dan kuliah. Kalaupun menikah, kami mesti menikahi wanita dari ras yang sama,” Rick bersaksi di pengadilan.

Agar hubungan mereka tak diketahui Chiman Rai, Rick dan Sparkle memutuskan kabur dan tinggal di sebuah apartemen di Atlanta, pada musim semi 1999. Namun sepandai-pandainya menyembunyikan bau bangkai, suatu saat pasti tercium juga. Keluarga besar Rai akhirnya tahu, Rick telah menikah, dan Sparkle mengandung benih cucu Chiman. Chiman Rai bahkan menyewa detektif swasta untuk lebih memastikan di mana pasangan itu tinggal.

Bagi Chiman Rai, apa yang telah diperbuat Rick dan Sparkle sudah keterlaluan. la ingin Rick punya pendidikan yang baik dan karier yang bagus. la pun berharap Rick belajar dari kakak-kakaknya yang semuanya sukses menjadi sarjana. Namun kenyataannya, sejak bertemu Sparkle, Rick mengabaikan semuanya. Mata dan pikiran Rick tertutup semerbak cinta. Bertemu pertama kali di hotel milik keluarga Rai, keduanya cepat akrab. Sampai akhirnya, terjadilah “kecelakaan” itu, Sparkle hamil. “Kecelakaan” yang membuat mereka sama-sama meninggalkan bangku kuliah.

Sialnya, Chiman sama sekali tak menoleransi cinta Rick - Sparkle. la merasa, reputasi besar Rai bakal hancur jika Rick meresmikan hubungannya dengan perempuan yang kastanya tidak jelas, keturunan Afro-Amerika pula. Chiman Rai yang tengah sibuk mempersiapkan pesta pernikahan anaknya yang lain, memutuskan menghukum kenakalan Rick “dalam tempo sesingkat-singkatnya”. Dia tidak mau melihat Rick dan Sparkle hadir bergandengan tangan di pesta pernikahan tersebut.

Seperti telah diceritakan di muka, Chiman kemudian minta bantuan sobatnya, Herbert Green. 

“Dia ingin persoalan Sparkle diselesaikan dengan cepat, secepat-sepatnya,” tegas Green.

Clark si pembunuh bayaran memang jago. la berhasil melakukan perintah Green dan Evans dengan “cepat”, bahkan sangat cepat. Tapi seperti kata pepatah, “tak ada kejahatan yang sempurna”. Clark berhasil menghilangkan seluruh bukti forensik, tapi dia membiarkan adanya saksi mata, dua remaja yang justru diajaknya “menonton” adegan pembantaian terhadap Sparkle. Sebuah kesalahan yang harus dibayar mahal.

 

Tak ada perintah membunuh 

Toh dakwaan yang menyebut Chiman Rai sebagai rasis ditolak pembela terdakwa, Jack Martin. Jack menyebut, kenyataan bahwa Rick gagal menuntaskan kuliah, itulah yang sangat melukai hati Rai. Jadi, bukan karena Sparkle keturunan Afrika atau bukan perempuan asli India. Martin pun mengingatkan juri, Chiman pernah bertahun-tahun mengajar matematika di sebuah universitas yang didominasi warga Afro-Amerika. “Apakah dia rasis? Rasanya tidak,” Martin menyimpulkan sendiri.

Martin juga meminta kesaksian anak-anak Chiman yang lain, terdiri atas dua orang dokter, seorang guru, dan seorang analis keuangan. Kesaksian mereka memperkuat bantahan Martin bahwa Chiman bukanlah orangtua yang suka memilah-milah manusia berdasarkan ras. Tim pembela malah menuduh, eksekutor di lapanganlah yang menyelewengkan perintah Chiman Rai. Rai hanya meminta mereka mengecek kebenaran cerita bahwa Rick dan Sparkle menggunakan obat-obatan terlarang.

Dengan kata lain, Rai tidak pernah mengeluarkan perintah untuk membunuh. Perdebatan tinggal perdebatan. Pada akhirnya, cuma Chiman Rai yang tahu motif sebenarnya di balik niatnya memberi pelajaran buat Rick. Yang pasti, nyawa Sparkle yang hilang tak akan kembali lagi. Analla pun hanya bisa mengenang ibunya lewat cerita-cerita Reid dan Lowry. Pembunuhan tetap pembunuhan, dengan alasan rasis maupun bukan rasis. Juri akhirnya memutuskan, Chiman Rai bersalah dan layak diganjar hukuman penjara seumur hidup, tanpa kesempatan mengajukan keringanan. (Keith Morisson)






" ["url"]=> string(68) "https://plus.intisari.grid.id/read/553457025/untung-ada-2-saksi-mata" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1662391598000) } } }