array(2) {
  [0]=>
  object(stdClass)#53 (6) {
    ["_index"]=>
    string(7) "article"
    ["_type"]=>
    string(4) "data"
    ["_id"]=>
    string(7) "3805143"
    ["_score"]=>
    NULL
    ["_source"]=>
    object(stdClass)#54 (9) {
      ["thumb_url"]=>
      string(102) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2023/07/28/mengejar-setan-apijpg-20230728054025.jpg"
      ["author"]=>
      array(1) {
        [0]=>
        object(stdClass)#55 (7) {
          ["twitter"]=>
          string(0) ""
          ["profile"]=>
          string(0) ""
          ["facebook"]=>
          string(0) ""
          ["name"]=>
          string(5) "Ade S"
          ["photo"]=>
          string(54) "http://asset-a.grid.id/photo/2019/01/16/2423765631.png"
          ["id"]=>
          int(8011)
          ["email"]=>
          string(22) "ade.intisari@gmail.com"
        }
      }
      ["description"]=>
      string(144) "Gruezi-Falschmelder kerap membuat ulah di Swiss. Ia membakar beberapa tempat dan memberi laporan palsu kepada polisi mengenai lokasi kebakaran. "
      ["section"]=>
      object(stdClass)#56 (8) {
        ["parent"]=>
        NULL
        ["name"]=>
        string(8) "Kriminal"
        ["show"]=>
        int(1)
        ["alias"]=>
        string(5) "crime"
        ["description"]=>
        string(0) ""
        ["id"]=>
        int(1369)
        ["keyword"]=>
        string(0) ""
        ["title"]=>
        string(24) "Intisari Plus - Kriminal"
      }
      ["photo_url"]=>
      string(102) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2023/07/28/mengejar-setan-apijpg-20230728054025.jpg"
      ["title"]=>
      string(18) "Mengejar Setan Api"
      ["published_date"]=>
      string(19) "2023-07-28 17:40:33"
      ["content"]=>
      string(23699) "

Intisari Plus - Gruezi-Falschmelder kerap membuat ulah di Swiss. Ia membakar beberapa tempat dan memberi laporan palsu kepada polisi mengenai lokasi kebakaran. Selama beberapa tahun polisi dibuat pusing oleh ulahnya.

----------

Selama bulan-bulan terakhir itu di Indonesia terjadi beberapa kebakaran hebat secara berturut-turut. Tiga yang paling besar antara lain: kebakaran di Tanjung Priok tanggal 24 Mei dengan korban jiwa 73 orang dan kerugian sebesar kurang lebih 500 juta rupiah; kebakaran di PLTU Ujung Pandang dengan kerugian 200.000 USD pada tanggal 21 Juni; kebakaran Markas Komdak XVIII Ujung Pandang tanggal 1 Agustus dengan kerugian 100 juta rupiah.

Masih belum jelas apakah kebakaran beruntun itu hanya suatu kebetulan atau ada unsur kesengajaan, misalnya kejahatan atau subversi.

Perkara kriminal berikut ini menyangkut bencana kebakaran di Swiss antara tahun 1958 sampai 1960. Pelakunya yang terkenal dengan nama Gruezi-Falschmelder atau juga si setan api. Ia bak hantu yang selalu saja berhasil lolos dari kejaran polisi.

Gruezi adalah ucapan salam yang lazim di Swiss. Falschmelder berarti pelapor palsu. Penyebar kebakaran yang misterius itu disebut “Gruezi-Falschmelder” karena ia selalu mulai dengan salam gruezi bila melaporkan peristiwa kebakaran kepada polisi. Dan laporannya palsu. Artinya, ia mengatakan kepada polisi lewat telepon bahwa di tempat X terjadi kebakaran. Padahal si jago marah sedang melalap tempat lain.

Dengan laporannya yang palsu itu ia memancing barisan pemadam kebakaran ke suatu tempat. Ini membuat mereka tidak bisa bergerak cepat untuk memadamkan api yang mengamuk di tempat di mana oknum misterius itu mengobarkan api.

Si setan api mulai beraksi bulan September 1958. Sasarannya adalah sebuah rumah taman di perkampungan 11 di Zurich. Itu terjadi pada 18 September, di tengah hari siang hari bolong. 2 hari kemudian, tanggal 20 September terjadi kebakaran di tiga tempat. Salah satunya adalah bangunan di lapangan Stasiun Oerlikon. Untung, kebakaran lekas diketahui hingga akibatnya tidak seberapa.

Polisi meningkatkan kewaspadaan. Tapi akhirnya kebakaran terjadi lagi. Selanjutnya adalah di peron Stasiun Oerlikon. Untuk mempermainkan dinas kebakaran, si Gruezi-Falschmelder mengatakan kepada polisi bahwa ada kebakaran di sebuah gedung bioskop di bagian lain Kota Zurich.

Setelah itu keadaan reda sampai bulan Februari 1959. Di bulan Februari, setan api berulah lagi. Beberapa kebakaran melanda rumah di berbagai penjuru kota. Bulan April 1959, pada suatu malam 3 bangunan menjadi mangsa api, dua di dekat stasiun utama Zurich, satu di pinggiran kota. Pada peristiwa yang terakhir itu, seorang petani menjadi korban; gudangnya tempat menyimpan produksi dan alat-alat pertanian terbakar. Untung usaha menahan api bisa cepat dilakukan. Terlambat sedikit saja, seluruh rumah petani itu pasti akan habis terbakar.

Seakan-akan masih belum puas dengan perbuatan biadabnya, setan api malam itu juga masih menerjang sebuah barak penyimpan bahan-bahan bangunan di perkampungan yang sama.

Polisi melakukan beberapa upaya untuk menangkap si setan api. Mereka menyadap telepon di kantor dinas kebakaran. Dengan cara ini polisi bermaksud untuk merekam suara Gruezi-Falschmelder. Rekaman suara itu akan digunakan sebagai bukti apabila mereka nanti berhasil menangkapnya.

Selain itu, pimpinan dinas kebakaran mengeluarkan instruksi kepada para anak buahnya agar tidak memberi reaksi apa pun kepada si setan api. Cukup menyatakan terima kasih sambil mengajaknya bicara selama mungkin. Ini untuk memberi kesempatan pada bagian kontrol agar bisa mengambil tindakan.

Tetapi rupanya penyebar kebakaran itu sudah curiga. Dia selalu waspada. Kebanyakan si setan api bicara singkat saja. Begitu selesai menyampaikan laporan palsunya, langsung ia meletakkan gagang telepon.

Satu kali polisi hampir berhasil menangkapnya, yaitu pada tanggal 2 April 1959. 

Gruezi, di sini Notzli dari firma Nageli-Eschmann,” ujar setan api lewat telepon. “Di perkampungan kami ada kebakaran. Di Siewerdstrasse 7. Terjadi ledakan dalam sebuah laboratorium. Jatuh korban satu orang, ia terluka. Dapatkah saudara menelepon rumah sakit? Atau saya saja yang menelepon kesana?”

Telepon datang dari sebuah kedai minum di Bahnhofstrasse. Sebuah mobil patroli segera menuju ke sana. Sayang, ketika para petugas sampai di kedai minum tersebut, ternyata si setan api sudah kabur.

Tapi gadis pelayan kedai minum itu masih ingat orangnya. Baru saja ia menggunakan telepon di situ. Oknum itu adalah seorang pemuda berusia sekitar 20 tahun, bertubuh ramping, tingginya 1,75 m. Pakaiannya berwarna gelap. Pelayan kedai melihatnya jelas ketika pemuda itu membayar biaya telepon. Sehabis membayar, pemuda itu segera berlari ke halte trem di depan kedai tersebut. Ia langsung meloncat masuk ke dalam trem nomor 7 yang saat itu kebetulan lewat. 

Polisi mengajak gadis pelayan kedai itu masuk ke dalam mobil patroli untuk mengejar trem itu. Pada halte yang ketiga setelah halte stasiun, trem sudah terkejar. Pelayan kedai mencari-cari wajah anak muda yang dilihatnya. Tapi orangnya sudah tidak ada. Barangkali ia sudah turun di salah satu halte yang sebelumnya.

Pengejaran gagal. Tapi paling tidak polisi sekarang sudah mempunyai sekadar gambaran bagaimana kira-kira rupa dan wujud buronan mereka.

Oknum penyebar kebakaran ini tampaknya penderita kelainan jiwa. Orang seperti itu disebut piromania, yaitu orang yang tergila-gila pada api. Seorang kleptomania merasakan dorongan yang tak tertahankan untuk mencuri. Sedangkan piromania, dia keranjingan api. la menikmati pemandangan nyala api yang dikobarkannya.

Jadi, pikir polisi, oknum misterius itu kemungkinan besar akan menyelinap di tengah-tengah keramaian yang berkerumun melihat kebakaran. Itu dilakukan untuk menikmati pemandangan api yang berkobar-kobar. Maka setelah pemergokan setan api di Bahnhofstrasse, tiap kali ada kebakaran, polisi menyebar orang-orangnya untuk mencari Gruezi-Falschmelder di tengah-tengah kerumunan. Namun ternyata upaya itu tidak membuahkan hasil. 

Kini polisi lebih teliti mempelajari cara-cara setan api melakukan kegiatan biadabnya. Satu hal yang menarik perhatian. Oknum itu tidak pernah menggunakan bahan bakar seperti bensin atau minyak tanah. la memilih cara yang lebih ia sukai dan menuntut kesabaran. Diketahui kemudian, si setan api menggunakan koran yang dibakar dengan korek api biasa. Ia memulainya dari tempat yang mudah dilalap api, misalnya gudang yang terbuat dari papan atau bagian rumah yang berdinding kayu.

Cara yang dipraktikkannya ini memang lebih aman dan menjamin kerahasiaan. Koran dan korek api mudah disimpan dan dibawa ke mana-mana tanpa menarik perhatian. Lain halnya jika orang menggunakan bensin atau jenis minyak lain. Ia harus membawa kaleng, botol, atau jeriken yang mudah dilihat orang. Lagi pula barang ini bisa tertinggal di tempat kejadian. Ini berarti bahwa pelakunya meninggalkan jejak yang dapat ditelusuri. 

Karena tak ada jejak lain maka polisi terpaksa hanya berpegang pada suara si setan api. Suara itu, seperti telah disebutkan diatas, sudah sejak lama direkam dengan tape recorder.

Akan tetapi suara rekaman itu tidak dapat memberi petunjuk yang pasti. Memang, setan api mempunyai logat dari daerah tertentu di Swiss. Tapi ada puluhan anak muda seusia dia, yang memiliki logat yang sama, mempunyai suara seperti oknum tersebut. Lagi pula, siapa tahu, pemuda itu menutup mulutnya atau gagang telepon dengan kain ketika berbicara dengan polisi. Hingga suaranya berubah dan sukar dikenali seandainya nanti setan api itu tertangkap dan diperiksa suara aslinya.

Begitulah waktu berlalu tanpa polisi bisa berbuat banyak. Sampai akhirnya seorang anggota kepolisian Zurich menemukan sebuah artikel dalam sebuah majalah Amerika.

Artikel itu membahas soal sebuah alat modern yang ditemukan di Amerika Serikat dan dapat merekam suara dalam bentuk gambar.

Alat ini bukan sekadar “pemotret suara” manusia. Lebih dari itu, pesawat tersebut dapat mengurai kata-kata yang diucapkan, menganalisa unsur-unsur vokal dan konsonannya, serta merekam unsur itu dalam bentuk gambar getaran suara.

Para ahli yang mengembangkan sistem analisa suara ini bertolak dari kenyataan bahwa suara setiap orang mempunyai ciri khas yang ditentukan oleh mulut, rongga hidung, serta tenggorokannya. Setiap orang mempunyai suara dengan nada dan warnanya yang khas yang dapat dibedakan dengan suara orang lain.

Penyelidikan lebih lanjut menunjukkan bahwa ciri khas suara ini tidak berubah jika orang yang bersangkutan bicara pelan atau cepat, dengan nada tinggi atau rendah. la boleh berbisik atau berteriak, berbicara dibuat-buat, menirukan cara bicara orang lain. Namun ciri khas suaranya tetap tidak dapat berubah.

Jika ia berbicara dengan mulut yang ditutup dengan sapu tangan, ciri-ciri suaranya tidak dapat dihilangkan. Bahkan jika orang yang bersangkutan kehilangan gigi atau diambil amandelnya, perubahan suaranya tidak begitu berarti hingga masih dapat dikenali dengan spektograf suara tadi.

Maka atas dasar sifat-sifatnya yang khas, rekaman suara dengan alat modern itu disebut sebagai “sidik jari suara manusia”.

Untuk mengenali suara orang dengan sistem ini, ada syarat yang harus dipenuhi yaitu harus tersedia dua kata yang sama, yang diucapkan oleh orang yang bersangkutan. Tujuannya agar keduanya dapat dibandingkan satu sama lain dengan spektogram suara tersebut.

Mengenai si setan api, kata-kata yang sama itu sudah tersedia dalam pita rekam. Itu adalah kata “gruezi” yang setiap kali diucapkannya jika ia menyampaikan laporan palsu tentang kebakaran lewat telepon.

Mungkin alat modern penganalisa suara itu bisa membantu menyediakan bukti kesalahan si setan api. Maka polisi Zurich meminta bantuan FBI di Amerika untuk mendapatkan alat tersebut. Dan segera alat ini berhasil diperoleh, dikirim ke Bern lewat dinas luar negeri, lengkap dengan ahli yang dapat menggunakan alat tersebut.

Satu tahun berlalu tanpa ada kegiatan apa-apa dari setan api. Tapi tiba-tiba tanggal 8 Oktober 1960, ia muncul lagi jam 23.00 malam. Saat itu terjadi kebakaran di rumah bertingkat tiga di Schlossgasse 1, namun api dengan cepat dapat dikuasai oleh dinas kebakaran. Setengah jam kemudian api berkobar di Ankengasse 4 di rumah bertingkat 5. Kali ini dinas kebakaran juga berhasil mengatasinya. 

Polisi segera membawa spektograf ke markas dinas kebakaran dan menghubungkannya dengan telepon di sana. 14 hari berlalu sebelum Gruezi-Falschmelder muncul lagi. Jago merah kini menyerang rumah bertingkat empat di Oberen Zaune 8. Api baru diketahui setelah menyala tinggi sampai ke atap. Untung tuan rumah sedang keluar, hingga bisa terhindar dari maut.

Jelas setan api kini semakin nekat. Ia memilih rumah tinggal sebagai sasaran. Masyarakat gelisah. Sementara itu spektograf suara sudah berhasil merekam percakapan setan api lewat telepon. Ternyata oknumnya sama dengan orang yang sudah beroperasi sejak tahun 1958.

Akhirnya tanggal 22 Oktober 1960, suatu kebetulan menolong usaha polisi. Hari itu jam 23.00 malam, seorang anak muda umur 18 tahun bernama Reto M pulang. Ketika sedang menaiki tangga yang menuju ke rumahnya di Krebsgasse 7, Reto berpapasan dengan seorang pemuda yang tidak dikenalnya.

Rupanya pemuda ini terkejut melihat Reto. Ia tampak gelagapan ketika ditanya hendak mencari siapa. Pemuda yang tidak dikenal itu kemudian menjawab jika ia mencari rumah Robert Muller yang katanya tinggal di situ. Reto dengan tegas menyatakan tidak ada orang dengan nama itu. Baru saja Reto hendak mempersilahkan pemuda asing itu pergi, tiba-tiba ia melihat asap keluar dari balik sebuah pintu. Tanpa pikir panjang, Reto lari ke pos polisi terdekat. Karena gugup, ia lupa mencegah pemuda asing itu lari.

Setelah memberitahu dinas kebakaran, Reto melapor kepada polisi sambil melukiskan rupa pemuda yang mencurigakan itu. Mobil polisi bergerak mencarinya. Sementara itu Reto lari kembali ke rumahnya, dengan dua orang polisi, untuk mencegah meluasnya api. Ketika mobil pemadam kebakaran datang, ternyata ada dua rumah lain di situ yang mulai dilahap api.

Setelah mobil pemadam kebakaran beraksi, Reto dan beberapa polisi mengawasi daerah sekitar. Mereka berjaga-jaga kalau si setan api menyelinap di tengah-tengah orang yang berkerumun di sekitar tempat kejadian. 

Menurut Reto, pemuda yang mencurigakan itu tingginya sekitar 1,75 m, umurnya sekitar 20 tahun, perawakan langsing, rambutnya hitam, agak berombak dan tersisir ke belakang. Pakaiannya setelan abu-abu muda. Ia mengenakan kemeja putih tanpa dasi.

“Kalau saya melihatnya, pasti saya dapat mengenalinya,” kata Reto. Lama ia berjalan kian kemari, mencari-cari. Akhirnya Reto melihat pemuda misterius itu. “Itu orangnya,” ia berbisik kepada polisi.

“Jangan sampai orang itu melihat Anda. Nanti dia curiga. Tinggal di sini saja. Saya yang mendekatinya,” kata polisi.

Dengan sangat hati-hati polisi menyelinap mendekati pemuda itu, yang berdiri di deretan paling akhir, di belakang orang-orang yang mengerumuni tempat kebakaran.

Pergerakan polisi mula-mula berjalan seperti diharapkan. Tapi si setan api seolah-olah mempunyai indra yang tajam saat bahaya mengancamnya. Ketika jarak antara polisi dan dia tinggal beberapa meter, tiba-tiba pemuda itu menengok ke belakang dan melihat polisi. Dengan cepat ia menerobos orang yang berdesakan dan berlari ke seberang jalan.

Kini Reto meninggalkan tempat di mana ia mengawasi gerak-gerik pemuda yang mencurigakan itu. Ia melihat pemuda itu masuk ke dalam kafe di dekat situ dan menghilang. 

“Di kafe itu ada dua pintu keluar,” kata Reto. “Ayo, ikut saya. Nanti saya tunjukkan,” katanya kepada polisi yang menemani. 

Saat Reto dan polisi berada di pintu keluar yang satunya, pemuda itu misterius itu keluar.

“Berhenti atau saya tembak!” teriak polisi. 

Mulanya pemuda itu berhenti dengan ragu-ragu. Lalu ia mencoba untuk melarikan diri. Polisi mengacungkan pistolnya. Pada saat itu, Reto meloncat dan menubruk pemuda itu. Keduanya jatuh dan bergumul di taman. Sebelum dapat berdiri lagi, pemuda misterius itu sudah tertangkap oleh polisi.

Sampai di pos polisi, pemuda itu digeledah dan diperiksa. Ia mengaku bernama Paul K dan menyangkal pernah bertemu dengan Reto.

“Ia pasti salah lihat,” kata Paul K. 

“Kenapa kamu lari?” tanya polisi.

“Saya tidak mau ribut karena urusan yang bukan-bukan.”

Saku Paul K digeledah dan polisi menemukan satu kotak korek api. Semua berjumlah 32 korek api dan beberapa batang telah digunakan untuk menyulut api.

“Apa salahnya mengantongi satu kotak korek api?” tanya Paul K ketus.

Sementara itu para ahli dari dinas kebakaran memeriksa tempat kejadian dan dua rumah lain di dekatnya yang malam itu juga mengalami kebakaran. Di ketiga tempat kebakaran itu, mereka menemukan beberapa batang korek api yang sudah digunakan. Ketika batang korek api ini diperiksa, tangkainya ternyata cocok dengan korek api yang ditemukan di saku Paul K. Tidak diragukan lagi bahwa ialah penyebab kebakaran.

Selain itu, polisi melihat bahwa tangga menuju rumah yang terbakar itu baru saja di cat dan catnya berwarna hijau muda. Ternyata pada telapak sepatu Paul K terdapat noda-noda cat hijau muda, yang pasti berasal dari tangga yang baru dicat itu.

Bukti ini diajukan kepada Paul K. Tapi ia tetap menyangkal telah mengobarkan api. Setelah didesak-desak terus, akhirnya ia hanya mengakui pembakaran di Krebsgasse 7 saja. Lainnya tidak. 

Paul K tidak tahu bahwa polisi masih punya “senjata” lain untuk memaksanya mengakui semua perbuatannya. Itu adalah bukti rekaman suaranya melalui telepon.

Polisi tinggal memancing keluarnya salam gruezi dari mulut Paul K dan merekam salam itu dengan spektograf suara. Setelah itu, semua bukti telah terkumpul. Dan pancingan itu memang berhasil.

Paul K akhirnya mengakui bahwa ia bertanggung jawab atas kebakaran di Krebsgasse 7. Tapi polisi menghendaki pengakuan atas semua kebakaran yang dilakukan oleh Gruezi-Falschmelder sejak tahun 1958. Untuk mendapatkan pengakuan itu, polisi berusaha menelusuri sejauh mungkin masa lalu Paul K.

Sejak kecil pemuda ini ternyata menunjukkan kecenderungan gemar berbuat kejahatan. Di sekolah dasar, ia sering mencuri barang-barang temannya. Ia juga kerap kali mengambil barang dagangan dari toko milik ayahnya dan menjualnya lewat iklan. Uang hasil penjualan digunakannya sendiri.

Paul K kemudian menjadi murid seorang pelukis. Kadang-kadang ia membantu membuat lukisan di rumah para pemesan. Kesempatan ini ia gunakan untuk mencuri pula. Bulan Agustus 1958 ia beberapa kali mencuri sepeda, buku tabungan serta uang di berbagai rumah. Karena itu, ia berurusan dengan pengadilan dan dijatuhi hukuman penjara. Ini terjadi pada tanggal 1 Oktober 1958. Tentunya inilah sebabnya maka sekitar waktu itu, kegiatan si penyebar kebakaran tidak terasa.

Paul K keluar dari penjara tanggal 26 Januari 1959. Seperti disebutkan diatas, bulan Februari 1959 Gruezi-Falschmelder muncul lagi. Tanggal 4 April, tahun yang sama, Paul K ditangkap polisi lagi karena kasus pencurian. Kali ini ia agak lama meringkuk di penjara. Tahun 1960 ia keluar. Dan bulan Oktober tahun itu, wabah kebakaran di Zurich kembali merajalela dan kini rumah penduduk menjadi sasarannya.

Data-data tentang riwayat hidup hidup Paul K cocok dengan hilang dan munculnya si setan api. Tapi kecocokan itu tidak bisa dijadikan bukti utama bahwa dialah setan api itu. Namun itu bisa menjadi satu bukti kuat. Dan petunjuk-petunjuk ini disangkal tegas oleh terdakwa. Harus dicari jalan agar Paul K mengakui sendiri seluruh perbuatannya. 

Untuk memaksanya mengaku, polisi memutuskan untuk menghadapkan Paul K dengan rekaman suaranya sendiri dalam pemeriksaan berikutnya.

“Kami punya bukti-bukti bahwa Anda selalu menelepon polisi dan memberi informasi palsu setiap kali ada kebakaran,” polisi membuka serangan.

Paul K masih bisa tertawa mendengar kata polisi ini. “Sungguh, saya tidak tahu apa yang Anda maksud. Tidak masuk akal jika mengaitkan saya dengan penelepon itu,” katanya.

“Terserah,” jawab polisi sambil mengeluarkan tape recorder dari laci mejanya. “Anda bisa mendengar suara Anda sendiri tiap kali ada kebakaran selama 2 tahun terakhir ini.”

Pesawat perekam diputar dan terdengarlah berkali-kali suara Gruezi-Falschmelder.

Paul K sesaat tampak tertegun, tapi masih bisa menguasai dirinya. Ia hanya angkat bahu dan menggerak-gerakkan tangannya seperti orang menangkis pukulan.

Polisi tidak memberikan kesempatan berpikir tenang, tapi langsung menyerangnya dengan bukti yang terakhir.

“Ini belum semua. Kami masih ada simpanan bukti satu lagi. Kami telah menganalisa suara Anda secara ilmiah. Lihatlah gambar-gambar ini yang mencerminkan suara Anda setelah dianalisa unsur-unsurnya. Selalu persis sama, bukan?”

Sekarang Paul K sudah tidak bisa berkutik lagi. Dengan air muka kaget, ia memandangi gambar-gambar yang disodorkan di bawah matanya. Ia hanya bisa bergumam, “Saya tidak tahu... Saya belum pernah mendengar tentang ini ... Lebih baik saya mengakui semua dengan terus terang.”

(Hanns Walther)

Baca Juga: Manusia-manusia Kebal Api

 

" ["url"]=> string(63) "https://plus.intisari.grid.id/read/553805143/mengejar-setan-api" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1690566033000) } } [1]=> object(stdClass)#57 (6) { ["_index"]=> string(7) "article" ["_type"]=> string(4) "data" ["_id"]=> string(7) "3304478" ["_score"]=> NULL ["_source"]=> object(stdClass)#58 (9) { ["thumb_url"]=> string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2022/06/03/ternyata-dolar-palsu_pepi-stojan-20220603020834.jpg" ["author"]=> array(1) { [0]=> object(stdClass)#59 (7) { ["twitter"]=> string(0) "" ["profile"]=> string(0) "" ["facebook"]=> string(0) "" ["name"]=> string(13) "Intisari Plus" ["photo"]=> string(0) "" ["id"]=> int(9347) ["email"]=> string(22) "plusintisari@gmail.com" } } ["description"]=> string(145) "Dua orang pria berbelanja di sebuah toko besar dan membayar dengan dua lembar uang palsu. Ini menggiring polisi pada sindikat pembuat uang palsu." ["section"]=> object(stdClass)#60 (7) { ["parent"]=> NULL ["name"]=> string(8) "Kriminal" ["description"]=> string(0) "" ["alias"]=> string(5) "crime" ["id"]=> int(1369) ["keyword"]=> string(0) "" ["title"]=> string(24) "Intisari Plus - Kriminal" } ["photo_url"]=> string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2022/06/03/ternyata-dolar-palsu_pepi-stojan-20220603020834.jpg" ["title"]=> string(20) "Ternyata Dolar Palsu" ["published_date"]=> string(19) "2022-06-03 14:09:06" ["content"]=> string(49754) "

Intisari Plus - Dua orang pria berbelanja di sebuah toko besar dan membayar dengan dua lembar uang pecahan 20 dolar. Setelah meninggalkan toko, kasir menyadari ternyata uang tersebut palsu. Ini menggiring polisi pada sindikat pembuat uang palsu.

-------------------------

Hari Sabtu, 29 Desember 1973, cuaca sangat cerah di Zürich, kota terbesar di Swiss. Di PKZ, sebuah toko besar yang menjual pelbagai perlengkapan pria di Bahnhofstrasse, dua orang pria yang tampaknya seperti orang Inggris, membeli sepasang sarung tangan kulit dan sehelai baju kaus. 

Mereka membayar dengan dua helai uang dolar Amerika pecahan 20 dolar. Namun, beberapa saat setelah kedua pembeli itu meninggalkan toko, kasir PKZ, Gustav Huber, merasa waswas. Ia sudah terbiasa memegang uang dan merasa dolar yang masih baru di tangannya itu mempunyai kelainan.

Cepat-cepat tetapi diam-diam ia menyatakan kecurigaannya itu kepada manajer toko, Walter Meier. 

"Lekas bawa ke Schweizerische Volksbank," perintah atasannya itu.

Huber minta rekannya menggantikannya sebentar, lalu ia pergi ke bank yang cuma terpisah beberapa rumah dari PKZ.

Ketika Huber kembali, ia memperlihatkan kedua lembar uang dolar itu yang kini sudah berlubang-lubang, yaitu tanda yang diberikan kepada uang palsu. Meier segera meminta Huber dan pembantu yang lain, Robert Sulger, untuk mencari dua orang Inggris yang tadi membelanjakan uang itu.

Setelah itu Meier menelepon polisi. Kurt Glanzmann, yang bertugas di bagian uang palsu, segera menyatakan akan datang ke PKZ.

Robert Sulger celingukan di luar mencari dua orang Inggris yang tadi masuk ke PKZ. la kebetulan ingat rupa mereka, karena berada dekat Huber ketika kedua orang asing itu membayar. Kedua orang itu tampak berdiri sejenak di depan pintu Toserba Jelmoli, lalu masuk. Sulger dengan berdebar-debar ikut masuk.

Di dalam toko mereka melihat-lihat barang seperti di PKZ. Kemudian mereka membawa belanjaannya ke seorang wanita pramuniaga dan bercakap-cakap dengan ramah. Sulger menarik napas panjang-panjang, lalu mendekati kedua orang itu.

"Maaf, Tuan-tuan," katanya dalam bahasa Jerman. la mengerti bahasa Inggris, tetapi tidak berani berbicara dalam bahasa itu. "Boleh saya berbicara sebentar?"

Kedua orang itu memandang Sulger. Yang umurnya barangkali 30 tahun, berambut tebal berwarna gelap. Yang seorang lagi kentara memakai wig. la pasti lebih tua.

Pria yang lebih muda menoleh kepada pelayan dengan senyum risi. "Mau apa sih dia?" tanyanya.

Wanita pramuniaga itu berbicara dalam bahasa Jerman dengan Sulger. Mula-mula Sulger ragu-ragu. Setelah ia memberi penjelasan, wajah wanita itu berubah. Ia menoleh kepada kedua laki-laki asing itu dan berkata dalam bahasa Inggris beraksen Jerman, "Ia dari Toko PKZ. Katanya, ada ... kesulitan dengan uang yang Anda pakai untuk membayar di sana. Ia minta Anda kembali ke PKZ bersamanya."

 

Dolar AS-nya dari Singapura

Kedua pria itu kini memandang Sulger. Sulger tersenyum. Dua pria itu berbisik-bisik sejenak. Akhirnya, ia berkata kepada Sulger, "Baiklah, kita ke sana. Kami tidak ingin meninggalkan kesan buruk di negara kalian."

Sepanjang perjalanan ke PKZ kedua pria itu bercakap-cakap dalam bahasa mereka tanpa perlu memelankan suaranya. Sulger menangkap kata-kata dollar, American, dan Singapore.

Begitu masuk pintu kaca PKZ, mereka segera berhadapan dengan empat pria berwajah serius. Gustav Huber berkata kepada Walter Meier, "Ya, merekalah orangnya." Segera kedua pria kekar bermantel kulit yang mengapit kasir dan manajer itu maju.

"Saya Sersan Glanzmann," kata pria yang seorang kepada dua orang asing yang masuk bersama Sulger itu. "Saya minta Anda menjawab beberapa pertanyaan kami."

Mereka dibawa Glanzmann ke luar. Di kantor polisi, keduanya mengaku bernama Alan Wray (40), seorang manajer bisnis, dan Roger Gilbert (30), pengusaha pabrik pakaian. Mereka meninggalkan paspor mereka di Hotel Chesa Rustica. Keduanya berkebangsaan Inggris, tetapi sudah lama tinggal di Australia.

Kedua kenalan lama itu terbang bareng dari Melbourne untuk bisnis sekalian berjalan-jalan. Zürich merupakan tempat persinggahan mereka yang pertama.

Dua orang polisi diutus oleh Glanzmann ke hotel itu. Sementara itu Glanzmann memperlihatkan dua lembar uang 20 dolaran yang dinyatakan palsu dan bertanya di mana uang itu mereka peroleh.

Wray menjadi juru bicara. Katanya, mereka terkejut sekali. Mereka berangkat dari Melbourne tanpa membawa uang dolar AS selembar pun. Ketika pesawat Qantas mereka berhenti di Singapura, mereka membeli cendera mata dan mendapat kembalian uang dolar Amerika. Mereka tidak curiga kalau uang itu palsu.

Yang mereka pakai di PKZ ialah sisa uang dolar yang mereka peroleh di Singapura.

 

Satu tas penuh

Cerita itu masuk akal. Glanzmann merasa kedua orang itu berbicara dengan sebenarnya. 

Tahu-tahu dua orang polisi yang dikirim Glanzmann ke Hotel Chesa Rustica minta berbicara dengan Glanzmann di luar ruangan. Mereka bukan hanya membawa dua paspor, tetapi juga dua tas kecil. Katanya, mereka memeriksa kamar no. 52 yang ditempati kedua orang asing itu. 

Di sebuah koper mereka menemukan tas kecil. Isinya bergepok-gepok uang kertas pecahan 20 dolaran yang masih baru. Di sebuah tas kecil lain mereka juga menemukan gepokan uang kontan yang sama. Jumlahnya semua 100.000 dolar.

Glanzmann masuk ke ruangan kembali dan membuka isi kedua tas kecil itu di hadapan Wray dan Gilbert. Keduanya terlihat kaget. 

Polisi Zürich lantas memberi tahu polisi federal di Bern, ibu kota Swis dan Interpol Swiss pun mulai beraksi. Kepala Kantor Pusat Anti Uang Palsu, Boris Wuthrich, menyampaikan uang palsu itu ke markas besar Interpol di St. Cloud, di luar Kota Paris, untuk dianalisis.

Wuthrich juga menelepon Atase Kedubes AS di Paris, Frank Levya. Levya mengirim orang ke Zürich untuk menyaksikan interogasi pada Wray dan Gilbert, sedangkan ia sendiri pergi ke St. Cloud untuk menyaksikan analisis uang palsu itu.

Di Zürich, Wray kini mengaku membawa uang dolar Amerika itu sejak dari Melbourne, tetapi bersikeras ia tidak tahu uang itu palsu. Katanya, uang itu titipan seorang teman yang ingin menghindari peraturan ketat Australia dalam hal penukaran. 

Teman itu ketika tahu Wray akan ke Eropa, lantas menitipkan uang itu untuk disampaikan kepada seseorang di Leeds, Inggris. Upah bagi Wray AS $ 5.000 dolar.

Wray tidak mau memberi tahu siapa nama temannya yang menitipkan uang itu.

"Sebenarnya bukan teman saya, tetapi teman dari teman saya. Namanya Robert. Bob. Itu saja yang saya ketahui tentang dia," katanya. 

"Siapa teman Anda yang berteman dengan orang itu?" tanya polisi Zürich.

Wray menggelengkan kepalanya. "Dia tidak turut campur," katanya. "Ia orang terhormat dan saya tidak mau membawa-bawa dia."

Kata Wray, ia betemu Robert di restoran. Robert menghampirinya. Sesudah minum-minum dan mengobrol Robert menyatakan maksudnya menitipkan uang.

 

Desertir

“Siapa orang yang harus Anda temui di Leeds?" tanya polisi. 

"Saya hanya diinstruksikan pergi ke Hotel Merrion, lalu meninggalkan pesan di sana."

"Mengapa Anda mau saja mempertaruhkan leher Anda dengan melakukan tindakan kriminal serius bagi orang yang hampir tidak Anda kenal?" tanya polisi tidak sabar. 

Wray mengangkat bahu. "Yang saya ingat hanya AS $ 5.000 itu. Saya bisa memanfaatkannya. Lagi pula kelihatannya mudah, hanya tinggal membawa satu tas ekstra. Saya mengubah persinggahan pertama dari Roma ke Zürich, karena menurut Robert, duanenya lebih longgar." "Tentu saja kami tidak pernah mengira akhirnya jadi begini," lanjutnya.

"Tentu saja tidak akan jadi begini, kalau Anda tak mencomot beberapa lembar uang titipan itu," celetuk seorang detektif.

Gilbert yang diperiksa kemudian kelihatan lebih ketakutan daripada Wray. Katanya, ia baru melihat lembaran uang 20 dolaran itu di Zürich. Ia mengetahui adanya persetujuan dengan Robert dari Wray ketika sudah berada di Zürich. 

Ia sendiri belum pernah bertemu dan tidak tahu siapa itu Robert. Ia percaya katakata Wray bahwa uang dolar itu asli dan Wray berjanji memberinya bagian dari uang itu kalau ia membantunya.

Gilbert menyatakan ia perlu uang, karena restoran yang diusahakannya di Melbourne bangkrut, dan ia terlibat banyak utang. Wray mengajaknya ke Eropa dengan gratis untuk melakukan bisnis, tetapi ia tidak tahu bisnis apa. Ia dijanjikan upah Aus. $500 -1.000 seminggu! Ia percaya pada Wray, karena pria itu kenalan lamanya.

Menurut ceritanya, mereka berangkat dari Melbourne tanggal 27 Desember dengan Qantas. Di Singapura mereka cuma menunggu di ruang transit. Di Roma mereka berganti pesawat dengan Swiss Air dan mendarat di Zürich tanggal 28 siang. 

Di hotel ketika Wray memperlihatkan uang begitu banyak dan mengambil beberapa lembar untuk belanja, ia sangat terkejut. Menurut Wray, tidak apa-apa sebab AS $ 5.000 dari uang itu merupakan bagiannya.

Tanggal 10 Januari 1974, kantor agen rahasia AS di Paris mengetuk kawat kepada Interpol Canberra untuk meminta keterangan perihal Wray dan Gilbert. Selain memberi gambaran mengenai kedua orang itu, agen rahasia juga menambahkan bahwa paspor Wray menunjukkan ia banyak bepergian, ia pernah tinggal beberapa waktu di Afrika Selatan, pernah ke AS tahun 1972, dan punya multiple-entry visa.

Menurut keterangan dari Canberra, sebagai pengedar uang palsu Gilbert pada tahun 1967 pernah melakukan desersi dan kabur ke Afrika Selatan. Ia kembali bulan November 1969 dan mendapat hukuman percobaan. 

Gilbert mengusahakan bisnis pembuatan pakaian pria yang lumayan hasilnya. Karena ambisius ia membuka pula sebuah kafe. Kafe itu gulung tikar lima bulan kemudian dan Gilbert terlibat banyak utang. Terakhir ia bekerja sebagai manajer kelab malam di sebuah hotel di Melbourne.

Alan Wray diketahui meninggalkan Australia menuju Afrika Selatan pada tahun 1967 juga.

 

Ucapan selamat tahun baru dari Zürich

Polisi Australia tidak tinggal diam. Pada akhir Oktober 1973 di Melbourne, polisi mendapat laporan bahwa akan beredar banyak dolar AS palsu. Namun, hal itu tidak terjadi. 

Laporan itu diulangi sebulan kemudian. Sekali ini polisi mendapatnya dari Dennis King, seorang pengusaha rumah judi gelap. Katanya, ia ditawari dolar palsu oleh John Singer.

John Maxwell Singer (33) merupakan kambing hitam dalam sebuah keluarga terkemuka di Melbourne. Belum lama polisi menggerebeknya dan menemukan sejumlah besar jade curian padanya. Singer bukan malingnya. Ia tukang tadah. 

Singer menjadi tahanan luar setelah membayar sejumlah uang jaminan. Polisi terus memata-matainya untuk bisa mengetahui keterlibatan yang dikatakan oleh Dennis King.

Ketika tiba berita tentang penangkapan Wray dan Gilbert di Zürich, Interpol Australia bertanya-tanya apakah kedua orang asal Melbourne itu ada hubungannya dengan Singer. 

Sersan Detektif Hornbuckle, yang pernah menahan Singer sehubungan dengan jade curian, ingat bahwa orang yang memberi laporan kepadanya menceritakan juga bahwa ia mendengar akan ada sejumlah kurir dikirim ke Eropa membawa uang palsu. 

Namun, hal itu tidak dikaitkan dengan Singer. Atasannya, Sersan Detektif Senior Austin (Aussie) Trewhitt, memerintahkannya mengadakan penyelidikan. Tindak-tanduk Singer pada akhir Desember diteliti. Tanggal 27 Desember 1973 ia diketahui mengantar dua orang dengan mobilnya ke Bandara Melbourne. 

Kedua temannya itu ditungguinya naik pesawat Qantas. Ternyata pesawat Qantas yang dimaksud ialah yang ditumpangi Wray dan Gilbert pada tanggal 27 Desember itu!

Apartemen Alan Wray pun didatangi. Kata para tetangganya, pria itu hidup sendirian, pergi dan pulangnya tidak menentu, sehingga tidak banyak yang tahu bahwa ia tidak pulang sejak akhir Desember.

Alamat yang diberikan oleh Gilbert kepada Interpol Zürich pun didatangi. Ternyata itu rumah orang tuanya. Kata mereka, sudah beberapa lama Roger tidak tinggal di situ lagi. Ia menyewa apartemen di South Yarra, bersama John Singer.

Orang tua Roger Gilbert sedih sekali waktu mengetahui anaknya ditahan. Mereka tidak curiga karena menerima kartu ucapan selamat tahun baru yang nadanya gembira dari putranya itu. Cap pos Zürich di kartu itu menunjukkan tanggal 31 Desember, jadi dua hari setelah Roger Gilbert ditahan.

Orang tua Roger tahu putranya bersahabat dengan Alan Wray, namun ternyata ia tidak memberi tahu mereka bahwa dengan Alan-lah ia akan pergi ke Eropa. Ia cuma bilang, akan pergi ke Eropa karena mendapat kesempatan baik mewakili sebuah sindikat bisnis. Katanya, semua ongkosnya ditanggung dan ia akan menerima upah besar. 

 

Janji bagi hasil  

“Apakah pada bulan-bulan terakhir ini Roger berubah?" tanya detektif. 

"Tidak ...," jawab Tuan Gilbert. "Tetapi sejak Roger tinggal di apartemen sendiri ia memang jarang datang." Tiba-tiba Gilbert ingat bahwa memang ada hal yang aneh. Ketika ia dan istrinya bermaksud mengantar putra mereka ke bandara, sang putra menolak dengan keras. 

Walaupun sudah melihat adanya kaitan yang mencurigakan, namun bukti belum cukup kuat untuk menuduh Singer. 

Sementara itu di Zürich, Gilbert berhadapan lagi dengan pemeriksanya. Kepada detektif Wray menyatakan Gilbert tahu sejak semula.

Kata Gilbert, ia baru tahu uang itu palsu setiba di hotel di Zürich. Wray membuka tas dan berkata, "Kelihatannya seperti asli, ya?" Ia kaget. Ia minta keterangan dari mana barang itu, namun Wray tidak mau memberi tahu.

Wray cuma mau menjelaskan bagaimana caranya mereka akan mengedarkan uang itu, yaitu dengan membeli mobil (dengan uang asli), lalu keliling Eropa sambil berbelanja dengan uang palsu. 

Dari kembalian uang palsu itu mereka akan mengumpulkan uang asli. Supaya banyak uang asli yang bisa mereka peroleh, mereka hanya akan berbelanja barang yang kecil-kecil. Perjalanan mereka akan diakhiri di London, dengan menyetorkan uang asli. 

Dari hasil itu Wray akan mendapat AS $ 5.000 dan Gilbert akan mendapat 10% dari uang asli yang berhasil ia kumpulkan.

Ia bersikeras tidak tahu siapa yang mengupah mereka untuk melakukan hal itu. Tiba-tiba seorang detektif berkata, "Coba ceritakan kepada kami tentang John Singer."

"John?" tanya Gilbert terkejut. "Ia teman saya, kami seflat di Melbourne. Mengapa?"

"Berapa lama Anda sudah mengenalnya?"

"Empat lima bulan. Alan memperkenalkan kami."

"Karena sudah berbulan-bulan seflat dengan dia, tentu Anda tahu sebagian kegiatannya, bisnisnya, dan kawan-kawannya."

Gilbert menyebutkan kegiatan dan usaha Singer yang legal, yang semua sudah diketahui polisi. la juga berkata, "John pernah berbicara tentang usaha yang ia miliki di luar negeri, di Timur Jauh. Mungkin di Thailand."

Kemudian polisi menggertak. Kata mereka, Singer terlibat urusan uang palsu ini. 

"John bilang begitu?" tanya Gilbert. "Saya tidak percaya!"

 

Dititipkan pada Ferrari’s

Polisi mencoba mendapat keterangan lebih banyak dari Alan Wray. Alan lain dengan Gilbert. Ia lebih sulit dikorek. Namun, ketika disebutkan nama John Singer ia terkejut. Ia minta didampingi seorang pengacara.

Interpol sibuk di Canberra, Bern, Paris, Washington, dan London, tetapi tetap saja tidak ada yang terungkapkan. Di Melbourne John Singer tidak berbuat yang bukan-bukan, di Zürich kedua tahanan tidak mau atau tidak punya lagi bahan untuk diceritakan.

Mungkin yang paling gigih ialah dua detektif dari Melbourne: Aussie Trewhitt dan Rex Hornbuckle. Keduanya berniat menggebrak Singer. Hornbuckle lantas minta bertemu dengan Singer, yang memilih tempat pertemuan di tepi danau di Albert Park.

" Ada urusan apa? Saya sudah tidak punya jade lagi," kata Singer. 

"Saya tahu. Sekali ini bukan urusan perhiasan." 

"Apa, dong?" 

"Duit," jawab Hornbuckle setelah memandang lawan bicaranya sejenak. Singer mengerutkan kening. "Coba bicara yang jelas." 

"Anda yang bicara. Apa yang Anda ketahui mengenai masalah uang dolar AS palsu lembaran 20 dolaran?" 

Singer tidak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya. 

"Apa urusan saya dengan hal itu?" 

"Anda menawar-nawarkannya beberapa bulan yang lalu dan mencoba membentuk saluran ke luar negeri." 

Singer terdiam sejenak dengan gugup. 

"Ada orang yang minta saya menanyakan kepada orang-orang …”

"Siapa?" 

"Saya tidak mau bikin onar. Orangnya bukan saya. Saya cuma perantara. Ia minta tolong saya, karena saya punya ... kontak. Yang saya lakukan hanya ...." 

Singer didesak terus. Akhirnya, ia tidak bisa memungkiri bahwa ia mengantarkan Alan Wray dan Roger Gilbert ke bandara.

Menurut Hornbuckle, mereka mengaku disuruh oleh Singer. Singer tambah gugup. Ia memberi alasan bahwa Wray-lah biang keladinya. Ketika tahu mereka akan ke Eropa membawa uang palsu, ia membujuk mereka agar membatalkan niat itu. Ia bahkan berusaha membujuk sampai saat terakhir. Karena itulah ia sampai mengantar mereka ke bandara.

Ia hanya mengaku pernah mendengar dari kiri-kanan bahwa ada dua tas uang palsu disimpan di Ferrari's Transport Service. Ia tidak tahu siapa yang menaruhnya.

Hornbuckle mengajak dua polisi ke Ferrari's untuk mengecek. Dari situ diketahui bahwa pukul 17.00, tanggal 21 Januari 1974, Ray Gloves, atas suruhan Harry Charalambeas menitipkan dua tas yang sampai saat ini masih ada. 

"Siapa dia ...?" 

"Harry kenalan saya bertahun-tahun, ia punya kapsalon di Melbourne," jawab Ferrari.

"Dia sering menitipkan barang?" 

"Ah, tidak. Katanya, ia dimintai tolong oleh teman." 

"Siapa?" 

"Ia tidak memberi tahu. Katanya, isinya buku pelajaran anak sekolah yang sedang tur." 

Mereka pergi memeriksa dua tas itu. Isinya masing-masing sekitar 35 kg. Ketika dibuka di dalamnya masing-masing ada enam kotak karton berwarna kelabu. Kotak itu ditutup rapat dengan selotip. Ketika semua kotak dibuka, ternyata isinya uang dolar AS baru pecahan 20 dolar!

 

Terpaksa mengaku

Para detektif membawa temuan itu ke markas besar. Inspektur Kepala L.N. Patterson ditelepon ke rumahnya. Menurut Ferrari, kiriman yang dititipkan kepadanya itu tiba dengan kereta di Stasiun St. Kilda dan dari sana dijemput oleh orang Ferrari. Tempat pengiriman ialah Hawksburn.

Menurut petugas Stasiun Hawksburn, benda itu dibawa ke stasiun oleh seorang pemuda yang senewen tanggal 19. Pemuda itu menandatangani formulir pengiriman dengan nama Ray Groves. 

Dua hari sebelumnya datang ke sana dua orang, seperti keturunan Italia atau mungkin Yunani. Mereka bertanya bagaimana caranya mengirimkan paket berisi buku ke stasiun lain.

Sekelompok detektif lain mendatangi salon milik Harry Charalambeas di Tivoli Arcade, di pusat Kota Melbourne. Di Kapsalon Just Hair itu Charalambeas menyatakan menelepon temannya, Ferrari, tanggal 21 untuk meminta petugasnya menjemput kiriman dari Stasiun St. Kilda. 

Sebelumnya salah seorang karyawannya, Barry Groves, disuruhnya mengirim tas-tas itu ke Hawksburn seperti yang diinstruksikan.

"Siapa yang menginstruksikan?" 

Charalambeas tampak ragu-ragu. 

"Teman saya, John Singer," katanya. Menurut penata rambut itu, dua tiga hari sebelumnya Singer datang menanyakan cara menyimpan tas berisi buku-buku berharga. Ia menasihatkan agar dititipkan di Ferrari saja. 

Sehari atau dua hari kemudian Singer datang minta tolong dijemputkan tas itu untuk dibawa ke Hawksburn dan dikirimkan ke St. Kilda, supaya Ferrari bisa mengambilnya di sana.

"Saya mengirim Groves. Kasihan anak itu. Dia bilang pinggangnya serasa mau patah menenteng barang seberat itu.”

"Di mana Groves mengambil barang itu?"

"Di sebuah rumah di Hawthorn. Kata John, rumah iparnya. John takut buku-buku itu rusak diusik anak-anak kakaknya. Ia memberi saya kunci tempat penitipan dan kunci itu saya serahkan kepada Groves.”

“Apakah Anda atau Singer meminta Groves memalsukan namanya dalam perkara ini?”

"Astaga, tidak! Memang ia memalsukan namanya?" 

Barry Groves dipanggil. Katanya, ia curiga karena isi tas itu berat. Waktu ia buka isinya bukan buku, tetapi dus karton, dan ia memakai nama palsu.

Tas-tas itu diangkut ke Reserve Bank of Australia. Isinya AS $ 1.887.480! Interpol Bern dikabari, begitu pun Paris. Beberapa hari kemudian dua inspektur dari Australia tiba di Zurich, sementara itu seorang agen khusus AS yang bertugas di Honolulu segera terbang ke Melbourne.

Hornbuckle merasa bahwa John Singer termasuk salah seorang pria yang diduga sebagai pria Italia oleh petugas di Hawksburn. Siapa pria yang seorang lagi? Hornbuckle minta bertemu lagi dengan Singer. 

"Bagaimana?" tanya Singer.

"Lumayan. Hampir dua juta." 

Singer bersiul. 

"Anda tidak tahu?" 

"Memang Anda tak menghitungnya dulu sebelum mengirimkannya ke tempat penitipan?"

Singer tertegun. 

"Sebelum saya kirim ke penitipan?" 

Singer terpaksa mengaku juga tetapi ia minta polisi tidak mengusik keluarga kakaknya, sebab mereka tidak tahu-menahu. 

"Milik teman Anda yang bersama-sama pergi ke Hawksburn?" tanya Hornbuckle. Singer kaget. Setelah didesak ia mengaku temannya itu bernama Petros Lyberakis. 

Katanya, mereka pernah bekerja sama dalam bisnis kulit domba dan percetakan. Sekarang Petros bekerja di konsulat Yunani, karena bisnis percetakan mereka habis terbakar.

"Kalian mencetak uang di sana?”

“Tidak. Percetakan itu sudah lama terbakar, mungkin setahun lebih." 

Petros itu pelukis dan pernah belajar desain. 

"Hebat," kata Hornbuckle. "Pernah jadi pengusaha percetakan, pernah belajar desain, seniman, dan pelukis!" 

Singer akhirnya terpaksa mengaku bahwa Petros Lyberakis itu masih punya uang palsu di rumah orang tuanya. Alamat ayah Petros ia tahu.

 

Isinya kulit buku

Polisi mendatangi alamat itu. Sebelumnya keterangan tentang Petros Lyberakis dikumpulkan dulu. Pria berusia 26 tahun itu lahir di Athena, tetapi besar di Australia dan kini mahasiswa tahun keempat di jurusan arsitektur. 

Ia bekerja paruh waktu di konsulat Yunani sebagai penasihat kesejahteraan dan keuangan imigran baru. Ia belum pernah berurusan dengan polisi. Apartemen Lyberakis dan rumah orang tuanya diamati berbareng. 

Hari Minggu itu, pukul 13.00 lewat sedikit, Lyberakis diketahui meninggalkan apartemennya dengan mobil dan pergi ke rumah orang tuanya. Hornbuckle dan dua detektif lain mendatangi rumah itu.

Hornbuckle minta bertemu dengan Petros. Petros segera mengerti, tetapi ayahnya bingung. Mereka segera ke garasi. Di belakang tumpukan majalah dan koran ada koper besar. Petros diminta membukanya. 

Di bawah tumpukan majalah ada dus-dus karton. Polisi menggali lebih dalam. Dari dus yang di bawah, ditemukan lembaran uang dolar AS yang masih baru, pecahan 20 dolar. 

"Petros!" teriak Lyberakis tua dengan terkejut.

Kata Petros, ia tidak tahu ada uang di situ. Katanya, temannya tidak punya tempat di rumah dan menitipkannya kepadanya.

"Siapa teman Anda?" Petros tidak mau memberi tahu. 

"Nicky," jawab ayahnya. Petros mendelik. 

"Siapa itu Nicky?" tanya Hornbuckle. 

"Saya tidak mau kalau disalahkan," kata Lyberakis tua kepada Petros.

Sang ayah kemudian berbicara dengan Hornbuckle. "Dia bilang koper itu dari Nicky, Nicky Kypraios. Petros dan dia…”

"Kami cuma teman," potong putranya. "Dia seorang seniman. Kami sering bekerja sama."

"Petros mau melakukan apa saja untuk Nicky," kata ayahnya. "Ia menolong Nicky dalam semua…”

"Papa berhenti," kata putranya memotong. "Kata Nick, ada pelanggannya meninggalkan koper ini di tempatnya. Karena ia tidak punya tempat, ia minta saya ...."

"Bagaimana sih? Tadi koper ini milik Anda, lalu milik teman Anda, sekarang milik orang lain lagi, yang tidak diketahui siapa."

Diperkirakan isi koper itu AS $ 2 juta atau lebih.

 

Mau menerbitkan majalah

Ini bukan main-main. Siapa itu Nick Kypraios?

Karena Petros tidak mau memberi tahu, ayahnya mengancam akan memberi tahu. Ternyata Nick Kypraios pelukis dan menguasai cetak-mencetak!

Markas besar dihubungi untuk mengangkut uang palsu yang ditemukan. Dua detektif membawa Petros Lyberakis ke apartemennya sendiri untuk menggeledah.

Sementara itu Hornbuckle mengumpulkan keterangan mengenai Kypraios dari ayah Petros. Kypraios baru datang beberapa tahun yang lalu dari Yunani. la dianggap pelukis yang mempunyai harapan besar dan pernah mengadakan pameran sekali di Melbourne. 

Petros yang bekerja sambilan di konsulat, merasa tertarik pada Kypraios dan menolongnya menjualkan sejumlah lukisan.

Kemudian mereka berdua berniat menerbitkan majalah untuk orang Yunani - Australia. Karena Kypraios hampir tidak bisa berbahasa Inggris, Petros-lah yang mengurus semuanya: menyewa gedung, mencari mesin-mesin pencetak, dsb. 

Percetakan mereka itu namanya Icono Graphics. Tetapi entah mengapa, majalah itu tidak pernah muncul.

Dua detektif yang menggeledah apartemen Petros Lyberakis tidak menemukan buku alamat yang memuat nama-nama: Charalambeas, H ... Gilbert, Roger ... Singer.

Dari flat Petros Lyberakis mereka dijemput oleh detektif senior Sersan Trewhitt, untuk pergi bersama-sama Petros ke Percetakan Icono Graphics. Rumah no. 14 di Greenwood Street itu terletak di antara pabrik-pabrik kecil dan gudang. Semua pintunya digembok. Pagar besinya juga.

"Saya sudah bilang, hari Minggu dia tidak ada di percetakannya," kata Petros.

"Di mana rumahnya?" tanya detektif. Dengan enggan Petros menyebutkan alamat yang ternyata tidak jauh dari sana. Ketukan di pintu segera dijawab oleh seorang pria berumur sekitar 30 tahun. Ternyata ia cuma paham bahasa Inggris sedikit. Ia mengerti juga ketika diajak ke Icono Graphics.

Di sana para detektif menemukan ruangan yang bau tinta dan kertas yang berserakan. Di dinding bertumpuk dus karton berwarna kelabu, seperti yang didapati di garasi Lyberakis dan di tas yang dititipkan di Ferrari's. Para ahli forensik masuk dan Trewhitt menanyakan kepada Kypraios, "Di mana peralatan cetak Anda?"

"Sudah diambil kembali," jawab Petros Lyberakis mewakili. 

"Kapan? Oleh siapa?" 

"Kemarin, oleh pemiliknya."

"Siapa mereka?" 

"Seligson and Clare di Bou-verie Street, Carlton." 

Katanya, karena Nick tidak bisa memenuhi pembayaran, penjual mengambil kembali mesin cetak itu. Padahal setelah dihitung uang palsu pecahan 20 dolaran yang ditemukan di tempat Kypraios itu jumlahnya AS $ 4.134.940.

Lyberakis dan Kypraios ditahan. Berapa uang kertas palsu yang mereka cetak? Yang sudah diperoleh polisi jumlahnya AS $ 4.235.020.

Seligson and Clare sama sekali tidak menyangka mesin yang diambil kembali oleh mereka itu dipakai mencetak uang palsu. Polisi diperbolehkan memeriksanya. Kebetulan belum dibersihkan jelas tampak bekas pencetak uang palsu 20 dolaran, namun pelatnya yang dipakai mencetak uang itu sudah tidak ada.

 

Reklame harus menantang

Kypraios diperiksa dengan bantuan seorang penerjemah. Orang Yunani itu diperlakukan dengan simpatik, sebab kentara betul ia cemas dan menyesal tanpa dibuat-buat.

Kypraios mengaku memiliki percetakan kecil ketika masih di negerinya. Ia juga pelukis yang sudah berpameran berkali-kali di Athena dan tempat-tempat lain di Yunani. Tahun 1971 lukisannya sudah sampai di AS. 

Namun, keadaan politik merugikan sumber nafkahnya, yaitu percetakan, sehingga ketika mendengar kesempatan terbuka untuk mencari penghidupan yang lebih baik di Australia, ia membawa istri dan anaknya ke negara Kanguru itu bulan Maret 1972.

Akhir tahun itu ia mendengar dari temannya bahwa Petros bisa menjualkan lukisan. Petros kemudian datang ke rumahnya bersama seorang pemahat Italia dan seorang Australia, John Singer. Petros terkesan oleh sekitar 60 lukisan yang diperlihatkan Kypraios dan berjanji mencarikan pembeli dengan komisi 25%. 

Awal 1973 Petros membujuk Kypraios agar meninggalkan kerja tetapnya dan bekerja sama dengannya menerbitkan majalah bagi masyarakat Yunani di Australia. Petros yang mencarikan tempat di 14 Greenwood Street dan mengurus segalanya. Namun, usaha itu macet karena tidak ada modalnya, sedangkan Kypraios sudah telanjur berhenti bekerja.

Karena simpanan Kypraios makin menyusut, istri dan anaknya dikirim kembali ke Yunani.

Saat itulah Petros memberi tahu bahwa mereka mendapat cukong untuk membuat majalah. la kenal banyak orang berduit, antara lain pengusaha pabrik pakaian. Mereka mencari mesin. Sumbangan dari cukong dimasukkan ke bank atas nama Kypraios dan Kypraios yang menandatangani pembelian macam-macam.

Kata Petros, reklame mereka harus mampu menarik perhatian orang. Ia berniat membuat selebaran yang bentuk dan rupanya mirip sekali uang, tapi cuma salah satu sisinya saja yang dicetak. Sisi lainnya berupa iklan dari produk mereka.

"Kata Petros, kalau orang melihat uang tergeletak, mereka pasti akan memungutnya, dan kalau uang itu dibalik, mereka akan membaca iklan kami," cerita Kypraios lewat penerjemah.

Selebaran berbentuk uang itu akan meniru dolar AS, sebab kalau dolar Australia mereka bisa berurusan dengan yang berwajib. Kemudian Petros datang membawa John Singer, yang menunjukkan lima lembar uang Amerika pecahan 20 dolaran yang masih baru. 

Ini untuk pertama kalinya Kypraios melihat dolar AS. la merasa sanggup membuat seperti yang diminta, asal boleh mengadakan percobaan dulu.

Ketika hasilnya bagus, Petros dan Singer membujuk Kypraios untuk membuat uang palsu. Kypraios tidak mau, tetapi Petros mendesaknya. Akhirnya, Kypraios menyerah juga.

 

Sisanya di mana?

Ia membuat uang palsu sebanyak 74 dus atau AS $ 12 juta! Para detektif kaget. Yang ditemukan baru kira-kira sepertiganya. Mana yang dua pertiga lagi?

Ketika ditanya lebih lanjut, Kypraios menyatakan bahwa yang menyediakan dus itu ialah Petros. Yang memasukkan uang ke dus itu ia sendiri dibantu oleh Singer. Sejak itu (pertengahan November) ia tidak pernah melihat Singer lagi.

Kemudian Petros memperlihatkan surat dari Seligson and Clare kepadanya yang menyatakan mereka akan mengambil kembali mesin-mesin, karena dana yang mereka peroleh dari seseorang bernama Charlie katanya sudah habis, sehingga mereka tidak bisa melunasi pembayaran mesin-mesin itu. Kypraios tentu saja bertambah risau. 

"Anda pernah melihat Charlie?" tanya detektif.

"Ya. Ia datang beberapa kali ke percetakan. Orangnya sangat gemuk, umurnya sekitar 40-an. Ia mengendarai mobil besar berwarna hijau. Saya ingat pelatnya bertuliskan LBJ. Sama seperti inisial mantan presidan Amerika." 

"Anda tahu nama belakang Charlie?" 

"Zukas, kira-kira seperti itu." 

"Anda pernah berkata bahwa seorang pengusaha pakaian mungkin juga salah seorang cukong yang membiayai usaha Anda ketika bermaksud mendirikan majalah. Anda tahu dia?" 

"Yang saya tahu, ia teman keluarga Petros. Saya tidak pernah bertemu dengannya. Ia orang Yunani juga. Kalau tidak salah namanya Pappas." 

"Kini tentang pelat untuk mencetak uang. Apa pelat itu masih ada di mesin?" 

"Tidak, sudah diambil Petros." 

"Kapan? Dikemanakan pelat-pelat itu?" 

"Beberapa tahun yang lalu. Mungkin untuk dimusnahkan." Seperti Petros Lyberakis, Kypraios pun ditahan secara resmi. 

Sekarang yang berwajib berniat melacak sisa uang yang belum ditemukan. Apakah uang itu masih ada di Australia atau sudah dibawa ke luar negeri?

 

Ternyata anak jutawan 

Polisi mencari Charlie Zukas. Ternyata orang yang memenuhi gambaran yang diberikan oleh Kypraios ialah Charlie Zuker, pemilik mobil sedan hijau besar yang pelat nomornya bertuliskan LBJ. Ia seorang eksekutif bisnis berumur 45 tahun. Ia tidak pernah tercatat melakukan kejahatan. 

Dari buku alamat yang dijumpai di flat Petros Lyberakis, ditemui nama Zuker, C. dan nomor telepon, tetapi bukan nomor yang terdapat di buku telepon resmi. 

Polisi juga menemukan nama Pappas, K. beralamat di Brunswick di buku alamat itu. Detektif Rex Hornbuckle menelepon ayah Petros. Michalis Lyberakis selalu bersedia membantu polisi, karena ia ingin meringankan kesalahan anaknya.

Ia tidak kenal Charlie Zuker, tetapi Jack Pappas teman baiknya. Pappas mengusahakan pabrik piama. Pappas itu nama aslinya Kyiakos Papadimitripoulos, terlalu sulit untuk diucapkan lidah Australia, jadi ia ganti nama menjadi Jack Pappas. 

"Mustahil Jack membantu putra saya berbuat jahat?" tanya Lyberakis tidak berdaya.

Rumah Zuker diketahui seperti istana. Maklum ia jutawan. Ia juga dermawan, sering memberi sumbangan pada seniman dan mempunyai galeri: Bartoni International Gallery. 

Ia memiliki pula teater dan koleksi prangko yang nilainya ditaksir di atas seperempat juta dolar. Selain pengusaha bangunan dan pemilik pabrik kulit, ia juga menjadi direktur pelbagai perusahaan.

Jack Pappas juga cukup kaya. Ia datang dari Yunani pada umur 25 tahun dan mulai mencari nafkah dengan membuka toko pakaian. Kini ia pengusaha pabrik pakaian yang makmur.

Menurut Singer, gagasan membuat uang palsu dari Petros yaitu pada pertengahan tahun 1973. Cuma modalnya tidak ada. Singer tidak punya uang kontan untuk membiayainya. Jadi, Singer menyarankan Alan Wray. Wray berminat. 

la menjual cincin intan yang diperolehnya di Afrika Selatan dan memberi 5.500 dolar kepada Singer untuk diserahkan kepada Petros.

Kemudian Singer memperkenalkan Charlie kepada Petros, tetapi katanya, Petros sendiri yang minta modal kepada Charlie untuk membuat majalah. Ketika tahu Petros membuat uang palsu, Charlie malah memberi modal lebih banyak lagi!

Pappas, menurut Singer, memberi modal pula ketika Petros menyatakan ingin membuat majalah untuk masyarakat Yunani di Australia.

Singer dilepas lagi, karena polisi merasa masih perlu bantuannya.

 

Hanya satu sidik jari ditemukan

Sementara itu Hornbuckle menerima telepon dari ayah Petros. Kata Michalis Lyberakis, ia menanyakan kepada Pappas, perihal yang diberikan Pappas kepada putranya untuk bisnis percetakan. Pappas bilang, sebetulnya ia tidak berminat menanam modal pada usaha percetakan, tetapi demi anak teman baiknya ia mau memberi modal. 

"Ke mana saja anak itu?" tanya Pappas kepada Lyberkis. "Sudah lama saya tidak mendengar tentang bisnisnya. Ia tidak pernah menghubungi saya sejak menitipkan dua peti majalah, entah di pabrik saya sebelum Natal. Suruh dia ambil. Saya perlu tempat untuk barang lain."

Begitu mendengar laporan Michalis Lyberakis itu, Hornbuckle menyuruh orang-orangnya mendatangi Pappas. Dalam dua peti itu (Pappas tak punya kuncinya) ditemukan 39 dus berisi uang kertas pecahan 20 dolar AS sejumlah AS $ 6.075.840! 

Dua dus itu isinya tidak utuh. Kurangnya kira-kira AS $ 200.000. Yang AS $ 100.000 lagi entah ke mana. Pappas terbengong-bengong dan merasa dikhianati Petros.

Rumah Zuker pun tentu saja didatangi. Zuker pura-pura tenang. Ia menyangkal, tetapi polisi mengajaknya menyaksikan mereka menggeledah salah sebuah lemari besi Zuker yang paling besar di bank, yaitu yang terdapat di Australia and New Zealand Bank Corporation (ANZ). 

Ditemani manajer bank dan para detektif, Zuker diminta membuka kotak-kotak yang ada di dalam lemari besi itu. Tidak ada apa-apa. Tetapi masih ada dua koper kecil di sudut, yang memakai monogram CZ. Ketika diminta membuka juga koper itu wajah Zuker berubah.

"Itu titipan teman," katanya. 

"Teman yang inisialnya CZ juga?" tanya polisi. 

Isi kedua koper itu 9 dus uang kertas 20 dolaran, jumlahnya AS $ 1.456.980. Jadi, jumlah uang palsu yang sudah ditemukan di Melbourne AS $ 11.667.760. 

Menurut Zuker, 9 dus itu diberikan kepadanya oleh Petros menjelang Natal.

Temuan-temuan itu lantas diberitahukan kepada Interpol. Sementara itu di Melbourne para detektif mendesak Singer lagi. Singer mengaku tidak tahu di mana pelat-pelat bekas mencetak uang.

"Tanya saja Petros. Dia yang merencanakan segalanya," katanya. 

"Lucu. Petros bilang tanya saja Anda," kata polisi.

Akhirnya, Singer mengaku membantu Petros menyemen pelat-pelat itu. Lalu membawanya ke jembatan di Sungai Yarra dan mencemplungkannya. Siapa tahu nanti bisa diangkat lagi untuk dipakai kembali ....

Tanggal 13 Februari 1974, suatu tim penyelam dari SAR berhasil mengangkat lempengan beton dari Sungai Yarra. Ketika semennya dipecahkan di laboratorium forensik, ditemukan 48 pelat. 

Para ahli dari Reserve Bank mencocokkan pelat itu dengan uang palsu 20 dolaran buatan Kypraios. Sidik jari dicari juga. Tidak ada. Hanya pada satu pelat ditemukan sidik jari Nick Kypraios

Kemudian diketahui John Singer pernah mengirimkan paket kepada temannya, Veera Thong Thang, di Bangkok, Thailand. Temannya menerima kiriman itu bulan Januari 1974. 

Singer didesak lagi. Seorang detektif membawanya ke Bangkok, dari Veera mereka memperoleh AS $ 131.740. Jadi dari AS $ 12 juta, yang belum ditemukan hanya beberapa lembar lagi.

Alan Wray dan Roger Gilbert diadili di Zürich pada bulan September 1974. Jadi, kira-kira 9 bulan setelah tertangkap. Keduanya dinyatakan bersalah. Gilbert dijatuhi hukuman 14 bulan penjara, Wray 18 bulan. Keduanya kemudian harus meninggalkan Swiss dan tidak boleh kembali selama 10 tahun.

Di Melbourne, 14 bulan setelah ditahan, Charlie Zuker, Jack Pappas, Nick Kypraios, dan Petros Lyberakis diminta muncul bersama di pengadilan tanggal 7 April 1975. Ternyata Petros Lyberakis sudah kabur dua minggu sebelumnya. Interpol di seluruh dunia dikabari supaya siaga.

Charles Zuker menyewa dua pengacara untuk melakukan pengejaran pribadi terhadap Petros.

Charlie Zuker dinyatakan bersalah, karena terlibat pencetakan dan pengedaran uang palsu dengan maksud menipu. la dijatuhi hukuman lima tahun penjara.

Jack Pappas dibebaskan. Nick Kypraios terbukti bersalah mencetak uang dengan maksud menipu. Untuk dua kesalahan itu masing-masing ia menerima hukuman tiga tahun penjara. 

John Singer, informan polisi, tidak diadili. Petros Lyberakis, tetap tercantum namanya dalam arsip Interpol sebagai orang yang harus dicari secara aktif.

(Edward Keyes)

" ["url"]=> string(65) "https://plus.intisari.grid.id/read/553304478/ternyata-dolar-palsu" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1654265346000) } } }