array(1) {
  [0]=>
  object(stdClass)#49 (6) {
    ["_index"]=>
    string(7) "article"
    ["_type"]=>
    string(4) "data"
    ["_id"]=>
    string(7) "3246688"
    ["_score"]=>
    NULL
    ["_source"]=>
    object(stdClass)#50 (9) {
      ["thumb_url"]=>
      string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2022/04/20/6_thumbnail-intisariplus-sejarah-20220420082412.jpg"
      ["author"]=>
      array(1) {
        [0]=>
        object(stdClass)#51 (7) {
          ["twitter"]=>
          string(0) ""
          ["profile"]=>
          string(0) ""
          ["facebook"]=>
          string(0) ""
          ["name"]=>
          string(13) "Intisari Plus"
          ["photo"]=>
          string(0) ""
          ["id"]=>
          int(9347)
          ["email"]=>
          string(22) "plusintisari@gmail.com"
        }
      }
      ["description"]=>
      string(148) "Richard Sorge, reporter surat kabar Jerman sekaligus mata-mata komunis, menjalani hidupnya hingga sampai ke lingkaran diplomatik tertinggi di Tokyo."
      ["section"]=>
      object(stdClass)#52 (7) {
        ["parent"]=>
        NULL
        ["name"]=>
        string(7) "Histori"
        ["description"]=>
        string(0) ""
        ["alias"]=>
        string(7) "history"
        ["id"]=>
        int(1367)
        ["keyword"]=>
        string(0) ""
        ["title"]=>
        string(23) "Intisari Plus - Histori"
      }
      ["photo_url"]=>
      string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2022/04/20/6_thumbnail-intisariplus-sejarah-20220420082412.jpg"
      ["title"]=>
      string(30) "Terlahir untuk Kehidupan Ganda"
      ["published_date"]=>
      string(19) "2022-04-24 16:45:31"
      ["content"]=>
      string(22974) "

Intisari Plus - Richard Sorge, reporter surat kabar Jerman sekaligus mata-mata komunis, menjalani hidupnya hingga sampai ke lingkaran diplomatik tertinggi di Tokyo.

---------------------------------------

Adakah mata-mata yang lebih licik dari Richard Sorge? Dikenal sebagai salah satu agen rahasia terbesar abad ke-20, dia menjalani kehidupan ganda sejak lahir. Ibunya seorang Rusia dan ayahnya seorang Jerman; dia dilahirkan di Baku, Rusia, tapi dibesarkan di Jerman.

Sorge adalah seorang anak Jerman dengan jiwa patriot yang tinggi, dan ketika Perang Dunia I terjadi, tahun 1914, dia meninggalkan sekolahnya dan menjadi tentara sukarelawan. Dia dikirim ke Front Utara tempatnya bertempur dengan gagah berani, dan menerima Iron Cross (tanda jasa tingkat pertama) untuk usahanya. Tapi dia juga mendapatkan. luka di kaki akibat pecahan peluru yang membuatnya pincang sepanjang sisa hidupnya.

Selama masa penyembuhan luka, dia kembali ke Berlin: Saat itu pandangan Sorge tentang dunia berubah. Dia kehilangan keyakinan terhadap patriotisme, dan tampaknya Sorge menemukan ideologi yang lebih cocok. Setelah membaca buku Karl Marx, dia yakin filosofi ini adalah jalan untuk menuju kesatuan dan kedamaian dunia. Melalui sebuah kebetulan yang mengherankan, ternyata ada hubungan keluarga—paman ayahnya ternyata pernah menjadi sekretaris pribadi Marx.

Setelah keluar dari rumah sakit, Sorge melanjutkan sekolahnya. Dia lulus dari University of Hamburg deng gelar Ph.D di bidang ilmu politik. Sekarang dia menjadi anggota komunis dan bekerja keras merekrut para pelajar untuk kepentingan politiknya. Namun, kepolisian Jerman yang mencurigainya sebagai mata-mata komunis berencana menangkapnya. Dengan berpura-pura akan memberikan informasi rahasia, Sorge terbang ke Moskwa. Tahun 1917, Rusia sudah menjadi negara komunis pertama dan mengganti namanya sendiri menjadi Uni Soviet. Pemimpin Rusia nyambut dan merekrutnya karena kepandaian serta ketekunannya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan  Rusia. Mereka juga terpesona dan kagum ketika mengetahui hubungan keluarganya dengan Karl Marx, yang saat itu menjadi figur yang sangat dijunjung tinggi di negara itu. Di Moskwa, Sorge dilatih menjadi seorang mata-mata dan diajari bahasa Prancis, Rusia, dan Inggris. Selama sisa hidupnya, dia mengabdi pada negara asal ibunya dengan loyalitas dan ketaatan.

Sorge memulai tugasnya dengan dikirim untuk menjalankan misi sebagai mata-mata ke seluruh dunia. Misi yang paling sukses dikerjakannya adalah tugas selama empat tahun di sebuah pelabuhan di Shanghai, Tiongkok. Di situ dia mendapat pekerjaan sebagai seorang jurnalis freelance untuk sebuah surat kabar Jerman—penyamaran yang sangat cocok untuk seorang mata-mata. Uni Soviet sangat ingin menjadikan Tiongkok negara komunis, dan mereka memutuskan bahwa Shanghai, dengan jumlah penduduk pendatang yang besar, perkembangan industri yang pesat dan komunitas kriminal yang paling terkenal di dunia, akan menjadi titik awal yang paling bagus untuk mengadakan revolusi. 

Sorge bukanlah tipe pemalu dan tidak percaya diri. Dia bertubuh tinggi, berwajah garang, suka minum, dan sangat bebas dalam berpakaian serta bersikap. Suaranya keras, kasar, bahkan menjengkelkan. Namun dia juga punya pesona, dan banyak yang tertarik padanya. Dia mudah mendapat teman, bahkan di tempat asing sekalipun. Sorge segera mempunyai jaringan teman-teman dan kenalan yang siap direkrut untuk membantunya. Dia juga memilih sekelompok pendatang dari Amerika dan Jepang yang tinggal di Shanghai, termasuk Hotsumi Ozaki, seorang jurnalis dari Tokyo yang akan menjadi teman sepanjang hidupnya.

Selama dua tahun, jika tidak bisa dibilang menggemparkan, Sorge sangat berjasa dengan informasi yang diberikannya, dan membuktikan bahwa dia dapat bekerja dengan efisien. Tapi keagresifan serta keefektifan tentara Jepang ketika menyerbu dan menguasai provinsi di bagian timur Tiongkok, Mansyuria, yang berada di perbatasan tenggara Uni Soviet, menimbulkan ketakutan besar untuk Uni Soviet. Sorge dipanggil kembali ke Moskwa. Komandanga memberitahu bahwa mereka sangat senang atas hasil kerja di Shanghai, tapi dia kini akan dikirim ke tempat jauh yang lebih penting: Tokyo. Misinya adalah untuk mengetahui apakah Jepang berniat menyerang Uni Soviet.

Bagi orang Eropa seperti Sorge, Jepang adalah salah satu bangsa di dunia yang sangat sulit dimata-matai. Orang yang tinggal di sana sangat sedikit sehingga sangat mudah menarik perhatian. Mereka juga harus mempelajari secara lengkap bahasa yang sangat asing, dan menyesuaikan diri dengan adat kebiasaan masyarakat yang sangat berbeda. (Di Jepang, contohnya, menunjuk hidung orang lain di depan umum adalah sikap yang sangat tidak sopan). Halangan yang paling berat adalah orang Jepang memiliki kecurigaan yang sangat tinggi terhadap aktivitas yang mengarah pada spionase. Ini adalah tugas berat dan membutuhkan strategi jangka panjang.

Sorge mulai membuat penyamaran. Dia kemudian menjadi jurnalis Jerman, dan untuk melakukannya secara efektif dia harus kembali ke tempat asalnya. Tapi saat itu di Jerman, Adolf Hitler dan Nazi sedang sangat berkuasa. Mereka sangat fanatik dengan paham anti-komunis, dan Sorge yakin bahwa Gestapo (polisi rahasia Nazi) akan mengetahui riwayatnya sebagai mahasiswa komunis di Hamburg.

Dengan sangat berani, dia memutuskan untuk kembali. Keberuntungan ada padanya. Entahlah, mungkin sisa-sisa catatan dirinya tidak dapat terjangkau karena berada jauh di tara tumpukan dokumen polisi yang berdebu? Atau mungkin mata-mata komunis di dalam Gestapo secara rahasia sudah merusak bukti-bukti yang memberatkan dirinya? Dia shik pernah tahu kenapa dia tidak ditangkap.

Sorge meminta referensi dari editor tempatnya bekerja dan membuat identitas yang masuk akal untuk dirinya sendiri sebagai jurnalis Nazi yang sangat ingin bekerja untuk kepentingan Jerman dan pemimpin baru Nazi. Ternyata penyamarannya sangat meyakinkan, Abwehr (Dinas rahasia Jerman) bahkan memintanya menjadi mata-mata kecil-kecilan untuk mereka. Dia segera memperoleh paspor Jerman dan menuju Jepang pada Agustus 1933.

Sorge menyadari dia akan tinggal di Jepang untuk jangka waktu lama. Dia menghabiskan dua tahun pertamanya hanya untuk membiasakan diri dengan negara baru yang asing dan kebudayaannya yang tidak biasa. Dia menyewa sebuah rumah kecil dan meleburkan diri dalam kehidupan Jepang: memenuhi rumahnya dengan buku-buku dan kerajinan Jepang, tidur di lantai dengan kasur Jepang yang disebut futon, dan meninggalkan sepatunya di pintu depan, serta mengenakan pakaian tradisional Jepang. Untuk melengkapi pengetahuan, dia belajar dari beberapa teman wanitanya. Sementara melakukan itu semua, dia menuli artikel-artikel yang bagus untuk surat kabarnya, yang meningkatkan reputasinya sebagai salah satu koresponden luar negeri Jerman yang hebat. Teman-temannya di surat kabar Jerman memberikan surat perkenalan pada orang-orang penting di Tokyo, dan dalam waktu singkat Sorge sudah sangat populer dalam perkumpulan-perkumpulan sosial Jerman di Tokyo, yang kecil namun bergengsi. Dengan kepercayaan yang terus meningkat dari masyarakat sekitarnya, dia lalu membuat kontak dengan orang-orang yang mungkin akan berguna dalam kegiatan spionasenya.

Sorge secara istimewa diterima di Kedutaan Jerman, yang pejabatnya ingin bertemu dengan orang senegaranya yang tahu banyak tentang negeri Timur Jauh. Ketika Sorge akan mengatakan semua yang diketahui tentang Tiongkok, mereka menceritakan sejarah lama Jepang dan kebijakan luar negerinya. Secara signifikan, Sorge dapat membuat hubungan persahabatan dengan seorang atase militer di kedutaan, Letnan Kolonel Ott yang bahkan mengizinkan Sorge untuk melakukan perjalanan bersamanya dalam sebuah misi pencarian fakta di Mansyuria.

Sebagai mata-mata, Sorge telah mengatur pekerjaan sendiri dan hidupnya dengan sangat baik, tapi atasannya di Soviet memintanya untuk membuat jaringan mata-mata. Dia merekrut anggota. Kandidat yang pertama dan pasti adalah Ozaki Hotsumi. Teman lamanya dari Shanghai itu sekarang kembali ke Tokyo, dan masih menjadi jurnalis. Hotsumi tidak mengikuti keyakinan Sorge pada komunisme, tapi dia tidak senang dengan serangan yang dilakukan negaranya terhadap Mansyuria dan juga usaha-usaha agresif terhadap bagian Tiongkok lainnya, yang dilihatnya sebagai ancaman terhadap kedamaian dunia. Sama seperti Sorge, dia kenal banyak orang yang berguna dan berpengaruh.

Dalam tim itu juga ada seorang komunis Yugoslavia, namanya Branko Vukelic, yang bekerja sebagai teknisi fotografi dan jurnalis—dua hal yang berguna untuk menjadi mata-mata. Dia juga merekrut seorang Jepang-Amerika, Miyagi Yotoku, yang kembali ke Tokyo dari California, dan menjadi seniman yang hidup sederhana dengan menjual lukisannya. Yang terakhir, Max Klausen, seorang Jerman yang juga disertakan dalam tim. Dia sudah bekerja dengan Sorge sejak di Shanghai, dan akan menjadi operator radio, yang mengirimkan laporan langsung ke Uni Soviet.

Jaringan mata-mata ini memiliki kelemahan. Kebanyakan teman-teman yang bekerjasama dengan Sorge adalah orang asing. Bahkan Miyagi, yang dilahirkan sebagai orang Jepang, dibesarkan sebagai seorang Amerika, meskipun dia sering menemukan adat dan tingkah orang Jepang yang menimbulkan kekagumannya. Hotsumi sangat tidak ternilai harganya. Dia yang mengatur perekrutan informan di kalangan pemerintahan. Dengan pekerjaannya sebagai jurnalis dia menjadi konsultan khusus untuk Prince Konoye, perdana menteri Jepang. Selama bekerja dengan Konoye, dia mendapat akses untuk mengumpulkan informasi rahasia.

Sorge, pada gilirannya, diterima di Kedutaan Jerman hampir seperti seorang staf. Mereka memintanya untuk menulis laporan, dan memberinya kantor kecil tempat untuk bekerja sebagai sekretaris atase militer. Dengan privasi di dalam kantornya, dia dapat memotret dokumen-dokumen yang menarik untuk pihak Uni Soviet. Posisinya menjadi semakin kuat ketika temannya, Eugen Ott, diangkat menjadi duta besar Jerman. Dalam suatu kesempatan, Sorge membuat rencana kunjungan ke Hong Kong untuk mengirimkan setumpuk dokumen rahasia pada agen Soviet. Ketika Ott mengetahui dia akan pergi ke Hong kong, Ott memberikan dokumen rahasia yang sama untuk dibawa ke Kedutaan Jerman di sana. Sorge tidak percaya dengan keberuntungannya ini.

Menjadi mata-mata adalah permainan yang sulit dan berbahaya. Suatu saat, Sorge melakukan kecerobohan. Tidak lama setelah kembali dari Hong kong, dia mendapat undangan keluar pada suatu malam. Pengundangnya seorang pejabat penting Jerman di Tokyo, Prince Albert von Urbach. Dua orang ini pergi ke beberapa bar di kota itu. Pada pukul dua dini hari, Sorge sudah sangat mabuk dan ingin pulang. Dengan terburu-buru, dia menaiki sepeda motor yang bisa digunakannya berkeliling Tokyo dan melaju di tengah sepinya malam.

Tidak lama, dia sampai di sebuah tikungan; karena terlalu cepat, dia menabrak tembok di dekat Kedutaan Besar Amerika. Penjaga keamanan kedutaan segera berlari mendekat, dan melihat Sorge berdarah, dan tidak sadarkan diri. Mereka kemudian memanggil pihak kedutaan Jerman. Yang datang pertama kali adalah von Urbach. Sorge mulai sadar, dan dia teringat bahwa di sakunya ada beberapa dokumen yang dicuri dari Kedutaan Jerman. Dengan terbata-bata dia berkata, "Panggil Klausen ke sini". Untunglah von Ubach melakukan seperti yang diminta. Sorge memberikan dokumen itu pada Klausen dan kembali tak sadarkan diri.

Kecelakaan itu menimbulkan luka yang serius di kepalanya. Dia juga sulit menggerakkan beberapa otot di wajahnya. Akibatnya, ekspresi wajahnya tetap, tampak selalu seperti orang marah dan cemberut. Mirip topeng Jepang—begitu kata seorang teman.

Ketika berangsur-angsur sembuh, kehidupan Sorge sebagai mata-mata memasuki fase yang paling vital. Pada September 1999, Jerman menyerang Polandia—dan Perang Dunia II dimulai. Ini adalah berita penting bagi pemerintah Jepang sebagai sekutu Jerman.

Atasan Sorge merasa putus asa setelah mendengar informasi tentang rencana Jepang. Uni Soviet telah menandatangani pakta bersama dengan Jerman sebulan sebelum perang dimulai, dan semua pihak berjanji untuk tidak saling menyerang. Tapi pihak Soviet masih sangat curiga terhadap Jepang di perbatasan Mansyuria. Sorge memberikan jawaban yang menenangkan. Jepang, katanya pada mereka, tidak tertarik dengan Uni Soviet. Tujuan sebenarnya adalah untuk menguasai Tiongkok dan mencegah masuknya kekuasaan negara barat—Amerika, Inggris, Prancis, dan Belanda—yang memiliki angkatan perang dan koloni di Timur Jauh.

Tapi kemudian Sorge memberikan informasi penting lain yang sangat mengganggu. Dia melihat bahwa Jerman tidak berniat menjaga pakta perjanjian dengan pihak komunis. Hitler berencana menyerang dan mengirimkan tentaranya ke jantung Uni Soviet. Tinggal menunggu waktu yang tepat.

Berita itu sangat tidak menyenangkan, terutama untuk seseorang yang memiliki komitmen terhadap komunis seperti Sorge, tapi keadaan semakin buruk—pemegang otoritas di Moskwa tidak percaya padanya. Ini sangat menakutkan. Sorge mengumpulkan potongan-potongan bukti untuk mendukung klaimnya. Pada Mei 1941, dia punya bukti yang sangat meyakinkan—Jerman sudah menempatkan 19 divisi di perbatasan Soviet. Mereka berencana menyerang dalam bulan ini. Sorge bahkan memberikan tanggal pastinya pada Moskwa: 22 Juni. Tapi bagaimanapun, pimpinan mata-mata, dan terutama pimpinan Soviet, Joseph Stalin, segera menolak laporannya dan diberi tanda "informasi yang sangat diragukan dan menyesatkan".

Penyerangan terjadi tepat seperti yang diprediksikan. Ketika Sorge mendengar berita itu, bersama-sama dengan semua orang di dunia, dari koran dan laporan di radio, dia sangat bersedih dan menangis. Teman wanitanya yang berasal dari Jepang, Miyake, yang tidak mengetahui kalau dia adalah mata-mata, melihatnya menangis tersedu-sedu ketika sedang belajar. Dia bertanya kenapa Sorge begitu sedih.

Sorge yang merasa sangat lemah, berusaha menjawab dengan sejujurnya.

"Karena aku sendirian. Aku tidak punya teman sejati." katanya sedih.

"Tapi bukankah kau punya Duta Besar Ott dan teman teman dari Jerman lainnya?" kata wanita itu.

"Oh, tidak. Tidak. Mereka bukan teman sejati."

Wajahnya kembali murung dan mulai menangis lagi. Miyake menunggu dengan penuh harap, tapi Sorge tidak berkata-kata lagi. Wanita itu sangat mengenalnya, sehingga dia tidak menanyakan lebih lanjut.

Tapi ketika dia merasa sudah sangat terpuruk, Sorge berencana memberikan informasi terpenting sepanjang karirnya sebagai mata-mata. Jerman melakukan penyerangan terus menerus, divisi tentaranya terus mengalir ke Soviet dalam jumlah yang besar. Pasukan Soviet hampir putus asa menghadapi mereka. Tapi masih banyak pasukan Soviet yang bermarkas di Siberia, di perbatasan utara Soviet. Ini dikarenakan pemimpin Soviet yakin pasukan Jepang yang dekat dengan Mansyuria akan bergabung dengan sekutu Nazi dalam penyerangan ke Soviet. Sorge dan Hotsumi sekali lagi mencoba menghubungi sumber-sumber mereka untuk mencari bukti adanya rencana serangan tersebut.

Pada awal Oktober, Sorge mengirim laporan ke Moskwa. Jepang, katanya, tidak akan menyerang Soviet. Ini adalah berita paling baik yang mereka dengar sejak penyerangan Jerman. Ribuan pasukan digerakkan dari Siberia ke bagian barat negara itu untuk bertempur melawan Jerman. Keputusan ini menyelamatkan pihak Soviet dari kekalahan.

Tapi Sorge juga mengatakan pada Moskwa bahwa Jepang merencanakan sebuah langkah yang lebih berani. Jepang akan menyerang Angkatan Laut Amerika yang bermarkas di Pearl Harbor. Dia bahkan memberikan tanggalnya: 6 November—diubah sebulan lebih awal dari tanggal sebenarnya.

Ini adalah isyarat terakhir yang dikirim Sorge. Bulan sebelumnya, polisi rahasia Jepang telah menahan beberapa komunis Jepang, yang dicurigai menyusun rencana revolusi melawan pemerintah. Salah satu nama tersangka yang diumumkan adalah Miyagi Yotoku, yang ditangkap sekitar seminggu kemudian. Ini adalah operasi rutin, yang dilakukan hampir setiap saat untuk mendapatkan hasil yang besar. Miyagi berhasil ditangkap dan apartemennya digeledah.

Miyagi bukanlah orang yang tangguh. Dia berhasil melewati babak pertama interogasi yang penuh dengan penyiksaan tanpa mengeluarkan satu pun rahasia, tapi dia tahu dia takkan mampu bertahan. Hari berikutnya, ketika polisi sudah siap melakukan interogasi, dia melompat ke jendela. Sungguh malang nasib seluruh anggota jaringan mata-mata Sorge, niat Miyagi untuk bunuh diri terhalang oleh sebatang pohon, dia hanya mengalami patah tulang kaki. Hari berikutnya, dalam kesakitan yang amat sangat, bahkan ketika interogasi belum dimulai, Miyagi mengakui semuanya. Nama Hotsumi, Klausen, dan Sorge disebutkan sebagai teman temannya.

Bagi Dinas Polisi Rahasia Jepang, ini adalah masalah yang sulit. Sorge adalah teman seorang duta besar, orang yang terlalu penting untuk ditangkap. Hubungan Jerman-Jepang mungkin akan rusak, dan bagaimanapun ini adalah masa yang kritis bagi sejarah Jepang.

Sorge dan Klausen diabaikan, tapi penangkapan terhadap Hotsumi tetap dilangsungkan. Dia ditangkap dan disiksa. Hotsumi juga menyerah; dia menyangkutkan nama Sorge, Klausen, dan seorang Yugoslavia:Vukelic.

Sorge sangat menyadari sesuatu sedang terjadi. Dia tak dapat menghubungi Miyagi atau Hotsumi untuk beberapa hari, dan mengkhawatirkan hal buruk akan terjadi. Dia menemui Klausen dan Vukelic untuk memperingatkan mereka, tapi mereka memutuskan untuk tetap tinggal. Apakah kesukses sebelumnya membuat mereka sangat arogan dan berpikir akan berhasil juga kali ini? Atau mungkin mereka sudah menyerah pada nasib? 

Sorge menjalankan bisnisnya seperti biasa. Dia tetap menemui Duta Besar Ott, tetap mengerjakan artikel surat kabarnya, dan tetap minum di bar-bar di Tokyo pada malam hari. Tapi ketegangan yang dirasakan mempengaruhi kesehatan mentalnya, yang terlihat dari keadaan rumahnya yang sangat berantakan, sehingga terlihat seperti baru saja dirampok. Tumpahan whisky di lantai membuat ruangan itu berbau seperti sarang pemabuk yang kotor.

Suatu malam, setelah Sorge menghabiskan waktunya di kota, dia ditangkap. Sekitar pukul lima pagi, Sorge tiba di rumah dengan mobil Kedutaan Besar Jerman, sementara sepasukan polisi rahasia Jepang mengawasinya. Mobil kedutaan meninggalkannya, Sorge masuk, dan tidak lama kemudian polisi mendobrak pintu rumahnya. Sorge ditahan dalam pakaian tidur, dan segelas whisky di tangannya. Klausen dan Vukelic dijemput pagi itu juga. Ketiga orang itu meninggalkan bukti-bukti penting dari aktivitas mereka sebagai mata-mata di sekitar rumah, yang membuat semua penyangkalan mereka sia-sia.

Teman-temannya dari Jepang dan Jerman tidak percaya dengan yang sedang terjadi. Sorge sendiri juga mencoba untuk memutar cerita pada interogatornya dengan mengatakan dia adalah double agent yang berpura-pura menjadi mata-mata Soviet, sementara sebenarnya dia menjadi mata-mata untuk Jerman. Tapi setelah enam hari disiksa, Sorge mengakui semuanya. Selanjutnya pengadilan rahasia untuk semua anggota jaringan mata-mata Sorge dilangsungkan. Klausen dan Vukelic dijatuhi hukuman seumur hidup. Sorge dan Hotsumi dijatuhi hukuman mati. Ini adalah pertama kalinya pengadilan Jepang menjatuhkan hukuman pada orang-orang Eropa.

Setelah disidang, Sorge harus menjalani masa pembuangan. Selama beberapa tahun dia berada di penjara Sugamo, menghabiskan waktunya dengan menulis surat pengakuan sebanyak 50.000 kata. Kemudian, pada 7 November 1944, hampir tiga tahun setelah hukuman mati dijatuhkan, Sorge dan Hotsumi dikirim ke tiang gantungan. Tanggal yang dipilih bertujuan untuk mengejek Moskwa, yaitu pada peringatan 27 tahun revolusi Rusia.

 

Kelanjutannya

Sorge dikubur di sebuah makam tanpa nama, tapi wanita Jepang temannya, Miyake Hanako, mengambil jenazahnya dan menguburkan di samping makam sahabatnya, Ozaki Hotsumi. Miyake tetap setia pada Sorge, dan bahkan memiliki cincin yang dibuat dari gigi emas yang diambilnya dari tengkorak Sorge.

Pihak Soviet tetap menjaga rahasia Sorge dan juga kesuksesan misi spionasenya selama lebih dari 20 tahun. Kemudian, tahun 1964, dia diberi gelar 'pahlawan Uni Soviet'. Sebuah jalan di Moskwa diberi nama sesuai namanya dan wajahnya bahkan dicetak dalam prangko. Buku-buku dan artikel tentang kariernya diterbitkan. Dua dekade setelah kematiannya, dia diakui sebagai mata-mata ulung, dan tidak ada orang yang meragukannya.

 

---

Nukilan dari buku:

TRUE SPY STORIES

Kisah Nyata Mata-Mata Dunia

Oleh Paul Dowswell & Fergus Fleming

" ["url"]=> string(75) "https://plus.intisari.grid.id/read/553246688/terlahir-untuk-kehidupan-ganda" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1650818731000) } } }