array(1) {
  [0]=>
  object(stdClass)#49 (6) {
    ["_index"]=>
    string(7) "article"
    ["_type"]=>
    string(4) "data"
    ["_id"]=>
    string(7) "3304235"
    ["_score"]=>
    NULL
    ["_source"]=>
    object(stdClass)#50 (9) {
      ["thumb_url"]=>
      string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2022/06/03/lukisan-rembrandt-digondol-malin-20220603020220.jpg"
      ["author"]=>
      array(1) {
        [0]=>
        object(stdClass)#51 (7) {
          ["twitter"]=>
          string(0) ""
          ["profile"]=>
          string(0) ""
          ["facebook"]=>
          string(0) ""
          ["name"]=>
          string(13) "Intisari Plus"
          ["photo"]=>
          string(0) ""
          ["id"]=>
          int(9347)
          ["email"]=>
          string(22) "plusintisari@gmail.com"
        }
      }
      ["description"]=>
      string(130) "Sebuah beling kaca berserakan dari jendela, dua lukisan paling bernilai milik museum hilang, hingga menyajikan misteri pencurian.
"
      ["section"]=>
      object(stdClass)#52 (7) {
        ["parent"]=>
        NULL
        ["name"]=>
        string(8) "Kriminal"
        ["description"]=>
        string(0) ""
        ["alias"]=>
        string(5) "crime"
        ["id"]=>
        int(1369)
        ["keyword"]=>
        string(0) ""
        ["title"]=>
        string(24) "Intisari Plus - Kriminal"
      }
      ["photo_url"]=>
      string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2022/06/03/lukisan-rembrandt-digondol-malin-20220603020220.jpg"
      ["title"]=>
      string(33) "Lukisan Rembrandt Digondol Maling"
      ["published_date"]=>
      string(19) "2022-06-03 14:02:54"
      ["content"]=>
      string(37427) "

Intisari Plus - Sore yang dingin di mana angin bertiup tak seperti biasanya, agaknya ada yang aneh. Sebuah beling kaca berserakan dari jendela, membuat daun dan angin masuk ke dalam ruang musim. Benar saja, dua lukisan paling bernilai milik museum hilang, hingga menyajikan misteri pencurian.

-------------------------

Tanggal 21 Desember 1971 sore satpam bernama Jackie Joubert bertugas mengunci pintu-pintu museum kota tua Prancis yang terletak di tepi S. Loure itu. Keesokan paginya Joubert juga yang bertugas melakukan pengecekan rutin sebelum museum dibuka untuk umum. 

 Mula-mula ia pergi ke Salle Hollandaise, Ruang Belanda, yang berisi lukisan para pelukis Belanda. Begitu pintu dibukanya, angin dingin menerpa wajahnya. Joubert terkejut. 

Angin itu tidak bisa datang dari tempat lain, kecuali dari jendela satu-satunya yang ada di ruang itu, jendela yang selalu terkunci dan yang letaknya kira-kira 4 m dari tanah. Joubert segera masuk. Dilihatnya kedua daun jendela terpentang. 

Tiap daun jendela mempunyai dua belas kaca. Salah satu kaca itu pecah dan pecahannya berserakan di lantai. Di antara beling-beling itu ada batu. Joubert menengok ke dinding. Dilihatnya ada dua bidang yang kosong. Museum kemalingan! 

Madame Marie Noelle Pinot de Villechenon, kurator museum itu menjadi lemas. Soalnya, yang lenyap itu justru lukisan mereka yang terbaik, yaitu Pemandangan Laut karya van Goyen yang dibuat pada abad XVII dan Pelarian ke Mesir buatan Rembrandt.

Lima menit kemudian, pada pukul 09.20, telepon kantor polisi pusat di Tours berdering. Penyambut telepon segera mencari Komisaris Polisi Roger Millet. Dengan tenang dan jelas, Mme Pinot menjelaskan kepada Millet apa yang terjadi. Sebentar polisi mereka sudah berhasil merekonstruksikan bagaimana pencurian dilakukan. 

Menurut para pekerja bangunan yang sedang memugar katedral di seberang museum, sebuah tangga kayu yang mereka pakai ternyata pindah tempat. Polisi mendapatkan kaki tangga itu dinodai oleh bahan yang terdapat di bawah jendela museum. 

Mereka menduga, maling mempergunakan tangga itu untuk mencapai jendela lalu sebuah kaca dipukul sampai pecah dengan batu. Maling itu memasukkan tangannya lewat lubang pada jendela untuk membuka kaitan jendela. 

Millet cepat-cepat kembali ke kantomya. Yang perlu ia lakukan sekarang ialah berusaha memperoleh kembali lukisan-lukisan yang dicuri itu sebelum si maling sempat membawanya ke tempat lain. Detail mengenai pencurian itu urusan belakangan. 

Millet menghubungi bukan hanya kantor walikota dan markas besar polisi nasional serta pabean nasional, tetapi juga organisasi museum-museum Prancis dan markas besar Interpol di Paris, selain pelbagai individu. 

Keesokan harinya dua orang polisi berpengalaman dari Orleans, Inspektur Hubert Boisseau dan Pierre Malahude, datang untuk bergabung dengan Millet dkk, yang bekerja 24 jam. 

Lukisan Rembrandt merupakan kebanggaan Kota Tours. Mereka ingin lukisan itu kembali dan pencurinya dihukum. Cuma saja mereka kehilangan jejak. Tidak ada sidik jari, sidik sepatu, secarik kain, atau bahkan seutas benang pun ditinggalkan si maling. 

Buku tamu pada hotel-hotel diperiksa dengan saksama, tetapi nama-nama yang dimasukkan ke komputer polisi tidak satu pun yang termasuk dalam daftar hitam polisi ataupun mempunyai hubungan dengan dunia hitam. 

Diam-diam polisi menyelidiki latar belakang para karyawan museum dan bahkan para pekerja yang sedang memugar katedral serta gedung-gedung berdekatan. Semua hasilnya negatif. 

Selama sebulan polisi-polisi berpakaian preman keluar-masuk bar dan kafe untuk pasang kuping. Siapa tahu terbetik keterangan yang bisa mengantarkan mereka kepada si pencuri. Hasilnya nihil. Pencuri (atau mungkin pencuri-pencuri) lenyap tanpa bekas.

 

Ditelepon "pengacara" 

Bulan Februari 1972, Inspektur Charles Pontramon dari Kepolisian Nasional Prancis di rue de Saussaies, Paris, membaca sebuah telegram yang disampaikan oleh Interpol Prancis, yang berkantor di gedung yang sama. Telegram itu asalnya dari Interpol Wiesbaden, Jerman. 

Bunyinya kira-kira: "Menurut informasi rahasia dari kepolisian Berlin, dua lukisan yang dicuri bulan Desember 1971, yaitu Pelarian ke Mesir oleh Rembrandt dan Pemandangan Laut oleh Van Gogh berada di Berlin selama beberapa hari untuk dijual ke Amerika Selatan. Jika Anda mempunyai keterangan perihal pencurian itu, harap kirim pada kami." 

Cepat-cepat dihubungkannya Millet untuk mengetahui perkembangan terakhir, lalu dibalasnya telegram dari Jerman itu. Bunyi balasannya kira-kira: "Pelarian ke Mesir karya Rembrandt dan Pemandangan Laut karya van Go- yen (bukan Van Gogh) dicuri dari Museum Tours pada malam antara tanggal 21 dan 22 Desember. 

Lukisan itu lenyap bersama bingkainya. Foto-foto lukisan itu akan dikirim kepada Anda. Kalau ditemukan, tolong tahan orang-orang yang membawa lukisan itu. Beri informasi cepat, supaya bisa memperoleh surat perintah penahanan internasional. Kalau sudah dilakukan, polisi Prancis akan datang ke Paris." 

Yang berhasil mencium bau kehadiran lukisan curian itu sebetulnya bukan Interpol, tetapi polisi Berlin bagian anti pencurian. Kawat dari Pontramon pun disampaikan oleh Interpol Jerman kepada Komisaris Kepala Hans Deter dari Berlin Barat. 

Sebelas hari sebelumnya Deter ditelepon oleh orang tidak dikenal. 

"Saya pengacara di Berlin Barat," kata orang itu. "Saya mewakili seorang klien yang karena sebab-sebab tertentu ingin namanya dirahasiakan saat ini. Klien saya itu ditawari lukisan buatan Rembrandt seharga DM 100.000.”

“Menurut klien saya itu, masih ada lukisan lain yang akan dijual, yaitu buatan van Goyen. Kalau kedua lukisan itu jadi dijual, keduanya akan dibawa ke Amerika Selatan. Klien saya yakin lukisan-lukisan itu dicuri dari Amsterdam, la ingin tahu apakah ada imbalannya bagi pemberi keterangan yang memungkinkan lukisan itu ditemukan kembali." 

Deter menjawab, ia akan mencari tahu dan meminta penelepon untuk menelepon kembali nanti. 

Komisaris Kepala Deter merasa curiga. Orang yang mengaku pengacara itu tidak mau memberi tahu identitasnya. Ini sama saja minta tebusan DM 100.000 dengan mengancam lukisan itu akan dibawa ke Amerika Selatan. 

Ia curiga jangan-jangan penelepon itu sekongkol dengan seseorang yang mengetahui keterangan mengenai lukisan itu atau bahkan mereka memiliki lukisan-lukisan curian itu. 

Namun saat itu Deter tidak tahu bahwa ada lukisan Rembrandt yang dicuri, karena tidak dikabarkan ke mana-mana. Untuk mengeceknya, Deter menelepon Interpol Wiesbaden, yang lalu menghubungi Interpol Paris dan kini Deter mendapat keterangan yang membenarkan. 

Penelepon gelap yang menghubungi Deter sebelas hari yang lalu ternyata tidak pernah menelepon lagi. Kalau penelepon itu tahu mestinya ada orang lain yang tahu juga. Jadi diutusnya bawahan-bawahannya untuk turun ke bar dan tempat-tempat biasanya para maling bertemu. Polisi datang berpakaian preman.

 

"Saya sakit jiwa" 

Beberapa hari kemudian seorang bawahannya melapor bahwa ada orang yang perlu dicurigai. Namanya Karel Whitman, berkewarganegaraan Cekoslowakia. Nama itu dicari pada daftar hitam polisi Berlin. Ternyata tahun 1970 ia pernah mencuri, tapi cuma pencurian kecil. Namun Pontramon dikabari juga. Kawat dari Deter tiba tanggal 22 Februari. 

Diketahui Whitman itu mempunyai pacar yang bernama Anne-Marie Frank, gadis Prancis. Deter mengirim kawat kepada Interpol Paris, meminta keterangan mengenai Anne-Marie. 

Polisi nasional Prancis pun melakukan penyelidikan untuk mengetahui siapa itu Karel Whitman dan Anne Marie. Frank Deter menerima jawaban lewat Interpol Paris. Isinya menjelaskan bahwa mereka tidak bisa menemukan Karel Whitman di Prancis. 

Pemuda itu diketahui lahir di Praha tanggal 14 Februari 1949. Anne-Marie Frank lahir tanggal 12 September 1944 di Parthenay Indre. Ayahnya, Victor, sudah meninggal, sedangkan ibunya bernama Marie Lavalle. Kini Anne-Marie mengajar dan tinggal pada keluarga Gormann di Schillerstrasse 12, Berlin. 

Polisi Prancis hanya berhasil menemui ibu Anne-Marie. Menurut ibunya itu, Anne-Marie memang kenal pemuda bernama Karel Whitman. Dalam surat kepada ibunya yang bertanggal 13 Maret 1972, Anne-Marie bercerita bahwa Karel singgah di Berlin. 

Anne-Marie Frank sendiri sudah meninggalkan Parthenay pada bulan November 1971. Tampaknya ia ke Amsterdam dulu sebelum kembali mengajar di rumah keluarga Gormann di Berlin. Polisi Prancis dalam kawat itu juga memberi tahu bahwa mereka mengirim foto Anne-Marie lewat pos. Foto itu sudah beberapa tahun umurnya, tetapi Anne-Marie masih sama rupanya. 

Selain itu polisi Prancis juga menyertakan keterangan dalam kawatnya bahwa lukisan-lukisan yang dicuri dari Museum Tours itu tidak diasuransikan dan penemunya tidak akan diberi hadiah. 

Pelarian ke Mesir pernah diasuransikan sebesar F 600.000 ketika dibawa ke luar dari museum untuk suatu pameran, namun nilainya pasti jauh lebih tinggi dari itu. Lukisan Pemandangan Laut buatan van Goyen jauh lebih rendah nilainya. 

Polisi Prancis meminta keterangan dari Deter perihal semua yang diketahui Deter mengenai Whitman. Sebenarnya, sebelum kawat dari polisi Prancis itu tiba, sudah terjadi suatu peristiwa yang membuat polisi Berlin berurusan dengan Whitman. 

Seorang penghuni Hotel-Pension Juno di Niebuhstrasse menelepon polisi menjelang dini hari, karena merasa terganggu oleh keributan di kamar tetangganya di hotel yang suram itu. 

Ternyata keributan itu ditimbulkan oleh seorang pemuda bernama Karel Whitman yang bertengkar dengan seorang pelacur. Whitman dibawa ke kantor polisi. Ia diinterogasi. Bukan untuk keributan yang ditimbulkannya dengan wantia penghibur itu, melainkan untuk pencurian lukisan Rembrandt. 

Mula-mula Whitman menyangkal pernah pergi ke Tours. "Kalaupun pernah, mungkin saya lupa," katanya. "Saya sakit jiwa akibat kecelakaan di masa kecil, sehingga harus dirawat di rumah sakit jiwa." 

Interogasi dilakukan sepanjang hari. Menjelang sore, ceritanya berubah. "Betul, saya mempunyai teman perempuan di Tours," katanya hati-hati. "Mungkin Anda benar juga bahwa saya mengunjungi dia di Tours." 

Betulkah keterangan orang-orang bahwa ia menyombongkan diri sebagai pencuri lukisan Rembrandt di Tours? Whitman mengangkat bahu. "Mungkin saya mendengar orang bercerita berulang-ulang tentang hal itu, lalu ketika mabuk saya berbicara ngaco. Saya benar-benar tidak tahu-menahu perihal lukisan itu." 

Prancis tidak punya alasan untuk menuntut Karel Whitman. Karena orang tidak boleh ditahan lebih dari 24 jam tanpa tuntutan, Deter melepaskan Karel Whitman tanggal 28 Februari pagi. Setelah itu Whitman lenyap.

 

Polisi mencari pembual 

Sejak musim panas tahun 1972, seorang pelayan kafe dan seorang temannya selalu tampak minum bir sampai mabuk di sebuah kafe di Heidelberg. Teman pelayan kafe itu namanya Von Arndt. 

Von Arndt itu pernah berulang-ulang mencuri, tetapi ia cuma maling kelas teri. Kalau sudah mabuk, ia tidak henti-hentinya mengoceh, membualkan kepandaiannya mencuri. "Kalau kau bisa menjual lukisan Rembrandt, baru namanya jagoan," kata temannya. 

Ternyata Von Arndt tidak menganggap tantangan itu sebagai gurauan. Beberapa hari kemudian ia muncul di kamar sewaan pelayan kafe itu, membawa seorang lain yang diperkenalkannya sebagai Fritz. 

"Anda betul-betul mempunyai Rembrandt?" tanya Fritz. 

"Tidak di sini, harus menunggu beberapa waktu untuk mengambilnya," jawab pelayan kafe itu. 

Fritz mendesak. Katanya, ia punya teman seorang Swis, yang sudah menemukan seorang pembeli. 

"Baiklah, nanti saya usahakan," jawab pelayan kafe itu. Ketika itu akhir musim gugur 1972, hampir setahun setelah lukisan itu dicuri. 

Si pelayan kafe itu menelepon ke Berlin. 

"Karel, lukisan itu sudah tidak ada lagi pada saya," jawab pria yang dihubunginya, "untuk memperolehnya, saya perlu waktu sedikitnya tiga minggu." Karel Whitman jadi lemas. Jangan-jangan orang itu sudah menjual lukisan tersebut dan tidak mau mengembalikannya kepadanya. la memutuskan untuk meninggalkan Heidelberg. 

Tanggal 22 November ia pergi ke Berlin, tetapi ditangkap di Bandara Tempelhof di kota itu. Mengapa ia ditangkap dan siapa yang memberi tahu polisi? 

Ketika itu di Heidelberg terjadi serentetan pencurian lukisan di museum dan gereja. Jadi polisi memasang mata-mata di pelbagai rumah minum dan tempat-tempat yang banyak didatangi maling. Kalau ada orang yang membual soal pencurian lukisan, namanya dicatat dan ia harus diselidiki. 

Mata-mata polisi ternyata bukan mendapat keterangan mengenai pencurian lukisan di Heidelberg, melainkan mengenai Karel Whitman memiliki Rembrandt yang nilainya jauh lebih tinggi! 

Komisaris Kepala Hans Deter merasa senang berhasil menemukan kembali Karel Whitman yang ia duga keras mempunyai hubungan dengan pencurian lukisan di Museum Tours. 

Interpol Wiesbaden mengirim telegram pada Interpol Paris. Pihak Jerman menjelaskan bahwa Pelarian ke Mesir buatan Rembrandt yang dicuri di Tours ditawarkan di Heidelberg. Seorang warga negara Cekoslowakia, Karel Whitman, ditahan November itu di Berlin. Namun lukisan yang dimaksud belum ditemukan. 

Mereka minta uang antara DM 5.000 - 6.000 untuk informan, supaya penyelidikan bisa dilanjutkan. Harap museum menyediakan jumlah tersebut dengan cepat. Kalau tidak, kemungkinan besar lukisan tidak bisa kembali. Sebelum Interpol Paris bisa menjawab, terjadi peristiwa yang tidak terduga-duga.

 

Wanita bermantel kuning ingin bertemu 

Tanggal 28 November 1972, hari Selasa, bel berbunyi di sebuah ruang pameran Museum Tours. Ketika itu pukul 09.15. Lewat telepon intern, Mme Pinot, kurator museum itu, dipanggil agar menerima panggilan telepon di kantornya. 

"Allo," sahutnya. Dari ujung sana kedengaran suara wanita, tetapi tidak jelas dan suaranya seperti terganggu. Kemudian hubungan putus. 

Keesokan harinya, lewat tengah hari, Mme Pinot ditelepon orang lagi. Sekali ini suaranya jelas. 

"Mme Pinot? Saya mempunyai masalah penting yang ingin dibicarakan dengan Anda." Wanita itu berbahasa Prands dengan lancar, tetapi aksen asingnya jelas. Mme Pinot hampir yakin aksen itu aksen Jerman.  

"Saya kenal seorang yang bisa memperoleh beberapa lukisan yang pasti akan menarik Anda. Sudah ada orang di AS yang bersedia membayar DM 100.000 untuk lukisan-lukisan itu. Namun karena alasan sentimental, kenalan saya lebih suka kalau lukisan-lukisan itu kembali ke Tours…”

Penelepon menawarkan pertemuan di Saarbriicken, Jerman, untuk merundingkan hal itu. la berjanji akan menelepon lagi keesokan paginya dengan memberi detail.

Mme Pinot segera melapor pada polisi setempat. Pontramon di Paris dan Inspektur Gertou dari Orleans cepat-cepat diberi tahu. Mme Pinot menyatakan museum tidak mempunyai uang sebanyak tebusan yang diminta dan asuransi tidak meliputi pencurian. Dari mana ia bisa memperoleh uang sebanyak itu? 

Keesokan paginya, pukul 08.15, Inspektur Gertou dan dua polisi lain sudah hadir di kantor Mme Pinot. Dengan tegang keempatnya menunggu. Pukul 09.15 wanita yang sama menelepon lagi. 

"Anda sudah mempertimbangkan apa yang saya katakan kemarin?" 

"Oui," jawab Mme Pinot. Lalu ia memberi jawaban yang sudah diatur polisi. 

"Bagus," kata wanita itu. 

"Saya mengusulkan agar kita bertemu di lantai dua restoran di stasiun kereta api Saarbriicken, Sabtu, tanggal 2 Desember ini, pukul 17.00. Supaya Anda bisa mengenali saya, inilah ciri-cirinya: saya berumur 35 tahun, bertubuh kecil, berambut coklat, dan akan memakai mantel kuning. Supaya tidak terjadi kekeliruan, saya juga akan membawa koran Prancis L'Aube." 

"L'Aube?" Mme Pinot menyela. "Saya tidak kenal koran Prancis yang namanya L'Aube. Apa bukan L'Aurore?" 

Wanita itu berdiam diri, mungkin bingung. Kemudian ia berkata, "Ya, saya akan membawa L'Aurore. Sampai Sabtu." Pembicaraan diputuskan.

 

Terburu nafsu 

Hari itu juga, dengan berbekal surat kuasa untuk melakukan penyelidikan di negara asing, Inspektur Gertou yang mewakili polisi setempat dan Charles Pontramon yang mewakili polisi nasional Prancis, terbang ke Jerman. 

Tanggal 2 Desember 1972, Stasiun Saarbriicken di perbatasan Prancis - Jerman kelihatan lebih sibuk dari biasanya. Kuli angkut dan petugas kebersihan lebih banyak dari biasa. Restoran di lantai dua juga mendapat tambahan pelayan. 

Orang yang berangkat juga kelihatan lebih banyak dari biasa. Mobil yang diparkir di halaman stasiun pun lebih dari sehari-hari. Di mulut-mulut jalan pun ada mobil parkir. Di antara sopir taksi itu sebenarnya didapati sopir gadungan. Mereka dan karyawan yang pada hari-hari lain tidak ada sebenarnya polisi. 

Inspektur Gertou dan Pontramon menunggu di sebuah pikup tertutup di seberang gerbong stasiun sambil mendengarkan laporan dari para polisi yang menyamar itu. Menjelang tengah hari datang Inspektur Frederick Vogel, detektif senior dari kepolisian Saarbriicken. Yang tidak ada malah Mme Pinot, yang dianjurkan tetap tinggal di Tours. 

Pukul 17.00, kereta api ekspres dari Mainz tiba sesuai dengan jadwal. Semua siaga. Namun wanita bermantel kuning tidak muncul. Kereta pukul 17.23 datang dari Frankfurt menuju Paris tiba. Wanita bermantel kuning tidak ada juga. 

Pukul 17.30 pelayan kios koran didatangi seorang wanita bermantel kulit warna coklat. 

"L'Aurore, s'il vous-plait (Saya minta L'Aurore)," kata wanita itu dengan aksen Jerman yang kentara. Pelayan bermaksud mengambil L'Aurore, tetapi ia mendapatkan semua Koran L'Aurore sudah habis terjual. Ia minta maaf dan wanita itu membeli koran lain, lalu pergi. 

Sebelumnya, wanita pelayan kios sudah mendapat penjelasan dari polisi mengenai apa yang harus ia lakukan. Jadi sekarang cepat-cepat ia bermaksud melapor. Ia mendekati seorang pria yang ia yakin polisi berpakaian preman, yang mesti ia hubungi kalau ada apa-apa. 

Cepat-cepat ia ceritakan perihal wanita bermantel coklat yang ingin membeli Koran L'Aurore itu, tidak peduli si wanita mengawasinya. Pria yang diajaknya bicara mendengarkan dengan serius dan simpatik. Lalu ia mendekati wanita bermantel coklat itu. Bersama-sama keduanya bergegas ke luar dari stasiun. Di halaman depan mereka berpisah. 

Wanita penjaga kios rupanya menceritakan pengalamannya kepada pria berpakaian preman lain. Sekali ini orang yang diajaknya bicara itu benar polisi. Cepat-cepat kedua orang yang meninggalkan stasiun itu dikejar. 

Si wanita sudah lenyap. Si pria sementara masih berdiri di halaman depan, mungkin untuk memeriksa apakah ia diikuti atau tidak. Polisi mengikutinya. Pria itu naik ke sebuah VW Combi, lalu meluncur menuju kota yang berdekatan, Kirkel. Sekali ini pun polisi tidak mampu membuntutinya terus.

Tuan Garten menjadi calo 

Pukul 18.40 telepon di markas besar polisi Saarbrucken berdering. Polisi yang menerima panggilan telepon itu kelihatan tertegun, lalu cepat-cepat menyampaikan telepon kepada Inspektur Vogel. 

Penelepon itu berbahasa Jerman. Ia mengaku bernama Garten. "Istri saya dan sayalah yang mengatur pertemuan di stasiun," katanya. Ia tahu Vogel dan anak buahnya berada di stasiun. Katanya, ada kesalahan dalam perjanjian dengan Mme Pinot. 

Pertemuan tidak mungkin dilakukan pukul 17.00, sebab kereta api dari Paris baru datang pukul 17.51. Tadinya ia bermaksud menghubungi polisi pada tanggal 3 Desember, yaitu setelah pertemuan dengan Mme Pinot terlaksana. Kini ia ingin mengadakan perjanjian untuk bertemu dengan polisi. 

Inspektur Vogel mengusulkan agar Garten bertemu dengan polisi malam itu juga. Dengan ragu-ragu Garten menyetujui usul itu. Ia memilih tempat pertemuan yaitu di pelataran parkir yang letaknya katanya cuma kira-kira 1,5 km dari rumahnya di Kirkel. 

Sejam kemudian mobil gerbong polisi tiba di tempat parkir itu. Vogel turun. Dilihatnya di kegelapan ada seorang pria mengisap rokok, Herr (Tuan) Garten. 

Garten mengaku bekerja sebagai penjual. Katanya, ia melihat lukisan buatan Rembrandt yang dimaksud di rumah seorang temannya di Essen. 

Karena pernah membaca di koran perihal pencurian lukisan di Tours, ia tahu sejarah lukisan itu, katanya, karena suatu alasan yang tidak bisa dijelaskan, ia terpaksa menjualkan lukisan itu. Di stasiun ia menjadi curiga, ketika wanita penjaga kios bertanya apakah ia polisi dan memberi tahu perihal apa yang terjadi. 

Menurut Garten, ia yakin bisa mengatur pengembalian lukisan itu, tetapi tidak mungkin sebelum tanggal 6 Desember. Namun, orang-orang yang menyuruh menjualkan lukisan itu menginginkan uang DM 100.000. Ia sendiri merasa berhak mendapat bagian. 

Vogel tertawa. Kita bereskan satu per satu dulu, mein Herr," katanya. "Mula-mula Anda harus membantu kami membicarakan yang lainnya." Garten berpikir sebentar, lalu mengangguk. 

Keesokan harinya Garten melaporkan kepada Vogel bahwa ia sudah menelepon temannya di Berlin. Kepada temannya itu ia berkata sudah berhasil menemukan pembeli Rembrandt yang bersedia membayar DM 100.000. 

Ia mengusulkan untuk mengadakan pertemuan di Bandara Tempelhof pada hari Sabtu, tanggal 9 Desember, yaitu saat yang dipilihnya untuk menyelesaikan transaksi. Temannya senang dan akan berada di Tempelhof pada saat yang ditentukan. 

Begitu pembicaraan telepon itu selesai, Vogel menghubungi Inspektur Kepala Siegfried Rupp, seorang detektif di Bagian Penyidikan Kejahatan Federal di Wiesbaden. Rupp ahli pencurian barang seni dan sudah mengikuti kasus Rembrandt itu sejak mendapat kabar dari Deter sepuluh bulan sebelumnya. 

Rupp menyatakan akan mengumpulkan DM 100.000 untuk dibawa ke tempat Vogel di Saarbriicken. Sekali ini mereka tidak boleh melakukan ketololan lagi.  

Tanggal 8 Desember, Inspektur Rupp, Garten, si calo, dan Inspektur Vogel terbang ke Berlin. Deter menjemput mereka di bandara, lalu tiga polisi itu berunding perihal rencana operasi keesokan harinya.

Ditukar dengan uang sekantung plastik 

Tanggal 9 Desember sore itu Bandara Tempelhof dijaga ketat oleh polisi berpakaian preman. Para detektif sudah dibekali foto Garten. Tiap lorong, tiap ruang, dan bahkan di tiap tingkat pelataran parkir serta tiap jalan yang berhubungan dengan bandara itu diamati oleh polisi. 

Selain Rupp, hadir pula Pontramon dan Gertou dari kepolisian Prancis di tempat tersembunyi. Semua merasa tegang. Deter keluar keringat, walaupun udara dingin. 

Kemudian kejadian yang ditunggu-tunggu tiba juga. Garten muncul bersama Vogel, yang menyamar sebagai pembeli. Di bangsal utama mereka tampak ragu-ragu. Seorang pria mendekati mereka. Peristiwa ini segera disampaikan kepada semua polisi yang berada di dalam dan di luar gedung lewat radio. 

Kelihatan Garten memperkenalkan calon pembeli dengan pria yang datang mendekati itu. Keduanya bersalaman, lalu mereka bertiga bergegas ke luar untuk menaiki VW kuning, yang diparkir di pelataran di sebelah bandara. 

VW bergerak maju. Kemudi dipegang oleh si orang tak dikenal. Calon pembeli berada di sebelahnya, sedangkan Garten di belakang. Mereka diikuti tujuh mobil polisi. Ada yang berupa mobil sedan, ada yang mobil gerbong, tetapi semuanya berpenampilan preman, padahal isinya polisi bersenjata. 

Kira-kira 1 km dari bandara, VW itu menepi. Penumpangnya mengeluarkan gulungan kertas berwarna coklat. Vogel pergi ke tempat terang untuk memeriksa dengan saksama. Tidak salah lagi, ini barang asli. Vogel sudah seminggu lamanya mempelajari reproduksi lukisan itu di bawah bimbingan Rupp. 

"Bagus," katanya. "Saya puas." Vogel menyerahkan sebuah kantung plastik penuh uang kepada pengemudi VW. "Seratus ribu mark," katanya. 

"Setuju?" "Setuju," jawab si pengemudi. "Terima kasih." 

Vogel keluar dari mobil membawa lukisan itu. Garten pindah ke tempat duduk di sebelah pengemudi. Vogel mengangkat topinya. Itu isyarat untuk para polisi yang membuntuti mereka. 

Tiba-tiba saja orang-orang yang lalu-lalang dipekakkan oleh bunyi raungan sirine. Tujuh mobil polisi mengepung VW. Mereka berhenti dengan bunyi denyit ban yang nyaring. Pintu-pintu kendaraan terbuka dan sejumlah detektif bersenjata maju. Penjual lukisan ternganga. la tidak sempat berusaha melarikan diri. Klaus Leo Gormann tertangkap basah.

 

Di bawah pakaian kotor 

Whitman diinterogasi. la menyangkal mengenal Gorman dan katanya, tidak tahu-menahu peruhal lukisan yang ditemukan. 

Tengah malam Whitman diajak ke markas besar polisi. Di tengah jalan Rupp berhenti untuk membeli sejumlah koran. Tanpa berkata apa-apa, tumpukan koran itu ia taruh di pangkuan Whitman. Headline hari ini ialah mengenai penangkapan Gormann. Setelah membaca sebentar, Whitman menggeleng-gelengkan kepala, lalu ia nyerocos membukakan rahasianya. 

Karel Whitman mengaku sebagai penyair. Setelah mengembara ke mana-mana dari negaranya, ia hidup di sebuah komune di Berlin. Pada suatu hari di bulan April 1970, jadi tak lama setelah ia tiba di Berlin, ke komune itu datang seorang gadis Prancis bernama Anne-Marie Frank. 

Ia naif dan jenis wanita yang setia. Mereka jatuh cinta. Namun mereka tidak bisa hidup hanya dari mimpi. Jadi Anne-Marie yang datang ke Jerman untuk belajar menjadi guru bahasa Jerman itu pun mencari pekerjaan. 

Ia diterima bekerja di rumah Klaus Leo Gormann, yang mengaku sebagai musikus dan pemahat. Anne-Marie mengajar bahasa Prancis kepada anak-anak Gormann. 

Kemudian Whitman merasa Berlin membosankan. Jadi bersama Anne-Marie ia keluyuran di Eropa. Awal Desember 1971, Anne-Marie mengajak pacarnya (mereka sudah hidup bersama) ke Tours, Prancis, ke tempat tinggal kakaknya, Monique. 

Pasangan itu tinggal di hotel murah, Hotel Zola. Menurut catatan Karim Moonjay, manajer hotel yang jorok itu, mereka mulai menginap di sana tanggal 16 Desember. Hotel itu dekat dengan katedral dan di seberang katedral itu ada gedung megah yang dulu menjadi tempat kediaman uskup agung, tetapi kini menjadi museum. 

Tanggal 22 Desember, Whitman sendirian keluyuran dekat katedral. Penduduk sekitarnya seperti biasa sejak pukul 23.00 sudah mengunci pintu dan tidur. Whitman yang baru keluar dari rumah minum itu sedang mencari rumah minum lagi, ketika melihat papan-papan dipasang bertingkat-tingkat dekat dinding katedral yang sedang dipugar. Di situ juga bahkan ada tangga. 

Menurut pengakuannya, ia terdorong begitu saja untuk membawa tangga itu menyeberangi jalan. Tangga itu ia sandarkan ke dinding museum. Ia berhasil mencapai jendela yang daunnya ditutup bukan dengan bantuan kunci, melainkan dengan kaitan saja. Ia meninju kaca jendela untuk memecahkannya, tetapi kaca tidak pecah. Jadi ia turun untuk mengambil batu. 

Ia kaget juga ketika mendengar pecahan kaca berbunyi nyaring karena beradu dengan lantai, namun tidak ada penjaga yang datang. Whitman membuka kaitan jendela dan melompat masuk ke dalam. Ruangan itu gelap sekali. 

Di dinding dilihatnya seperti ada lukisan-lukisan. Dihampirinya yang terdekat. Dengan jarinya ia memeriksa cat yang mengeras di kanvas. Cepat-cepat dicabutnya dua lukisan dari cantelannya di dinding. Karena kaget mendengar sebuah pintu menjeblak, ia cepat-cepat kabur ke luar lewat jendela yang tadi juga. 

Tangga dibawanya ke dekat katedral lagi, lalu dengan mengepit dua lukisan di bawah mantelnya, ia pulang ke hotel. 

Tanpa membangunkan Anne Marie, lukisan itu ia taruh di dasar kopernya yang penuh pakaian kotor dan koper itu didorongnya masuk ke kolong ranjang lagi. 

Pagi itu juga, pada saat satpam melaporkan pencurian ke Mme Pinot, Anne-Marie Frank dan Karel Whitman keluar dari hotel, lalu meninggalkan Tours dengan menebeng kendaraan orang lain. 

Mereka pergi ke Paris untuk tinggal di apartemen di daerah mahasiswa. Karena Whitman tidak berhasil mencari pekerjaan, ia pergi sendiri meninggalkan Anne-Marie. Lewat Belgia, Luksemburg, dan Jerman, ia tiba di Berlin Barat. 

Penjaga perbatasan tidak ada yang mempedulikan kopernya yang dekil. Ia sering ditanyai berkepanjangan di pos-pos penjagaan, tetapi kopernya tidak digubris. 

Ketika tiba di Berlin ia tinggal di sebuah apartemen bobrok. Seminggu kemudian Anne-Marie menyusul. Ia tidak tinggal bersama Whitman, melainkan tinggal di rumah keluarga Gormann. Sambil mengajar bahasa Prancis kepada anak-anak mereka.

 

la punya yang lebih hebat 

Gormann itu orangnya terpelajar dan menarik. Walaupun ia mengaku musikus dan pemahat, uangnya kebanyakan datang dari berdagang barang antik. Whitman sering datang dan malah menginap. 

Rupanya ketika itulah Whitman berkata ia membawa oleh-oleh lukisan tua dari perjalanannya. Untuk meyakinkan Gormann bahwa lukisannya asli, ia menceritakan hal yang sebenarnya. Cuma ia merahasiakan lukisan Rembrandt-nya. Gormann seperti biasa, menyenangkan bahkan menawarkan untuk mencarikan pembeli. 

Lukisan van Goyen berhasil mereka jual kepada pedagang barang antik bernama Wilhelm Braun, yang kebetulan tidak melihat edaran polisi mengenai lukisan curian itu. Braun menemukan pembeli yang bersedia membayar DM 9.000, tetapi Whitman sendiri cuma diberinya DM 5.000. Sebagai tanda terima kasih, Whitman memberi komisi DM 500 kepada Gormann.

 Alangkah terkejutnya Gormann, ketika Whitman yang sedang kegirangan itu menceritakan bahwa ia masih punya lukisan yang lebih hebat lagi, yaitu karya Rembrandt. 

Namun dua hari kemudian Whitman ditangkap, karena membuat kegaduhan dengan seorang pelacur di Hotel-Pension Juno (27 Februari). Seperti diketahui, ia dibebaskan lagi karena tidak ada alasan untuk mendakwanya sebagai pencuri lukisan. 

Begitu keluar dari kantor polisi, Whitman menelepon Gormann. Gormann bersikap simpatik. Jangan takut, katanya, yang penting lukisan itu harus disembunyikan baik-baik. Ia menawarkan diri untuk menyimpannya. Whitman setuju. 

Whitman kemudian menghilang. Bulan Juni ia meninggalkan Berlin. Ia hidup bersama wanita bersuami, Hilda Bauer, dan mengadakan perjalanan ke Jerman, Italia, dan Inggris. Kemudian Hilda sakit dan pulang ke orang tuanya di Negeri Belanda. Whitman sendiri pergi ke Heidelberg dan kita ketahui apa yang terjadi selanjutnya. 

Whitman diekstradisi ke Prancis dan diadili tanggal 4 Maret 1974 di Tours. Sidang cuma makan waktu 45 menit. Ia dijatuhi hukuman dua tahun penjara. Karena di penjara kelakuannya baik, masa hukumannya diperpendek dan ia kembali ke Jerman tahun 1975. Sejak April 1975 ia lenyap entah ke mana. 

Lukisan Rembrandt dikembalikan ke Museum Tours. Lukisan van Goyen ditemukan lagi dan diambil dari penadahnya. Gormann akhirnya dijatuhi hukuman enam bulan penjara. 

(Nicholas Luard)

 

 
" ["url"]=> string(78) "https://plus.intisari.grid.id/read/553304235/lukisan-rembrandt-digondol-maling" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1654264974000) } } }