array(1) {
  [0]=>
  object(stdClass)#49 (6) {
    ["_index"]=>
    string(7) "article"
    ["_type"]=>
    string(4) "data"
    ["_id"]=>
    string(7) "3350511"
    ["_score"]=>
    NULL
    ["_source"]=>
    object(stdClass)#50 (9) {
      ["thumb_url"]=>
      string(112) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2022/06/29/wanita-penyebar-maut_bank-phrom-20220629071536.jpg"
      ["author"]=>
      array(1) {
        [0]=>
        object(stdClass)#51 (7) {
          ["twitter"]=>
          string(0) ""
          ["profile"]=>
          string(0) ""
          ["facebook"]=>
          string(0) ""
          ["name"]=>
          string(13) "Intisari Plus"
          ["photo"]=>
          string(0) ""
          ["id"]=>
          int(9347)
          ["email"]=>
          string(22) "plusintisari@gmail.com"
        }
      }
      ["description"]=>
      string(119) "Sebuah iklan kematian di koran menarik perhatian William Sproat. Pasalnya, yang meninggal itu adalah anak tiri adiknya."
      ["section"]=>
      object(stdClass)#52 (7) {
        ["parent"]=>
        NULL
        ["name"]=>
        string(8) "Kriminal"
        ["description"]=>
        string(0) ""
        ["alias"]=>
        string(5) "crime"
        ["id"]=>
        int(1369)
        ["keyword"]=>
        string(0) ""
        ["title"]=>
        string(24) "Intisari Plus - Kriminal"
      }
      ["photo_url"]=>
      string(112) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2022/06/29/wanita-penyebar-maut_bank-phrom-20220629071536.jpg"
      ["title"]=>
      string(20) "Wanita Penyebar Maut"
      ["published_date"]=>
      string(19) "2022-06-29 19:16:09"
      ["content"]=>
      string(32324) "

Intisari Plus - Sebuah iklan kematian di koran menarik perhatian William Sproat. Pasalnya, yang meninggal itu adalah anak tiri adiknya. Rasa penasaran pun membawanya kepada penemuan beberapa kasus pembunuhan oleh mantan adik iparnya.

------------------

Pagi tanggal 7 Maret 1932 William Sproat terpaksa membaca koran di rumahnya di kota Pretoria, Afrika Selatan. Sebuah iklan kematian menambat perhatiannya. Seperti diketahui iklan-iklan kematian di surat kabar Inggris, Australia, dan juga Afrika Selatan susunannya serba singkat. Begitu pula iklan yang dibaca William Sproat sampai berkali-kali. 

“Di kota Germiston, 5 Maret, telah meninggal secara mendadak, Rhodes, putra Nyonya Daisy de Melker dan anak tiri Tuan Sydney de Melker.”

Jadi yang meninggal itu bernama Rhodes. Tapi ini nama kecilnya. Mengapa hanya nama kecil si almarhum disebut dalam iklan itu? Mengapa nama keluarganya tidak?

Sekalipun orang tak mengenal Rhodes, niscaya orang tak akan mengatakan bahwa nama lengkapnya Rhodes de Melker, oleh karena dalam iklan dengan jelas dikatakan bahwa Tuan Sydney de Melker adalah ayah tirinya.

Apakah nama lengkap Rhodes? 

William Sproat, pembaca harian pagi di Pretoria itu dapat menjawabnya: nama lengkap itu ialah Rhodes Cowle.

 

Diduga melakukan kejahatan

la melepaskan koran itu, lalu terpekur. Setengah jam kemudian ia meninggalkan rumahnya dan menuju kantor polisi bagian kriminal. Di sana ia bertemu dengan Inspektur Detektif Mowbry namanya, dan memperlihatkan kepadanya iklan surat kabar tadi.

"Saya merasa tak enak saat membacanya," kata William Sproat. "Di mana wanita yang bernama Daisy ini berada, senantiasa ada kematian. Saya dapat mengatakan ini, oleh karena suaminya yang kedua, Robert Sproat adalah adik kandungku. la sudah mati. Dan kini anaknya sendiri - semua mati secara mendadak."

William lalu menerangkan bahwa Daisy mula-mula menikah dengan W. Cowle, ayah dari Rhodes yang dimaksudkan dalam iklan kematian. W. Cowle meninggal dalam tahun 1923. Tiga tahun kemudian Daisy menikah dengan Robert Sproat, dan suami kedua ini mati setahun kemudian (1927).

"Kebetulan sekali baru-baru ini saya bertemu dengan seorang kenalan yang menceritakan, bahwa Daisy telah kawin lagi, menjadi Ny. de Melker. Kalau tidak, iklan kematian itu tak akan berarti bagi saya. Di belakang nama Rhodes itu saja tak akan saya kenali Rhodes Cowle, dan di belakang nama Daisy de Melker itu tak akan saya kenali Daisy mantan janda Sproat dan Cowle." 

"Saya kira Daisy sengaja tak memuat nama keluarga putranya. Rupanya ia khawatir iklan itu akan dibaca oleh orang yang mengenalnya, seperti saya, dan akan menjadi curiga bahwa di rumah tangganya kembali terjadi suatu kematian," kata William Sproat.

"Kalau begitu," sahut Inspektur Detektif Mowbry, "mengapa ia tak memuat sama sekali iklan kematian itu?" 

"Kalau iklan itu tak dimuat sama sekali, orang-orang di sekitarnya akan menganggap hal itu agak aneh," jawab William Sproat.

Mowbry menerangkan, bahwa Germiston (Johannesburg) di mana (kemungkinan) kejahatan ini terjadi letaknya jauh dari Pretoria. Sebaiknya William Sproat menghubungi Detektif Kepala J.C. Jansen di Kota Johannesburg itu.

 

Jadi ahli waris

Malam itu juga William Sproat menggunakan kereta api malam menuju Johannesburg dan keesokan harinya pagi-pagi sudah duduk di kantor Detektif J.C. Jansen. Di samping mengulangi apa yang sudah dituturkannya kepada Mowbry, ia kini menambahkan berbagai keterangan berikut tentang diri Daisy. 

"Dalam tahun 1926, jadi enam tahun berselang, Daisy berusia 37 tahun, cantik langsing, dan sehat walafiat. Setelah menikah dengan saudaraku, Robert Sproat, mereka berdua tinggal di Kota Johannesburg ini, di sebuah rumah yang diwarisi Daisy dari suaminya yang pertama, Cowle."

"Karena saya sendiri tinggal di Pretoria, saya jarang bertemu dengan mereka. Akan tetapi bila sekali-sekali bertemu dengan Robert, ia sambil berolok-olok suka mengatakan kepada saya, bahwa Daisy sering mendesak dia untuk mengubah testamennya. Robert tak pernah sakit seumur hidupnya, maka ia berpendapat cukup waktu untuk memikirkan soal testamen itu."

Robert Sproat memang seorang yang berada. Punya kebun pertanian, toko, saham tambang emas, dsb. Sebelum dan bahkan setelah menikah dengan Daisy semua harta bendanya itu menurut testamennya akan menjadi milik ibunya, yang tinggal di Inggris. Ibu itu sendiri pun berada. Akan tetapi akhirnya Daisy toh berhasil mencapai tujuannya. Testamen itu diubah juga oleh suaminya. Dan beginilah kisahnya.

Pertengahan bulan Oktober 1927, setelah hampir dua tahun menjadi suami Daisy, Robert mendadak sakit. "Saya (Wiliam Sproat) dipanggil per telepon. Saya tiba di Johannesburg pukul 04.00, dan segera bertemu dengan Robert. Pesannya yang pertama ialah: 'Bila terjadi sesuatu denganku, Daisy mesti mendapat segala-galanya dari kekayaanku.' Saya tak menjawab, karena yang saya perhatikan waktu itu ialah keadaan sakitnya, dan apa sebabnya. Ternyata Robert sakit mendadak setelah sore sebelumnya minum sesuatu. Dokter datang sesudah sarapan pagi, dan katanya Robert sakit perut." 

Setelah dokter pulang, kira-kira pukul 10.00, Daisy memanggil William ke dapur dan menyerahkan sebuah rencana testamen. "Saya membacanya dan ternyata segala harta benda Robert diserahkan kepada Daisy." Kata Daisy, "Tolong perlihatkan ini kepada Robert agar dia menandatanganinya." 

"Saya merasa heran bagaimana seorang istri memikirkan hal sedemikian sementara suaminya sakit, akan tetapi saya tak berkata apa-apa dan meluluskan permintaannya. Robert membubuhi tanda tangannya, dan Daisy lalu membawanya ke luar kamar dan menyuruh seorang tetangga dan seorang buruh memperkuat testamen itu sebagai saksi."

 

Wanita serakah

Beberapa hari kemudian, tampaknya Robert akan sembuh, maka William pulang ke Pretoria. Tetapi tak cukup dua minggu kemudian datanglah kawat bahwa Robert telah menutup mata. 

Setelah menerima telegram ini segera William ke Johannesburg, la ingin mengetahui sebab kematian saudaranya. Jawab Daisy, dokter rupanya tak mengetahuinya. Dokter itu agak sangsi ketika diminta memberikan surat kematian (di mana disebutkan penyebab kematian).

Mendengar ini William berkata, kalau begitu sebaiknya tubuh almarhum diautopsi, agar dokter dapat mengetahui sebabnya dan sesudah itu dapat memberikan surat keterangan. Daisy keberatan, terutama karena biaya autopsi mahal. (Padahal harta yang diwarisinya dari suaminya ribuan ponsterling). Akhirnya Daisy memutuskan, "Serahkan pada saya. Saya akan berhasil mendapatkan surat keterangan kematian itu." Setelah ini terjadi, William menuntut agar ia diperlihatkan isi dokumen itu. Ternyata penyebab kematian disebut perdarahan di otak.

Detektif Jansen bertanya, "Anda menyangsikan kebenaran surat kematian itu?" 

"Ya, saya yakin bahwa Daisy telah meracuni saudara saya untuk mendapatkan uangnya," sahut William.

Keadaan Daisy sebagai janda Robert Sproat sungguh tak menyedihkan. Di samping saham-saham, ada uang kontak sebanyak AS $ 20.000, uang pensiun AS $ 3.000,- setiap tahun, dan empat rumah di Johannesburg yang dijualnya segera.

Beberapa bulan setelah Robert mati, Daisy mengirim surat kepada ibu Robert, minta ... uang. Kata Daisy dalam surat itu, karena Robert tak meninggalkan apa-apa bagi dia, maka ia kini dalam kesulitan. Ibu Robert tak menjawab surat itu, tapi meneruskannya kepada William. Dialah yang menghubungi Daisy. Jawab wanita itu, bahwa tak ada salahnya untuk mencoba sesuatu.

Setelah William meninggalkan kantor polisi, Jansen mempertimbangkan apa yang didengarnya. Seorang wanita yang serakah memang dapat membunuh dua suaminya berturut-turut, akan tetapi membunuh anak kandung sendiri? Hampir mustahil. Tapi bagaimanapun, pengaduan telah dilakukan, dan ia akan mengadakan penyelidikan, meskipun agak setengah hati.

 

Tewas setelah minum kopi

Sorenya Jansen mengunjungi kantor kotapraja dan minta diperlihatkan surat kematian Rhodes Cowle. Surat yang ditandatangani dr. Mackenzie itu menyebut malaria sebagai penyebab kematiannya. Bukan sesuatu yang mencurigakan. Memang malaria banyak di tempat itu.

Perasaan curiga Jansen pun tak bertambah setelah ia sehari lamanya bergerak di antara orang yang tinggal di sekitar keluarga Daisy de Melker. la kini tinggal bersama dengan suaminya de Melker dan Eileen, seorang gadis umur 18 tahun, putri de Melker dari pernikahan sebelumnya. 

Keterangan yang didapatkan Jansen dari kenalan-kenalan Daisy ialah bahwa wanita ini sedih sekali ketika putranya meninggal, pendeknya pendapat umum tentang Daisy adalah baik. Mengenai hubungan Daisy dan Rhodes, memang anak itu keras kepala dan kadang-kadang terjadi perselisihan. Akan tetapi antara ibu dan anak manakah tak pernah terjadi perbedaan pendapat? 

Meskipun begitu Jansen masih meneruskan penyelidikannya. Keesokan harinya ia mengunjungi bengkel mobil di mana Rhodes Cowle pernah bekerja sebelum meninggal. Baru di situ Jansen mendengar sesuatu yang mencurigakan. Seorang pekerja, Webster, menerangkan bahwa tiga hari sebelum Rhodes meninggal, ia masuk kerja seperti biasa sambil membawa roti dan termos berisikan kopi.

"Pukul 11.00 kami seperti biasa makan sebentar. Rhodes membuka termosnya dan menuangkan sedikit kopi di cangkir saya. Saya meminumnya, begitu pula Rhodes sendiri. Beberapa jam kemudian Rhodes mendadak sakit. Sorenya ketika saya tiba di rumah, pukul 17.30 saya sendiri pun mendadak sakit. Perut saya seperti terbakar. Dua puluh menit kemudian saya muntah, dan sesudah itu perasaan sakit itu hilang. Saya sebetulnya ingin tahu apa penyebabnya," kata Webster. 

"Saya juga," pikir Jansen, tanpa mengucapkannya.

la lalu mengunjungi dr. Mackenzie sorenya. Orangnya ramah, tapi mengaku bahwa ia tak tahu pasti apa yang sebetulnya terjadi dengan mantan pasiennya. "Saya melihatnya untuk pertama kali sore sebelum ia meninggal. Gejala yang paling mencolok ialah kejang yang hebat. 

Penyebabnya bisa bermacam-macam, akan tetapi ibunya menerangkan bahwa anaknya beberapa bulan berselang menderita malaria. Resep yang saya buat disesuaikan dengan informasi itu. Besoknya pagi-pagi saya diminta ibunya datang seketika itu juga. Ketika saya tiba anaknya telah meninggal."

Dr. Mackenzie tak bersedia memberi surat kematian, kecuali bila diadakan autopsi. Ibunya kelihatan tak senang mendengar hal itu. Tapi karena terpaksa ia akhirnya setuju juga. Dokter itu lalu mengeluarkan sehelai kartu dari lemarinya dan membaca. 

"Inilah gejalanya: Anak limpa bengkak. Radang pada bagian dalam dari perutnya. Kerusakan pada hati dan otak. Karena semua ini sesuai dengan gejala malaria tropika, maka penyakit itulah yang saya sebut dalam surat kematian."

 

Mirip korban arsenikum

Detektif Jansen membuat salinan dari laporan itu dan keesokan harinya, Jumat, 11 Maret menyerahkannya kepada dr. Copeman, ahli patologi dari Dinas Kriminal dan kepada Gilbert Britten, analis utama dari pemerintah. Jansen pun mengulangi cerita Webster dengan kopi panas dari termos Rhodes. 

Berdasarkan pengalaman Webster dan laporan dr. Mackenzie tentang keadaan Rhodes ketika diperiksa buat pertama kali, dr. Copeman menarik kesimpulan bahwa gejala penyakit itu mirip sekali dengan gejala orang yang kena racun arsenikum (warangan). Kesulitannya terletak di sini, setiap gejala yang ditemukan selama pembedahan mayat Rhodes pun cocok dengan gejala penyakit malaria tropika. Jadi, ada kesangsian: Rhodes meninggal karena diracuni arsenikum atau karena malaria?

Analis Britten menyumbangkan sebuah pikiran yang baik. "Seperti tuan-tuan tahu racun arsenikum meninggalkan tubuh manusia melalui beberapa saluran. Dua di antaranya ialah melalui rambut dan kuku. Saya usulkan untuk mengambil contoh dari keduanya dan mengirimnya ke laboratorium saya untuk dianalisis."

Jansen segera membawa dua sampul berisikan potongan rambut dan kuku Webster ke laboratorium Britten. Dua puluh empat jam kemudian analis Britten sudah dapat melaporkan hasil penyelidikannya. 

"Baik rambut maupun kuku Webster mengandung arsenikum," kata Britten kepada Detektif Jansen. "Mungkin sedikit arsenikum itu pun ada di tangan Anda." 

Berita ilmiah yang tak dapat disangkal ini mengejutkan Jansen. Kalau begitu tuduhan William Sproat ada dasarnya. Kalau Daisy tega membunuh anak kandungnya sendiri, mungkin suaminya yang kedua (Robert Sproat) dan yang pertama (William Cowle) juga meninggal secara tidak wajar. Soalnya kini sungguh serius, hingga Detektif Jansen harus melapor kepada atasannya.

 

Wanita luar biasa

Jansen diberi instruksi khusus untuk memperhatikan perkara Daisy de Melker ini, dan segala bantuan pemerintah dijanjikan. Tindakan pertama adalah menggali riwayat hidup Daisy, tanpa langsung menghubungi wanita itu agar ia jangan menjadi curiga. Wanita ini ternyata bukan saja berbahaya, tapi juga cerdik. Kalau sanggup mengelabui dokter, ia dapat mengelabui polisi dengan menghilangkan bukti-bukti lain. Maka ia tak boleh tahu bahwa ia seorang tersangka.

Tugas kedua Jansen ialah mencari tahu di mana dan bagaimana cara Daisy mendapatkan racun arsenikum itu. Bila ini dibelinya di suatu toko obat di Johannesburg, ketika membeli ia tentu membubuhi tanda tangannya dalam buku racun dari toko obat itu sesuai dengan ketentuan undang-undang. Dan ini dapat diketahui. Kota Johannesburg tak terlampau luas dan waktu cukup. 

Detektif Jansen menyuruh dua orang melakukan penyelidikan ini, tapi setelah bekerja dengan teliti selama sebulan lamanya, hasilnya kosong. Tiada tempat penjual arsenikum di Johannesburg dan sekitarnya pernah menjual racun itu kepada Daisy.

Sementara itu berbagai keterangan tentang diri Daisy telah masuk, berasal dari sumber resmi (catatan sipil) maupun tidak resmi: kenalan dan tetangga. Dari semua itu temyata bahwa Daisy seorang wanita luar biasa. 

la dilahirkan dalam tahun 1889 di Afrika Selatan. Dalam usia 9 tahun ia kehilangan kedua orang tuanya. la lalu tinggal bersama abangnya di Rhodesia. Pada usia 12 tahun ia hendak sekolah di Cape Town, jauhnya 1.400 mil. Perjalanan ini dilakukannya seorang diri tanda bahwa ia bukan penakut.

Setelah lulus dari sekolah menengah pada usia 17 tahun, ia kebetulan menginap di rumah kenalan, seorang pembesar yang berkedudukan tinggi. Saat tinggal senang-senang selama empat bulan di rumah tangga yang mewah itu, ia rupanya merasa orang lain dapat hidup senang, tapi ia sendiri harus bergulat dengan kemiskinan. 

Lalu Daisy masuk sekolah juru rawat dan lulus dua tahun kemudian. Sebuah kalimat dari laporan sekolah itu sangat menarik perhatian Jansen: "la seorang siswi yang pandai, terutama dalam hal membuat obat." 

 

Gagal menikah 

Ketika masih menjadi pelajar juru rawat, pada suatu liburan ia berada di kota Rhodesia. Di situ ia bertemu dengan seorang pemuda bernama Bert Fuller, seorang pegawai negeri yang baik masa depannya. Pertunangan menyusul dan ditentukan bahwa pernikahan akan dilangsungkan dalam bulan Oktober 1908, bila Daisy sudah lulus dari sekolah juru rawat dalam musim panas tahun itu. 

Pernikahan ini tak pernah terjadi. Beberapa hari sebelumnya, calon pengantin pria mendadak dikirim ke suatu tempat, jauh dari Rhodesia untuk menunaikan suatu tugas pemerintah. Sementara itu Daisy menunggu di rumah seorang bibinya di Johannesburg. Kalau Fuller sudah kembali pernikahan dapat segera dilangsungkan. 

Selama 5 bulan Fuller terpisah dari tunangannya, mereka berdua senantiasa saling berkirim surat. Dalam bulan Maret 1909 Daisy menerima kabar dari rumah sakit bahwa tunangannya sakit, akan tetapi sudah mulai sembuh. "Nona tak usah khawatir, demikian bunyi surat dari rumah sakit itu. Kami duga dalam waktu seminggu Tuan Fuller sudah bisa keluar dari rumah sakit."

Ramalan ini memang tepat sekali, memang dalam seminggu Fuller keluar dari rumah sakit, akan tetapi sebagai mayat. 

Apa yang terjadi? Meskipun bunyi surat rumah sakit tadi menenteramkan hati, namun Daisy segera mengunjungi tunangannya, dan mendesak agar dia dibolehkan menjaga tunangannya semalam suntuk seorang diri. Bukankah ia mempunyai diploma juru rawat? Keesokan paginya Fuller menutup matanya buat selama-lamanya. 

Daisy meratap keras-keras dan meskipun Fuller meninggalkan warisan sebanyak AS $ 1.500, apa artinya ini kalau mesti kehilangan seorang tunangan? Demikianlah pendapat kenalan-kenalannya.

 

Memanjakan anak tunggalnya 

Setelah Fuller dikubur, Daisy segera kembali ke Johannesburg, ke rumah bibinya di mana seorang saudagar yang kaya indekos sejak beberapa bulan. Daisy sudah mengenalnya sebelum Fuller meninggal. 

Tak diketahui apakah Daisy sudah berkasih-kasihan dengan pedagang hartawan ini ketika tunangannya sendiri masih hidup. Pendeknya, tak lama setelah mengantar Fuller ke kuburan, Daisy menikah dengan hartawan yang bernama William Cowle itu.

Pernikahan ini berlangsung 13 tahun lamanya. Lima anak lahir, tapi hanya satu yang hidup, yaitu Rhodes. Detektif Jansen menyelidiki apakah Daisy menarik keuntungan dari kematian keempat anaknya itu, dengan jalan menutup asuransi atas jiwa mereka. Ternyata tak ada asuransi. Tetapi dengan Rhodes lain halnya. 

Ketika Rhodes masih kecil Daisy telah mempertanggungkan dia pada suatu perusahaan asuransi sebanyak AS $ 1.000. Bila ia meninggal sebelum usia 21 tahun, uang itu akan jatuh ke tangan Daisy. Kalau tidak, uang itu akan menjadi milik Rhodes sendiri. Detektif Jansen teringat pada kenyataan, bahwa Rhodes mati beberapa bulan sebelum mencapai usia 21 tahun.

Juga kematian William Cowle terjadi mendadak. Menurut para tetangga, William mendadak sakit pada suatu sore setelah minum Epsom Salts yang dihidangkan oleh istrinya. Beberapa jam kemudian ia meninggal. 

Surat kematian tidak dibuat oleh dokter yang biasa mengobati William. Sebab kematian yang disebut dalam surat itu ialah "radang ginjal yang bersifat kronis serta perdarahan otak."

Warisan yang didapatkan Daisy dari suaminya yang pertama tak kecil. Pensiun sebanyak AS $ 2.000 setahun. Uang tunai AS $ 8.000, sebuah rumah yang setelah dijual menghasilkan AS $ 5.000. Di samping itu masih ada rumah di mana si Janda tinggal.

William Cowle meninggal tahun 1923. Selama tiga tahun Daisy menjanda dan memusatkan perhatian pada pendidikan putranya, Rhodes yang dikirimnya ke sekolah terbaik di Johannesburg. Daisy sangat memanjakan putranya itu. Maklumlah anak satu-satunya.

 

Gejalanya cocok

Pada tahun 1926 Daisy menikah lagi dengan Robert Sproat. Pernikahan ini tak cukup dua tahun. Bagaimana Robert Sproat meninggal telah diterangkan tadi. Setelah menjanda lagi selama tiga tahun, tibalah Sydney de Melker sebagai suaminya yang ketiga. 

Antara kematian Sproat dan munculnya de Melker, Daisy berlibur dengan Rhodes ke Inggris. Setelah kembali ke Johannesburg ternyata Rhodes suka sekali pada mobil. Beli, dijual, ganti baru, hobi yang mahal ini dimungkinkan oleh ibunya yang meskipun tidak selalu senang, namun akhirnya membayar juga rekening mobil itu.

Penyelidikan hubungan antara ibu dan anak menyatakan bahwa Rhodes selain malas dan tak mau bekerja, sangat royal. Akan tetapi setiap kali ia minta uang, ibunya selalu memberinya, meskipun sering pula terjadi cekcok. Ini mungkin karena kasih ibu yang besar, apalagi bila diingat bahwa Rhodes anak tunggalnya. 

Akan tetapi Detektif Jansen mempunyai keterangan lain: mungkin Daisy selalu meluluskan permintaan putranya karena diperas. Artinya, mungkin Rhodes mengetahui suatu rahasia dari ibunya. Tetapi apakah rahasia itu? tanya Jansen. Mungkin ada sangkut paut dengan kematian ayahnya dan ayah tirinya? Kalau begitu apakah ada yang tidak beres dengan kematian kedua orang itu?

Detektif Jansen mengunjungi dr. Pakes yang biasanya mengobati William Cowle tapi tidak menandatangani surat kematiannya. Pakes menerangkan, bahwa ia dipanggil oleh Daisy pada sore suaminya meninggal. Saat ia datang William Cowle masih hidup, tapi sangat kesakitan. 

Ketika mendengar si pasien sakit setelah minum Epsoms Salts, dr. Pakes menjadi khawatir. la lalu pulang untuk mengambil pompa untuk mengeluarkan apa yang telah diminum pasiennya. Tapi sementara itu tiba berita telepon bahwa William Cowle telah mengembuskan napasnya yang terakhir.

"Mengenai surat kematian," kata dr. Pakes, "saya tak mau membuatnya kalau tidak dilakukan autopsi." 

"Mengapa Dokter tidak bersedia?" tanya Jansen. 

"Saya curiga. Penyakit William Cowie mempunyai gejala yang mirip dengan keracunan strychnine. Ini pun tidak saya katakan pada jandanya."

Jansen kemudian mengunjungi dokter yang bersedia membuat surat kematian. Meskipun dokter itu menerangkan surat kematian tersebut ditandatanganinya setelah melakukan autopsi, tetapi ia mengaku kesimpulannya dipengaruhi oleh keterangan yang diberikan Daisy tentang riwayat penyakit suaminya. 

"Saya tak pernah mengira kematian William Cowie itu disebabkan oleh keracunan strychnine," kata dokter itu. "Tapi memang gejala-gejala yang saya lihat pada mayat Cowie, sesuai dengan gejala orang yang mati karena racun tadi."

Kisah ini hampir sama dengan kisah yang didengar Detektif Jansen dari dokter yang mengeluarkan surat kematian suami kedua Daisy, Robert Sproat. 

"Strychnine?" kata dokter itu berulang kali, setelah Jansen menyebut kemungkinan peracunan dengan racun tadi. "Demi Tuhan! Tak pernah terpikir oleh saya hal ini. Akan tetapi setelah saya pikirkan kembali semua gejala memang cocok!"

 

Memanfaatkan sang Ibu 

Detektif Jansen menggeleng-gelengkan kepala karena naifnya dokter-dokter ini. Tapi sudahlah. Kini secepat mungkin ia harus melakukan apa yang bisa diperbuatnya. la meminta izin dari pembesar yang berwenang untuk menggali kuburan William Cowie. Setelah izin itu diperoleh, ketiga mayat itu diperiksa oleh dr. Coperman dan analis Britten.

Dua hari kemudian Coperman memanggil Jansen ke kantornya. "Kita mulai saja dengan kematian terakhir," kata dokter itu. "Dalam tubuh Rhodes Cowie terdapat cukup racun untuk mematikan tiga orang. Racun itu ialah arsenikum." 

Tanpa menunggu komentar Jansen, dr. Coperman segera melanjutkan, "Kini tentang yang lain. William Cowie dan Robert Sproat mengandung bekas-bekas yang nyata dari peracunan strychnine. Dapat menemukan bekas-bekas itu setelah begitu lama, sesungguhnya penting sekali." (William Cowie meninggal 9 tahun berselang, dan Robert Sproat 5 tahun). Dokter itu menerangkan, bahwa strychnine adalah racun yang mudah lenyap. Masih adanya bekas setelah begitu lama, berarti bahwa kedua orang itu diberi racun tersebut dalam jumlah yang sangat besar sekali.

Kini sudah cukup alasan bagi Jansen untuk bertindak. Memang kedudukannya akan lebih kuat lagi bila sudah diketahui di mana Daisy membeli arsenikum yang digunakannya untuk membunuh Rhodes, anak kandungnya, tapi para asistennya tak berhasil menemukan alamat itu. Namun ia harus bertindak segera. Daisy nyata seorang wanita berbahaya. Berbahaya bagi suaminya yang ketiga misalnya. 

Sore itu juga Jansen dan seorang rekan mengunjungi Daisy de Melker di rumahnya, di Kampung Germiston (Johannesburg) dan menangkap dia atas tuduhan pembunuhan. Sudah tentu Daisy protes keras. la mencaci maki Jansen. Mustahil ia membunuh anak kandungnya sendiri, dan kedua suaminya yang dicintainya. Tak tahukah Jansen bahwa dia seumur hidupnya senantiasa berbuat baik dan merawat penuh kasih sayang anggota keluarganya?

Malamnya Jansen mengunjungi penghuni lain dari rumah di Germiston itu. Hanya Eillen, anak tiri Daisy, ada di rumah. la menceritakan, bahwa "Rhodes memang menghambur-hamburkan uang. la pernah mengatakan kepada saya, bahwa bagaimanapun ibunya pasti akan menyediakan uang untuk dandan ini memang benar. 

Sebelum jatuh sakit ia cekcok dengan ibunya tentang polis asuransi. Kata Rhodes kepada ibunya, bila ia genap 21 tahun, ia berhak atas asuransi sebesar AS $ 1.000 itu. Uang itu akan digunakannya untuk membeli mobil baru. Ketika mendengar ini Daisy sangat bingung." 

 

Digantung sampai mati

Keesokan harinya Daisy diperiksa oleh Jansen, tapi wanita itu tetap mengatakan bahwa ia tak bersalah. Akan tetapi sorenya datang berita penting. Para asisten Jansen telah menemukan alamat di mana Daisy membeli arsenikum yang menamatkan hidup anaknya.

Para asisten itu muncul di kantor polisi dengan seorang lelaki setengah tua, bernama Arthur Spilkin, pemilik sebuah toko obat di Kampung Betrams di Kota Johannesburg.

Cerita Spilkin sungguh menarik. Pada tanggal 26 Februari, hanya beberapa hari sebelum Rhodes meninggal, seorang wanita yang rasanya pernah dijumpainya datang ke tokonya membeli arsenikum. Jawab Spilkin kepada wanita itu: boleh tapi ia harus menerangkan apa maksudnya membeli racun itu, dan ia juga harus membubuhi tanda tangannya dalam sebuah buku yang khusus disediakan untuk para pembeli racun. 

"Kata wanita itu," demikian Spilkin, "ia menjumpai seekor kucing yang sakit di rumah, dan ia ingin mengakhiri penderitaan binatang itu." Setelah menerima yang dimintanya, wanita itu menandatangani buku racun.

Mendadak Spilkin ingat siapa wanita itu. la seorang langganan lama. "Bukankah Anda Ny. Cowle?" tanya Spilkin. 

"Benar," jawab wanita itu, "Tapi kini saya Ny. Sproat." Dan memang nama itulah yang ditaruhnya di buku itu, Ny. Daisy Sproat. 

Di sini nyata sekali maksud jahat Daisy. la sengaja membeli racun itu di sebuah toko, yang letaknya jauh sekali dari tempat tinggalnya. (Kampung Germiston di mana ia tinggal jauh sekali dari Kampung Betrams). Ketahuan lagi ia berdusta ketika menyebut dirinya Ny. Sproat. Sproat telah meninggal lima tahun berselang. Nama sebenarnya ia Ny. de Melker.

Detektif Jansen tertarik oleh cerita Daisy tentang kucing yang sakit itu. la menelepon Eillen de Melker, anak tiri Daisy. 

"Nona de Melker, berapa ekor kucing terdapat di rumah Nona selama beberapa tahun ini?" tanya Jansen.

"Kucing?" tanya Eileen berulang-ulang. "Saya tak mengerti, Tuan. Kami tak pernah memelihara kucing." 

Pada tanggal 17 Oktober 1932, belum 7 bulan setelah anak kandungnya meninggal, Daisy de Melker diadili. Sudah tentu perhatian publik sangat besar. Tetapi sikap Daisy senantiasa menentang tuduhan bahwa ia seorang pembunuh. Rasa percaya dirinya tak pernah berkurang. 

Perkara ini dianggapnya sebagai lelucon belaka. la yakin akan dibebaskan dari segala tuduhan. Kepada pers ia menerangkan, bahwa setelah dibebaskan ia akan menulis buku untuk dijual kepada perusahaan film di Hollywood.

Daisy boleh memilih siapa yang akan menentukan nasibnya: juri dari 12 orang atau badan yang terdiri atas 3 hakim. Daisy memilih yang terakhir. Keputusan para hakim itu ialah: dihukum gantung sampai mati. 

Daisy masih tetap tak putus asa. la naik banding. Tapi pengadilan tinggi membenarkan hukuman itu. Pada tanggal 31 Desember 1932 cerita Daisy tamat di tiang gantungan. Sampai saat terakhir pun ia bersikeras disalahmengertikan. (C. Boswell & L. Thompson)

" ["url"]=> string(65) "https://plus.intisari.grid.id/read/553350511/wanita-penyebar-maut" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1656530169000) } } }