Kembali ke Intisari News
April 24, 2022
Mata-Mata Keturunan Jawa
Mata-Mata Keturunan Jawa
Mata-Mata Keturunan Jawa (Intisari Plus)
Penulis Intisari Plus
Editor Ade S

Intisari Plus - Ayahnya juragan topi, ibunya asal Jawa, Indonesia. Awalnya, dia hanyalah seorang penari, lalu menjadi mata-mata kelas amatir. Di kemudian hari, aktivitasnya sebagai spionase membawanya menjadi profesional.

---------------------------------------

Popularitas dan spionase tampaknya merupakan kombinasi yang tidak mungkin bersatu. Siapa yang mengira Margaretha Zelle yang cantik, seorang penari kelahiran Belanda, yang telah membuat seluruh Eropa terpesona di awal abad ke-20, dapat melakukan kegiatan mata-mata dengan baik? Faktanya, siapa yang akan mengira bahwa dia akan diingat sebagai salah satu mata-mata terkenal sepanjang masa?

Saat kepopulerannya sebagai penari sedang menanjak, dia mengadakan tur keliling ibu kota negara-negara Eropa, dari London ke Roma, Vienna ke Berlin. Di Paris, karena kepopulerannya, polisi dikerahkan untuk menjaga ketertiban orang orang yang ingin melihatnya. Ada juga sederetan orang terkenal yang menjadi penggemarnya, termasuk putra Kaisar Jerman, Putra Mahkota Wilhelm. Tapi kepopuleran Margaretha tidak seperti kepopuleran saat ini. Dulu, sebelum televisi, koran, dan majalah terobsesi dengan kehidupan selebritis, wajahnya cepat sekali memudar dari ingatan orang-orang.

Latar belakang kehidupan Margaretha sangatlah biasa. Dia dilahirkan pada 1876 dari keluarga pembuat topi yang cukup kaya dari Belanda dengan seorang istri dari Jawa. Dia dimanjakan dengan perlakuan istimewa, karena dianggap sebagai anak cantik yang luar biasa. Tetapi ibunya meninggal ketika dia baru berusia 14 tahun, lalu Margaretha dikirim ke sebuah biara. Pada usia 19 tahun, dia menikah dengan seorang tentara Belanda bernama Rudolph MacLeod. Pasangan ini meninggalkan negerinya untuk tinggal di Jawa, yang kemudian menjadi daerah jajahan Belanda.

Menjalani kehidupan pernikahan bagi Margaretha ternyata tidak mudah. MacCleod adalah orang yang kasar, sering bermabuk-mabukan, dan tidak setia. Dia juga mencoba menipu kenalannya dengan membuat mereka berada dalam situasi yang membahayakan dengan istrinya, dan kemudian memeras mereka.

Seorang putra lahir dari pasangan ini pada 1896, kemudian lahir pula seorang putri. Anak lelaki itu diracuni seorang pem bantu yang pernah disiksa MacCleod, dan kemudian meninggal. Tidak lama setelah kejadian yang tragis itu, Margaretha menceraikan suaminya dan kembali ke Belanda bersama dengan anak perempuannya.

Saat usia Margaretha mendekati 30, dia sendiri dan tidak punya uang sepeser pun. Dia juga tidak punya jalan yang pasti untuk membangun hidupnya. Yang dimilikinya adalah tubuh yang lemah gemulai dan ingatan yang samar-samar tentang tarian Jawa yang pernah dipelajarinya pada masa penjajahan, serta kecantikan yang memesona.

Jangan biarkan penasaranmu tergantung.
Akses tanpa batas dengan Intisari Plus.