Kembali ke Intisari News
August 29, 2023
Di Matanya Itulah
Di Matanya Itulah
Di Matanya Itulah (INTISARI)
Penulis Ade S
Editor Ade S

Intisari Plus - Kematian Helen Potts membuat seorang dokter mendapatkan ide untuk membunuh istrinya demi mendapatkan harta warisan. Ketika detektif mengetahui motifnya, ia mengalami kesulitan menemukan buktinya.

----------

Meninggalnya Helen Potts di New York City di tahun 1891 awalnya merupakan berita biasa. Tetapi karena berita dukacitanya yang cuma beberapa baris itu ditambah keterangan “karena penyakit jantung”, mayat Nona Potts digali kembali.

Bermula dari wartawan koran World yang tajam penglihatannya Isaac “Ike” White. Di saat yang sama, White mengetahui bahwa sebenarnya Helen Potts sudah menikah. Meski secara sembunyi-sembunyi, wanita itu telah menikah dengan Carlyle Harris. White juga mengetahui bahwa Harris adalah pecandu minuman keras dan wanita. Dugaan White, Helen Potts sengaja disingkirkan oleh Carlyle Harris.

Naluri wartawan White membawanya ke dokter yang menangani Helen Potts di saat terakhirnya. Dengan terus terang sang dokter menyatakan jika ia curiga pasien meninggal karena morfin. Gejalanya sangat jelas bagi sang dokter: manik mata Helen Potts mengerut. Hal itu, kata sang dokter, sudah pula disampaikan kepada pihak keluarga Potts. Tetapi justru pihak keluarga Potts yang melarang perihal morfin tersebut diungkap sebab bisa menjadi aib keluarga. Karena itu, berita dukacita ditambahkan “karena penyakit jantung”. Alasan itu tentu tidak akan membuat malu keluarga dan memang Helen Potts sejak lama mengidap penyakit tersebut.

White menuliskan artikel perihal penemuannya. Mayat Helen Potts digali kembali dan diperiksa. Tidak dapat dibantah lagi, Helen Potts tewas kerena dosis morfin yang mematikan, bahkan bagi orang yang sehat. Carlyle Harris tidak pula dapat membantah. Sang dokter membuktikan bahwa manik mata yang mengerut merupakan akibat morfin dalam tubuh. Manik mata itu seperti manik mata kucing yang kena sinar terlalu terang. Harris divonis bersalah dan tewas di kursi listrik.

Sudah tentu Ike White hadir ketika perkara pembunuhan itu diperiksa pengadilan. Tetapi selain juri, masih ada orang lain yang selalu hadir dalam sidang-sidang pengadilan tersebut. Orang itu adalah dr. Robert Buchanan. Dia tinggal di Greenwich Village di Jalan Barat XI nomor 267. Setiap hari, setelah pulang dari sidang pengadilan kasus Helen Potts, ia minum dulu di Macomber’s di Greenwich Avenue.

Telinga Ike White ternyata tidak kalah pekanya dari matanya. Singkatnya, dia mendengar bahwa pada hari jatuhnya vonis bagi Carlyle Harris, dr. Buchanan melontarkan kata-kata yang kurang layak. Saat itu ia dalam kondisi mabuk. Orang lain mungkin melupakan perkataannya, tetapi White justru mencatatnya.

Jangan biarkan penasaranmu tergantung.
Akses tanpa batas dengan Intisari Plus.